Share

Penggerebekan

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-29 09:43:09
Hanya dalam waktu kurang lebih dua jam aku tiba di rumah Mama Juwita. Sengaja kuminta supir untuk berhenti lebih menepi ke arah rumah yang berada di seberangnya. Melalui pagar besi hitamnya yang cukup berjarak, dari sini aku bisa melihat kalau tidak ada siapapun yang terlihat bertamu. Suasananya tampak biasa. Namun, mobil Mama Juwita masih terlihat di garasi. Apa mereka ada di dalam? Atau sedang pergi tapi menggunakan mobil Friska?

"Maaf, Bu. Kita sudah sampai."

Suara supir taksi online yang kunaiki menyadarkanku dari lamunan.

"Eh iya, Pak, maaf. Ini ongkosnya." Setelah menyerahkan dua lembar uang berwarna merah aku segera turun. Untungnya di sepanjang pinggir jalan dekat rumah Mama Juwita banyak berdiri pohon besar. Sehingga memudahkanku untuk menyembunyikan tubuh.

Tak lama kemudian mobil jeep hijau lumut berhenti tak jauh dari tempatku berdiri. Dari dalamnya keluar seseorang yang menggunakan jaket hitam. Ia menghampiriku yang masih berdiri di posisi semula. Sedangkan satu orang pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pengorbanan

    Mama Juwita menatapku nanar. Napasnya naik turun cukup cepat. Nampaknya ia sedang berusaha menahan emosi yang mulai datang. "Kamu, jangan sembarangan ngomong, ya! Perbuatan kriminal apa yang kamu maksud?" Friska ikut bicara. "Jangan pura-pura gak tau, Fris! Kamu sebaiknya hati-hati. Nanti setelah menemukan cukup bukti, aku sendiri yang akan menjebloskanmu ke penjara." Wajah putih Friska mulai memerah. Sepertinya kata-kataku tadi berhasil memancing amarahnya. "Buktikan! Buktikan aja kalau kamu bisa. Tapi sebaliknya, kalau kamu ga bisa ngasih bukti atas ucapanmu tadi. Kamu akan aku tuntut balik!" ancam wanita yang malam ini kembali tampil memukau dengan dress hijau lumutnya. "Pak Gitooo! Siapa yang izinkan wanita kampungan ini masuk? Kan, sudah saya perintahkan kalau dia dilarang keras masuk ke rumah ini! Kamu berani melanggar perintah saya? Mau saya pecat, hah!"Pak Gito yang mendengar teriakan Mama Juwita tergopoh-gopoh masuk. "Maafkan saya, Nyonya. Tadinya saya juga tidak mengizin

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Mengintai

    Tanpa menunggu lama segera kutelepon nomor itu. Tersambung tapi tidak diangkat. Mungkin ia belum sempat mematikan ponselnya. Kucoba lagi beberapa kali tapi hasilnya tetap sama. ***Tepat pukul tujuh malam aku sudah bersiap untuk kembali keluar rumah. Alasanku pada Bik Sumi masih sama seperti kemarin. Begitu pun pada Liana yang mengajukan banyak sekali pertanyaan. Ia juga mengeluh karena malam ini ia kembali harus makan malam berdua saja dengan Bik Sumi. Untung saja ia bisa mengerti setelah kuyakinkan kalau aku hanya akan pergi sebentar. Maafin ibu, Sayang. Ibu hanya ingin menolong papamu.Kali ini kuputuskan untuk pergi seorang diri menuju lokasi, tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti kemarin. Persiapan yang kulakukan juga lebih matang. Alat perekam dan kamera super mini sudah berada di genggaman. Restoran Malabar yang dimaksud oleh si pengirim pesan malam ini tampak ramai. Banyak orang datang berkunjung di jam makan malam seperti sekarang. Aku memesan meja di sudut resto

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Sang Pahlawan

    "Ri, Om dapat informasi dari Rafif kalau kau datang ke sana untuk mengintai Daffi. Iya?"Rafif? Refleks mataku melihat ke arahnya yang ternyata juga tengah memandang ke arahku. Untunglah Frans sepertinya tidak mengenaliku yang tengah hamil besar seperti ini. Terlebih penampilanku yang sudah jauh berbeda dibanding dulu. Tiba-tiba jantungku melaju cepat. Udara di sekitarku terasa menipis. Jadi sejak tadi Rafif tau kalau aku ada di sini? Tapi, kenapa dia tidak menghampiriku seperti biasa? Kenapa dia malah menghubungi Om Sahid?"Hallo!" Om Sahid menyadarkanku dari lamunan. "Iya, Om. Riana ...." Ah, panggilan terputus. Kucoba lagi untuk menghubungi Om Sahid, tapi pandangan mataku menangkap sosok Mas Daffi yang sudah keluar dari toilet dan kini tengah membayar makanannya. Fokusku terbagi, antara ingin menjelaskan pada Om Sahid, memperhatikan Mas Daffi serta dua orang di sisi barat yang kucurigai anggota BNN, dan menghubungi Rafif untuk meminta penjelasannya. Kulihat Mas Daffi dan pria yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Tertangkap

    Suara yang kuduga berasal dari ledakan timah panas itu sedikit banyak menyurutkan langkahku untuk terus berusaha masuk ke dalam. Terang saja, siapa yang tidak takut mendengar suara letusan senjata api? Walaupun nyaliku bisa terbilang tinggi, tapi di situasi seperti sekarang ini tetap saja merasa ciut. Sambil memegangi dada, kuraup udara sebanyak-banyaknya, seraya terus merapal doa. Pikiran buruk semakin merasuk ke pikiran. Siapa yang menembak tadi? Dan siapa yang tertembak? Ya Tuhan, kumohon semoga bukan Mas Daffi.Pasca suara ledakan tadi, suasana kembali hening. Hembusan angin mendadak berada dalam posisi pause hingga membuat puluhan pohon jati yang tumbuh di sekitar gudang pun ikut terdiam dan hanya berdiri kokoh memandangiku yang sedang ketakutan di tengah pekatnya malam ini. Kuhirup napas dalam sekali lagi. Kali ini selain berusaha memasukkan udara sebanyak mungkin ke dalam organ pernapasan kucoba juga untuk menenangkan calon bayiku di dalam perut yang masih bergolak. "Tenang say

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Ketahuan

    Selain bekerja di kantor produk suplement kesehatan, Mas Daffi memang dikenal sebagai Professional Cupper. Pekerjaannya adalah untuk menilai rasa kopi dengan cara objektif secara lebih dalam. Professional cupper yang kelak akan menentukan apakah kopi ini berkualitas baik atau buruk. Ia juga menganalisis kecacatan pada kopi, cup clarity, body dan karakteristik yang ada pada kopi lainnya lalu membuat penilaian secara numerik tentang kualitas kopi tersebut. Mas Daffilah yang menilai kopi yang kelak akan menentukan nasib kopi tersebut. Apakah untuk dijual atau bisa dilelang. Dulu Mas Daffi pernah cerita kalau ia mengambil jurusan ahli kopi di Universitas. Di sanalah dia mengenal Friska. Hanya bedanya, Mas Daffi tidak meneruskan profesinya di bidang kuliner seperti Friska yang sudah mendirikan restoran. Namun, ternyata restoran itu dibuat hanya sebagai kamuflase untuk transaksi obat-obatan terlarang. "Gue udah duga pasti lo cuma pura-pura amnesia, Daf." Friska tersenyum hambar. "Kalau lo

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Dikejar Polisi

    "Fris! Jangan keterlaluan!" Rafif berusaha menghentikan Friska. "Diem, lo! Gue bilang lo jangan ikut-ikutan!" bentak Friska pada Rafif. "Frans, lo ambil ponselnya yang tadi dia pake buat ngerekam. Hancurin! Abis itu lo ikut gue, bawa ni perempuan!" Selesai bicara, Friska langsung pergi begitu saja. Tak lama setelah itu, Frans menarik tanganku kasar. Ia membawaku keluar menyusul Friska. Bahkan ia tidak memberiku kesempatan untuk berbicara sedikitpun."Frans, lepasin dia!" "Riz, Lo ga denger tadi bos bilang apa? Lagian kenapa si, lo peduli banget sama ni cewek?""Karena gue sayang, gue cinta sama dia!" teriak Rafif hingga suaranya menggema di seluruh ruangan yang sontak membuat bola mataku hampir keluar. Refleks, kuarahkan pandangan kepada Mas Daffi yang masih terikat di sudut ruangan di sisi lain dari tempatku berdiri sekarang. Kini di mulutnya pun sudah terpasang lakban hitam. Sepertinya mereka memutuskan untuk menutup mulutnya karena ia terus berteriak. Dari raut wajahnya, ia terl

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kematian

    Pasti ulah si Rizki. Dasar penghianat!"Frans benar, itu mobil polisi. Ada lampu sirine yang terpasang di atas mobil tersebut. Namun, suaranya tidak terdengar. Sepertinya mereka mematikan suaranya. Salah satu mobil itu melaju cepat dan mencoba untuk menyalip mobil Frans, tapi Frans yang memang jago menyetir terus membawa mobil untuk menghindari kejaran mereka. "Pemilik mobil B 4588 XYO harap berhenti!" seru suara yang berasal dari alat pengeras suara dari mobil di belakang kami. Namun, Frans tidak menghiraukan. Ia semakin menggila. "Frans mending lo berhenti. Serahin diri. Jangan bikin hukuman lo ntar semakin berat.""Diem, lo! Ini semua gara-gara lo tau!" Beberapa detik kemudian terdengar suara senjata api dengan bunyi yang sangat memekakkan telinga. "Aaaaargh!" Mobil seketika berguling ke arah kiri karena Frans mengemudikan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sepertinya peluru yang ditembakkan dari salah satu petugas yang ada di mobil belakang kami tepat mengenai ban mobil bela

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Rizki dan Rafif

    Sambil memegangi dada yang kini kembali terasa sesak, tangisanku pecah lagi. "Riana yang salah, Om. Riana ga mau denger kata Om waktu itu, Riana ceroboh dan ga mampu menjaga calon bayi Riana sendiri." Dadaku naik turun dan isakanku kembali terdengar memilukan. "Ikhlas, sabar, ya. Kita semua tidak tahu apa yang akan kita alami di masa depan. Om yakin, Kau hanya ingin melakukan yang terbaik saat itu untuk menyelamatkan Daffi."Tangisanku semakin pecah. Om Sahid mencoba untuk terus menenangkanku sambil terus mengusap pelan bahuku. Setelah puas menangis, kucoba meraup udara sebanyak-banyaknya. "Oh ya, Om ada kabar baik untukmu. Juwita dan Friska sudah berhasil tertangkap, begitu pula dengan Frans. Namun, sayang sekali, nyawa Frans tidak bisa terselamatkan karena kecelakaan itu. Begitu pula dengan ...."Mataku mengarah kepada Om Sahid. "Siapa, Om?""Rafif alias Rizki."Mataku terbelalak mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Om Sahid. "Dia mengakui semuanya, Run. Dia juga yang mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29

Bab terbaru

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Sontak mata Damar membesar bersamaan dengan cairan kental yang keluar dari perutnya. Tak lama kemudian tubuh tegapnya pun rebah ke atas lantai. Rafif yang masih berada tak jauh dari ruangan sontak menghentikan langkah. Ia memutar tubuh dan melebarkan mata. "Damar!" Ia meletakkan Riana kembali di lantai dan menghampiri Damar. Sebelumnya Rafif mendekati Darma yang tengah syok sambil membuang pisau dari tangan lelaki itu. "Mar, bertahan, ya. Gue yakin lo pasti bisa."Damar hanya mengangguk pelan. "Cepat bawa Riana pergi dari sini." Sekejap kemudian Damar pun tak sadarkan diri. Rafif mendadak diselingkupi kegundahan karena Riana pun harus cepat ditolong. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Riana turun lebih dulu. Beruntung saat Rafif tiba di bawah, ambulan sudah datang. Setelah menusuk Damar, Darma hanya mematung. Ia panik kala saudara kembarnya tak sadarkan diri dan bersimbah darah. "Mar, bangun, Mar. Maafin gue. Gue nggak mau lo mati! Gue cuma mau membalas sakit hati gue dulu," peki

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pertarungan Dua Saudara

    Setelah mendapat informasi dari Damar kalau lokasi Darma ada di Bekasi, mereka berdua segera meluncur ke lokasi. Tak lupa keduanya memberitahu informasi tersebut pada Sahid dan Liana. Sahid pun segera menghubungi pihak kepolisian. "Fif, gue rasa biar gue sendirian aja yang masuk ke sana," ucap Damar setibanya mereka di depan rumah dua lantai berdinding putih gading. Rumah yang dulu pernah ada di mimpi Damar dan juga pernah Damar datangi. "Loh, kenapa, Mar? Gue kan juga mau nyelamatin Riana.""Gue rasa, Darma lagi nungguin gue. Dan dia mau gue dateng sendirian," ucap Damar sambil menatap tajam bangunan angkuh di depannya. "Gue harus bayar hutang masa kecil gue dulu ke dia. Dulu gue seharusnya datang ke sini, buat nyelamatin dia, tapi gue malah pura-pura nggak tahu kalau dia ada di sini."Sontak, kedua alis Rafif merapat. "Guelah yang sebenarnya Darma tunggu, Fif. Bukan orang lain.""Tapi, Mar, gue nggak bisa ngebiarin lo masuk sendirian. Bisa jadi Darma punya senjata, nyawa lo bisa b

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Keluarga Baru

    33 tahun lalu. "Mama," isak seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tengah menangis di tengah mall. Sudah sekitar sepuluh menit berlalu, Darma menangis sambil berjongkok, tapi tidak ada seorang pun yang peduli. Terlebih tidak ada seorang penjaga keamanan pun yang terlihat berlalu lalang. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan seperti itu tampak sudah biasa. Orang-orang yang mengatasnamakan kesibukan berdampak pada terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain. Berbeda dengan saudara kembarnya, Darma memang memiliki sifat penakut. Ia jarang sekali keluar rumah, selain pergi ke sekolah dan ke tempat sanak saudara. Itu pun tidak pernah sendirian. Selalu bersama Damar, kakaknya atau kedua orang tuanya. Akhirnya sejenak kemudian, seorang pria bersama istrinya, yang kebetulan sedang berkunjung ke mall itu, menghampiri Darma. Sejak melihat Darma, Flora, nama wanita itu, bagai mendapatkan durian runtuh. Rasa rindunya yang setinggi Rinjani akan kehadiran sang buah hati, membuat Fl

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Penyesalan Damar

    Mendengar kalimat Dodi, Rafif dan Damar saling pandang. "Amar? Maksud Bapak Amar anaknya Pak Suryadi, mantan direktur PT. Niskala Semesta?" ucap Damar dengan ekspresi keterkejutan yang sama dengan Dodi. Seketika alis Dodi merapat. "I-ya. Amar itu suaminya Arini, keponakan saya.""Saya Damar, Pak. Saya menantunya Rafif dan juga seorang hakim pengadilan negeri.""Maafkan saya, Pak Damar. Tapi Bapak mirip sekali dengan Amar. Bahkan terlalu mirip." Untuk kedua kalinya di malam itu, kedua pria di depan Dodi saling beradu tatap. Harapan untuk segera menemukan Riana membanjiri dada keduanya. "Oh, iya, silakan duduk dulu, Pak. Mau pesan apa?" Rafif lalu melambaikan tangannya. Tak lama kemudian, seorang pemuda berkemeja putih dan bercelana hitam datang mendekat seraya menyodorkan buku menu. "Saya pesan kopi susu aja, Mas. Sama roti bakar selai kacang," kata Dodi bersamaan dengan menarinya tangan pramusaji di atas kertas."Ada lagi, Pak?" "Sementara cukup, Mas.""Baik, silakan ditunggu,"

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Petunjuk

    "Puas kamu? Itu kan yang mau kamu dengar?" Sontak, mata Liana memanas dan tanpa bisa ditahan lagi matanya sudah memproduksi banyak air mata."Li, aku itu lagi pusing banget mikirin soal Riana yang belum tahu di mana. Tolong kamu jangan nambahin. Nggak usah mikir sesuatu yang belum jelas!"Raga Liana meluruh. Di depan Damar ia mengira dan memohon maaf. "Maaf, Mas. Aku cuma mau menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku aja."Damar menarik napas dalam. Melihat Liana menangis seperti itu membuat hatinya sedikit terenyuh. Ia tahu tidak seharusnya ia berkata sekadar itu pada Liana. Bahkan, Liana yang biasanya tegas dan keras menjadi wanita yang sangat lemah tanpa daya di hadapannya. Damar juga tahu bahwa niat Liana baik. Ia juga pasti sama khawatirnya seperti Damar.Pelan-pelan, tangan Damar terulur ke atas kepala Liana yang tengah rebah di atas kakinya. Ia lalu mengusapnya lembut. Sosok Riana yang tengah tersenyum seakan hadir di hadapannya. "Mar, perlakukan Liana dengan baik, ya. Jaga di

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pengakuan Damar

    Diam-diam, Arini menahan kesal. Ia tidak menyangka jika Damar tiba-tiba mencurigainya. Padahal niatnya hanya ingin mengucap turut berduka cita pada keluarga mereka. "Mas, udah. Nggak baik menuduh orang tanpa bukti. Dia belum tentu melakukan apa yang tadi Mas bilang.""Kamu diam, Li! Aku tahu yang aku katakan," ucap Damar hingga membuat Liana tersentak. Lagi-lagi Damar membentaknya. Bahkan, kali ini suaminya itu melakukannya di depan umum hingga membuat Liana malu. Damar kembali memutar kepalanya ke arah polisi yang sedang menanyainya. Ia bahkan tidak sadar jika Liana sudah beranjak dan memilih masuk ke dalam kamarnya. "Saya yakin kalau wanita tadi pelakunya, Pak. Dan ada satu lagi, yaitu lelaki bernama Darma.""Pak Damar tahu dari mana? Sedangkan rekaman CCTV saja tidak menunjukkan gambar apa pun pada saat kejadian," sanggah petugas polisi bernama Alfred. "Itu karena Darma sudah merusak CCTV-nya, Pak!" Damar mulai emosi. Alfred mendengkus kasar. Sedangkan Rajata yang tidak menget

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Riana Menghilang

    "Tolooong! Pergi kamu!" Riana terus melempari Amar dengan benda-benda di dalam kamarnya. Ia pun berteriak sekuat tenaga. "Kamu mau apa? Jangan mendekat!""Saya mau anda merasakan apa yang ayah dan keluarga kami rasakan!" Amar mendekati Riana lalu menarik tangan wanita itu. Setelahnya ia membenturkan kepala Riana ke dinding berkali-kali. Seketika kepala Riana bagai terkena sengatan listrik jutaan volt. Bayangan hitam pun perlahan menutupi semua pandangannya. Di depannya tidak tampak apa pun lagi. Telinganya hanya samar-samar mendengar tawa Amar yang membahana. ***Rajata yang baru selesai kerja mendadak merasa ingin bertemu dengan Riana. Sejak awal ia terus memikirkan sang ibu angkat sampai tidak konsentrasi bekerja. Ia lalu mengambil ponsel yang diletakkan di saku belakang, lalu menekan nomor Riana. "Ayo dong, Bu. Angkat," ujar Rajata karena sampai dengan dering ke tiga, ponsel Riana masih juga belum diangkat. Ia bahkan mengulang sampai tiga kali tapi hasilnya masih sama. "Tumben

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Terpojok

    Di kediamannya, Damar yang sedang makan malam berdua dengan Liana, seketika teringat kembali pada Darma. Suami dari Liana itu tidak tahu kenapa bayangan Darma tiba-tiba mendatanginya lagi. Terakhir kali itu terjadi saat Darma baru saja hilang, seakan-akan Darma ingin mengatakan pada Damar tempatnya berada. Namun, saat itu, Damar kecil tidak mengatakan apa pun pada kedua orang tuanya. Ia bahkan sengaja diam karena merasa saingannya di rumah sudah tidak ada. Tanpa diketahui Sasti dan Narto, Damar kecil kerap kali menyimpan rasa iri pada saudara kembarnya. Darma yang pintar, baik dan penurut selalu menjadi kebanggan keluarganya. Tidak hanya Sasti dan Narto, kakaknya pun lebih menyayangi Darma daripada Damar. Sedangkan Damar hanya dijadikan pembanding. Kelakuannya yang 180 derajat berbanding terbalik dengan Darma. Namun, itu dulu. Seiring bertambahnya usia, Damar pun merasa kehilangan dan bersalah pada Darma. Saat Damar pergi ke tempat yang Darma tunjukkan dalam mimpinya, tentu saja Dar

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Teror

    Rafif, Riana, Liana dan Damar menuju ke teras dan melihat ke rumah sebelah. Namun, sosok yang keluar dari mobil itu bukanlah sosok yang mereka nantikan. Dia sama sekali tidak mirip dengan Damar. "Dia siapa?" gumam Riana yang hanya bisa didengar telinganya sendiri. Riana lalu mengenakan sandal dan menuju ke rumah sebelah. "Ri, kamu mau ke mana?""Mau ke sebelah, Mas. Aku mau tanya langsung sama dia tentang orang yang semalam datang."Langkah Riana langsung diikuti Damar. Sedangkan Rafif dan Liana tetap menunggu di teras. "Assalamu'alaikum, Permisi. Maaf kalau saya mengganggu," kata Riana sesopan mungkin. Ia lalu mengulurkan tangan pada wanita di depannya. "Wa-ala-ikumsalam." Wanita itu menerima uluran tangan Riana lalu membalas senyum. "Saya Riana, tinggal di sebelah. Ini Damar menantu saya. Sedangkan yang di teras itu Suami dan anak saya." Setelah menjabat tangan Damar, wanita itu lalu mengarahkan pandangan ke arah teras rumah Riana. Ia tersenyum sambil sedikit mengangguk, membal

DMCA.com Protection Status