Share

Bukti

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-07 20:40:28
Supaya ia segera pergi ke dapur untuk membuatkan minum.

Semoga saja sebentar lagi Mas Daffi pulang. Jujur, aku bingung bagaimana harus menghadapi mereka berdua yang mendadak muncul seperti ini.

"Mana Daffi!" tanya Mama Juwita dengan angkuh.

"Mas Daffi belum pulang, Ma. Mungkin sebentar lagi. Oh iya, gimana kabar Mama?" ucapku sesopan mungkin sambil berusaha mencium punggung tangannya.

"Baik," jawab Mama Juwita sambil menyilangkan kaki dan menepis kasar tanganku.

Sabar, Riana. Sabar.

"Silahkan diminum Nyonya, Non." Untung saja Bik Sumi segera datang dengan membawakan minuman untuk mereka. Menghilangkan rasa canggungku berada di tengah-tengah mereka.

"Terima kasih," ucap Friska tanpa menyentuh minumannya.

"Pantas saja selama ini Daffi sudah tidak pernah lagi mengunjungiku. Ternyata karena kamu, tho." Dengan sorot mata yang merendahkan, Mama Juwita memindaiku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sikapnya tidak berubah. Masih sama seperti dulu sebelum aku meninggalkan rumah Mas Daff
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Manusia Biasa

    Loh, kenapa foto itu bisa ada sama Friska? Ada hubungan apa dia dengan penculik itu? Degup jantungku mendadak melaju cepat. Membayangkan bagaimana reaksi Mas Daffi setelah melihat foto di tangannya. Belum tuntas rasa penasaranku, Mas Daffi kembali bicara. "Jadi ... penculikan kemarin itu hanya akal-akalanmu saja, Ri? Mas pikir kamu sedang dalam bahaya. Ini malah asyik selingkuh dengan pria lain!" "Mas, denger dulu! Aku juga ga tau apapun mengenai foto-foto itu. Dia tidak berbuat apa-apa padaku, Mas. Aku ....""Lihat, buktinya kamu sekarang membelanya! Sudah cukup Riana! Mas, ga mau dengar penjelasan apapun lagi dari kamu! Mulai sekarang, pergi dari rumahku!" "Bagus, Daf!" cibir Friska. "Rasakan kau wanita jelek!" Mama Juwita tersenyum bangga. Tiba-tiba Mas Daffi tertawa. "Sudah puas, Ma? Lo juga, Fris, seneng? Kalimat seperti tadi, kan, yang ingin kalian dengar dari mulutku?" Ha? Mas Daffi kenapa? "Nih, Ser! Ambil kembali ponselmu!""Daf, maksud kamu apa?" geram Mama Juwita. "

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-07
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Permintaan Friska

    Setelah mendengar kalimat Mas Daffi barusan, ikatan di dada ini perlahan mengendur. Syukurlah dia tidak meragukanku. Kuhela napas dalam berkali-kali untuk membuat hatiku semakin membaik. "Jadi, sekarang Mas Daffi maunya gimana?" lirihku."Biarkanlah dulu seperti ini. Semoga seiring waktu, perasaanku bisa segera membaik."***Akhirnya kami sepakat untuk pisah rumah sementara. Mas Daffi memutuskan untuk kembali tinggal sementara di rumah lamanya, dengan masih sesekali mengunjungiku. Sedangkan Liana akan tetap tinggal bersamaku.Sedih memang, tapi tidak ada yang bisa kuperbuat. Berkali aku membujuknya agar ia tetap di sisiku, tapi egonya terlalu tinggi. Harga dirinya sudah terlalu jatuh dengan kejadian penculikan kemarin. Bahkan rengekan dari Liana pun tak dapat membatalkan rencananya. "Papa cuma pergi sementara aja, Sayang, lagi ada kerjaan yang cukup rumit dan butuh konsentrasi." Itu alasan yang Mas Daffi kemukakan pada Liana. "Doakan aja biar cepat selesai, ya. Papa juga berharap bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Cemas

    "Kan, udah mas bilang kalau kamu ga salah, Ri. Kemarin mas cuma kecewa. Tepatnya kecewa sama diri mas sendiri. Udah kita lupain aja. Ga usah dibahas lagi, ya." Mas Daffi semakin erat memeluk bahu polosku, dilekatkan ke dadanya yang juga polos. Aku mengangguk patuh. "Tapi, Mas, Riana masih penasaran kenapa foto itu bisa ada sama Friska, ya? Ada hubungan apa penculik itu sama Friska." Mas Daffi mendengkus kasar. "Sebenarnya, kemarin selain mas menjauhimu, Mas juga mendekati Friska lagi."Seketika aku bangkit dari posisi semula, menatap langsung ke arah wajah pria di sebelahku. "Mas bermaksud mencari tahu mengenai foto itu dari mulutnya langsung. Selain itu, Mas juga baru ingat kalau kemarin tidak langsung menghapus foto itu dari ponsel Friska. Mas takut dia menyebarkannya ke orang lain. Tapi ....""Tapi apa, Mas?""Dia mau mengatakan yang sebenarnya dengan syarat mas mau menikahinya. Dia bahkan tidak keberatan menjadi madumu.""Apa! Terus, mas setuju?" tanyaku. "Maaf, Ri, mas ga bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-08
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kabar Buruk

    "Mungkin papa masih sibuk, Bu. Nanti juga papa telepon.""Iya, sayang," jawabku pada Liana kemudian tersenyum. Anak itu sikapnya semakin hari semakin dewasa saja. "Ya sudah, Liana makan yang banyak, ya, dihabiskan."Kami kembali fokus pada sajian di atas meja makan. Malam itu, entah kenapa Bik Sumi memasak makanan favorit Mas Daffi, ayam rica-rica, tempe bacem dan oseng-oseng buncis. Padahal Mas Daffi sedang tidak ada di rumah."Bahan makanan di kulkas cocoknya dimasak itu, Bu. Ya sudah, bibik masak aja makanan kesukaan bapak," ujar Bik Sumi.Tuh, kan, Bik Sumi jadi bikin aku makin rindu Mas Daffi saja, si.***Sudah pukul 20.00, Mas Daffi masih belum juga menghubungiku. Ponselnya pun masih tidak aktif. Perasaanku yang semula tenang perlahan bergolak. Ditambah lagi geliat halus janin yang sudah memasuki tiga bulan di dalam kandungan juga sudah mulai terasa sejak tadi, mungkin karena ia ikut merasakan kegelisahan ibunya.Jam dinding kini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi belum

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Amnesia

    Setelah berdebat beberapa menit, akhirnya Om Sahid mengalah dan mengizinkanku masuk setelah aku berjanji akan menahan diri dan menjaga emosi agar tidak sampai membahayakan calon bayiku. Kulangkahkan kaki lebar-lebar mengikuti Om Sahid yang sudah lebih dulu berjalan di depan. Bau cairan antiseptik seketika merasuk ke penciuman. Lalu lalang petugas jaga di ruang UGD mendominasi pemandangan di sini. Sesampainya di dalam, Om Sahid langsung menghampiri meja informasi. "Suster, pasien atas nama Daffi Radityaputra, apa benar di rawat di sini?" Petugas wanita berseragam putih itu segera memeriksa data pasien yang baru masuk melalui layar monitor di hadapan. "Oh, korban kecelakaan beruntun di Tol Sedyatmo, ya? Iya benar, Pak. sekarang korban berada di ruang ICU karena kondisinya cukup parah," jelas perawat itu. "Makasi, Sus." Om Sahid kemudian mengajakku untuk menuju ruang ICU di lantai dua. Setibanya di sana, ternyata sudah ada Mama Juwita dan Friska. Kenapa mereka berdua bisa ada di sin

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Mengaku Istri

    Dokter itu mengerutkan dahinya lagi. "Jadi, kalian berdua adalah istri Pak Daffi?""Bukan, Dok, istri Mas Daffi itu cuma saya. Jangan ngaku-ngaku kamu, Fris!""Heh, kamu, tuh, yang jangan kege-eran. Memangnya pantas wanita sepertimu jadi istri Daffi?""Sudah, sudah, begini saja. Kalian berdua ikut ke ruangan saya. Ada yang mau saya sampaikan mengenai kondisi dari Pak Daffi."Dokter itu mengajakku dan Friska ke sebuah ruangan yang di pintunya tercantum tulisan, dr. Sandi Prabowo, Sp. N. Ruangan berukuran sekitar 2 x 2 m2, yang didominasi warna putih. Di dalamnya banyak terdapat properti yang berkaitan dengan sistem saraf manusia, seperti poster bergambarkan saraf tepi dan saraf pada otak, miniatur bentuk otak dan tulang belakang, dan berbagai buku dengan judul berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. "Silakan duduk, Bu," ujar dokter itu mempersilakan. "Jadi begini, Bu. Sepertinya Pak Daffi mengalami kondisi yang dinamakan dengan amnesia atau hilang ingatan, yaitu gangguan yang me

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Petunjuk

    Selamat Membaca, semoga suka yaa.... ***Mas Daffi mengangguk yakin. "Mas capek dengan masalah yang ga ada habisnya, Run. Mas mau segera hidup tenang bersamamu dan anak-anak kita kelak.""Sejak kapan, Mas, curiga sama mereka?""Sebenarnya sudah cukup lama. Sejak almarhum papa meninggal dunia, tapi waktu itu mas terlalu sibuk memupuk rasa benci mas padamu dan masih terperdaya pada Friska, jadi Mas mengabaikan apa yang hati mas rasa janggal," jelasnya. Aku berpikir sesaat, menurutku rencana Mas Daffi cukup beresiko. Aku bahkan berat untuk memberikan persetujuan. Namun, akhirnya aku setuju. Keesokan harinya, Friska datang lagi ke rumah sakit, kali ini ia datang bersama Mama Juwita. Terdengar dari dua buah suara yang berasal dari dalam kamar Mas Daffi. Aku yang baru saja tiba di sana dan ingin menemui Mas Daffi urung masuk dan menghentikan langkah tepat di depan pintu. "Daffi, kamu ingat mama?" terdengar suara Mama Juwita dari dalam ruangan. "Ingat, Ma.""Syukurlah, kamu ingat. Mama

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kejahatan Berencana

    Pov Author"Om, turut berduka cita ya, Daf." Sahid menepuk pelan bahu Daffi dan hanya dibalas Daffi dengan anggukan pelan. Asmoro, ayah Daffi baru saja meninggal dunia. Daffi tampak begitu terpukul dan berduka dengan kepergian Asmoro yang cukup mendadak. Sahid bermaksud untuk menyapa Juwita juga, tapi urung, karena Juwita masih menangis di pelukan Friska yang juga baru saja datang bersama keluarganya. "Iya, Om, makasi udah datang. Maafin papa selama ini kalau banyak menyusahkan dan banyak berhutang budi sama, Om.""Kau itu bicara apa? Asmoro itu sudah kuanggap sebagai saudaraku. Sesama saudara tentu saja harus saling bantu. Oh, ya, di mana Riana?"Mendengar nama Riana disebut, Juwita langsung menjauh dari Friska. Ia beringsut mendekati Sahid. "Dia tadi di belakang, Om. Daffi minta dia mengurus hidangan untuk tamu saja.""Sahid, buat apa, si, kau repot-repot bertanya tentang perempuan itu? Biar saja dia di belakang. Di sana memang tempat yang pantas untuknya."Sahid menggeleng pelan m

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-13

Bab terbaru

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Sontak mata Damar membesar bersamaan dengan cairan kental yang keluar dari perutnya. Tak lama kemudian tubuh tegapnya pun rebah ke atas lantai. Rafif yang masih berada tak jauh dari ruangan sontak menghentikan langkah. Ia memutar tubuh dan melebarkan mata. "Damar!" Ia meletakkan Riana kembali di lantai dan menghampiri Damar. Sebelumnya Rafif mendekati Darma yang tengah syok sambil membuang pisau dari tangan lelaki itu. "Mar, bertahan, ya. Gue yakin lo pasti bisa."Damar hanya mengangguk pelan. "Cepat bawa Riana pergi dari sini." Sekejap kemudian Damar pun tak sadarkan diri. Rafif mendadak diselingkupi kegundahan karena Riana pun harus cepat ditolong. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Riana turun lebih dulu. Beruntung saat Rafif tiba di bawah, ambulan sudah datang. Setelah menusuk Damar, Darma hanya mematung. Ia panik kala saudara kembarnya tak sadarkan diri dan bersimbah darah. "Mar, bangun, Mar. Maafin gue. Gue nggak mau lo mati! Gue cuma mau membalas sakit hati gue dulu," peki

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pertarungan Dua Saudara

    Setelah mendapat informasi dari Damar kalau lokasi Darma ada di Bekasi, mereka berdua segera meluncur ke lokasi. Tak lupa keduanya memberitahu informasi tersebut pada Sahid dan Liana. Sahid pun segera menghubungi pihak kepolisian. "Fif, gue rasa biar gue sendirian aja yang masuk ke sana," ucap Damar setibanya mereka di depan rumah dua lantai berdinding putih gading. Rumah yang dulu pernah ada di mimpi Damar dan juga pernah Damar datangi. "Loh, kenapa, Mar? Gue kan juga mau nyelamatin Riana.""Gue rasa, Darma lagi nungguin gue. Dan dia mau gue dateng sendirian," ucap Damar sambil menatap tajam bangunan angkuh di depannya. "Gue harus bayar hutang masa kecil gue dulu ke dia. Dulu gue seharusnya datang ke sini, buat nyelamatin dia, tapi gue malah pura-pura nggak tahu kalau dia ada di sini."Sontak, kedua alis Rafif merapat. "Guelah yang sebenarnya Darma tunggu, Fif. Bukan orang lain.""Tapi, Mar, gue nggak bisa ngebiarin lo masuk sendirian. Bisa jadi Darma punya senjata, nyawa lo bisa b

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Keluarga Baru

    33 tahun lalu. "Mama," isak seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tengah menangis di tengah mall. Sudah sekitar sepuluh menit berlalu, Darma menangis sambil berjongkok, tapi tidak ada seorang pun yang peduli. Terlebih tidak ada seorang penjaga keamanan pun yang terlihat berlalu lalang. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan seperti itu tampak sudah biasa. Orang-orang yang mengatasnamakan kesibukan berdampak pada terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain. Berbeda dengan saudara kembarnya, Darma memang memiliki sifat penakut. Ia jarang sekali keluar rumah, selain pergi ke sekolah dan ke tempat sanak saudara. Itu pun tidak pernah sendirian. Selalu bersama Damar, kakaknya atau kedua orang tuanya. Akhirnya sejenak kemudian, seorang pria bersama istrinya, yang kebetulan sedang berkunjung ke mall itu, menghampiri Darma. Sejak melihat Darma, Flora, nama wanita itu, bagai mendapatkan durian runtuh. Rasa rindunya yang setinggi Rinjani akan kehadiran sang buah hati, membuat Fl

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Penyesalan Damar

    Mendengar kalimat Dodi, Rafif dan Damar saling pandang. "Amar? Maksud Bapak Amar anaknya Pak Suryadi, mantan direktur PT. Niskala Semesta?" ucap Damar dengan ekspresi keterkejutan yang sama dengan Dodi. Seketika alis Dodi merapat. "I-ya. Amar itu suaminya Arini, keponakan saya.""Saya Damar, Pak. Saya menantunya Rafif dan juga seorang hakim pengadilan negeri.""Maafkan saya, Pak Damar. Tapi Bapak mirip sekali dengan Amar. Bahkan terlalu mirip." Untuk kedua kalinya di malam itu, kedua pria di depan Dodi saling beradu tatap. Harapan untuk segera menemukan Riana membanjiri dada keduanya. "Oh, iya, silakan duduk dulu, Pak. Mau pesan apa?" Rafif lalu melambaikan tangannya. Tak lama kemudian, seorang pemuda berkemeja putih dan bercelana hitam datang mendekat seraya menyodorkan buku menu. "Saya pesan kopi susu aja, Mas. Sama roti bakar selai kacang," kata Dodi bersamaan dengan menarinya tangan pramusaji di atas kertas."Ada lagi, Pak?" "Sementara cukup, Mas.""Baik, silakan ditunggu,"

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Petunjuk

    "Puas kamu? Itu kan yang mau kamu dengar?" Sontak, mata Liana memanas dan tanpa bisa ditahan lagi matanya sudah memproduksi banyak air mata."Li, aku itu lagi pusing banget mikirin soal Riana yang belum tahu di mana. Tolong kamu jangan nambahin. Nggak usah mikir sesuatu yang belum jelas!"Raga Liana meluruh. Di depan Damar ia mengira dan memohon maaf. "Maaf, Mas. Aku cuma mau menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku aja."Damar menarik napas dalam. Melihat Liana menangis seperti itu membuat hatinya sedikit terenyuh. Ia tahu tidak seharusnya ia berkata sekadar itu pada Liana. Bahkan, Liana yang biasanya tegas dan keras menjadi wanita yang sangat lemah tanpa daya di hadapannya. Damar juga tahu bahwa niat Liana baik. Ia juga pasti sama khawatirnya seperti Damar.Pelan-pelan, tangan Damar terulur ke atas kepala Liana yang tengah rebah di atas kakinya. Ia lalu mengusapnya lembut. Sosok Riana yang tengah tersenyum seakan hadir di hadapannya. "Mar, perlakukan Liana dengan baik, ya. Jaga di

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pengakuan Damar

    Diam-diam, Arini menahan kesal. Ia tidak menyangka jika Damar tiba-tiba mencurigainya. Padahal niatnya hanya ingin mengucap turut berduka cita pada keluarga mereka. "Mas, udah. Nggak baik menuduh orang tanpa bukti. Dia belum tentu melakukan apa yang tadi Mas bilang.""Kamu diam, Li! Aku tahu yang aku katakan," ucap Damar hingga membuat Liana tersentak. Lagi-lagi Damar membentaknya. Bahkan, kali ini suaminya itu melakukannya di depan umum hingga membuat Liana malu. Damar kembali memutar kepalanya ke arah polisi yang sedang menanyainya. Ia bahkan tidak sadar jika Liana sudah beranjak dan memilih masuk ke dalam kamarnya. "Saya yakin kalau wanita tadi pelakunya, Pak. Dan ada satu lagi, yaitu lelaki bernama Darma.""Pak Damar tahu dari mana? Sedangkan rekaman CCTV saja tidak menunjukkan gambar apa pun pada saat kejadian," sanggah petugas polisi bernama Alfred. "Itu karena Darma sudah merusak CCTV-nya, Pak!" Damar mulai emosi. Alfred mendengkus kasar. Sedangkan Rajata yang tidak menget

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Riana Menghilang

    "Tolooong! Pergi kamu!" Riana terus melempari Amar dengan benda-benda di dalam kamarnya. Ia pun berteriak sekuat tenaga. "Kamu mau apa? Jangan mendekat!""Saya mau anda merasakan apa yang ayah dan keluarga kami rasakan!" Amar mendekati Riana lalu menarik tangan wanita itu. Setelahnya ia membenturkan kepala Riana ke dinding berkali-kali. Seketika kepala Riana bagai terkena sengatan listrik jutaan volt. Bayangan hitam pun perlahan menutupi semua pandangannya. Di depannya tidak tampak apa pun lagi. Telinganya hanya samar-samar mendengar tawa Amar yang membahana. ***Rajata yang baru selesai kerja mendadak merasa ingin bertemu dengan Riana. Sejak awal ia terus memikirkan sang ibu angkat sampai tidak konsentrasi bekerja. Ia lalu mengambil ponsel yang diletakkan di saku belakang, lalu menekan nomor Riana. "Ayo dong, Bu. Angkat," ujar Rajata karena sampai dengan dering ke tiga, ponsel Riana masih juga belum diangkat. Ia bahkan mengulang sampai tiga kali tapi hasilnya masih sama. "Tumben

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Terpojok

    Di kediamannya, Damar yang sedang makan malam berdua dengan Liana, seketika teringat kembali pada Darma. Suami dari Liana itu tidak tahu kenapa bayangan Darma tiba-tiba mendatanginya lagi. Terakhir kali itu terjadi saat Darma baru saja hilang, seakan-akan Darma ingin mengatakan pada Damar tempatnya berada. Namun, saat itu, Damar kecil tidak mengatakan apa pun pada kedua orang tuanya. Ia bahkan sengaja diam karena merasa saingannya di rumah sudah tidak ada. Tanpa diketahui Sasti dan Narto, Damar kecil kerap kali menyimpan rasa iri pada saudara kembarnya. Darma yang pintar, baik dan penurut selalu menjadi kebanggan keluarganya. Tidak hanya Sasti dan Narto, kakaknya pun lebih menyayangi Darma daripada Damar. Sedangkan Damar hanya dijadikan pembanding. Kelakuannya yang 180 derajat berbanding terbalik dengan Darma. Namun, itu dulu. Seiring bertambahnya usia, Damar pun merasa kehilangan dan bersalah pada Darma. Saat Damar pergi ke tempat yang Darma tunjukkan dalam mimpinya, tentu saja Dar

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Teror

    Rafif, Riana, Liana dan Damar menuju ke teras dan melihat ke rumah sebelah. Namun, sosok yang keluar dari mobil itu bukanlah sosok yang mereka nantikan. Dia sama sekali tidak mirip dengan Damar. "Dia siapa?" gumam Riana yang hanya bisa didengar telinganya sendiri. Riana lalu mengenakan sandal dan menuju ke rumah sebelah. "Ri, kamu mau ke mana?""Mau ke sebelah, Mas. Aku mau tanya langsung sama dia tentang orang yang semalam datang."Langkah Riana langsung diikuti Damar. Sedangkan Rafif dan Liana tetap menunggu di teras. "Assalamu'alaikum, Permisi. Maaf kalau saya mengganggu," kata Riana sesopan mungkin. Ia lalu mengulurkan tangan pada wanita di depannya. "Wa-ala-ikumsalam." Wanita itu menerima uluran tangan Riana lalu membalas senyum. "Saya Riana, tinggal di sebelah. Ini Damar menantu saya. Sedangkan yang di teras itu Suami dan anak saya." Setelah menjabat tangan Damar, wanita itu lalu mengarahkan pandangan ke arah teras rumah Riana. Ia tersenyum sambil sedikit mengangguk, membal

DMCA.com Protection Status