Sandra masih terkekeh geli melihat Farida yang masih misah misuh keki dengan tingkah kedua orang tua mereka. Ia memutuskan untuk tetap di luar bersama Farida sambil menunggu orang tua mereka selesai dengan urusan mereka di dalam gedung WO tersebut. "Eh Kak, ngomong-ngomong aku boleh tanya gak sama kakak? " ucap Ida setelah mereka asyik dengan diam mereka. "Tanya tentang apa? " jawab Sandra sambil menoleh ke arah Ida. "Itu tuh, keponakannya Papa Herman yang juga pengacara itu? " ucap Ida dengan sangat penasaran. "Oh Tian! Kenapa dengan Tian? Kamu suka sama Tian? " tanya Sandra menggoda Ida. "Ish bukan itu kakak! Aku cuma mau tanya kalau Kak Tian itu sudah menikah apa belum? Kan usia nya kalau gak salah Ida tebak pasti lebih tua dari kakak! " sanggah Ida dengan keras. "Emang nya kenapa kalau Tian itu sudah menikah atau belum menikah? Kamu mau daftar gitu? " tanya Sandra lagi. "Dih, siapa juga yang mau daftar jadi kandidat Kak Tian! Entah kenapa aku merasa kalau Kak Tian itu puny
"Astaghfirullah ini anak! Kelakuannya bikin pengen jitak aja! " ucap Fatimah sambil mengusap pelan dadanya. Sandra kembali terkikik geli melihat Ida yang semakin kesal menunggu di dalam mobil. Fatimah dan Herman pun masuk ke dalam mobil setelah Sandra masuk duluan dan duduk di sebelah Farida. Mereka pulang mengantar Fatimah dan Farida ke rumah nya. Di penjara... Nyonya Reni mengamuk setelah beliau sadar dari pingsan nya dan ia di letakkan di sel yang terpisah dari tahanan yang lain untuk mencegah kemungkinan ia melakukan hal yang sama lagi seperti kemarin. Ia kembali berkata kasar dengan menyebut nama Naina dan tidak lama kemudian ia menangis histeris sambil berteriak-teriak seperti orang tidak waras. Ia berteriak-teriak sambil memukuli pintu sel sehingga membuat opsir yang menjaganya marah. "Hei, bisa diam tidak! Kalau kau masih seperti ini akan aku buat kau diam selamanya! " ancam opsir tersebut dengan wajah garang. Sesaat Nyonya Reni terdiam, namun tidak berapa lama ia kem
Hari ini Fatimah dan Herman akan melakukan fitting baju pengantin. Farida tidak mau ikut karena ia akan ke cafe dan Resto milik Naina. Semalam Naina memintanya untuk datang ke sana karena ia ingin membicarakan hal penting. "Beneran kamu gak mau ikut Bunda fitting baju? " tanya Fatimah ketika mereka sedang duduk menunggu Herman datang. "Ya beneran Bunda! Lagian kan Bunda juga pasti tahu ukuran tubuh aku, jadi gak perlu lah aku juga ikut ke sana! Aku juga sudah janjian dengan Kak Naina mau ketemuan nanti! " jawab Ida menolaknya. "Ya sudah kalau gitu, nanti kalau sudah mau pulang kasih tahu Bunda! Bunda kan gak masak, jadi sebelum pulang nanti Bunda beli aja! " sahut Fatimah lagi. "Siip Bunda! Ida berangkat dulu ya? Assalamualaikum! " pamit Farida sambil menyalami tangan Bunda nya. Ia pun pergi dengan mengendarai motor kesayangan nya. Sedangkan Fatimah masih duduk menunggu Herman yang masih di perjalanan. Lima menit berselang, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Fatimah. Fatimah
Seorang pria blasteran yang berwajah tampan rupawan memasuki area pemakaman yang terbilang elit untuk kaum yang taraf hidup di atas rata-rata. Di tangannya membawa sekuntum bunga tulip yang berwarna putih dengan sesekali ia menciumi bunga tersebut. Ia berjalan menyusuri area pemakaman hingga sampai lah di sebuah makam yang agak tersisih dari makam-makam yang lainnya. Makam yang terlihat begitu indah dengan rumput yang tumbuh rapi yang sudah tertata dengan rapi. Mariana Valencia Johannes itulah nama yang tertulis di makam tersebut. "Assalamualaikum Mom, Tian datang untuk yang kesekian kalinya! Bagaimana keadaan Mommy? Pasti sedang bersenang-senang di sana ya? Tian sangat merindukan Mommy? Mommy tau gak, kalau Tian menyukai seorang wanita yang sudah bersuami! Eits... Mommy jangan marah dulu! Tian gak merebut perempuan itu dari suaminya, justru mereka sekarang ini sudah akan bercerai! Tinggal sidang aja lagi! Asal Mommy tahu jika wanita itu tidak hanya cantik, tapi hatinya juga baik!
Seminggu setelah Naina memberikan tawaran pekerjaan kepada Farida, ia saat ini sedang bersiap-siap untuk pergi ke Lombok karena ingin melihat kinerja pegawai hotel nya yang ada di sana. Farida sudah menerima tawaran pekerjaan darinya semalam. Makanya Naina tengah bersiap-siap untuk bertolak ke Lombok. Nadin sudah memberikan surat resign nya di sekolah tempat ia mengajar karena ia sudah memutuskan untuk membantu Naina terjun ke perusahaan. Meskipun ia belum mempunyai pengalaman di perusahaan, ia tidak perduli karena ada Naina yang akan selalu membimbing nya hingga ia bisa dan mampu menghandle nya sendiri. "Kak, berapa lama kakak di Lombok? " tanya Nadin yang bersidekap di depan pintu kamar Naina. "Bisa seminggu atau pun lebih! Jika tidak ada masalah, mungkin hanya satu mingguan! Tapi jika ada masalah, mungkin bisa berminggu-minggu! " jawab Naina sambil berberes. "Tapi kakak pulang kan pas acara nikah nya Tante Fatimah? " tanya Nadin lagi kepada Naina. "InsyaAllah kakak pulang! "
"Selamat pagi Ibu Naina! Apakah Ibu siap dengan keputusan hakim nanti? " sapa Sandra sambil bertanya kepada Naina. "InsyaAllah siap Kak! " jawab Naina mantap. "Kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam! Dua puluh menit lagi sidang pertama yaitu Ibu Naina akan di gelar! Kita menunggu di dalam saja! " ucap Sandra dengan berjalan memasuki gedung pengadilan agama. Naina dan Nadin ikut berjalan di sisi Sandra masuk ke dalam gedung pengadilan agama Jakarta. Mereka langsung masuk ke ruang sidang, Naina duduk di kursi belakang bersama Nadin sebelum acara di mulai. Sedangkan Sandra duduk di kursi depan yang memang di peruntukan bagi pengacara penggugat. Lima belas menit kemudian, satu persatu orang memasuki ruangan sidang, begitu juga dengan Jaksa dan hakim yang sudah menduduki kursinya masing-masing. Naina segera maju ke depan dan duduk di kursi single yang ada di hadapan hakim. Sidang pun di mulai oleh ketua sidang. Lima belas menit berlalu dengan begitu cepat dan Hakim mengetuk palu nya p
"Apa elo bilang?? Kurang ajar! Hiat.... " teriak salah satu dengan wajah penuh amarah kepada Ida dan langsung melayangkan pukulannya kepada Ida. "Kenapa loe? Tersinggung? Iya? Cuih, beraninya hanya sama perempuan! Banci loe! " jawab Ida dengan meludah dan tersenyum sinis. Ia sengaja memprovokasi mereka agar mereka semakin marah dan emosi. Dari situ lah Ida bisa mengalahkan kan mereka dengan begitu mudah, karena orang yang marah itu emosinya tidak stabil dan gerakan pukulannya terlalu bernafsu dan membabi buta. Ida menahan tangan laki-laki itu dan membalasnya dengan memberikan pukulan di perut laki-laki itu. Melihat temannya kesusahan, pemuda yang satu lagi ikut membantu dengan memberikan tendangan ke punggung Ida, namun Ida langsung memutar tubuhnya dan menangkap kaki laki-laki itu dan memelintir nya hingga mendorong nya dengan kuat membuat laki-laki itu jatuh tersungkur dengan mengaduh kesakitan. Melihat dua temannya ambruk, dua orang lagi maju menyerang Ida secara bersamaan. Mer
Marni mulai melakukan tugasnya memijat Ida yang sudah di posisi wuenak tengkurep di sofa. Sedang kan Deswita langsung keluar begitu selesai membawa Marni di hadapan Ida. Hampir 30 menit lebih Marni memijat badan Ida sehingga membuat yang di pijat tertidur pulas lengkap dengan nyanyiannya alias mendengkur. "Haduh, aku harus di sini apa langsung keluar ya? Mana lapar banget lagi ini kampung tengah! Duh Marni, Marni! Kenapa tadi sebelum mijat gak tanya dulu sama Bu Bos! Kan jadi dilema ini mah! " ucap Marni dengan suara lirih. "Krucuk.... Krucuk.... ""Aduh perut? Jangan mengeluarkan suara napa? Malu tauk kedengaran orang! Bisa-bisa Bu Bos jadi kebangun karena suara kamu perut! " Marni mengomeli perutnya sendiri yang sudah mengeluarkan jeritan alami. "Minum aja dulu deh, lumayan ganjal perut sampai Bu Bos bangun tidur! " gumam Marni ketika melihat sebotol air mineral di meja Ida yang kebetulan masih bersegel. Ia lantas berdiri dan mengambil botol air mineral yang di atas meja Ida. I
Tian mendengus kesal mendengar teriakan Nadin dari atas balkon rumah Naina. Naina yang malu langsung cepat-cepat memasuki rumahnya tanpa berpamitan lagi pada Tian. "Dasar calon adik ipar durhalim! Kalau bukan adiknya pujaan hati sudah aku tenggelam kan di selokan depan rumah! " gerutu Tian sembari masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan orang yang di sebutkan tadi tertawa cekikikan di dalam kamar nya karena dugaan nya pasti Tian sedang mengumpat nya karena kesal. "Seru juga ngerjain tuh bujang lapuk! Ternyata pesona janda cantik kayak kakak ku memang sangat hebat! Apalagi jandanya janda yang masih bersegel, pasti klepek-klepek tuh bujang lapuk karena mendapatkan doorprize tidak disangka sangka! Hihihihi... " gumam Nadin sambil tertawa cekikikan. "Gimana nya ekspresi Bang Tian saat tau Kak Naina masih bersegel? Pasti lucu lihat wajah shock nya itu! Jadi gak sabar lihat mereka nikah! Pasti tuh bujang lapuk cengengesan kayak orang gila karena baru mendapatkan durian runtuh! Hahahaha... "
"Kalau kamu kriteria cowok idaman mu seperti apa? " tanya Dewa balik ke pada Nadin. "Hemmm apa ya... Setia kali ya? Penyayang, loyal dan gak main tangan jika sedang marahan sama istrinya jika sudah menikah nanti! " jawab Nadin dengan senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. "Oh ya masuk kak yuk kedalam! Aku lapar nih! Marah-marah tadi bikin perut aku lapar lagi! " ajak Nadin sambil mengelus perutnya yang memang mulai keroncongan. "Gak usah ke dalam! Di depan sana ada warung tenda nasi uduk, enak banget pokoknya! Itu kalau kalau kamu mau makan di tempat seperti itu? " ucap Dewa dengan agak sanksi mengajak Nadin makan di tempat favorit nya jika di daerah ini. "Wah, beneran enak Mas? Kuy lah kita ke sana! " sahut Nadin dengan sumringah. "Duh, jadi ngiler makan nasi uduk pakai nila bakar dan sambal nya yang pedes! Ayo Mas cepetan! Udah gak sabar aku! " ucap nya lagi sambil menarik tangan Dewa dan menggandeng nya berjalan ke luar hotel berjalan kaki. Dewa panas dingin di perlaku
"Udah, udah... Gak perlu menegangkan urat hanya untuk orang yang seperti ini! Ayo kita keluar saja! Oh ya, terimakasih atas basa basi elo sama gue! " lerai Dewa ikut berdiri dan menggenggam tangan Nadin. Ia langsung membawa Nadin keluar setelah mengucapkan terimakasih kepada pasangan tersebut. "Mau kemana mereka? Kenapa Nadin marah-marah sama pasangan itu? " kata Naina dengan kening berkerut. "Iya, kenapa adik kamu marah-marah sama Pras ya? Tapi, gak aneh sih! Pras kan suka banget bikin gara-gara! " ucap Karina ikut menimpali perkataan Naina. "Serem banget adik kamu itu! Galak dan judes banget! " sahut Juan dengan bergidik ngeri. "He.... He... He... Maklum lah jiwa muda! Gampang banget emosian! " jawab Naina dengan tersenyum kikuk. Naina melirik ke arah Dewa membawa Nadin dengan sangat gelisah. "Gak usah gelisah gitu! Dewa gak bakalan ngapa-ngapain Nadin! Dewa bukan orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! " hibur Tian yang mengerti kekhawatiran Naina. "Aku bukan
"Jes, mendingan elo minta maaf gih sama Naina daripada Bu Inggrid datang kesini! Emang elo mau Bu Inggrid memarahi elo di depan orang banyak kayak gini? Atau elo mau reputasi elo sebagai anak emasnya Bu Inggrid lepas dan elo gak punya bekingan lagi? " ucap Karina dengan santai kepada Jessi yang masih saja tegak mematung. Jessi mendongakkan kepala nya mendengar ucapan Karina dengan ekspresi kaget. "Ayolah Jes, ikutin aja apa kata Karina itu! Gue gak mau Jes gara-gara kejadian ini pernikahan gue sama Niko gagal! Ayolah Jes! Ayolah! " bisik Marta dengan wajah memelas menyenggol pelan lengan Jessi. "Sialan! Awas aja loe perempuan ninja! Kalau bukan elo pemilik hotel ini, gue ogah merendahkan diri gue di hadapan elo-elo semua! Bagaimana pun gue gak rela jika Ibas milih elo! Awas aja loe, tunggu pembalasan gue! " geram Jessi dalam hatinya dengan tangan terkepal. Jessi merutuk dalam hatinya dengan wajah menunduk. Perlahan ia berjalan ke depan Naina kemudian mengangkat wajahnya agar semua
Semua orang yang ada di aula tersebut terkejut mendengar ucapan Nadin tidak terkecuali Karina dan Sadewa yang belum mengetahui siapa sosok Naina. Marta menyenggol lengan Jessica dengan wajah pucat pasi. Ia benar-benar tidak tahu jika perempuan bercadar yang di bawa Tian adalah pemilik hotel yang mereka sewa ini. "Gimana ini Jes? Gue gak mau di penjara! Bisa-bisa gue gak jadi nikah sama Niko tahun ini kalau gue masuk penjara juga! Mana mau Niko punya istri yang mantan narapidana! " bisik Marta di telinga Jessi sehingga membuat Jessi mendengus semakin kesal. "Gak usah kenapa sih elo Ta! Lagian bukan cuma elo doang yang gak mau masuk penjara, gue juga gak mau! Bisa jatuh reputasi gue kalau gue tercatat sebagai mantan narapidana seperti yang elo bilang! " jawab Jessi juga dengan berbisik. "Gimana? Masih mau melaporkan gue ke polisi? " tantang Nadin dengan tersenyum mengejek. "Ada apa ini ribut-ribut! " ucap seorang laki-laki yang baru saja datang. "Sayang, kamu udah nelpon nya? Gak
Tian yang kaget langsung mendorong perempuan itu hingga ia terjatuh di lantai. "Elo apa-apaan sih Jes main gandeng aja! Loe gak tau apa kalau Bastian udah ada yang punya! Lagian ngapain sih elo ngaku-ngaku kangen segala! " cerocos Karina dengan wajah tidak suka melihat Jessica agresif seperti itu dengan Tian. Naina hanya melihat pemandangan di depannya dengan raut muka biasa saja. Beberapa orang berbisik-bisik melihat perlakuan kasar Tian kepada perempuan bernama Jessica itu. "Eh Tian, elu apain teman gue sampai jatuh gitu? Elo gak papa Jes? " ucap seorang wanita yang datang menolong si Jessi dan memarahi Tian. "Elo juga Marta! Kalau elo gak tahu bagaimana kejadiannya gak usah ikutan ngomong! Sekarang gue tanya sama elo Jes, apa maksud elo bilang kangen segala dengan Tian hah! " sahut Karina sambil berkacak pinggang di depan mereka berdua. "Apa-apaan sih elo Karin, emang gak boleh gue kangen sama cinta pertama gue? Lagian kan Ibas belum milik siapa-siapa, jadi sah-sah saja dong
Acara reuni kampus Dharmawangsa di gelar di sebuah gedung hotel Prameswari yang merupakan salah satu hotel milik Naina. Naina tahu jika salah satu hotelnya di sewa untuk sebuah acara tetapi ia tidak tahu jika itu acara reuni yang akan ia hadiri bersama Tian. Selama perjalanan tak henti-hentinya Tian melirik ke arah Naina sehingga membuat Naina tersipu malu. "Ngenes banget nasib gue hanya di jadikan obat nyamuk! " sindir Nadin dari bangku belakang. Tian pura-pura tidak mendengar sindiran Nadin untuk nya itu. Ia fokus menyetir mobil sambil sesekali melirik Naina yang duduk di sebelahnya. Naina agak terkejut ketika mobil yang di kendarai Tian memasuki halaman parkir hotel miliknya. Tapi ia hanya diam saja, mungkin saja Tian ada urusan dulu di hotel miliknya ini. Ketika mobil berhenti Naina tidak kuasa untuk tidak bertanya langsung kepada Tian. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak langsung aja ketempat acaranya? " tanya Naina memicingkan matanya melihat banyaknya mobil yang berdatangan.
Tian tergelak kencang mendengar ucapan Nadin yang berkata demikian. Naina hanya tersenyum kecil melihat interaksi mereka terlihat dari matanya yang tampak menyipit. "Dah yuk Kak kita pulang! Malas lama-lama dekat orang gaje kayak gitu! " ajak Nadin mendengus kesal sambil mengamit tangan Naina. "Jangan lupa dandan yang cantik ya biar nanti laku dan gak jomblo lagi! Jam 7 aku jemput! " teriak Tian sambil meledek Nadin. "Aku gak jomblo! Aku single! Jomblo kok teriak jomblo! " jawab Nadin balik sambil ikutan berteriak. "Astaga ini anak! Makin di ladenin makin jadi mereka berdua! Sejak kapan mereka jadi akrab begini ya? " gumam Naina dengan tepuk jidat melihat kelakuan Nadin dan Tian. "Bisa tambah kacau kalau Ida ikut gabung sama mereka berdua! Tambah saling meledek dengan tingkah ajaib Ida yang selalu ada aja yang di jadikan bahan ledekan! " tambah Naina bergumam pelan. "Kakak ngomong apa tadi? " tanya Nadin menoleh ke arah Naina. "Gak ngomong apa-apa kok! Kamu salah dengar kali!
Semenjak duo Yola dan Miska di tangkap dini hari kemarin, lapas wanita makin di jaga dan di awasi dengan ketat. Setiap pelaksanaan kegiatan narapidana selalu di awasi oleh penjaga minimal dua sampai tiga orang. Ruang penyimpanan bahan makanan pun di jaga dan awasi oleh sipir langsung, para tahanan tidak di perbolehkan keluar dari ruang sel kamarnya dan di kunci dari luar oleh sipir penjara. Pihak penyidik menginterogasi mereka berdua di tempat terpisah dengan menanyakan keterlibatan mereka dalam kematian Diana. Awalnya mereka berdua membantah, tetapi setelah di perlihatkan bukti catatan terakhir milik Diana mereka hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak membantah. Bripka Fahrul menginterogasi mereka dengan menjebak mereka pertanyaan yang tidak dalam konteks penyelidikan. Hal itu berhasil dan membuat Yola keceplosan bicara. Dengan kepiawaian Bripka Fahrul menginterogasi mereka, akhirnya mereka berdua mengaku dan saling menyalahkan satu sama lainnya jika mereka kebablasan memberikan Di