Mobil Jeep yang membawa Naina berhenti di sebuah rumah kosong di pinggir kota yang tidak banyak di lewati kendaraan bermotor karena lokasinya berdekatan dengan hutan. Entah bagaimana Dzaki dan antek-antek nya bisa menemukan tempat seperti ini. Salah satu pria itu menggendong Naina seperti layak nya karung beras memasuki rumah tersebut. Ia menaruh Naina di sebuah kamar kemudian menguncinya dari luar. "Bos! Perempuan itu sudah kami culik! Sekarang dia sedang pingsan dan sudah saya taruh di kamar yang Bos katakan! Dia saya kunci di kamar! " lapornya dengan sambungan telepon. Di balik pepohonan yang tidak jauh dari rumah tersebut, beberapa orang pria mengawasi dan memantau keadaan rumah kosong tersebut dan melaporkannya ke pada sang atasan, karena atasan mereka sedang dalam perjalanan juga menuju tempat itu. Dari kejauhan, mereka melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam datang dan turunlah sepasang pria dan wanita dan memasuki rumah kosong tersebut. Dzaki dan Sania memasuki rumah ko
"Ha.... Ha.... Ha.... Kau itu memang sangat bodoh! Apa kau pikir dengan tanda tanganku di kertas itu bisa dengan mudah perusahaan ku menjadi milik mu? Aku bisa saja memberikan tanda tanganku, tapi apakah kau bisa mendapatkan tanda tangan dewan direksi dan pemegang saham untuk menjadikan mu Presdir? " ucap Naina dengan tertawa mengejek. "Ah sial! Sania... Sania!!! " umpat Dzaki kesal sambil berteriak memanggil Sania. Pintu kamar pun terbuka dan ekspresi Sania terkejut sama seperti Keterkejutan Dzaki melihat Naina tadi. "Kenapa bi-bisa kau!! Cepat pasang kembali penutup wajahnya itu! Aku muak melihat nya! " ucap Sania gugup sambil memerintahkan Dzaki. "Kenapa harus di tutup! Biarkan saja! Aku yang benar-benar bodoh selama tiga bulan ini tidak tahu bagaimana wajah istriku! Sekarang buatkan surat pengalihan yang baru untuk restoran! " jawab Dzaki menolak dengan tegas. "Apa maksud mu seperti itu? Apa kau menyesal selama ini karena tidak tahu wajah istri mu itu? Katamu kau mencintai ku,
"Em... Mas, Aku lapar dan pengen buang air kecil! " ucap Naina malu-malu. "Ya ampun! Kamu lapar sayang! Tunggu sebentar! " sahut Dzaki khawatir dan langsung keluar dari kamar meminta preman suruhannya membelikan makanan. "๐๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐๐ข๐ฅ๐ช๐ฏ ๐ญ๐ข๐ฎ๐ฃ๐ข๐ต ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ฆ๐ต ๐ด๐ช๐ฉ! ๐๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข ๐ฃ๐ข๐ฏ๐ต๐ถ๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข? ๐๐ฏ๐ฆ๐ฌ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ฆ๐ต ๐ข๐ฌ๐ถ ๐ฉ๐ข๐ณ๐ถ๐ด ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ช๐ด-๐ฎ๐ข๐ฏ๐ช๐ด ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ข๐ซ๐ช๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ช๐ต๐ถ! ๐ ๐ข ๐๐ญ๐ญ๐ข๐ฉ, ๐ค๐ฆ๐ฑ๐ข๐ต๐ญ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐ต๐ถ๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข ๐ฅ๐ข๐ต๐ข๐ฏ๐จ! " Batin Naina dengan sedikit cemas. Tidak lama kemudian, Dzaki masuk ke dalam kamar dengan membawa nasi bungkus dan menaruhnya di dalam piring dan sebotol air mineral. "Mas, bisa gak angkat aku ke kamar mandi? Aku sudah tidak tahan lagi mau buang air kecil? " pinta Naina lagi dengan tersenyum manis. Dzaki tersenyum bahagia karena Naina sudah mulai lembut dan ramah ketika berbicara dengan nya. Ia dengan senang hati membuka ikatan di tubuh Naina hingga kaki dan menggendongnya dengan bridal style ke ka
Melihat Sania ingin menarik jilbab nya, Naina langsung menundukkan kepala nya dan berputar hingga meraih tangan Sania, memelintir nya kebelakang sehingga membuat Sania memekik kesakitan. Tanpa kasihan, Naina mendorong tubuh Sania dari belakang masih dengan memelintir tangannya ke atas tempat tidur hingga tersungkur di sudut tempat tidur. "Jalang seperti mu memang harus di kasih pelajaran! Kau pikir bisa menindas ku seperti yang dulu kau lakukan kepada ku, Sania! Aku bersumpah akan membalas berkali-kali lipat apa yang sudah kau perbuat padaku! " ucap Naina dengan tajam. Sania menelan saliva nya melihat Naina yang tampak beringas, tidak bodoh lagi seperti dulu, yang mau saja di bohongi dan di bodoh-bodohi. Naina duduk di kursi yang di tempati Dzaki menunggui dirinya, mengawasi Sania yang masih meringkuk di sudut kasur dengan mengusap tangannya yang sakit. Terdengar baku hantam di luar ruangan, yang mana terdengar jeritan seseorang yang di yakini Naina adalah Dzaki. Naina langsung
Nadin mendapat laporan dari polisi yang melacak cincin yang di pakai Naina sebagai petunjuk mengarah ke dalam hutan dan perkebunan warga. Tapi, Pak Herman baru saja mendapat laporan dari anak buah Tian jika Naina ada bersama mereka yang saat ini berada di sebuah puskesmas yang tidak jauh dari lokasi penyekapan di sebelah barat, sedangkan titik GPS ada di sebelah timur, sangat bersebrangan. "Bagaimana kalau kita ke Puskesmas tadi aja dulu? Sedangkan beberapa personil menyisiri di daerah timur tersebut? " usul Pak Herman kepada Nadin. "Ide bagus tuh Pak! Jadi kita bisa tau Kak Naina ada di mana sebenarnya, di timur atau di barat! " sahut Farida setuju dengan usul Pak Herman. Nadin pun akhirnya setuju, mereka kemudian pergi ke Puskesmas yang di sebutkan tadi dan sebagian polisi menyisiri hutan dan perkebunan yang ada titik GPS nya itu. Begitu sampai di Puskesmas tersebut, mereka lega ternyata Naina benar-benar ada di sana bersama Tian yang sedang di jahit kepalanya. "Alhamdulillah k
Dzaki dan Sania terjebak di dalam hutan dan perkebunan karet milik penduduk setempat. "Akhhhh... Sialan! Badanku rasanya sakit semua, apalagi kepala ku juga rasanya seperti mau pecah! " ucap Dzaki meringis sambil memegang kepalanya. "Ayo, sayang! Kita harus bisa keluar dari hutannya sebelum gelap! Aku tidak mau kita kenapa-napa terlalu lama di dalam hutan! " ajak Sania sambil memapah Dzaki. "Tapi aku sudah gak sanggup jalan lagi, Sania! Badanku pegal-pegal semua, dan juga perutku lapar sekali! " keluh Dzaki sudah tidak sanggup lagi berdiri. "Ya harus tahan dong, Mas! Gak cuma kamu aja yang lapar, aku juga lapar! Cuma, aku masih berusaha menahannya supaya bisa keluar secepatnya dari hutan ini! " jawab Sania dengan kesal. Dzaki hanya diam dan tidak melanjutkan ucapannya lagi karena apa yang di katakan Sania memang benar, yang terpenting sekarang mereka harus keluar dari hutan ini, karena hari sudah sore. Mereka terus berjalan menyusuri hutan, hingga akhirnya mereka menemukan jalan
Keesokan harinya... Sania dan Dzaki bersembunyi ketika para penduduk perkampungan mulai sibuk untuk mempersiapkan diri bekerja di perkebunan karet pagi-pagi sekali. Di kampung ini, setelah subuh para warganya sudah mulai menjalankan aktivitasnya di luar rumah. Terlebih lagi mereka yang kerjanya menyadap karet yang sudah mulai bekerja ketika hari masih gelap karena di waktu pagi hari karet yang di sadap akan mengeluarkan getah yang sangat banyak. Disaat rumah-rumah penduduk mulai sepi, Sania dan Dzaki melancarkan aksi nya mencuri makanan dan beberapa helai pakaian yang di jemur di belakang rumah warga. Apalagi anak-anak sedang bersekolah, jadi suasana sepi ini menjadi kesempatan mereka untuk menjarah barang keperluan mereka. "Sial banget sih, harus memakai pakaian bekas seperti ini! Kalau bukan karena terpaksa, gak sudi banget pakai pakaian berkas orang kampung! " omel Sania dengan mulut mengerutu. "Gak usah banyak protes! Masih untung bisa berganti pakaian, emangnya kamu mau pak
"Ayo, Mas! Cepetan jalan motornya! Aku gak mau di tangkap mereka! Cepetan Mas! " teriak Sania panik dan pucat sambil menepuk bahu Dzaki. "Iya, iya... Ini juga lagi usaha! Susah amat nih motor! Bikin kesal aja! " Dzaki mendumel kesal. "Hei kalian! Berhenti! Tolong! Ada maling! Kembalikan motor saya! " teriak pemilik motor sambil berlari dari pintu rumah nya. Sania sudah berkeringat dingin melihat pemilik motor sudah hampir mendekat. Ketika tinggal beberapa langkah lagi agar bisa sampai meraih motor nya, Dzaki langsung menarik gas motor tersebut sehingga membuat pemilik motor jatuh tersungkur. Sania menarik napas lega karena Dzaki berhasil menghidupkan motor tersebut dan membawanya meninggalkan kampung ini. Namun tidak di sangka, polisi yang sedang berpatroli mencari mereka kebetulan lewat di dekat pemilik motor sehingga mereka mencoba mengejar Dzaki dan Sania juga dengan mengendarai sepeda motor. "Mas, cepetan! Mereka mengejar kita, Mas! Ada polisi nya juga! Cepetan Mas, ngebut!
Tian mendengus kesal mendengar teriakan Nadin dari atas balkon rumah Naina. Naina yang malu langsung cepat-cepat memasuki rumahnya tanpa berpamitan lagi pada Tian. "Dasar calon adik ipar durhalim! Kalau bukan adiknya pujaan hati sudah aku tenggelam kan di selokan depan rumah! " gerutu Tian sembari masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan orang yang di sebutkan tadi tertawa cekikikan di dalam kamar nya karena dugaan nya pasti Tian sedang mengumpat nya karena kesal. "Seru juga ngerjain tuh bujang lapuk! Ternyata pesona janda cantik kayak kakak ku memang sangat hebat! Apalagi jandanya janda yang masih bersegel, pasti klepek-klepek tuh bujang lapuk karena mendapatkan doorprize tidak disangka sangka! Hihihihi... " gumam Nadin sambil tertawa cekikikan. "Gimana nya ekspresi Bang Tian saat tau Kak Naina masih bersegel? Pasti lucu lihat wajah shock nya itu! Jadi gak sabar lihat mereka nikah! Pasti tuh bujang lapuk cengengesan kayak orang gila karena baru mendapatkan durian runtuh! Hahahaha... "
"Kalau kamu kriteria cowok idaman mu seperti apa? " tanya Dewa balik ke pada Nadin. "Hemmm apa ya... Setia kali ya? Penyayang, loyal dan gak main tangan jika sedang marahan sama istrinya jika sudah menikah nanti! " jawab Nadin dengan senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. "Oh ya masuk kak yuk kedalam! Aku lapar nih! Marah-marah tadi bikin perut aku lapar lagi! " ajak Nadin sambil mengelus perutnya yang memang mulai keroncongan. "Gak usah ke dalam! Di depan sana ada warung tenda nasi uduk, enak banget pokoknya! Itu kalau kalau kamu mau makan di tempat seperti itu? " ucap Dewa dengan agak sanksi mengajak Nadin makan di tempat favorit nya jika di daerah ini. "Wah, beneran enak Mas? Kuy lah kita ke sana! " sahut Nadin dengan sumringah. "Duh, jadi ngiler makan nasi uduk pakai nila bakar dan sambal nya yang pedes! Ayo Mas cepetan! Udah gak sabar aku! " ucap nya lagi sambil menarik tangan Dewa dan menggandeng nya berjalan ke luar hotel berjalan kaki. Dewa panas dingin di perlaku
"Udah, udah... Gak perlu menegangkan urat hanya untuk orang yang seperti ini! Ayo kita keluar saja! Oh ya, terimakasih atas basa basi elo sama gue! " lerai Dewa ikut berdiri dan menggenggam tangan Nadin. Ia langsung membawa Nadin keluar setelah mengucapkan terimakasih kepada pasangan tersebut. "Mau kemana mereka? Kenapa Nadin marah-marah sama pasangan itu? " kata Naina dengan kening berkerut. "Iya, kenapa adik kamu marah-marah sama Pras ya? Tapi, gak aneh sih! Pras kan suka banget bikin gara-gara! " ucap Karina ikut menimpali perkataan Naina. "Serem banget adik kamu itu! Galak dan judes banget! " sahut Juan dengan bergidik ngeri. "He.... He... He... Maklum lah jiwa muda! Gampang banget emosian! " jawab Naina dengan tersenyum kikuk. Naina melirik ke arah Dewa membawa Nadin dengan sangat gelisah. "Gak usah gelisah gitu! Dewa gak bakalan ngapa-ngapain Nadin! Dewa bukan orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! " hibur Tian yang mengerti kekhawatiran Naina. "Aku bukan
"Jes, mendingan elo minta maaf gih sama Naina daripada Bu Inggrid datang kesini! Emang elo mau Bu Inggrid memarahi elo di depan orang banyak kayak gini? Atau elo mau reputasi elo sebagai anak emasnya Bu Inggrid lepas dan elo gak punya bekingan lagi? " ucap Karina dengan santai kepada Jessi yang masih saja tegak mematung. Jessi mendongakkan kepala nya mendengar ucapan Karina dengan ekspresi kaget. "Ayolah Jes, ikutin aja apa kata Karina itu! Gue gak mau Jes gara-gara kejadian ini pernikahan gue sama Niko gagal! Ayolah Jes! Ayolah! " bisik Marta dengan wajah memelas menyenggol pelan lengan Jessi. "Sialan! Awas aja loe perempuan ninja! Kalau bukan elo pemilik hotel ini, gue ogah merendahkan diri gue di hadapan elo-elo semua! Bagaimana pun gue gak rela jika Ibas milih elo! Awas aja loe, tunggu pembalasan gue! " geram Jessi dalam hatinya dengan tangan terkepal. Jessi merutuk dalam hatinya dengan wajah menunduk. Perlahan ia berjalan ke depan Naina kemudian mengangkat wajahnya agar semua
Semua orang yang ada di aula tersebut terkejut mendengar ucapan Nadin tidak terkecuali Karina dan Sadewa yang belum mengetahui siapa sosok Naina. Marta menyenggol lengan Jessica dengan wajah pucat pasi. Ia benar-benar tidak tahu jika perempuan bercadar yang di bawa Tian adalah pemilik hotel yang mereka sewa ini. "Gimana ini Jes? Gue gak mau di penjara! Bisa-bisa gue gak jadi nikah sama Niko tahun ini kalau gue masuk penjara juga! Mana mau Niko punya istri yang mantan narapidana! " bisik Marta di telinga Jessi sehingga membuat Jessi mendengus semakin kesal. "Gak usah kenapa sih elo Ta! Lagian bukan cuma elo doang yang gak mau masuk penjara, gue juga gak mau! Bisa jatuh reputasi gue kalau gue tercatat sebagai mantan narapidana seperti yang elo bilang! " jawab Jessi juga dengan berbisik. "Gimana? Masih mau melaporkan gue ke polisi? " tantang Nadin dengan tersenyum mengejek. "Ada apa ini ribut-ribut! " ucap seorang laki-laki yang baru saja datang. "Sayang, kamu udah nelpon nya? Gak
Tian yang kaget langsung mendorong perempuan itu hingga ia terjatuh di lantai. "Elo apa-apaan sih Jes main gandeng aja! Loe gak tau apa kalau Bastian udah ada yang punya! Lagian ngapain sih elo ngaku-ngaku kangen segala! " cerocos Karina dengan wajah tidak suka melihat Jessica agresif seperti itu dengan Tian. Naina hanya melihat pemandangan di depannya dengan raut muka biasa saja. Beberapa orang berbisik-bisik melihat perlakuan kasar Tian kepada perempuan bernama Jessica itu. "Eh Tian, elu apain teman gue sampai jatuh gitu? Elo gak papa Jes? " ucap seorang wanita yang datang menolong si Jessi dan memarahi Tian. "Elo juga Marta! Kalau elo gak tahu bagaimana kejadiannya gak usah ikutan ngomong! Sekarang gue tanya sama elo Jes, apa maksud elo bilang kangen segala dengan Tian hah! " sahut Karina sambil berkacak pinggang di depan mereka berdua. "Apa-apaan sih elo Karin, emang gak boleh gue kangen sama cinta pertama gue? Lagian kan Ibas belum milik siapa-siapa, jadi sah-sah saja dong
Acara reuni kampus Dharmawangsa di gelar di sebuah gedung hotel Prameswari yang merupakan salah satu hotel milik Naina. Naina tahu jika salah satu hotelnya di sewa untuk sebuah acara tetapi ia tidak tahu jika itu acara reuni yang akan ia hadiri bersama Tian. Selama perjalanan tak henti-hentinya Tian melirik ke arah Naina sehingga membuat Naina tersipu malu. "Ngenes banget nasib gue hanya di jadikan obat nyamuk! " sindir Nadin dari bangku belakang. Tian pura-pura tidak mendengar sindiran Nadin untuk nya itu. Ia fokus menyetir mobil sambil sesekali melirik Naina yang duduk di sebelahnya. Naina agak terkejut ketika mobil yang di kendarai Tian memasuki halaman parkir hotel miliknya. Tapi ia hanya diam saja, mungkin saja Tian ada urusan dulu di hotel miliknya ini. Ketika mobil berhenti Naina tidak kuasa untuk tidak bertanya langsung kepada Tian. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak langsung aja ketempat acaranya? " tanya Naina memicingkan matanya melihat banyaknya mobil yang berdatangan.
Tian tergelak kencang mendengar ucapan Nadin yang berkata demikian. Naina hanya tersenyum kecil melihat interaksi mereka terlihat dari matanya yang tampak menyipit. "Dah yuk Kak kita pulang! Malas lama-lama dekat orang gaje kayak gitu! " ajak Nadin mendengus kesal sambil mengamit tangan Naina. "Jangan lupa dandan yang cantik ya biar nanti laku dan gak jomblo lagi! Jam 7 aku jemput! " teriak Tian sambil meledek Nadin. "Aku gak jomblo! Aku single! Jomblo kok teriak jomblo! " jawab Nadin balik sambil ikutan berteriak. "Astaga ini anak! Makin di ladenin makin jadi mereka berdua! Sejak kapan mereka jadi akrab begini ya? " gumam Naina dengan tepuk jidat melihat kelakuan Nadin dan Tian. "Bisa tambah kacau kalau Ida ikut gabung sama mereka berdua! Tambah saling meledek dengan tingkah ajaib Ida yang selalu ada aja yang di jadikan bahan ledekan! " tambah Naina bergumam pelan. "Kakak ngomong apa tadi? " tanya Nadin menoleh ke arah Naina. "Gak ngomong apa-apa kok! Kamu salah dengar kali!
Semenjak duo Yola dan Miska di tangkap dini hari kemarin, lapas wanita makin di jaga dan di awasi dengan ketat. Setiap pelaksanaan kegiatan narapidana selalu di awasi oleh penjaga minimal dua sampai tiga orang. Ruang penyimpanan bahan makanan pun di jaga dan awasi oleh sipir langsung, para tahanan tidak di perbolehkan keluar dari ruang sel kamarnya dan di kunci dari luar oleh sipir penjara. Pihak penyidik menginterogasi mereka berdua di tempat terpisah dengan menanyakan keterlibatan mereka dalam kematian Diana. Awalnya mereka berdua membantah, tetapi setelah di perlihatkan bukti catatan terakhir milik Diana mereka hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak membantah. Bripka Fahrul menginterogasi mereka dengan menjebak mereka pertanyaan yang tidak dalam konteks penyelidikan. Hal itu berhasil dan membuat Yola keceplosan bicara. Dengan kepiawaian Bripka Fahrul menginterogasi mereka, akhirnya mereka berdua mengaku dan saling menyalahkan satu sama lainnya jika mereka kebablasan memberikan Di