Melihat Sania ingin menarik jilbab nya, Naina langsung menundukkan kepala nya dan berputar hingga meraih tangan Sania, memelintir nya kebelakang sehingga membuat Sania memekik kesakitan. Tanpa kasihan, Naina mendorong tubuh Sania dari belakang masih dengan memelintir tangannya ke atas tempat tidur hingga tersungkur di sudut tempat tidur. "Jalang seperti mu memang harus di kasih pelajaran! Kau pikir bisa menindas ku seperti yang dulu kau lakukan kepada ku, Sania! Aku bersumpah akan membalas berkali-kali lipat apa yang sudah kau perbuat padaku! " ucap Naina dengan tajam. Sania menelan saliva nya melihat Naina yang tampak beringas, tidak bodoh lagi seperti dulu, yang mau saja di bohongi dan di bodoh-bodohi. Naina duduk di kursi yang di tempati Dzaki menunggui dirinya, mengawasi Sania yang masih meringkuk di sudut kasur dengan mengusap tangannya yang sakit. Terdengar baku hantam di luar ruangan, yang mana terdengar jeritan seseorang yang di yakini Naina adalah Dzaki. Naina langsung
Nadin mendapat laporan dari polisi yang melacak cincin yang di pakai Naina sebagai petunjuk mengarah ke dalam hutan dan perkebunan warga. Tapi, Pak Herman baru saja mendapat laporan dari anak buah Tian jika Naina ada bersama mereka yang saat ini berada di sebuah puskesmas yang tidak jauh dari lokasi penyekapan di sebelah barat, sedangkan titik GPS ada di sebelah timur, sangat bersebrangan. "Bagaimana kalau kita ke Puskesmas tadi aja dulu? Sedangkan beberapa personil menyisiri di daerah timur tersebut? " usul Pak Herman kepada Nadin. "Ide bagus tuh Pak! Jadi kita bisa tau Kak Naina ada di mana sebenarnya, di timur atau di barat! " sahut Farida setuju dengan usul Pak Herman. Nadin pun akhirnya setuju, mereka kemudian pergi ke Puskesmas yang di sebutkan tadi dan sebagian polisi menyisiri hutan dan perkebunan yang ada titik GPS nya itu. Begitu sampai di Puskesmas tersebut, mereka lega ternyata Naina benar-benar ada di sana bersama Tian yang sedang di jahit kepalanya. "Alhamdulillah k
Dzaki dan Sania terjebak di dalam hutan dan perkebunan karet milik penduduk setempat. "Akhhhh... Sialan! Badanku rasanya sakit semua, apalagi kepala ku juga rasanya seperti mau pecah! " ucap Dzaki meringis sambil memegang kepalanya. "Ayo, sayang! Kita harus bisa keluar dari hutannya sebelum gelap! Aku tidak mau kita kenapa-napa terlalu lama di dalam hutan! " ajak Sania sambil memapah Dzaki. "Tapi aku sudah gak sanggup jalan lagi, Sania! Badanku pegal-pegal semua, dan juga perutku lapar sekali! " keluh Dzaki sudah tidak sanggup lagi berdiri. "Ya harus tahan dong, Mas! Gak cuma kamu aja yang lapar, aku juga lapar! Cuma, aku masih berusaha menahannya supaya bisa keluar secepatnya dari hutan ini! " jawab Sania dengan kesal. Dzaki hanya diam dan tidak melanjutkan ucapannya lagi karena apa yang di katakan Sania memang benar, yang terpenting sekarang mereka harus keluar dari hutan ini, karena hari sudah sore. Mereka terus berjalan menyusuri hutan, hingga akhirnya mereka menemukan jalan
Keesokan harinya... Sania dan Dzaki bersembunyi ketika para penduduk perkampungan mulai sibuk untuk mempersiapkan diri bekerja di perkebunan karet pagi-pagi sekali. Di kampung ini, setelah subuh para warganya sudah mulai menjalankan aktivitasnya di luar rumah. Terlebih lagi mereka yang kerjanya menyadap karet yang sudah mulai bekerja ketika hari masih gelap karena di waktu pagi hari karet yang di sadap akan mengeluarkan getah yang sangat banyak. Disaat rumah-rumah penduduk mulai sepi, Sania dan Dzaki melancarkan aksi nya mencuri makanan dan beberapa helai pakaian yang di jemur di belakang rumah warga. Apalagi anak-anak sedang bersekolah, jadi suasana sepi ini menjadi kesempatan mereka untuk menjarah barang keperluan mereka. "Sial banget sih, harus memakai pakaian bekas seperti ini! Kalau bukan karena terpaksa, gak sudi banget pakai pakaian berkas orang kampung! " omel Sania dengan mulut mengerutu. "Gak usah banyak protes! Masih untung bisa berganti pakaian, emangnya kamu mau pak
"Ayo, Mas! Cepetan jalan motornya! Aku gak mau di tangkap mereka! Cepetan Mas! " teriak Sania panik dan pucat sambil menepuk bahu Dzaki. "Iya, iya... Ini juga lagi usaha! Susah amat nih motor! Bikin kesal aja! " Dzaki mendumel kesal. "Hei kalian! Berhenti! Tolong! Ada maling! Kembalikan motor saya! " teriak pemilik motor sambil berlari dari pintu rumah nya. Sania sudah berkeringat dingin melihat pemilik motor sudah hampir mendekat. Ketika tinggal beberapa langkah lagi agar bisa sampai meraih motor nya, Dzaki langsung menarik gas motor tersebut sehingga membuat pemilik motor jatuh tersungkur. Sania menarik napas lega karena Dzaki berhasil menghidupkan motor tersebut dan membawanya meninggalkan kampung ini. Namun tidak di sangka, polisi yang sedang berpatroli mencari mereka kebetulan lewat di dekat pemilik motor sehingga mereka mencoba mengejar Dzaki dan Sania juga dengan mengendarai sepeda motor. "Mas, cepetan! Mereka mengejar kita, Mas! Ada polisi nya juga! Cepetan Mas, ngebut!
"Ha... Ha... Ha.... Bagus kalau mereka kabur! " ucap Naina dengan tertawa misterius. "Jangan bilang kalau kakak sengaja membiarkan kakak di curi? " tuduh Nadin dengan tatapan curiga. "Itu kau tahu! " jawab Naina dengan seringai liciknya. "Astaga! Kakak benar-benar keren! " ucap Farida dengan tatapan kagum. "Kakak, kakak! Aku tidak menyangka jika kakak sudah mempersiapkannya sejauh ini! " kata Nadin dengan gelengan kepala. "Sekarang, gimana rencana selanjutnya? " tanya Pak Herman. "Biarkan saja dua orang itu, yang merasa menang karena telah kabur! Aku yakin sekali jika mereka akan berusaha menjual semua perhiasan yang mereka dapatkan itu kepada penjual barang ilegal dan seludupan! " jawab Naina lagi dengan santai. "Benarkah begitu? " tanya Pak Herman dengan nada kaget. Naina menganggukkan kepalanya dengan tatapan yakin. "Kalau begitu, ayo kita masuk dulu untuk bersantai sejenak melepas lelah! " sahut Nadin mempersilahkan semuanya untuk masuk ke dalam rumah. Mereka semua masuk
Dzaki pergi dengan dandanan persis seperti gembel dan pengemis di jalanan. Ia terpaksa melakukan semua itu untuk menghindari orang-orang yang sudah melihat wajah mereka di televisi. Sania menunggu di tempat persembunyian sambil tidur tiduran. Ia juga memakan habis makanan yang di bawa Dzaki sebelum pergi tadi. Dzaki mendekati warung nasi berharap ada yang mau memberikan ia makanan. Tapi ketika ia mendekat, pemilik warung langsung mengusirnya dengan wajah garang. Ia kembali berjalan mencari sesuatu yang bisa di jadikan uang dan ia tanpa sengaja melihat seorang ibu yang baru saja memarkirkan kendaraannya dekat dengan mobil truk yang sedang parkir. Ia membulatkan matanya ketika ibu tersebut meletakkan dompetnya di bagian motor yang biasanya tempat meletakkan air minum di bagian depan motor dengan sembarangan. Ia melihat kanan kiri memastikan jika tidak ada orang yang dapat melihat nya jika ia melakukan aksinya mencuri dompet ibu tersebut. Dzaki mendekati ibu yang sedang asyik mener
Dzaki yang kesal, menendang apapun yang ada di dekatnya tanpa melihat di sekelilingnya. Ia marah-marah sambil berjalan persis seperti orang yang tidak waras. "Sial! Sial! Capek-capek aku berlari agar tidak di keroyok orang! Tapi hasilnya nol! Lagian itu Ibu-ibu kok bisa-bisanya bawa dompet tebal yang isinya cuma kertas gak penting! Uangnya cuma 20ribu, gak penting banget! Sial banget nasib aku sekarang! Apa sebaiknya aku pulang saja ya meminta maaf dengan Naina, siapa tahu Naina mau memaafkan aku, kan dulu ia cinta mati sama aku! "ucap Dzaki berbicara sendiri. " Wah, gak beres nih orang! Dari tadi aku perhatikan bicara sendiri aja! Lebih baik aku lapor aja sama keamanan! Bisa gawat nanti kampung ini jika ada orang gila berkeliaran dengan bebas! "celutuk seorang pria yang diam-diam memperhatikan Dzaki dari atas motornya. Dzaki yang asyik ngomel-ngomel sendiri tidak menyadari jika kelakuannya di amati oleh seorang warga di kampung tempat Dzaki berjalan tidak tau arah. Ia masih berbi
Tian mendengus kesal mendengar teriakan Nadin dari atas balkon rumah Naina. Naina yang malu langsung cepat-cepat memasuki rumahnya tanpa berpamitan lagi pada Tian. "Dasar calon adik ipar durhalim! Kalau bukan adiknya pujaan hati sudah aku tenggelam kan di selokan depan rumah! " gerutu Tian sembari masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan orang yang di sebutkan tadi tertawa cekikikan di dalam kamar nya karena dugaan nya pasti Tian sedang mengumpat nya karena kesal. "Seru juga ngerjain tuh bujang lapuk! Ternyata pesona janda cantik kayak kakak ku memang sangat hebat! Apalagi jandanya janda yang masih bersegel, pasti klepek-klepek tuh bujang lapuk karena mendapatkan doorprize tidak disangka sangka! Hihihihi... " gumam Nadin sambil tertawa cekikikan. "Gimana nya ekspresi Bang Tian saat tau Kak Naina masih bersegel? Pasti lucu lihat wajah shock nya itu! Jadi gak sabar lihat mereka nikah! Pasti tuh bujang lapuk cengengesan kayak orang gila karena baru mendapatkan durian runtuh! Hahahaha... "
"Kalau kamu kriteria cowok idaman mu seperti apa? " tanya Dewa balik ke pada Nadin. "Hemmm apa ya... Setia kali ya? Penyayang, loyal dan gak main tangan jika sedang marahan sama istrinya jika sudah menikah nanti! " jawab Nadin dengan senyum-senyum sendiri membayangkan semua itu. "Oh ya masuk kak yuk kedalam! Aku lapar nih! Marah-marah tadi bikin perut aku lapar lagi! " ajak Nadin sambil mengelus perutnya yang memang mulai keroncongan. "Gak usah ke dalam! Di depan sana ada warung tenda nasi uduk, enak banget pokoknya! Itu kalau kalau kamu mau makan di tempat seperti itu? " ucap Dewa dengan agak sanksi mengajak Nadin makan di tempat favorit nya jika di daerah ini. "Wah, beneran enak Mas? Kuy lah kita ke sana! " sahut Nadin dengan sumringah. "Duh, jadi ngiler makan nasi uduk pakai nila bakar dan sambal nya yang pedes! Ayo Mas cepetan! Udah gak sabar aku! " ucap nya lagi sambil menarik tangan Dewa dan menggandeng nya berjalan ke luar hotel berjalan kaki. Dewa panas dingin di perlaku
"Udah, udah... Gak perlu menegangkan urat hanya untuk orang yang seperti ini! Ayo kita keluar saja! Oh ya, terimakasih atas basa basi elo sama gue! " lerai Dewa ikut berdiri dan menggenggam tangan Nadin. Ia langsung membawa Nadin keluar setelah mengucapkan terimakasih kepada pasangan tersebut. "Mau kemana mereka? Kenapa Nadin marah-marah sama pasangan itu? " kata Naina dengan kening berkerut. "Iya, kenapa adik kamu marah-marah sama Pras ya? Tapi, gak aneh sih! Pras kan suka banget bikin gara-gara! " ucap Karina ikut menimpali perkataan Naina. "Serem banget adik kamu itu! Galak dan judes banget! " sahut Juan dengan bergidik ngeri. "He.... He... He... Maklum lah jiwa muda! Gampang banget emosian! " jawab Naina dengan tersenyum kikuk. Naina melirik ke arah Dewa membawa Nadin dengan sangat gelisah. "Gak usah gelisah gitu! Dewa gak bakalan ngapa-ngapain Nadin! Dewa bukan orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan! " hibur Tian yang mengerti kekhawatiran Naina. "Aku bukan
"Jes, mendingan elo minta maaf gih sama Naina daripada Bu Inggrid datang kesini! Emang elo mau Bu Inggrid memarahi elo di depan orang banyak kayak gini? Atau elo mau reputasi elo sebagai anak emasnya Bu Inggrid lepas dan elo gak punya bekingan lagi? " ucap Karina dengan santai kepada Jessi yang masih saja tegak mematung. Jessi mendongakkan kepala nya mendengar ucapan Karina dengan ekspresi kaget. "Ayolah Jes, ikutin aja apa kata Karina itu! Gue gak mau Jes gara-gara kejadian ini pernikahan gue sama Niko gagal! Ayolah Jes! Ayolah! " bisik Marta dengan wajah memelas menyenggol pelan lengan Jessi. "Sialan! Awas aja loe perempuan ninja! Kalau bukan elo pemilik hotel ini, gue ogah merendahkan diri gue di hadapan elo-elo semua! Bagaimana pun gue gak rela jika Ibas milih elo! Awas aja loe, tunggu pembalasan gue! " geram Jessi dalam hatinya dengan tangan terkepal. Jessi merutuk dalam hatinya dengan wajah menunduk. Perlahan ia berjalan ke depan Naina kemudian mengangkat wajahnya agar semua
Semua orang yang ada di aula tersebut terkejut mendengar ucapan Nadin tidak terkecuali Karina dan Sadewa yang belum mengetahui siapa sosok Naina. Marta menyenggol lengan Jessica dengan wajah pucat pasi. Ia benar-benar tidak tahu jika perempuan bercadar yang di bawa Tian adalah pemilik hotel yang mereka sewa ini. "Gimana ini Jes? Gue gak mau di penjara! Bisa-bisa gue gak jadi nikah sama Niko tahun ini kalau gue masuk penjara juga! Mana mau Niko punya istri yang mantan narapidana! " bisik Marta di telinga Jessi sehingga membuat Jessi mendengus semakin kesal. "Gak usah kenapa sih elo Ta! Lagian bukan cuma elo doang yang gak mau masuk penjara, gue juga gak mau! Bisa jatuh reputasi gue kalau gue tercatat sebagai mantan narapidana seperti yang elo bilang! " jawab Jessi juga dengan berbisik. "Gimana? Masih mau melaporkan gue ke polisi? " tantang Nadin dengan tersenyum mengejek. "Ada apa ini ribut-ribut! " ucap seorang laki-laki yang baru saja datang. "Sayang, kamu udah nelpon nya? Gak
Tian yang kaget langsung mendorong perempuan itu hingga ia terjatuh di lantai. "Elo apa-apaan sih Jes main gandeng aja! Loe gak tau apa kalau Bastian udah ada yang punya! Lagian ngapain sih elo ngaku-ngaku kangen segala! " cerocos Karina dengan wajah tidak suka melihat Jessica agresif seperti itu dengan Tian. Naina hanya melihat pemandangan di depannya dengan raut muka biasa saja. Beberapa orang berbisik-bisik melihat perlakuan kasar Tian kepada perempuan bernama Jessica itu. "Eh Tian, elu apain teman gue sampai jatuh gitu? Elo gak papa Jes? " ucap seorang wanita yang datang menolong si Jessi dan memarahi Tian. "Elo juga Marta! Kalau elo gak tahu bagaimana kejadiannya gak usah ikutan ngomong! Sekarang gue tanya sama elo Jes, apa maksud elo bilang kangen segala dengan Tian hah! " sahut Karina sambil berkacak pinggang di depan mereka berdua. "Apa-apaan sih elo Karin, emang gak boleh gue kangen sama cinta pertama gue? Lagian kan Ibas belum milik siapa-siapa, jadi sah-sah saja dong
Acara reuni kampus Dharmawangsa di gelar di sebuah gedung hotel Prameswari yang merupakan salah satu hotel milik Naina. Naina tahu jika salah satu hotelnya di sewa untuk sebuah acara tetapi ia tidak tahu jika itu acara reuni yang akan ia hadiri bersama Tian. Selama perjalanan tak henti-hentinya Tian melirik ke arah Naina sehingga membuat Naina tersipu malu. "Ngenes banget nasib gue hanya di jadikan obat nyamuk! " sindir Nadin dari bangku belakang. Tian pura-pura tidak mendengar sindiran Nadin untuk nya itu. Ia fokus menyetir mobil sambil sesekali melirik Naina yang duduk di sebelahnya. Naina agak terkejut ketika mobil yang di kendarai Tian memasuki halaman parkir hotel miliknya. Tapi ia hanya diam saja, mungkin saja Tian ada urusan dulu di hotel miliknya ini. Ketika mobil berhenti Naina tidak kuasa untuk tidak bertanya langsung kepada Tian. "Kenapa kita kesini? Kenapa gak langsung aja ketempat acaranya? " tanya Naina memicingkan matanya melihat banyaknya mobil yang berdatangan.
Tian tergelak kencang mendengar ucapan Nadin yang berkata demikian. Naina hanya tersenyum kecil melihat interaksi mereka terlihat dari matanya yang tampak menyipit. "Dah yuk Kak kita pulang! Malas lama-lama dekat orang gaje kayak gitu! " ajak Nadin mendengus kesal sambil mengamit tangan Naina. "Jangan lupa dandan yang cantik ya biar nanti laku dan gak jomblo lagi! Jam 7 aku jemput! " teriak Tian sambil meledek Nadin. "Aku gak jomblo! Aku single! Jomblo kok teriak jomblo! " jawab Nadin balik sambil ikutan berteriak. "Astaga ini anak! Makin di ladenin makin jadi mereka berdua! Sejak kapan mereka jadi akrab begini ya? " gumam Naina dengan tepuk jidat melihat kelakuan Nadin dan Tian. "Bisa tambah kacau kalau Ida ikut gabung sama mereka berdua! Tambah saling meledek dengan tingkah ajaib Ida yang selalu ada aja yang di jadikan bahan ledekan! " tambah Naina bergumam pelan. "Kakak ngomong apa tadi? " tanya Nadin menoleh ke arah Naina. "Gak ngomong apa-apa kok! Kamu salah dengar kali!
Semenjak duo Yola dan Miska di tangkap dini hari kemarin, lapas wanita makin di jaga dan di awasi dengan ketat. Setiap pelaksanaan kegiatan narapidana selalu di awasi oleh penjaga minimal dua sampai tiga orang. Ruang penyimpanan bahan makanan pun di jaga dan awasi oleh sipir langsung, para tahanan tidak di perbolehkan keluar dari ruang sel kamarnya dan di kunci dari luar oleh sipir penjara. Pihak penyidik menginterogasi mereka berdua di tempat terpisah dengan menanyakan keterlibatan mereka dalam kematian Diana. Awalnya mereka berdua membantah, tetapi setelah di perlihatkan bukti catatan terakhir milik Diana mereka hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak membantah. Bripka Fahrul menginterogasi mereka dengan menjebak mereka pertanyaan yang tidak dalam konteks penyelidikan. Hal itu berhasil dan membuat Yola keceplosan bicara. Dengan kepiawaian Bripka Fahrul menginterogasi mereka, akhirnya mereka berdua mengaku dan saling menyalahkan satu sama lainnya jika mereka kebablasan memberikan Di