“Kamu..”
“Tasya?” Melihat kehadiran wanita itu, Samudera semakin mengerutkan keningnya.
“Hay, Sam..” Wanita itu —Tasya, merasa sedikit malu, saat melihat raut tidak suka pada wajah Samudera. Namun, dia berusaha menebalkan muka dengan menunjukkan senyum lebar.
“Sedang apa kamu di sini, dan tau dari mana kalau saya ada di ruangan ini?”
Samudera mengajukan pertanyaan beruntun dengan alis mengerut. Raut tidak suka dan merasa terganggu, tergambar jelas di wajah pria itu.
Bukan tanpa alasan ia bertanya, Samudera tidak begitu menyukai keramaian, untuk itulah setiap perjalanannya selalu bersifat privat. Hanya orang-orang kepercayaan dan orang di tempat ia datangilah yang tau tentang kedatangannya. Lalu, dari mana Tasya tahu..
Mendapatkan pertanyaan beruntun dari pria itu, Tasya merasa sedikit gugup. “Oh, emm.. Ke-kebetulan aku lagi makan di sini juga tadi. Lalu, aku ngeliat kamu, makanya ak
Setelah mendengar kalimat panjang yang di lontarkan Agni, Samudera terdiam. Kecewa? Sangat. Akan tetapi dia mencoba untuk tetap tenang. Samudera tau bahwa selama ini Agni merasa kurang percaya diri, dan sepertinya dia harus menegaskan sesuatu. Sam tidak ingin calon ibu dari anak-anaknya itu merasa rendah diri. Merasa bahwa pembicaraan mereka akan memakan banyak waktu, dan memerlukan konsentrasi, Sam menepikan mobilnya di jalanan yang terlihat sepi. Kemudian membalikkan badannya ke arah Agni. “Kamu sudah mengatakan apa yang ingin kamu katakan. Sekarang biarkan saya mengatakan apa yang ingin saya katakan juga.” Karena Agni yang kembali menggunakan bahasa formal padanya, Samudera pun melakukan hal yang sama. “Saya mencintai kamu, itu kenyataannya! Dan saya ingin mengoreksi kata-kata kamu tadi, kamu bukannya tidak mencintai saya Agni, tapi Belum! Tolong di garis bawahi itu. Jika kamu bertanya apa saya merasa sakit hati dengan kalimat kamu tadi, maka jawab
Setelah dipermalukan oleh Samudera. Tasya langsung pergi dari Restoran itu.Wanita itu melanjukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Berbagai umpatan keluar dari mulutnya, yang ditujukan untuk Samudera.“Kurang ajar kamu, Sam! Berani beraninya kamu memperlakukan aku seperti ini!” Umpat Tasya sembari memukul setir mobilnya.“Hanya karena seorang janda tidak tahu malu, kamu berani mengusir aku, Sam. Brengsek!” Umpatan kembali terlontar dari bibir Tasya.Selama hidupnya Tasya tidak pernah diperlakukan seperti ini. Tadi, saat keluar dari Minimarket, Tasya tidak sengaja melihat mobil Samudera melaju dihadapannya. Karena itulah, dia langsung membuntuti mobil itu.Ketika melihat Samudera memasuki Restoran bersama seorang wanita yang menurut Tasya cantik, serta seorang anak laki-laki yang wajahnya mirip dengan Samudera. Tasya pun dengan percaya diri ikut masuk. Namun, dia tidak langsung memasuki ruang privat yang dipesan Samudera.
Saat sampai pada kediamannya, Samudera melihat Jonatan telah menunggu kedatangannya. Melihat kehadiran sang Asisten pribadi, pria itu sedikit mengerutkan kening. Tidak biasanya Jonatan menemuinya di luar jam kerja. Apalagi dengan sikap formal seperti ini. Tidak ingin terus menerka, Samudera langsung bertanya. “Ada masalah apa, Jo?” “Begini, Tuan. Sepertinya nona Tasya telah membocorkan tentang pertemuannya dengan Anda, ketika tengah bersama wanita lain.” Mendengar ucapan Jonatan, Samudera mengangkat sebelah bibirnya, membentuk seringai. “Biarkan dia bermain, Jo. Kita cukup ikuti alurnya saja.” “Baik, Tuan! Saya hanya mengatakannya karena tadi, Nyonya sempat menelpon saya untuk menanyakan hal ini.” Jonatan mencoba menjelaskan. “Apa yang ditanyakan oleh ibuku?” Tanya Samudera. “Nyonya bertanya, apa benar anda memiliki kekasih, dan apa benar bahwa kekasih anda adalah seorang..” Jonatan menghentikan ucapannya, pria itu ragu untuk m
“Apa, apakah kakak ipar cantik?” Tanya Celline lagi terlihat antusias.“Cantik.”“Lalu, apa benar dia sudah punya anak, kak?” kali ini Rio yang bertanya.“Hmm.”Rio mengangkat sebelah alisnya, kemudian bertanya. “Jadi, apa dia merupakan wanita yang sama?”Samudera menganggukkan kepalanya. “Hmm.”Celine yang tidak mengerti ke mana arah pembicaraan kedua kakaknya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Wanita yang sama? Maksudnya? Sama apa nya, Bang?” Tanya gadis itu.“Anak kecil tidak perlu tahu,” ucap Rio sembari mengusap wajah adiknya. Membuat gadis itu merajuk. Lalu mereka berdua mulai saling mengejek satu sama lain.Samudera yang jengah melihat mereka, kemudian berucap “Berhentilah saat kamu harus berhenti!” mendengar suara sang kakak, sepasang anak kembar itu mengehentikan aksi saling ejek mereka.“Cuci t
“Itu nyonya Agni! Itu, itu.. Nyonya Agni keluar!”Mendengar suara Reinhart. Kedua pria itu menolehkan kepala mereka. Wajah Samudera yang terlihat dingin, menjadi lebih hangat. Bahkan Jonatan menghembuskan nafas lega.‘Huff.. Hampir saja,' batin Jo, sembari mengusap dadanya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Reinhart. Hampir saja mereka terkubur dalam neraka....Agni yang kala itu mengenakan setelan sederhana berwarna ungu muda, berdiri didepan rumahnya sembari menatap mobil yang tengah terparkir diseberang jalan.Setelah Agni, terlihat Aska juga turut bergabung bersama sang ibu. Bocah kecil itu mengenakan kaos putih dengan gambar Batman dan celana tiga per empat berwarna hitam.Sepasang ibu dan anak itu melihat ke seberang jalan. Dan Agni lebih dulu memutuskan pandangan. Kemudian berbalik dan masuk kedalam rumah. Meninggalkan Aska sendiri. Sebelum pergi, Agni sempat berpesan pada putranya agar masuk. Dan di jawab dengan an
“APA?! LU- LUAR NEGERI?!”Aska terkejut saat mendengar ucapan, ah bukan, teriakan Agni. Teriakan Agni yang menggelegar di rumah sederhana itu, bahkan membuat Sherly yang sedang berada didalam kamarnya berlari keluar. Mbok Inem pun melakukan hal serupa.“Ada apa? Luar apa?” Tanya Sherly sembari mengedarkan pandangannya mencari sumber masalah. Sahabatnya itu tidak pernah mengeluarkan suara yg keras, karena itulah Sherly sedikit terkejut.Mbok Inem yang tergopo gopo dari dapur pun, terus mengedarkan pandangannya. “Ada apa, Mbak Agni?”Agni yang menyadari kesalahannya, mengatupkan bibirnya rapat rapat. Kemudian, menggeleng. “Ti- tidak apa-apa, Mbok, Sher. A- aku ke kamar dulu,” ucap Agni sembari berlalu dari sana.Sherly yang melihat kepergian Agni, menolehkan kepalanya ke arah Aska. “Ada apa, Ka? Kenapa bunda kamu teriak-teriak?” tanya Sherly.“Nggak ada apa-apa, Aunty. Mending A
Setelah puas menggoda wanitanya, Samudera tidak berhenti menyunggingkan senyum. Ada kelegaan tersendiri bagi pria itu, dimana dia merasa perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.Sepertinya dia harus membelikan hadiah spesial untuk Aska. Karena jika bukan karena kejahilan anak itu, Sam tidak akan mendengar suara Agni yang sarat akan kekhawatiran seperti tadi.Saat sampai di bandara, Jonatan yang melihat tuannya masih berada di ‘dunia lain’ menarik nafas dalam, kemudian berucap. “Maaf, Tuan. Kita sudah sampai di bandara.”Mendengar suara Asisten pribadinya itu, senyum yang sejak tadi menghias bibir Samudera, lenyap. Pria itu segera merubah raut wajahnya menjadi dingin kembali. “Hm,” gumam Samudera.Reinhart yang melihat respon sang tuan. Menolehkan kepalanya ke arah Jonatan. Kemudian mengangkat tangan kanannya dan menunjukkan gerakan memotong leher. Lalu berucap tanpa suara, “tamat kamu, Jo. Tamat!”J
“Hai, Kakak Ipar!?”Agni terkejut mendengar panggilan dari gadis muda di hadapannya. Wanita cantik itu, mengerutkan keningnya. “Maaf?”Rio yang baru saja membuka pintu Kafe, dikejutkan dengan suara sang adik. “Dasar bodoh.” Pria itu tidak dapat menahan dirinya untuk tidak mengumpat.“Iya, kakak ipar. Oh maaf, aku belum memperkenalkan diri.” Senyum belum luntur dari bibir Celline. “Perkenalkan, aku Marcelline Putri Aditama. Kakak ipar bisa memanggilku, Celline. Aku adik kandung dari Samudera Putra Aditama, pacar Kakak.”Agni memandang uluran tangan gadis muda, yang baru dia ketahui bernama Celline itu. Agni masih sedikit syok dengan semua ini.Adik? Samudera? Kakak ipar? Apa-apaan....Agni ingin meralat kata-kata gadis muda itu, tetapi saat melihat raut polos didepannya dia menjadi tidak tega. Sebelum Celline menarik kembali tangannya, Agni telah lebih dulu menyambut uluran tangan ga
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa lima tahun telah berlalu. Putri kecil yang dulu selalu di timang, kini beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan sangat ceria.Kepribadian kedua anak Samudera dan Agni sangat bertolak belakang. Jika Aska sang kakak bersikap dingin dan tidak banyak omong. Maka sang adik Lillian justru sebaliknya. Gadis kecil itu selalu ceria, bahkan mereka sampai menjulukinya little Sunshine.Karena dimana pun ia berada, Lillian selalu menjadi sumber keceriaan, kehangatan dan kebahagiaan.Oh, harus di garis bawahi. Lillian akan sehangat matahari kecil, bagi mereka yang bersikap baik pada keluarganya, tapi akan sebaliknya bagi mereka yang bersikap buruk apalagi yang sengaja ingin menghancurkan keluarganya.Seperti sekarang ini. Samudera yang sangat memanjakan putri kecilnya, sering membawa Lillian ke Kantor. Selain karena tidak bisa jauh dari si kecil, Samudera juga ingin memberikan waktu istirahat pada Agni. Mengingat keaktifan Lill
Samudera berlari di sepanjang koridor Rumah Sakit, dengan diikuti Jona, Rein serta Sherly. Mereka sedang rapat, saat Lautan meneleponnya mengabarkan keadaan Agni.Ternyata tanpa ia sadari, Agni sudah merasa sakit perut sejak subuh, tetapi ditahan sendiri olehnya karena tidak ingin merepotkan orang-orang. Samudera berlari sembari menyekah sudut matanya. Ia merasa menjadi suami paling bodoh yang tidak peka dengan keadaan istrinya.Saat sampai di depan ruang bersalin, Samudera langsung menghampiri Lautan. “Bagaimana keadaan Agni, Yah?”“Dia baik-baik saja, sebaiknya kamu masuk. Sejak tadi dokter terus mencarimu.”Tepat saat Lautan mengatakan hal itu, pintu ruang bersalin terbuka. “Pak Samudera?” Panggil suster.“Saya.”Suster itu tersenyum tipis. “Syukurlah Anda sudah datang. Mari ikut, Saya.”Samudera mengikuti langkah sang Suster.Sepeninggal Samudera, semua orang masih
Tempat pemakaman umum itu terlihat sepi. Ya, kalau ramai namanya pasar. Hehehe Agni dan Samudera saat ini tengah berada di makam kedua orang tua Agni serta ibunda Samudera. Diusia kandungannya yang memasuki 7 bulan, Agni memang berkeinginan untuk mengunjungi makam orang tersayang mereka. Selagi masih bisa ‘kan, karena ia yakin kedepannya pasti mereka akan lebih sibuk lagi mempersiapkan kelahiran. Apalagi nanti saat si kecil sudah lahir. Perhatian mereka pastilah untuk kedua anak mereka. Karena itulah, selagi masih ada waktu seperti sekarang. Lebih baik dimanfaatkan untuk see Hay dengan para orangtua. Agni meletakkan sebuket tulip orange di atas makam ibunya. Ia lalu bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, dan berdoa dengan khusyuk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Samudera dan Aska. “Halo Ayah, Bunda, aku kembali. Terakhir kali aku datang, dengan perasaan yang hancur. Waktu itu aku bersimpuh dan menangis sendirian di sini.” Agni menarik
Setelah mengeluarkan isi perutnya, Agni terduduk lemas di sofa ruangan Samudera. Ia sedikit mengerutkan keningnya, saat tidak sengaja menduduki sesuatu. Dan saat melihat benda itu, Agni membelalakkan matanya.“Siapa yang baru datang kemari, Kak?”“Jona, Reinhart? Hanya mereka.”Agni menggeleng. “Perempuan.”“Flora?” Samudera mengangkat sebelah alisnya.“Ck, bukan Bella??” Tuding Agni sembari melipat tangannya di depan dada.“Ada apa?” tanya Sam tanpa daya.“Jawab, kak... Apa Bella berusan kesini?”Samudera memijat pelipisnya. “Ya. Dia baru saja kemari,” jawab Sam sembari menatap Istri cantiknya. “Perusahaan mereka ingin mengajukan kerjasama. Dan dia yang di tunjuk sebagai perwakilan,” jelas Samudera.“Hmm... Pantas saja.”“Ada apa?” Samudera menghampiri Agni, lalu membawanya dalam pel
Namun, suara dari luar berhasil menghentikan aksi gila Mario. Mereka berdua sama-sama terkejut dibuatnya.“Rio!?”Sherly mengembuskan napas lega, berpikir kalau Rio akan berhenti. Nyatanya tidak. Pria itu tetap melanjutkan aksinya.“Rio!?”Barulah saat panggilan kedua, pria itu mengehentikan tindakannya. Ia lalu mengumpat pelan. Kemudian keluar dari paviliun. “Urusan kita belum selesai,” ucapnya. Lalu benar-benar keluar.Setelah bayangan Rio menghilang, kaki Sherly langsung lemas seperti jelly, ia sampai terduduk di lantai.Dia Lalu mengusap pelan dada-nya, sembari bergumam. “Selamat, selamat. Hampir aja, bibir gue nggak perawan lagi.”Dari dalam paviliun, Sherly bisa mendengar percakapan mereka. Ternyata yang memanggil Rio adalah Reinhart. Pria itu mengatakan kalau Rio tengah di cari oleh Samudera. Rio terdengar menolak, tetapi Reinhart menegaskan kalau ini penting. Dan harus sekarang.
Mobil Samudera perlahan memasuki pekarangan rumah. Setelah tadi mereka singgah di pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan Ketam Cili pesanan Agni.Kepulangan mereka di sambut oleh Lautan dan Mayang, si kembar serta Aska, yang tengah menunggu mereka di teras.Mayang yang melihat Samudera menuntun Agni, bergegas menjemput menantunya itu. “Kalian dari mana, Sayang?” Tanya Mayang.Namun, ia langsung mendapatkan jawabannya, saat melihat Reinhart membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaan.“Kalian ingin masak?” Tanya Mayang lagi. Dan kali ini Agni mengangguk cepat.“Iya, Ma. Kita mau masak kepiting pedas,” ucap Agni, sembari menelan ludahnya. Baru menyebut namanya saja, sudah membuatnya lapar.Tingkah Agni berhasil membuat mereka semua tertawa. Terkecuali Rio, yang justru tengah menahan geram karena melihat Reinhart memegang pinggang Sherly. Padahal kenyataannya Sherly hampir jatuh, dan Reinhart sigap menahan
BRAKKK Bunyi bantingan pintu, membuat semua orang yang tengah berada di ruang rapat Aditama Corp itu, terlonjak kaget. Bahkan Samudera yang sejak tadi memejamkan matanya, sembari mendengar laporan bawahannya pun, ikut terkejut. Saat menoleh, terlihat Reinhart berdiri dengan nafas memburu. “Tuan!!” Samudera mengangkat sebelah alisnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Reinhart menunjuk kearah meja. Bukan, lebih tepatnya pada benda di depan Samudera. “Handphone, Anda.” “Ada apa, Rein?” Tanya Jonatan penasaran. Pasalnya, tidak biasanya sahabat somplak nya itu, mengacau seperti ini. Apalagi di tengah rapat tahunan seperti sekarang. Reinhart tidak menjawab, dia terus menatap Samudera. Sementara Samudera yang ditatap seperti itu, semakin tidak mengerti. “Ada apa?” tanya Sam. “Handphone Anda mati?” Samudera mengambil telepon genggamnya. Dan ya, seperti kata Reinhart, handphonenya memang mati. Mungkin keha
Aska, Marni, Indira serta Stave dan istrinya, terkejut mendengar ucapan Samudera.“Ayo pulang.” Samudera menggendong Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain, merangkul pinggang Agni, kemudian pergi.Indira mencoba mengejar, tapi ia di halangi oleh para bodyguard Samudera. Reinhart yang baru saja tiba, menatap Indira tajam. “Ekhm... Ibu Indira, benar?” Indira mengangguk.“Oh, bagus. Ada pesan dari Tuan Aditama....” Indira memiliki firasat buruk. Dan benar saja, ucapan Reinhart berikutnya berhasil membuatnya terpaku.“Karena sekolah ini sudah lalai menjaga tuan muda kami, mulai sekarang Aditama Corp akan menghentikan pendanaan untuk sekolah ini. Dan, saya di sini juga bermaksud untuk mengurus kepindahan tuan kecil. Sekian.” Reinhart menutup laporannya dengan wajah datar.Indira pucat pasih. Ingin protes, tapi tidak bisa. Karena kalau salah bertindak, bisa-bisa perusahaan ayahnya yang menj
“Ada apa ini?” Suara berat seorang pria, membuat Indira menghentikan ucapannya. Agni dan Indira sama-sama menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang pria bertubuh tambun, yang mengenakan jas biru Dongker. Wajah pria itu terlihat marah, nafasnya juga memburuh. Sepertinya pria itu baru saja berlari kemari. “Sayang....” Wanita bertubuh tambun yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba berjalan cepat kearah pria di depan pintu. “Ayah....” Anak kecil berpipi chubby yang sejak tadi diam, langsung berbinar saat melihat orang di depan pintu. “Kenapa dengan wajah mu? Kenapa merah seperti ini?” pria itu mengusap wajah istrinya. Wanita bergaun merah tadi, langsung menunjuk Agni. “Karna dia! Dia yang membuat aku seperti ini... Padahal yang salah itu putranya dan aku hanya menegur, tetapi dia langsung marah dan menamparku.” “Benar Ayah! Semua ini perbuatan Tante itu.” Bocah chubby itu ikut memprovokasi. Indira yang melihat