"Sebenarnya, Laras terbilang beruntung karena bisa melarikan diri. Dan dia juga beruntung karena memiliki keluarga Prayoga sebagai pelindung, tidak seperti kamu."
Agni mengerutkan keningnya, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"
Rani mengangguk lemah. "Iya, Kamu... Kamu juga korban seperti Laras, Agni. Bedanya Laras bisa melarikan diri, sementara kamu tidak. Dan bahkan kamu memiliki hasil dari kemalangan itu." Rani mengalihkan pandangannya pada Aska.
Agni mengikuti arah pandang Rani. Dan...
Deg
"A-apa maksud, Mama?"
"Kamu tidak sebodoh itu, Agni. Sampai tidak mengerti maksud saya." Rani kembali menatap Agni.
Mata Agni mulai berkaca-kaca, dia menatap Rani dan Aska secara bergantian. "Ta-tapi, bagaimana mungkin... A-aska adalah anakku dan mas Andi. Juga cucu Mama," ucap Agni dengan suara sedikit bergetar.
Agni tidak percaya dengan ucapan Rani. Agni yakin, Andi merupakan satu-satunya pria yang pernah
Samudera yang tengah menyetir terus mencuri pandang pada Agni. Dia heran melihat Agni yang menjadi lebih pendiam, sejak meninggalkan Kafe tadi. Samudera seperti Dejavu dengan kejadian ini."Ada apa?" Samudera yang sudah merasa sesak, mencoba memecah keheningan di dalam mobil.Dia takut kejadian waktu itu terulang lagi. Dimana Agni marah kepadanya, karena sesuatu yang Samudera sendiri tidak sadar dia telah melakukan sebuah kesalahan.Agni menoleh kearah Samudera, kemudian membuang nafas berat."Ayo menikah, Sam."Ckittt.....Samudera menginjak pedal rem dengan cepat. Kemudian menoleh ke arah Agni."Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?!" Tanya Samudera lagi. Suaranya sedikit meninggi, karena terkejut dengan ucapan Agni.Dia memang ingin menikah dengan Agni, tapi tidak begini. Tidak dilamar di dalam mobil juga. Dan lagi, Samudera ingin dia yang melamar Agni, bukan sebaliknya.Menyadari kesalahannya,
Samudera benar-benar membuktikan ucapannya. Beberapa hari setelah dia berkata akan mengurus pernikahan mereka, dia benar-benar melakukannya. Pria itu tidak muncul di kediaman Agni, akan tetapi 'hasil karyanya' tetap terlihat.Seperti ucapannya waktu itu, Reinhart yang biasanya menjadi tangan kiri Samudera, dialih fungsikan sebagai manager Kafe untuk menggantikan Agni sementara waktu.Dan Agni pun, tidak diijinkan untuk keluar rumah jika bukan karena sesuatu yang penting."Semuanya sudah saya siapkan, Tuan. Pernikahan anda bisa diadakan secepatnya."Samudera menganggukkan kepalanya, "siapkan semua dokumennya dengan benar, Jona. Saya tidak ingin ada kesalahan apapun.""Baik Tuan," jawab Jonatan sambil bersiap untuk pergi lagi.Jika Reinhart tengah beralih fungsi menjadi manager Kafe, Jonatan beralih fungsi menjadi petugas kantor agama. Bagaimana mana tidak, selama beberapa hari ini dia disibukan dengan berba
Tengah malam di kediaman Agni. Saat semua penghuni rumah telah terlelap, terlihat beberapa pria berpakaian serba hitam tengah mengendap-endap masuk kedalam rumah Agni. Pintu bagian samping sudah di bobol, sehingga mereka bisa masuk dengan leluasa. Dua orang pria berbadan kekar, berjalan ke salah satu kamar. Mereka kembali membuka paksa pintu kamar itu dan masuk kedalamnya. Saat membuka pintu, kamar yang didominasi warna biru Dongker dengan berbagai stiker dan action figure manusia kelelawar menyambut mereka. Terlihat juga putra kecil Agni tengah terlelap dengan damai di ranjangnya. "Bawa anak itu," bisik salah satu pria, sambil menunjuk ke arah ranjang dimana Aska tengah terlelap. Pria yang satunya hanya mengangguk sebagai jawaban. Pria itu kembali mengendap-endap dan membekap mulut Aska. Aska yang terkejut dengan serangan mendadak dari orang tidak dikenal, langsung memberontak. Anak itu bahkan menggerakkan kakinya sekuat tenaga dan me
Setelah pria itu berkata demikian, terdengar suara tembakan... DOR Bersamaan dengan bunyi senjata api yang ditembak, bau mesiu langsung memenuhi udara. Agni memejamkan matanya, tidak lupa kedua tangannya ia gunakan sebagai penutup telinga. Dengan mata dan telinga yang tertutup rapat, Agni terpaku di tempatnya. Wanita cantik berwajah sendu itu bahkan tidak berani untuk sekedar menggerakkan kelopak matanya. Dia ketakutan setengah mati, seketika itu juga sekelabat bayangan tentang peristiwa berdarah dan saling baku tembak, berlomba-lomba muncul di ingatan Agni bagaikan kaset rusak. Agni masih terus memejamkan mata dengan keras. Keningnya terlihat mengerut, seperti tengah menahan sesuatu, benar-benar terlihat tidak nyaman dengan keadaan sekitar. Namun, kesadaran seolah menghantamnya, saat mengingat sebuah nama. āAska....ā Memikirkan nasib putranya, serta merta membuat Agni membuang perasaan takut yang sejak tadi merasukinya. Agni l
Riuh tepuk tangan membuat Agni dan Samudera mengurai pelukan mereka. Saat membalikkan badannya, Agni mendapati beberapa orang yang dia kenal. Diantaranya mbok Inem dan Sherly, kedua adik Samudera, Jonatan serta Reinhart.Dan pria pria berpakaian hitam yang tadi berkelahi dengannya dan Sherly, juga ada disana.Agni mengernyit heran melihat mereka. “Uh....” Agni menoleh kearah Samudera.“Maaf, mereka orang-orang saya.”“Ta-tapi, tadi....” Agni mengarahkan telunjuknya kearah pria berbadan kekar itu dan Aska, secara bergantian.Pria yang Agni tunjuk adalah orang yang menggendong dan menodongkan pistol kepada Aska.Merasa dia perlu menjelaskan sesuatu, Pria yang Agni tunjuk tadi berjalan kearah Agni kemudian membungkuk. “Saya minta maaf, karena telah membuat anda takut, nyonya.”Agni terkejut dengan tindakan pria berbadan kekar itu. “Eh, kamu tidak perlu seperti ini. Jangan membungkuk,
Teng teng tengBunyi bel sekolah membuat suasana di Taman Kanak-kanak elite yang tadinya sepi menjadi sangat ramai. Anak-anak yang sudah tidak sabar untuk kembali ke rumah, berlari keluar dengan penuh semangat.Agni yang tengah bersandar pada mobilnya, terus mengedarkan pandangan mencari keberadaan putranya. Setelah sepuluh menit terlewat, dan anak-anak yang keluar mulai berkurang, sesosok anak kecil tampan yang menggendong ransel hitam berjalan dengan pelan keluar.Hari ini putranya itu berangkat sendiri tanpa di temani oleh mbok Inem, karena wanita paruh baya itu tengah dalam kondisi tubuh yang kurang sehat. Untuk itulah Agni yang mengantar dan menjemput Aska.Agni yang melihat kehadiran Aska langsung menyunggingkan senyum lebar. “Aska....” Agni melambai agar sang putra bisa melihat dirinya.Aska yang mendengar suara Bundanya, ikut tersenyum dan bergegas ke arah sang bunda.Agni kemudian menuntun Aska untuk masuk kedalam mobil.
Mendengar teriakkan nyaring dari Aska, Agni dan Bryan sama-sama menoleh ke arah pintu Kafe. Dan mereka berdua dikejutkan dengan kehadiran, Samudera.Aska sudah lebih dulu menyambut kedatangan Samudera dengan menghampiri pria itu. Agni pun demikian, wanita cantik berwajah sendu itu ikut menghampiri Samudera. Sementara Bryan... Pria itu masih terpaku ditempatnya.“Samudera?” Gumam Bryan, lalu pria itu melihat ke arah Aska. “Ayah...?”Bryan tahu siapa pria didepannya ini, pria yang dipanggil Ayah oleh anaknya Agni. Dan pria yang saat ini Agni hampiri dengan wajah khawatir.Samudera Aditama. Kepala keluarga Aditama yang baru. Pria yang membuat tatanan keluarga Aditama sempat goyah karena Bimasakti menyerahkan tonggak kekuasaannya bukan pada sang putra, Lautan, melainkan pada sang cucu yang belum genap berusia 30 tahun, waktu itu.Keputusan Bimasakti sempat menjadi pembahasan serius, sampai terjadi pertikaian internal dalam kelua
Kedatangan Samudera, Agni dan Aska, di sambut oleh seorang wanita paruh baya berusia pertengahan lima puluhan. Wanita paruh baya itu tersenyum cerah menyambut mereka.Samudera lebih dulu menghampiri wanita itu. “Bu Marni, perkenalkan, ini Agni calon istri saya, dan Aska putranya,” ucap Samudera pada wanita paruh baya bernama Marni itu.Marni sempat terpaku melihat Agni dan Aska. “Ini....” Marni kembali menatap Samudera, lalu kembali pada Agni dan Aska.Karena tidak mendapat respon dari Bu Marni, Samudera kembali memperkenalkan mereka. “Emm... Agni, ini bu Marni, orang yang sudah merawat saya sejak kecil.”“Halo Bu, aku Agni, dan ini Aska putraku. Senang bertemu dengan anda,” Agni menyapa Bu Marni dengan senyum cerah.Seperti dulu saat pertama kali bertemu Samudera di swalayan, kali ini pun Agni merasa sangat familiar dengan wajah Bu Marni. Namun, dimana mereka bertemu Agni tidak ingat.Marni ya
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa lima tahun telah berlalu. Putri kecil yang dulu selalu di timang, kini beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan sangat ceria.Kepribadian kedua anak Samudera dan Agni sangat bertolak belakang. Jika Aska sang kakak bersikap dingin dan tidak banyak omong. Maka sang adik Lillian justru sebaliknya. Gadis kecil itu selalu ceria, bahkan mereka sampai menjulukinya little Sunshine.Karena dimana pun ia berada, Lillian selalu menjadi sumber keceriaan, kehangatan dan kebahagiaan.Oh, harus di garis bawahi. Lillian akan sehangat matahari kecil, bagi mereka yang bersikap baik pada keluarganya, tapi akan sebaliknya bagi mereka yang bersikap buruk apalagi yang sengaja ingin menghancurkan keluarganya.Seperti sekarang ini. Samudera yang sangat memanjakan putri kecilnya, sering membawa Lillian ke Kantor. Selain karena tidak bisa jauh dari si kecil, Samudera juga ingin memberikan waktu istirahat pada Agni. Mengingat keaktifan Lill
Samudera berlari di sepanjang koridor Rumah Sakit, dengan diikuti Jona, Rein serta Sherly. Mereka sedang rapat, saat Lautan meneleponnya mengabarkan keadaan Agni.Ternyata tanpa ia sadari, Agni sudah merasa sakit perut sejak subuh, tetapi ditahan sendiri olehnya karena tidak ingin merepotkan orang-orang. Samudera berlari sembari menyekah sudut matanya. Ia merasa menjadi suami paling bodoh yang tidak peka dengan keadaan istrinya.Saat sampai di depan ruang bersalin, Samudera langsung menghampiri Lautan. “Bagaimana keadaan Agni, Yah?”“Dia baik-baik saja, sebaiknya kamu masuk. Sejak tadi dokter terus mencarimu.”Tepat saat Lautan mengatakan hal itu, pintu ruang bersalin terbuka. “Pak Samudera?” Panggil suster.“Saya.”Suster itu tersenyum tipis. “Syukurlah Anda sudah datang. Mari ikut, Saya.”Samudera mengikuti langkah sang Suster.Sepeninggal Samudera, semua orang masih
Tempat pemakaman umum itu terlihat sepi. Ya, kalau ramai namanya pasar. Hehehe Agni dan Samudera saat ini tengah berada di makam kedua orang tua Agni serta ibunda Samudera. Diusia kandungannya yang memasuki 7 bulan, Agni memang berkeinginan untuk mengunjungi makam orang tersayang mereka. Selagi masih bisa ākan, karena ia yakin kedepannya pasti mereka akan lebih sibuk lagi mempersiapkan kelahiran. Apalagi nanti saat si kecil sudah lahir. Perhatian mereka pastilah untuk kedua anak mereka. Karena itulah, selagi masih ada waktu seperti sekarang. Lebih baik dimanfaatkan untuk see Hay dengan para orangtua. Agni meletakkan sebuket tulip orange di atas makam ibunya. Ia lalu bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, dan berdoa dengan khusyuk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Samudera dan Aska. āHalo Ayah, Bunda, aku kembali. Terakhir kali aku datang, dengan perasaan yang hancur. Waktu itu aku bersimpuh dan menangis sendirian di sini.ā Agni menarik
Setelah mengeluarkan isi perutnya, Agni terduduk lemas di sofa ruangan Samudera. Ia sedikit mengerutkan keningnya, saat tidak sengaja menduduki sesuatu. Dan saat melihat benda itu, Agni membelalakkan matanya.“Siapa yang baru datang kemari, Kak?”“Jona, Reinhart? Hanya mereka.”Agni menggeleng. “Perempuan.”“Flora?” Samudera mengangkat sebelah alisnya.“Ck, bukan Bella??” Tuding Agni sembari melipat tangannya di depan dada.“Ada apa?” tanya Sam tanpa daya.“Jawab, kak... Apa Bella berusan kesini?”Samudera memijat pelipisnya. “Ya. Dia baru saja kemari,” jawab Sam sembari menatap Istri cantiknya. “Perusahaan mereka ingin mengajukan kerjasama. Dan dia yang di tunjuk sebagai perwakilan,” jelas Samudera.“Hmm... Pantas saja.”“Ada apa?” Samudera menghampiri Agni, lalu membawanya dalam pel
Namun, suara dari luar berhasil menghentikan aksi gila Mario. Mereka berdua sama-sama terkejut dibuatnya.“Rio!?”Sherly mengembuskan napas lega, berpikir kalau Rio akan berhenti. Nyatanya tidak. Pria itu tetap melanjutkan aksinya.“Rio!?”Barulah saat panggilan kedua, pria itu mengehentikan tindakannya. Ia lalu mengumpat pelan. Kemudian keluar dari paviliun. “Urusan kita belum selesai,” ucapnya. Lalu benar-benar keluar.Setelah bayangan Rio menghilang, kaki Sherly langsung lemas seperti jelly, ia sampai terduduk di lantai.Dia Lalu mengusap pelan dada-nya, sembari bergumam. “Selamat, selamat. Hampir aja, bibir gue nggak perawan lagi.”Dari dalam paviliun, Sherly bisa mendengar percakapan mereka. Ternyata yang memanggil Rio adalah Reinhart. Pria itu mengatakan kalau Rio tengah di cari oleh Samudera. Rio terdengar menolak, tetapi Reinhart menegaskan kalau ini penting. Dan harus sekarang.
Mobil Samudera perlahan memasuki pekarangan rumah. Setelah tadi mereka singgah di pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan Ketam Cili pesanan Agni.Kepulangan mereka di sambut oleh Lautan dan Mayang, si kembar serta Aska, yang tengah menunggu mereka di teras.Mayang yang melihat Samudera menuntun Agni, bergegas menjemput menantunya itu. “Kalian dari mana, Sayang?” Tanya Mayang.Namun, ia langsung mendapatkan jawabannya, saat melihat Reinhart membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaan.“Kalian ingin masak?” Tanya Mayang lagi. Dan kali ini Agni mengangguk cepat.“Iya, Ma. Kita mau masak kepiting pedas,” ucap Agni, sembari menelan ludahnya. Baru menyebut namanya saja, sudah membuatnya lapar.Tingkah Agni berhasil membuat mereka semua tertawa. Terkecuali Rio, yang justru tengah menahan geram karena melihat Reinhart memegang pinggang Sherly. Padahal kenyataannya Sherly hampir jatuh, dan Reinhart sigap menahan
BRAKKK Bunyi bantingan pintu, membuat semua orang yang tengah berada di ruang rapat Aditama Corp itu, terlonjak kaget. Bahkan Samudera yang sejak tadi memejamkan matanya, sembari mendengar laporan bawahannya pun, ikut terkejut. Saat menoleh, terlihat Reinhart berdiri dengan nafas memburu. āTuan!!ā Samudera mengangkat sebelah alisnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Reinhart menunjuk kearah meja. Bukan, lebih tepatnya pada benda di depan Samudera. āHandphone, Anda.ā āAda apa, Rein?ā Tanya Jonatan penasaran. Pasalnya, tidak biasanya sahabat somplak nya itu, mengacau seperti ini. Apalagi di tengah rapat tahunan seperti sekarang. Reinhart tidak menjawab, dia terus menatap Samudera. Sementara Samudera yang ditatap seperti itu, semakin tidak mengerti. āAda apa?ā tanya Sam. āHandphone Anda mati?ā Samudera mengambil telepon genggamnya. Dan ya, seperti kata Reinhart, handphonenya memang mati. Mungkin keha
Aska, Marni, Indira serta Stave dan istrinya, terkejut mendengar ucapan Samudera.“Ayo pulang.” Samudera menggendong Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain, merangkul pinggang Agni, kemudian pergi.Indira mencoba mengejar, tapi ia di halangi oleh para bodyguard Samudera. Reinhart yang baru saja tiba, menatap Indira tajam. “Ekhm... Ibu Indira, benar?” Indira mengangguk.“Oh, bagus. Ada pesan dari Tuan Aditama....” Indira memiliki firasat buruk. Dan benar saja, ucapan Reinhart berikutnya berhasil membuatnya terpaku.“Karena sekolah ini sudah lalai menjaga tuan muda kami, mulai sekarang Aditama Corp akan menghentikan pendanaan untuk sekolah ini. Dan, saya di sini juga bermaksud untuk mengurus kepindahan tuan kecil. Sekian.” Reinhart menutup laporannya dengan wajah datar.Indira pucat pasih. Ingin protes, tapi tidak bisa. Karena kalau salah bertindak, bisa-bisa perusahaan ayahnya yang menj
āAda apa ini?ā Suara berat seorang pria, membuat Indira menghentikan ucapannya. Agni dan Indira sama-sama menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang pria bertubuh tambun, yang mengenakan jas biru Dongker. Wajah pria itu terlihat marah, nafasnya juga memburuh. Sepertinya pria itu baru saja berlari kemari. āSayang....ā Wanita bertubuh tambun yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba berjalan cepat kearah pria di depan pintu. āAyah....ā Anak kecil berpipi chubby yang sejak tadi diam, langsung berbinar saat melihat orang di depan pintu. āKenapa dengan wajah mu? Kenapa merah seperti ini?ā pria itu mengusap wajah istrinya. Wanita bergaun merah tadi, langsung menunjuk Agni. āKarna dia! Dia yang membuat aku seperti ini... Padahal yang salah itu putranya dan aku hanya menegur, tetapi dia langsung marah dan menamparku.ā āBenar Ayah! Semua ini perbuatan Tante itu.ā Bocah chubby itu ikut memprovokasi. Indira yang melihat