Derap langkah kaki Ray memecah keheningan pagi."Aku harus berangkat lebih awal sayang," kata Ray yang menuruni anak tangga dengan tergesa sembari mengancingkan lengan kameja yang dikenakannya.Sepia tengah menyiapkan sarapan pagi di meja makan. Mendengar Ray berbicara seperti itu, membuatnya kesal dan sengaja menghentakkan gelas yang diletakkannya dengan cukup keras ke atas meja."Karena Arumi kamu sampai meninggalkan sarapan terus?" Semakin hari ia semakin muak karena Ray bahkan sering sekali pergi begitu saja tanpa memberitahukan apa dan mau kemana. Tujuannya apalagi kalau bukan Arumi. Menemaninya ke psikiater lah, kemana lah."Sayang ak-""Entah Arumi memang mengidap skizofrenia benar atau tidak aku gak peduli Ray. Harusnya kamu gak bersikap berlebihan seperti itu, pertama Arumi itu hanya orang asing, kedua bukan urusan kita dan bukan urusanmu. Kalau memang kebenarannya ada yang mengancam kita, biar aku saja yang melaporkan ke pihak berwajib kalau kamu tidak bisa. Atau jangan-jan
“Luar biasa sih lo. Gue masih gak habis pikir, kok bisa dosen segalak Pak Hada masih bersikap lemah lembut sama lo Mi!” Dua orang perempuan tampak tertawa di depan pintu. Mereka berdua tidak sadar bahwa tidak jauh dari mereka, Sepia sedang berdiri memperhatikan mereka. Sudah lama sekali Sepia menunggu kebenaran yang mungkin akan sangat menyesakkan.Bisingnya suara yang memenuhi lorong-lorong kampus menjadi suara sumbang yang membuat percakapan kedua perempuan itu tidak terdengar begitu jelas di telinga Sepia.Perempuan berambut pirang yang mengenakan baju berwarna krem menimpali dengan tertawa kecil. “Orang kayak Pak Hada masih biasa.”“Ya, siapa yang enggak bertekuk lutut sih sama primadona yang satu ini. Arumi Rahisya, haha…,” temannya kembali tertawa. Kemudian tangannya naik menggelayuti bahu perempuan yang dipanggil Arumi itu. “Jadi gimana, karir model lu? Lanjut sama brand populer itu atau lu terima tawaran brand baru yang ngasih harga mahal?” tanyanya.Arumi menurunkan lengan t
“Apa perempuan itu bilang? Lihat saja nanti?” ucap Sepia dalam hati.Arumi telah mengajaknya bertaruh untuk sesuatu yang jelas adalah sebuah kebodohan. Bukannya takut dan merasa malu, Arumi malah semakin menunjukkan keangkuhannya. Padahal yang dilakukannya adalah hal yang jelas-jelas salah. Merusak hubungan orang lain dengan keegoisan perasaannya semata. Sepia hanya terenyum hambar mengingat lelucon itu. Benaknya masih berenang dalam satu pertanyaan, untuk apa bertahan dengan orang yang terus menerus berbohong dan mengkhianati tulusnya kepercayaan?Pada padatnya lalu lalang kendaraan di jalan raya, langit yang menguning menampilkan transisi jingga dan merah yang indah. Sepia membaurkan pandangannya dengan hiruk pikuk keramaian, matanya menatap ke luar jendela mobil yang melaju pelan namun pikirannya masih bergelut dengan banyak opini yang terus menghantuinya.Semuanya sudah jelas bagi Sepia. Kenyataan yang pahit itu tidak mampu disangkal dengan kebohongan apa pun lagi. Sekarang keputu
Hampir satu jam lamanya Sepia duduk diam bersama secangkir cokelat di pojok ruangan. Selama itu juga telinganya terasa panas karena mendengarkan obrolan tiga perempuan di depannya sekaligus meratapi nasib malang yang menimpanya.Namun baginya, aroma cokelat dan panggangan roti itu belum cukup membuatnya sedikit lupa dengan kegudahannya. Malah semakin lama semakin bertambah.“Apakah aku harus berjuang untuk mempertahankan rumah tanggaku? Haruskah? Sementara pondasi hubungan yang ingin kupertahankan saja sudah hancur. Jika perselingkuhan yang terjadi ini adalah ujian untuk keluargaku, apakah semuanya akan kembali seperti sediakala saat aku berhasil mengambil hati Ray kembali?”Sepia menuliskan pesan itu kepada Alea. Ia berulangkali mengetik dan menghapus pesan dalam waktu yang lama.Tak berselang lama ponselnya kembali berdenting.“Aku takut memberikan saran untukmu Pia. Aku pernah berada di posisimu dan aku memilih untuk memenangkan hatiku sendiri. Pikirkan matang-matang apapun perasa
Ray terdiam beberapa saat setelah Sepia meninggalkan ruangan itu. Ia memijat pelan keningnya, lalu duduk perlahan di ujung kasur. Urusan ibu dan istri adalah urusan paling rumit yang harus selalu ia hadapi. Ponsel Ray berdenting beberapa kali, membuatnya langsung merogoh saku celananya. Ia menggulir layar ponselnya pelan, beberapa saat raut wajahnya semakin muram dan cemas. Ia beranjak dari duduknya, berjalan mondar-mandir dekat jendela.Langit sudah gelap sempurna terlihat dari tirai yang sedikit terbuka, gerimis juga mengguyur dengan intensitas semakin deras. Sama seperti kekhawatiran yang Ray rasakan, tampak tergambar semakin jelas.“Sial!” umpat Ray. Laki-laki itu mengusap kasar rambut ikalnya. Lalu menutup tirai dengan hentakan cukup keras dan pergi meninggalkan kamar Shabiru.Di meja makan, Nawang sedang menata piring. Sajian ikan berkuah santan berada di mangkuk putih paling besar, berada di tengah dikelilingi nasi dan lauk pauk lainnya.“Oma!”Shabiru berlari kecil menghampir
“Aku juga perempuan, menginginkan hubungan yang pasti. Hubungan yang tidak membuatku takut dan khawatir. Aku menginginkan hubungan resmi yang membuatku merasa aman dan terjaga. Aku juga berhak memintanya kepadamu …,” kata Arumi.Ray tertegun beberapa saat, ia menoleh ke arah Arumi yang menatapnya penuh harapan. Ia kembali memalingkan pandangannya, ia ingin menghindari pandangan itu. Pandangan yang selalu saja berhasil menghipnotisnya selama ini. Arumi cantik dan sempurna dalam pandangan banyak laki-laki begitupun dengan Ray. Lalu Sepia? Ray seolah amnesia dengan pesona yang dimiliki istrinya.Sesaat bayangan Sepia dan awal-awal perjumpaan mereka menghantui Ray. Penyesalan dan rasa bersalah mencuat perasaannya. Ia sudah melangkah terlalu jauh dan entah seberapa besar ia menyakiti perempua itu.“A-aku Gak bisa memberikan apa yang kamu inginkan.” Ray kembali menggeleng untuk ke sekian kalinya. “Tolong mengertilah. Kita hanya dipertemukan dengan ketidaksengajaan.” “Kenapa gak bisa? Lalu
“Kamu pasti akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik, yang belum berumah tangga, mapan dan akan mencintaimu dengan tulus tentunya ...,”Kalimat itu masih terbayang di kepala Arumi. Sampai kapan pun, Arumi mungkin tidak akan pernah percaya dengan sebaris kata menenangkan itu. Sikap Ray yang tiba-tiba berubah begitu mendadak benar-benar membuat Arumi merasa tidak terima dengan keputusan Ray yang meminta hubungan mereka harus berakhir begitu saja.Arumi Sastyas terjebak dalam perasaannya sendiri.Arumi duduk sendirian di sebuah coffe shop bergaya klasik dengan bangunan dominan warna cokelat. Ia menggunakan jaket yang tadi diberikan Ray untuk menutupi lututnya. Ia gerai rambut pirang yang lurus bergelombang, membuat penampilannya terlihat semakin segar.Kepulan asap di cangkir kopinya sudah berlalu sejak tadi, sudah dingin namun Arumi masih belum menyentuhnya sama sekali. Cangkir itu tidak berpindah sedikit pun, ia hanya memutar sendok dan terus mengaduk kopi itu dengan pikiran yang tak
“Apa maksudmu?” kedua alis Ray hampir saling bertaut.Ternyata saat Ray ingin benar-benar kembali, Sepia sudah kehilangan kesabarannya. Sepia tidak bisa lagi mempertahankan hubungan dengan banyak kepura-puraan.“Kurasa aku tidak harus mengulangi kalimatku.” Sahut Sepia.Suasana rumah Ray kembali dipenuhi ketegangan. Ray terus menatap Sepia, menunggu penjelasan jawaban dari sebaris kalimat yang mencengkeram lehernya. Ray tidak menyangka Sepia akan meminta sesuatu yang bahkan tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Meski ada Arumi dan meski Ray berselingkuh, ia tetap tidak pernah ingin kehilangan Sepia.“Kamu pernah bilang ‘kan bahwa kamu akan memenuhi semua permintaanku?” tanya Sepia dengan tegas seraya menahan tangis. “Itu adalah permintaan terakhirku. Tolong lepaskan aku dari ikatan kita, aku sudah tidak sanggup lagi berbohong atas kebohonganmu. Aku sudah tidak bisa lagi berpura-pura dari pengkhianatan yang kamu lakukan.”Ray berusaha memeluk Sepia, namun perempuan itu mundur dan me