Sebuah panggilan dari nomor yang dikenal tapi suaranya berbeda, membuat Lea ada ditempat bising ini. Lebih tepatnya ia sedang melihat Ken yang meracau dengan beberapa wanita disampingnya.Salah satu ruang VIP yang Ken tempati sangatlah bau. Bau alkohol yang menyeruak membuat Lea terbatuk-batuk karena tak kuat."Maaf mba-mba sekalian bisa tinggalkan saya dengan cowok ini?" pinta Lea dengan sopan."Lo siapanya hah?""Ah saya -""Siapa? Gue tanya diem aja.""Saya adiknya," ceplos Lea begitu saja. "Oh adek ipar, oke. Guys kita keluar biarin adik ipar yang urus kakaknya." wanita-wanita dengan pakaian ketat nan seksi itu keluar dari ruangan itu yang menyisakan Lea dan Ken saja.Perlahan Lea duduk didekat Ken, sedikit membersihkan meja yang menurutnya sangat kotor. "Pak Ken?" Lea menggoyangkan lengan Ken tapi tak direspon."Aduh gimana ini? Apa aku hubungi Pak Rendra aja ya?" sejenak Lea melihat jam, sudah larut malam untuk menghubungi seseorang tapi bagaimana caranya dia membawa Ken pergi da
Jalan setapak yang mereka lewati membawa mereka pada satu tempat dimana ini diluar perkiraan Lea.Padahal tadi dia sudah menyiapkan mental untuk segala macam bahaya dan cacian yang akan diberikan Sheila padanya. Namun niat itu pupus saat mereka ada disini."Ini bunga buat kamu, kamu suka kan Sheila?"Ken menaruh bunga itu tepat didepan sebuah pusara indah nan agung milik Sheila. "Dia?""Iya dia sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, karena sebuah insiden."Ada rasa tak enak dibenak Lea saat ini, rasanya canggung. Lea hanya bisa berdiri dibelakang Ken sembari meremas ujung bajunya."Dia satu-satunya wanita yang bisa buat gue jatuh cinta, sejauh ini belum pernah ada yang bisa buat gue membuka hati setelah kepergian Sheila," ucap Ken dengan mengusap pusara Sheila.Kemudian ia bangkit, meninggalkan pusara itu tanpa mengucapkan kata perpisahan. Membuat Lea sedikit bingung dengan Ken, katanya Sheila adalah wanita yang ia cintai tapi kenapa dia pergi tak mengucapkan 'Selamat tinggal'.Lea
Ken hendak mengejar Niko setelah pesan itu masuk ke ponselnya, tapi sayang Niko sudah pergi bersama ayahnya."Kamu kenapa, muka kamu pucat," ucap Karel."Nggak ada pa, ayo pulang." Ken memilih semobil dengan Karel pikirannya tak tenang saat ini karena Niko. Ini ancaman atau sesuatu yang menguntungkan?'Ndra temuin gue di apart nanti malem.' Ken mengirimkan sebuah pesan singkat pada Rendra."Ngapain dia mau ketemu gue, katanya disuruh menikmati weekend. Dasar Ken."***Sebuah tawa menggema di ruangan yang tak terlalu kecil, laki-laki yang terakhir kali Ken lihat sedang menggoyangkan gelasnya ditemani alunan musik klasik yang berputar pada turntable."Bodoh," cicit Niko.Menertawakan kebodohan orang memanglah menjadi hobinya. Nikolas Adhitama, anak dari Andreas Adhitama orang yang saat ini sedang terlibat dengan keluarga Roderick karena masalah bisnis. Sebagai informasi, Niko sudah mengenal Ken sejak lama bahkan saat mereka duduk dibangku SMA.Tapi tidak dengan Ken yang sama sekali tak
Ada yang bilang lebih baik kota daripada desa, ada juga yang sebaliknya. Bagi Lea mau di desa atau kota sama saja, sama-sama ada kehidupan yang berarti untuk dirinya.Pagi-pagi dia sudah disibukkan membantu sang ibu untuk pergi ke ladang. Hari ini hari panen singkong dan akan dijual ke para pedagang."Ini anaknya yang kerja di kota itu ya Bu?" tanya ibu-ibu yang sedang mengambil singkong untuk ia jual di pasar. Dia tetangga Lea."Iya," jawab Rahayu singkat.Lea hanya tersipu, "Cantik begini sudah ada yang punya belum?""Belum atuh mba, anak saya masih kecil," jawabnya sembari tersenyum."Mau nggak sama anak saya, dia kerja di balai desa. Daripada kamu nanti diambil sama om-om mending sama anak saya aja. Hidupnya terjamin."Lea mengerling pada Rahayu memberi isyarat untuk segera mengakhiri obrolan yang semakin lama semakin kemana-mana, membuatnya tak nyaman."Sudah atuh, saya pamit dulu. Mau ke sawah," Rahayu menarik Lea pergi dari sana."Mari Bu,""Jawab dulu atuh Rahayu!"Mereka berja
"Gelap."Hanya satu kata itu yang terucap dari mulut Ken saat ia kembali sadar. Kepalanya terasa berat saat ini hingga ia memijat pelipisnya."Istirahat dulu Ken, jangan dipaksa. Kalo butuh sesuatu bilang aja," ucap dokter Robert sembari ia kembali bekerja.Ken merefleksikan diri, memandang langit yang tampak biru berada dalam satu garis dengan awan yang bergerak cepat. Ini bukan hal yang mudah, ini sulit dan berat."Villa terdekat dimana Ndra?" tanya Ken tiba-tiba."Villa? banyak Ken. Mau apa?""Mau cari tau,""Kasih gue gambarannya nanti gue cari tahu."Ken lalu meminta kertas dan bolpoin pada dokter Robert, ia mulai menggambar Villa yang ia lihat tadi sekenanya. "Nih," Ken menunjukkan gambarnya pada Rendra."Nanti gue cari, masih mau disini atau balik?""Bentar Ndra."Ken menghampiri dokter Robert, "Kemungkinan ingatanku kembali berapa persen?""Aku nggak bisa ngasih kepastian Ken.""Thank buat hari ini." Ken pamit undur diri setelahnya ia harus cari tahu dulu kisah antara dia dan S
Aku harus masuk kedalam permasalah orang lain, apa ini hal yang baik nantinya?Itulah kira-kira yang Lea pikirkan saat duduk di teras rumahnya dengan secangkir teh hangat dan pisang goreng yang ia beli tadi saat pulang kerja.Ia sama sekali belum membaca amplop yang Ken berikan. Jujur ia takut jika harus ikut campur seperti ini."Apa aku harus bantu pak Ken?"Lea menghela nafas, angin berhembus dengan teratur membuat udara semakin sejuk. Matahari sudah turun dan digantikan langit gelap saat ini.Ragu.Lea masuk kedalam kamarnya, melirik pada amplop coklat yang ada disana bergantian dengan lemari yang senantiasa berdiri kokoh disudut kamarnya.Baru saja ia ingin membuka amplop itu, ponselnya berdering ada panggilan masuk. "Keluar gue tunggu!" seru Ken dari seberang sana.Lea mengintip dari jendela, benar ada Ken disana. "Ngapain pak Ken kesini?"Sebaiknya Lea segera keluar daripada ia kena omel nanti. "L
Pagi hari Kana sudah dihadapkan dengan wajah Ken yang datar, "Ngapain? Ini masih pagi, please lah gue masih ngantuk," Kana merengek, bahkan ia mendorong tubuh Ken."Bentar napa sih Na.""Ya makanya bilang lu kenapa pagi-pagi dateng ke kamar gue diem aja lagi.""Kalo gue tanya ke Lo, Lo bakal jawab jujur atau enggak?""Tergantung," Ken mengangkat tangannya seperti akan memukul Kana."Tanya apa?"Saat akan membuka mulutnya kembali, ponsel Ken berdering ada panggilan masuk dari Rendra. "Kenapa Ndra?""Oke gue kesana sekarang." Ken menutup telfonnya, berdiri keluar dari kamar Kana tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun."Aneh tuh orang."Tak butuh waktu lama bagi Ken, ia melesat meninggalkan rumah. Pergi dengan mobil yang akan membawanya ke lokasi proyek terbaru yang sedang ia kerjakan.Sepertinya ada keadaan darurat disana. Padahal ini masih pagi tapi beberapa pegawai sudah hadir di sana mungkin j
Tepat saat itu ponsel Ken bergetar, sebuah pesan masuk dari Niko.'Sorry baru ngabarin, karyawan gue ke kantor Lo buat ngurus masalah pagi ini. Baik-baik ya sama dia.' Tulis Niko disana dengan dibubuhi emoticon senyum."Saya Sheina pak, dari Adhitama Company," ujar wanita itu sembari mengulurkan tangannya yang disambut ragu oleh Ken.Ia bisa merasakan hangat dari sentuhan tangan itu, bisa disimpulkan jika ini bukan mimpi. Ini nyata. "Silahkan duduk."Jujur perhatian Ken tak bisa lepas dari Sheina, bisa dibilang dia sangat mirip dengan Sheila. Mereka kembar?"Pak Ken?" panggil Sheina. "Ya? Ah maaf." Ken terlihat gugup sekarang. Debaran di dadanya sungguh menganggu. Ia harus bersikap profesional.Setelah tenang Ken mulai menjelaskan kronologi hingga penyelesaian yang ia lakukan hari ini tanpa ada yang dia tutupi. "Baik pak Ken, terimakasih atas waktunya. Maaf merepotkan.""Justru saya yang minta maaf karena karya
Biasanya saat malam mulai datang dan waktu semakin mengarah ke tengah malam, Ken dan para karyawannya sudah ada dibawah alam mimpi.Namun kali ini berbeda karena mereka harus bekerja. “Cepat! Cepat sebentar lagi mereka datang!” seru Rendra memberi semangat pada semuanya.Ia baru saja mendapat kabar jika Sheila bersedia untuk menjadi model namun jadwal yang ia punya hanya di malam hari lebih tepatnya tengah malam.Karena waktu semakin mepet dan juga tidak bisa mengajukan jam lain jadi mereka setuju jika malam ini mereka akan lembur yang terpenting perusahaan tidak rugi dan mereka tetap masih bisa bekerja.Lantas apa jawaban Ken iya?---“Gimana setuju atau enggak? Waktuku nggak banyak.” Sheila mendesak Ken saat ini karena Ken tak kunjung menjawab pertanyaannya.“Boleh saya tau apa alasan kamu meminta syarat seperti itu?”“Simpel aja, saya suka sama bapak dan saya mau bapak jadi milik saya.”“Apa nggak terlalu mendadak dan juga ini pertemuan pertama kita setelah yang terakhir itu. Kamu
Tak pernah ada yang mau hal buruk terjadi pada diri kita bukan?Suara Sheila yang mengganggu Ken itu bukan dari arwah Sheila yang sengaja mengganggu tapi karena isi pikiran Ken yang saat itu belum bisa menerima kenyataan jika Sheila sudah tidak ada.Beruntunglah Ken saat itu ada orang yang langsung menelepon ambulance hingga ia berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu, disusul Rendra dan keluarganya yang shock mendengar kondisi Ken yang kritis.Dalam situasi ini tak ada yang bisa disalahkan dan saling menyalahkan.Ken dalam keadaan kritis dan harus di rawat di ruang ICU, ia mengalami koma selama kurang lebih tiga bulan. Saat ia membuka mata ia malah tidak mengenali anggota keluarganya dan juga Rendra.Hati keluarganya sangat terpukul kala itu, dokter menjelaskan jika sebelum kecelakaan Ken sempat mengalami shock berat dan juga pikirannya tidak stabil membuat kondisi kepalanya menjadi trauma yang mengakibatkan dia amnesia.Ini h
“Tapi yang mau saya bahas disini bukan tentang kebodohan pasien saya melainkan kondisi mentalnya. Kenapa saya bilang begitu? Penyakit mental itu datang dengan sendirinya kita nggak minta tapi dia datang tiba-tiba buat kita stress bahkan menghasut kita buat melakukan hal negatif. Bener kan?”“Iya!”“Mungkin jawaban dari audiens tadi benar, normalnya orang saat mendengar kabar duka tentang orang terdekat adalah menangis, tertunduk diam dan merenung. Tapi pernah nggak kalian melihat dari beberapa hari sebelum hari kejadian itu? Bagaimana hubungan orang itu dengan orang yang sudah meninggal, apa komunikasinya baik atau justru ada cekcok dan lain sebagainya.”Ken dan Rendra benar-benar menyimak setiap kata yang dokter Robert katakan.“Kalau kita cari tau pasti kita akan tau sedikit alasan kenapa orang melakukan kesalahan seperti pasien saya. Kunci dari tindakan bodoh manusia itu pada dasarnya ada dipikiran dan kondisi mentalnya.Nggak semua orang p
Salah satu keputusan yang diharapkan membuahkan hasil seperti yang diinginkan.“Udah siap Ken?” tanya Rendra yang datang ke kamar Ken.“Bentar lagi selesai,” jawab Ken yang sedang merapikan pakaiannya.Sembari menunggu Ken, Rendra melihat-lihat kamar Ken sebelum mereka benar-benar pergi untuk waktu yang masih belum diketahui dan tak ada yang bisa memprediksi apakah ingatan Ken akan kembali atau tidak.Usai berkemas, mereka memasukkan barang-barang ke bagasi. Hari ini mereka akan diantar oleh Karel, Thea dan juga Kana pastinya.“Harusnya kalian dirumah aja, nggak perlu repot-repot nganter.” Ken tak suka jika merepotkan keluarganya, apalagi hanya dengan mengantar ke bandara.“Biarin lah kak, biar mama tuh bisa memastikan kalo lo tuh sampe bandara aman. Tau nggak?”“Iya-iya bawel lu, awas aja kalo sampe lo bandel disini. Pulang-pulang gue cincang lo!”“Dipikir gue daging kali ah.”Padahal mereka akan berpi
“Mau minum apa Ken?” tawar Rendra saat mereka baru saja tiba di apartemen Rendra.“Soda.”Rendra mengambil dua minuman kaleng bersoda untuk menemani malam mereka yang terlihat sedikit berbeda dengan sebelumnya. Antara tegang dan juga penasaran.“Kata dokter ingatan gue itu bisa kembali nggak?”“Ada kemungkinan bisa kembali kalo lo pengen bisa konsultasi sama dokter Robert, dulu gue sempet tanya-tanya sama dia soal pengobatan lo dan kalau lo mau lo bisa dateng kesana.”“Kerjaan di kantor masih banyak Ndra?”“Sejauh ini sih enggak paling cuma ngontrol proyek yang sama Niko itu aja sih, selebihnya nggak ada.”“Jadi bisa dong gue tinggal untuk berobat sebentar.”“Maksud lo, mau cuti?”Ken menganggukkan kepalanya, lalu menenggak minumannya. Memejamkan matanya sejenak, ia ingin ini segera berakhir.“Lo yakin Ken?”“Yakin, gue nggak mau dihantui terus kayak ini. Capek Ndra.”“Kalau i
Pagi-pagi sudah dihebohkan dengan kabar jika Ken dan Rendra tak ada dirumah. Mereka menghilang, tanpa kabar dan tanpa jejak, satu yang mereka tau jika keduanya pergi bersama dengan mobil Rendra karena mobil itu tidak ada halaman depan.“Mereka kemana mas?” tanya Thea khawatir. Walaupun hal ini sudah sering terjadi tapi tetap saja menghilang tanpa kabar itu membuat khawatir.Karel mencoba untuk menghubungi keduanya namun tak ada satu pun yang menjawab.“Kamu yang tenang ya sayang, mereka pasti baik-baik aja. Nanti juga ngabarin, kita sarapan dulu ya.” Karel mencoba menenangkan istrinya yang selalu khawatir tentang anaknya.Ibu mana yang bisa tenang saat anaknya tak ada didepan matanya, tanpa kabar pula. Sementara dalam hati Kana sedang mengumpati Ken dan Rendra yang seenaknya pergi begitu saja.Lea pun juga bertanya-tanya kemana mereka pergi. Semoga saja mereka tidak dalam keadaan buruk, hanya itu harapan mereka saat ini.***
Lingkaran dengan angka yang memutar mengelilinginya beserta jarum yang terus berputar masih menunjukkan pada angka dua.Dimana langit masih gelap dan semua orang sedang tertidur dengan nyenyak, namun Ken ia terbangun. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu menilik pada jendela yang terasa sunyi. Seharusnya ia tidak bangun sekarang.Ia melihat pada ponselnya yang baru saja menyala, ada sebuah pesan singkat dari Niko.‘Gue kemarin ngasih Rendra sesuatu, entah lo udah baca atau belum yang pasti itu mungkin bisa ngebantu lo. Gue kayak gini bukan karena gue baik tapi karena ada maunya lo tau itu.’‘Jangan percaya sama gue seratus persen, lo harus percaya sama diri lo sendiri. Satu lagi gue yakin lo udah tau Sheina kan, cewek yang lo temuin di kantor waktu itu dia mirip kan sama Sheila. Gue yakin lo penasaran sama dia, entah mereka ada hubungan apa. Bener kan Ken?’‘Well, selamat berjuang untuk mencari kebenaran itu. Satu pesen gue saat lo menggali ini lebih dalam akan semakin banyak ancam
Setidaknya kalian harus sedikit tau tentang keluarganya Ken, karena bentukan antara luar dan dalam itu berbeda. Jika diluar sangat memikat hati siapapun yang melihat tapi dari dalam belum tentu kalian akan terpesona.Mereka berlibur disalah satu pedesaan didaerah Bandung, dengan view pemandangan yang sangat menyegarkan jiwa dan raga. Alasan kenapa Lea diajak? Ya, pengen aja ngajak Lea. Mungkin sekaligus sebagai ajang untuk bisa saling mengenal.Jangan lupakan Rendra yang selalu jadi ekornya Ken, dia baru saja tiba. Sebuah villa dengan desain minimalis terpampang nyata didepan mata Lea. Ia sungguh tak habis pikir dengan keluarga ini, sebenarnya aset yang dimiliki itu berapa banyak sih.“Lea bantu tante masukin ini kedalam ya,” ujar Thea sembari menjinjing plastik.“Iya tan.”Mereka sedang sibuk memindahkan barang.---Dibelakang villa terdapat sebuah pekarangan kecil dan ada ring basketnya, ya berhubung Karel dan anak-anaknya hobi main basket jadi dimana pun pasti ada ring basket.Rendr
***Lea perlahan membuka matanya, samar-samar ia melihat seseorang sedang menatapnya. Apa dia sedang bermimpi, ia juga samar mendengar orang itu memanggil namanya.Ia mengucek matanya, saat ia tau bahwa itu adalah Ken sontak Lea mendorong Ken hingga ia jatuh ke lantai.“Akh!” rintih Ken.“Pak Ken ngapain disini!” Lea berteriak dan langsung menutupi dadanya dengan kedua tangan yang menyilang. Wajah Lea panik, ia takut Ken berbuat yang tidak-tidak padanya.“Lo kira-kira dong kalo mau dorong, udah tidur sembarangan dipindahin ke kamar bukannya makasih malah didorong. Kalo lo masih tidur di kolam, jadi makanan nyamuk lo.” Ken mencerca Lea dengan segala perkataan yang membuat Lea sadar jika ia ternyata tertidur setelah bercerita dengan Thea tadi.Matanya menjelajah kamar ini, yang memang bukan kamarnya. Lea terunduk malu, karena dia salah. “Maaf pak, nggak sengaja. Saya pikir bapak macem-macem sama saya, lagian bapak kenapa ngeliatin saya kayak gitu? Kan saya kaget.”“Gue mau makan lo karen