Komo menatap Darren, dia tidak mungkin mengatakan kepada Danda apa itu belah duren. Anne segera turun tangan untuk membuat Danda tidak bertanya lagi. "Sayang, ayo kita pergi sekarang. Masih banyak yang mau salam dengan Om Komo. Kita makan kue coklat di sana saja atau kita makan duren saja di luar. Ayo, Papa kita pergi makan duren, Danda mau tidak?" tanya Anne melihat ke arah Darren. Darren mendengar pertanyaan dari Anne menganggukkan kepala. Darren pun ikut jongkok dan ikut membantu Anne untuk berbicara dengan anaknya. "Iya, ayo kita pergi beli duren. Nanti kita kasih ke Om Komo. Dia sangat suka dengan duren. Benar tidak, Om Komo?" tanya Darren sambil mengedipkan matanya. Komo membolakan matanya, dia tidak menyangka jika Darren mau memberikan dia duren sedangkan yang dia mau duren lain. "Ya sudah, ayo kita pergi. Kalian ini lama sekali, ayo cepat kita turun, Danda ayo kita pergi jangan dengarin apapun, kasihan cucuku karena kalian semua, wong edan!" sungut Nyonya Dini.Darren,
Komo mulai bermain, dia tidak menunggu lama tubuh Marlin mulai menegang saat wajah Komo mendekati wajahnya. Kedua bibir anak manusia tersebut mulai mengecup satu sama lain, perlahan Komo mendesak lidahnya ke bibir Marlin untuk terbuka. Marlin pun tanpa menunggu aba-aba dari Komo segera membuka mulutnya dan melumat bibir bawah Marlin. Keduanya saling perang lidah dan suara ucapan terdengar cukup jelas. Komo melepaskan tautannya dan memandang ke arah Marlin dengan tatapan yang sayu. Marlin mengusap wajah Komo dengan perlahan. Tubuh Komo menegang mendapatkan usapan lembut dari Marlin. "Kita mulai ya jangan takut, aku akan pelan," ucap Komo. Komo mengecup sekilas bibir Marlin yang sudah bengkak akibat ulahnya. Komo mulai menyesap ujung gunung Marlin yang berwarna pink. Komo sudah seperti anak bayi yang kehausan. Komo secara bergantian menyesap gunung Marlin. Komo menyesap dengan rakus gunung kenyal tersebut dan gunung sebelahnya ikut diremas oleh Komo dengan pelan dan lembut. "Eughh,
Darren enggan untuk turun karena dia sudah kadung on tidak mungkin off. Darren menatap Anne dengan tatapan satu memohon kepada Anne untuk tidak meminta dia membukakan pintu. Tapi, sebaliknya Anne tidak sama dengan dirinya. "Jangan minta udahan, Sayang. Nanggung Sayang. Tolong lah, kasihani lah suamimu yang sudah berdiri tegak bak tongkat sakti kalau di suruh buka itu pintu maka aku akan bisa lesut lagi, nggak on lagi, Sayang. Ayolah, jangan memintanya. Sedikit lagi," ucap Darren yang merengek untuk tidak meminta menyudahi kuda- kudaan. "Siapa tahu penting, buka dulu nanti kita lanjutkan lagi," ucap Anne meminta Darren untuk membukakan pintu. "Tapi, ini sudah seperti ini. Bagaimana menidurkan dirinya. Tongkat sakti berdiri tegak dan tidak mungkin bisa off lagi, ayo lah, Baby. Jangan seperti ini, tega sekali dirimu ini kepadaku," jawab Darren dengan raut wajah sendu. Anne tidak tega melihat suaminya yang sendu tapi karena suara ketukan semakin kencang membuat Anne tidak bisa mengab
Bram yang sudah masuk ke dalam kamar mencari ke sekeliling kamar. Tidak satupun dia menemukan Dinda. Bram berlari ke arah kamar dia menduga jika Dinda ada di sana. "Kemana dia, apa dia di kamar mandi. Dinda, Sayang. Apa kamu sedang mandi? Aku ikut mandi ya, Sayang?" tanya Bram yang berteriak kencang memanggil sang wanita. Bram membuka pintu kamar mandi dan alangkah terkejutnya Bram tidak menemukan sama sekali Dinda di kamar mandi. Bram balik ke arah kamar dan saat melihat ke arah jendela Bram berlari dan begitu gorden terbuka terlihat jendela sudah terbuka. "Akhhh, sial kamu Dinda, berani~beraninya kamu pergi dari sini. Akhhhhh! Aku tidak akan mengampuni kamu!" teriak Bram dengan kencang. Nafas Bram memburu dia segera keluar meminta ke anak buahnya untuk menangkap Dinda. Bram menduga jika Dinda belum pergi terlalu jauh jadi memudahkan anak buahnya untuk menangkap Dinda. Brakkk! "Hei, kalian cepat cari wanita itu, cepat pergi dari sini!" teriak Bram meminta kepada anak buahnya
Dinda yang sudah berada di mobil segera melajukan mobil meninggalkan rumah Bram. Tanpa peduli sama sekali apa yang terjadi. "Syukur tidak ada yang tahu aku pergi. Tapi, anehnya kemana anak buah dari pria tidak tahu diri itu ya? Apa dia memecatnya atau mencari aku. Hahah, carilah aku sampai dapat aku tidak akan kembali lagi ke sini dan Bram pun sudah mati, rasakan itu!" geram Dinda yang segera melaju menuju rumahnya. Dinda harus sampai di rumah. Dia ingin segera mandi karena tubuhnya yang penuh darah Bram. Berbeda dengan Darren yang saat ini sudah bangun dan menatap ke arah Anne juga anaknya Danda. "Kalian sudah bangun? Apa sudah mandi?" tanya Darren yang duduk dan memperhatikan keduanya. "Baru saja. Kamu mandi sana bukannya hari ini kamu ke kantor. Jangan malas-malas, ingat kami butuh duit untuk shoping benar tidak, Sayang, Mama?" tanya Anne sambil mengecup Danda. "Benar, Papa. Kami butuh uang untuk beli boneka yang banyak," jawab Danda dengan senyum mengembang. Anne mendengar
Seseorang itu adalah Komo. Komo yang ditawarkan bulan madu ke Maladewa tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Bukan dia tidak mampu tapi dia sangat mampu. Karena ini hadiah bulan madu jadi dia menerimanya dengan senang hati. Dan, dirinya menyudahi untuk berlama di hotel dan membawa Marlin pulang ke apartemen pagi-pagi. "Sayang, sudah selesai? Jika sudah ayi kita pulang. Aku harus bekerja, karena jika kerjaan aku tidak selesai maka aku akan gagal ke Maladewa bersamamu. Aku tidak mau kita ke Maladewa dengan uangku. Kebetulan sahabatku memberikan kesempatan aku tidak menolaknya," jawab Komo membuat Marlin menggelengkan kepala. Kamu ini benar-benar tidak tahu diri. Harusnya, kita bulan madu pakai uangmu, ini tidak. Tapi, ya sudah tidak apa lagian kita bisa menghemat pengeluaran," jawab Marlin. Komo yang mendengar perkataan istrinya tersenyum geli. Tadi dia dikatakan tidak tahu diri sekarang malah dia mengatakan tidak apa. "Ayo kita pergi sekarang aku tidak sabar ingin ke kantor." Komo
Komo Darren dan seorang pria yang tidak lain adalah Paman Boni yang duduk saling berhadapan satu sama lain. Belum ada yang bersuara sama sekali. "Kenapa kita diam, paman?" tanya Komo memecahkan keheningan di ruangan tersebut. "Ada apa paman? Kenapa paman berkata seperti itu? Apa paman tidak mau mengatakan sesuatu? Jangan buat kami penasaran, paman," ungkap Darren yang menanyakan kenapa pamannya ini tiba-tiba ingin bicara dengan wajah yang serius. "Begini, paman sudah menyelidiki siapa yang di belakang terormu. Anak buah paman sudah mendapatkan informasi dan dia seorang pria yang bernama, Bram. Bram ini seorang mafia Darren dan tidak ada yang bisa menangkapnya dan dia juga buronan polisi. Dan anehnya, dia meninggal secara mengenaskan. Paman di beritahu oleh anak buah paman yang menjadi mata-mata kalau dia di bunuh. Kalian tahu siapa yang bunuh dia?" tanya Paman Boni dengan serius. "Sebentar dulu, aku tidak mengerti yang paman katakan. Mafia dan teror? Apa hubungannya dengan Darren
"Asal menipunya," jawab Darren kembali. Komo dan Paman Boni menyerngitkan kening. Menipunya seperti apa pikir keduanya. Komo membenarkan duduknya dia ingin lebih jelas mendengar apa yang Darren katakan. "Sebentar dulu, menipunya bagaimana ya? Apa kamu mau menipu dengan cara penyamaran. Kalau memang iya ya sudah memang seperti itu yang gue dan paman katakan. Terus salahnya di mana coba?" tanya Komo yang makin tidak mengerti dengan cara pikiran Darren. "Benar itu, Ren. Bukannya penyamaran juga larinya ke sana juga ya. Kenapa kamu malah mengatakan menipunya?" tanya Paman Boni dengan serius. Darren mencondongkan tubuhnya ke depan. Melihat reaksi dari Darren membuat Komo dan Paman Boni ikut melakukan hal sama. "Dengar baik-baik ya," jawab Darren. Darren mulai mengatakan apa rencananya dan dia tidak sedikitpun menutupinya. Komo dan Paman Boni terkejut mendengar rencana Darren. Dia tidak tahu ide dari mana yang Darren dapatkan. Komo menoleh ke arah Paman Boni dan tersenyum. "Bagaiman
Raya tidak menjawabnya, dia membuang wajahnya. Mustafa pasrah, dia akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Tidak akan memaksa wanita jika tidak mau menikah dengan dirinya. Lebih baik dirinya pergi dan menjauh. Sejak kejadian tersebut Mustafa tidak lagi bertemu dengan Raya. Dia bekerja di tempat penjual bunga milik Marlin. Toko bunga yang dia kelola sangat ramai karena wajah rupawan Mustafa membuat toko bunganya ramai di datangi oleh pelanggan terutama pelanggan wanita. Anne dinyatakan hamil, Danda dn Darren juga Nyonya Dini ikut bahagia, begitu juga dengan Komo juga mendapat kabar jika Marlin hamil. Bulan berganti bulan, baik Darren dan Komo sudah mendapatkan buah hati mereka. Tepat satu tahun, anak kedua Darren berjenis kelamin laki-laki di beri nama Dafa Putra Stockholm berulang tahun."Mama, adik tidak mau pakai pakaiannya!" teriak Danda mengatakan jika adiknya Dafa tidak mau memakai pakaiannya.Darren dan Anne yang mendengar teriakkan Danda menggelengkan kepala. "Lihat anakmu itu,
Darren menggelengkan kepala dia tidak tahu apa yang terjadi. Baginya anak dan istrinya sudah selamat itu yang terpenting. Tidak berapa lama mobil polisi tiba. "Itu mobil polisi, ayo kita keluar dan lihat apakah dia selamat atau tidak." Darren mengajak Anne dan anaknya turun. Komo yang sudah menghubungi Surya bisa bernapas lega, Surya sudah sampai di lokasi dan sudah membawa ambulan untuk mengevakuasi kecelakaan. "Aku harap Darren dan keluarga kecilnya selamat." Komo memarkirkan mobil sedikit jauh dari lokasi kecelakaan. Jalanan yang tadinya sepi mulai ramai. Warga sekitar mendengar terjadinya kecelakaan berbondong-bondong ke lokasi kejadian. Garis polisi terpasang. Komo berlari mencari Darren dan saat melewati kerumunan warga akhirnya Komo bisa bertemu dengan Darren serta anak dan istrinya. "Syukur lah, elu bisa selamat. Gue pikir elu yang kenapa-napa. Apa yang terjadi sebenarnya, kenapa elu bisa diserang oleh si rubah itu. Dan kenapa si rubah itu yang kecelakaan?" tanya Komo pe
Mustafa, pria tersebut sudah berubah menjadi pria pada umumnya. Dia tidak lagi berbicara seperti biasanya. Dia jatuh cinta dengan Raya pada pandang pertama. Tentu saja itu membuat Mustafa senang karena gaya bicaranya yang semula seperti pria gemulai sekarang dia menjadi pria sejati. "Aku yakin dia pasti bertemu dengan Dinda, si rubah itu. Aku tidak mau Raya terpengaruh lagi. Aku harus selamatkan Raya," ucap Mustafa yang segera mengikuti Raya. Raya yang tahu di mana sekolah Danda segera ke sana. Raya melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera bertemu dengan Dinda dan tentunya dia ingin membantu Dinda karena sedari awal dia membantu Dinda. "Sayang, bawa mobilnya pelan saja, jangan ngebut. Lagi pula masuk sekolah juga masih lama, tapi tumben ya tidak macet," ucap Anne meminta ke Darren untuk tidak terburu-buru. "Ini standar saja, Sayang. Tidak ngebut juga. Kamu tenang saja. Jalan masih lenggang karena besok hari libur, jadi banyak yang malas kerja," jawab Darren. "Ck
Paman Boni segera menjawab panggilan telpon yang masuk. Panggilan tersebut dari anak buahnya yang mengikuti Dinda. "Hmm, ada apa?" tanya Paman Boni. "Dia baru membunuh satu orang lain. Kami tidak tahu dia siapa dan mayatnya dibuang di jurang," jawab anak buah paman Boni mengatakan jika Dinda membunuh orang. Paman Boni mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya terkejut. "Apa? B~bunuh orang? Apa tidak salah?" tanya Paman Boni yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh anak buahnya. "Iya, kami tidak salah sama sekali. Kami ada di sana saat dia membuangnya. Kami juga ada rekaman saat dia membuang mayat itu. Segera kami kirim, Tuan," jawab anak buah Paman Boni. Paman Boni tidak pernah menyangka jika Dinda lagi-lagi membunuh orang. Entah yang ada di pikiran wanita itu. Dia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. "Baiklah, sekarang kalian awasi dia. Jangan sampai ketahuan. Nanti saya hubungi lagi," ucap Paman Boni mengakhiri panggilan dengan anak buahnya. Darren dan Ko
"Ini tidak salah? Benar ini suara dia dan dia mengatakan hal itu?" tanya Darren lagi memastikan apa yang terjadi dengan suara rekaman tersebut. "Benar, itu suara dia. Gue juga dengar sendiri dia mengatakan itu. Jadi, apa rencana lu?" tanya Mona. "Sebentar dulu, suara elu kenapa berat gitu. Apa ketelan balok lu saat di dekat Raya? Atau suara lu baru di cor?" tanya Komo yang sedikit curiga kenapa suara sahabat istrinya berubah seperti itu. "Bener bos, suaranya berubah. Apa tadi ke sini elu. . Makan biji kedongdong ya, makanya nyangkut di tenggorokan elu. Bos, ini tidak bisa dibiarkan, dia harus di operasi. Kalau tidak suaranya tidak pulih," ucap Paijo meminta ke Komo membawa Mustafa atau Mona untuk operasi suara. Mona menghela nafas, dia tidak mengerti kenapa keduanya mempermasalahkan suarnya yang seperti itu. Mona menatap ke arah Darren yang masih terus mengulang suara dari Dinda terlihat juga wajahnya mengetat saat suara Dinda yang meminta menghabisi kesayangannya itu. "Jadi, apa
Raya akhirnya mengikuti apa yang Mustafa katakan. Dia menjawab panggilan dari seseorang yang tidak lain adalah Dinda. Raya mengaktifkan speaker dan berjalan menuju Mustafa. Raya duduk di sebelah Mustafa. Dia melihat ke arah Mustafa dengan wajah ketakutan. Mustafa memberikan kode kepada Raya untuk tidak khawatir dan takut kepadanya. Raya pun memberanikan diri untuk menjawabnya. "H~halo, ada apa?" tanya Raya dengan suara terbata-bata. "Wah, kamu senang sekali aku tidak menghubungi kamu. Apa selama ini kamu tidak tahu aku menunggu hasil kerjamu. Jangan katakan kalau kamu sedang bersama pria dan bermain di ranjang. Ck, dasar perempuan murahan!" hina Dinda yang membuat Mustafa mengetatkan rahangnya mendengar perkataan dari Dinda. Raya yang tidak terima di hina segera angkat bicara. "Aku perempuan murahan. Kamu yang murahan, aku tidak pernah sedikitpun mengejar suami orang. Dan aku juga tidak mengakui jika suami orang itu suamiku, tidak sepertimu. Sudah selingkuh tapi masih mengakui suam
Anak buah Paman Boni mengikuti Dinda mereka ingin tau kemana Dinda pergi dan mereka ingin mencari tahu apa yang Dinda lakukan. Dinda terus melaju menuju tempat yang akan dia tuju. Walaupun menempuh perjalanan yang cukup jauh Dinda tidak peduli. "Aku harap tidak ada yang menemukanmu, aku akan buat kamu di tempat yang jauh dan ini balasan atas apa yang terjadi. Aku pastikan kamu akan membusuk di sana," gumam Dinda yang terus menerus mengomel sepanjang perjalanan. Perjalanan yang cukup jauh akhirnya membawa Dinda sampai di tujuannya. Suasana sudah gelap gulita saat sampai di tepi jurang. Dinda melihat suasana yang cukup sepi. 'Baiklah, saatnya aku membuang ini semuanya. Aku akan membuangnya di sana. Semoga tidak ada yang tahu apa yang aku lakukan.' bathin Dinda yang turun dari mobil dan berjalan ke arah bagasi mobil. Dari kejauhan anak buah Paman Boni sudah merekam semua yang di lakukan Dinda. Mereka terkejut melihat apa yang dikeluarkan oleh Dinda. "Lihatlah, dia bawa apa itu. Apa
"Kita tunggu kabar dari Mona sahabatmu itu dan paman Boni karena saat ini Paman Boni mengumpulkan data. Sekarang sudah jangan kamu pikirkan itu. Kita harus berjaga-jaga, jangan sampai kita lengah," jawab Darren memeluk Anne. Anne balas memeluk Darren dia percaya suaminya akan melindunginya. Keduanya berada di kamar mandi dan tentu saja saat ini, Darren ingin bermain panas di kamar mandi. "Baby, mandikan aku boleh?" tanya Darren dengan senyum mengembang. "Kalau mandi saja aku mau, tapi kalau mandi keringat aku tidak mau, Sayang. Kasihan Danda dia pasti menunggu kita di bawah, nanti saja," jawab Anne yang berjalan ke arah kamar mandi. Anne bukan menolak suaminya, tapi saat ini dia sudah mandi dan anaknya juga pasti menunggu mereka. Jika terlalu lama yang ada Danda akan mencarinya terlebih lagi dengan mertuanya. "Baby, ayo dunk. Udah tegang ini, lihatlah, kamu tidak kasihan. Masa aku harus main solo. Nggak enak, Baby," rengek Darren yang mengikuti ke Anne kemana saja. Anne menghel
Mendengar perkataan Raya, Mona atau Mustafa langsung melumat bibir Raya. Tidak peduli dengan jawaban dari Raya. Baginya sudah terlanjur gairahnya keluar jadi dia harus menuntaskannya. "Jangan menyalahkan aku jika nanti kamu kehilangan sesuatu dari dirimu, Baby," ucap Mustafa yang memperingati jika dia akan mengambil sesuatu dari Raya. Mustafa mengira jika Raya sudah tidak virgin lagi. Jadi, dia berkata seperti itu untuk membuat Raya mencegahnya tapi nyatanya Raya tidak melakukannya dia ikut dalam gairahnya alhasil keduanya melanjutkan tanpa lgi peduli apa yang terjadi nanti. "Euhmm, aku ingin lebih," racau Raya. "Aku akan memberikannya lebih padamu, Sayang. Tunggulah dulu," jawab Mustafa. Mustafa merobek pakaian Raya begitu saja dan membuangnya di sembarangan tempat. Mata Mustafa membola saat melihat lekuk tubuh Raya. Walaupun masih tertutup segitiga dan penghalang gunungnya tapi kemolekan tubuh Raya benar-benar menggoda. "Sangat cantik, tubuh yang aku sukai, ayo kita lakukan s