Beranda / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / 53 - Pertempuran Yang Tak Berujung

Share

53 - Pertempuran Yang Tak Berujung

Penulis: Rytíř
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-20 18:04:31

Keinginan dan hasrat manusia memang tak pernah ada habisnya. Ada yang berusaha memenuhinya dengan cara yang menurutnya mulia. Ada juga yang harus merenggut impian orang lain untuk memenuhi ambisi pribadinya, dan itu pun sering kali dinilainya masih mulia, menurutnya.

Sudah ratusan tahun, tak terhitung jumlah nyawa yang sudah dikorbankan. Perang dan pembantaian silih berganti memakan ribuan nyawa.

Ada yang berkorban demi kehormatan. Ada yang berkorban, mengambil resiko demi mengangkat harkat dan martabat keluarga. Ada yang gugur demi memastikan kebahagian dari orang-orang yang berarti untuknya.

Namun satu hal yang berlaku sama untuk mereka semua, semuanya mati dalam satu misi pemenuhan ambisi seorang raja.

“Pertahankan barisan kalian. Jangan gentar!”

“Musuh tak akan mengasihani kalian meski kalian memohon.”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Keris Bunga Bangkai   54 - Menjadi Lebih Kuat

    Setelah perperangan yang terjadi di siang hari, tempat itu kembali digenangi oleh darah dan potongan-potongan tubuh para dedemit. Memang jumlah mereka tak sebanyak yang sebelumnya dia temui di rumah Waradana, dan Rangkahasa pun menggunakan itu sebagai objek latihannya.Rangkahasa tahu bahwa dia tak bisa sepenuhnya menghindar dari kondisi seperti itu. Mau tak mau, dia harus membiasakan diri dan berusaha menjadi lebih kuat.Dia senantiasa bergerak, namun selalu berusaha untuk mengurangi gerak-gerakan yang tak berguna. Setiap kali pedang itu diayunkannya, potongan lengan para dedemit berterbangan di mana-mana. Karena tahu jumlah mereka tak terlalu ramai, Rangkahasa tidak langsung membunuh mereka.“Cepatlah berdiri,” bukankah aku yang kalian inginkan?” serunya lirih menunggu para dedemit itu kembali bangkit.Karena terlalu sibuk bermain dengan para dedemit it

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Keris Bunga Bangkai   55 - Hanya Bocah Gelandangan

    Rangkahasa hanya bisa menatapnya, tak berani mengintimidasi ataupun mengusirnya. Dia berjalan pelan ke arah kanan mencoba menghindar, dan harimau itu masih diam saja menatap ke mana dia berjalan.Begitu sampai di bawah pohon itu, dia menuruni tanah yang sedikit miring dan tiba-tiba tubuhnya terhuyung dan tersandar pada batang pohon. Ada sedikit lubang yang menjorok ke dalam di bagian pangkal pohon tersebut. Rangkahasa pun merangkak ke sana dan kemudian tertidur di dalamnya.Tanpa disadarinya, harimau itu datang menghampiri. Harimau itu berdiri di depannya, hanya diam saja. Sesaat kemudian, harimau itu mendekat dan menggulung tubuhnya di dalam lubang tersebut dan ikut tidur di sebelah Rangkahasa.Esok paginya, prajurit dari kerajaan Telunggung keluar dari benteng mereka dan mulai sibuk membereskan mayat dari rekan mereka yang gugur.“Apa-apaan ini?” tanya salah seorang dari m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Keris Bunga Bangkai   56 - Mata-mata Dari Marajaya

    Prajurit yang lainnya pun histeris karena orang yang mereka anggap hanya bocah gelandangan biasa tiba-tiba saja memotong tangan temannya. “Wisnu!” teriak salah seorang dari mereka datang menghampiri. Satu prajurit itu masih menjerit menangis memegangi tangannya yang terpotong, terduduk bersandar pada temannya yang baru saja datang menyambutnya. Sementara itu, empat prajurit lainnya terlihat murka. Mereka sama sekali tidak melihat dengan jelas apa yang baru saja dilakukan Rangkahasa. Namun kucuran darah di lengan teman mereka itu, sudah cukup menyulut kemarahan mereka. “Apa yang telah kau lakukan, bangsat?!” “Dasar, bocah setan!” Mereka langsung datang sembari mengangkat golok mereka. Namun tiba-tiba nyali mereka ciut karena merasakan hawa membunuh yang begitu kuat mengintimidasi keluar dari remaja tersebut. Meski begitu, Rangkahasa terlihat seperti belum sepenuhnya sadar. Belum lama dia terlelap sesaat sebelum tumpukan mayat itu membangunkannya. Sekarang tubuhnya sedikit berayun

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Keris Bunga Bangkai   57 - Tanisha Ardhana

    Setelah beberapa lama Rangkahasa tertidur di tempat yang teduh, tiba-tiba satu berkas cahaya dari pintu yang baru terbuka menerpa matanya. Dia pun terbangun, dengan kepala sedikit pusing mencoba mengamati kondisi di sekelilingnya. Ketika dia hendak mengocek bola matanya, tahu-tahu kedua tangannya terikat. Begitu juga dengan kedua kakinya. Rangkahasa kaget dan bingung, mencoba bangkit dan mendapati dirinya berada dalam sebuah penjara berjeruji besi. “Di mana? Bagiamana aku bisa sampai di sini?” gumamnya. Dia mencoba menarik-narik rantai yang mengikat tangannya. Ketika sadar rantai itu tak mungkin bisa diputusnya, baru kemudian dia berteriak. “Hoi, siapa yang membawaku ke sini? Segera lepaskan aku!” bentaknya. Bam!!! Tiba-tiba sesuatu menghantam jeruji penjara tersebut.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Keris Bunga Bangkai   58 - Gembala Yang Tersesat

    Rangkahasa menjauhkan wajahnya, kemudian melirik ke sekeliling mencari pedang hitam Damaskus miliknya. Putri tersebut mulai sibuk mengikuti lirikan Rangkahasa ke sana ke mari. Hingga tiba-tiba perut Rangkahasa berbunyi karena belum makan seharian. Putri itu menutup mulutnya sembari tertawa. “Apa kau ingin makan?” tanyanya kembali mendekatkan wajahnya begitu dekat ke arah Rangkahasa. Rangkahasa mendorongnya menjauh, dan langsung beranjak dari dipan tersebut. “Di mana kalian sembunyikan pedangku?” tanyanya. Putri itu kembali memasang wajah polosnya, memperlihatkan gelagat kalau dia sama sekali tak tahu soal itu. Hal itu membuat Rangkahasa semakin jengkel, namun tak tahu juga harus berbuat apa. Putri itu berdiri, dan kembali mendekatkan dirinya. Lagi-lagi Rangkahasa menjauhkan wajahnya, mera

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Keris Bunga Bangkai   59 - Obsesi Aneh Putri Tanisha

    Namun Rangkahasa sama sekali tak begitu tertarik untuk berurusan dengan orang-orang yang berada di dalam tenda tersebut. Dia hanya memikirkan pedang hitam Damaskus miliknya.“Apa kau yang bernama Bhadra?” tanya Rangkasa pada laki-laki tersebut.Laki-laki itu mengernyitkan dahinya, sedikit terkejut melihat lantangnya cara Rangkahasa berbicara padanya.“Bukan. Aku adalah Senopati Bayantika. Aku dan Bhadra yang membawamu ke tempat ini. Tapi Bhadra saat ini sedang tidak ada di perkemahan. Ada apa kau mencari dia?” balas Senopati tersebut bertanya.“Aku hanya ingin mencari pedangku,” balas Rangkahasa.Namun sesaat kemudian, dia menemukan pedang hitam damaskusnya tersandar tak jauh dari tempat laki-laki itu duduk. Rangkahasa langsung bergegas mengambilnya. Seiring berjalan menghamp

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23
  • Keris Bunga Bangkai   60 - Kembali Menjadi Prajurit Bayaran

    Ganendra hanya mengusap-usap kepalanya mengikuti Panglima Danadyaksa dari belakang, sama sekali tak bisa membantah hal tersebut.“Pada hal aku tidak begitu keras menendangnya, tapi anak itu sama sekali tak bisa mengelak, tak juga kuat menahan tendanganku,” jelas Senopati Ganendra.Namun Senopati Bayantika tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, seakan dia mengatakan bahwa Ganendra telah salah memahami sesuatu.“Apa kau tak sadar, dia sengaja menerima tendanganmu sembari melompat ke arah luar tenda,” sanggahnya.“Maksud Kangmas bagaimana? Apa dia bermaksud meremehkanku dan menganggap tendanganku bukan apa-apa?” tanya Ganendra bingung.Senopati Bayantika terus saja tersenyum hingga dia kembali duduk di dekat hamparan peta di dalam tenda tersebut.“

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23
  • Keris Bunga Bangkai   61 - Harga Diri Yang Tergores

    Lagi-lagi Panglina Danadyaksa mengerutkan keningnya, masih menyangsikan anak yang berdiri di depannya. Dia pun berdiri, menepuk bahu Rangkahasa dua kali dan mengajaknya keluar dari tenda sembari merangkul bahunya.“Ikutlah denganku anak muda,” serunya mengajak keluar.Sesampai di luar, Panglima Danadyaksa membawa Rangkahasa berjalan ke arah kanan dari tendanya, menuju ke sebuah tenda lain yang ukurannya lebih besar. Di sebelah tenda itu, ada beberapa orang pendekar. Mereka sama sekali tak menggunakan bentuk pakaian yang sama seperti prajurit lainnya.Sementara dari tenda yang besar itu ada juga beberapa pendekar lain yang keluar dari sana. Di bagian belakang tenda, terdapat beberapa pendekar seperti sedang berlatih, atau mungkin seperti sedang bergelut satu sama lainnya.“Kau lihat mereka? Mereka semua adalah prajurit bayaran. Mereka tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-23

Bab terbaru

  • Keris Bunga Bangkai   197 - Pendekar Misterius Di Daerah Perbatasan

    Dia terlihat menggerak-gerakkan tangannya seperti mencoba memeriksa apakah tangannya sudah bisa digunakan. Sesaat kemudian, Nyi Lorong menarik tenaga dalamnya, seperti berniat menghadapi pendekar misterius itu lebih serius.Namun tiba-tiba, potongan kepala pria yang bernama Mantir itu tergeletak di dekat kakinya. Sementara tubuh si Mantir masih berdiri dengan leher seperti terbakar oleh api. Begitu juga dengan bagian leher di potongan kepala tersebut, seperti terselubung oleh api.Anehnya, tubuh tak berkepala itu masih bisa berjalan ke arah Nyi Lorong seperti mencari kepalanya. Tubuh itu memungut kepala tersebut dan kembali menempelkannya.“Apa-apaan kalian ini?” guman salah seorang pendekar misterius itu.Nyi Lorong pun mulai tertawa seperti merasa begitu senang mempermainkan kewarasan mereka.Tiba-tiba, pendekar misterius lainnya berseru memanggil temannya itu untuk menjauhi Nyi Lorong.“Lindo Aji, menjauhlah!” panggilnya. “Sudah jelas mereka adalah sebangsa siluman. Pedang biasa ta

  • Keris Bunga Bangkai   196 - Ajian Peluruh Indra

    Sementara itu, kondisi di perbatasan antara wilayah Marajaya dan Telunggung masih belum juga reda seperti yang mereka kira. Memang, Benteng Kalaweji yang dijaga oleh Panglima Danadyaksa masih terlihat aman tanpa ada gangguan. Begitu juga dengan benteng perbatasan bagian utara dari Kerajaan Telunggung. Namun hutan-hutan belantara di antara kedua benteng itu mengalami kekacauan. Para genderuwo masih berkeliaran mengusik ketenangan hutan. Mayat-mayat dari sebagian mereka juga semakin bertambah bergelimpangan di tengah hutan tersebut. Sebagian dari prajurit yang menjaga Benteng Kalaweji memang menyadari kegaduhan itu. Mereka sering melihat burung-burung ataupun kelelawar di senja haru berterbangan seperti terganggu oleh sesuatu. Namun tak satupun dari mereka yang berani untuk pergi memeriksa, dan memang Panglima Danadyaksa tak sekali pun memberikan perintah. Sekelebat bayangan bergerak cepat di atara pepohon, dan sesaat kemudian dia pun bersuara begitu keras. “Saprol! Apa kau belum jug

  • Keris Bunga Bangkai   195 - Keputusan Rangkahasa

    Namun ternyata, apa yang mereka khawatirkan sedikit meleset. Ki Bayanaka tak pernah menolak permintaan orang yang ingin belajar padanya. Yang ada, hampir semua yang ingin berguru padanya memilih berhenti karena beratnya latihan yang diberikan. Sementara itu, Rangkahasa sendiri tak pernah sekali pun meminta berguru pada orang tua tersebut. Dia hanya mendirikan sebuah gubuk sederhana di tengah-tengah hutan, sedikit agak jauh dari padepokan Ki Bayanaka. Namun tempatnya tak juga terlalu jauh agar dia selalu bisa berkunjung menemui Dharma dan Indra. Sering kali dia datang hanya untuk mengganggu teman-temannya itu. Karena sudah memilih untuk hidup mengasingkan diri, dia tak sekalipun menyia-nyiakan waktu untuk tetap bersama selagi masih ada kesempatan. Malamnya, dia selalu pergi mengasingkan diri di gubuk yang dia bangun sendiri di tengah-tengah hutan. Sesekali Dharma ikut menemaninya, tapi tak juga terlalu sering karena harus meneruskan latihannya. Panglima Tarendra sendiri pada akhirnya

  • Keris Bunga Bangkai   194 - Perpisahan

    Setelah menyelesaikan kekisruhan di kekeratonan Marajaya, Tarendra memerintahkan Bayantika untuk membawa semua prajurit khususnya untuk kembali ke pusat kekeratonan. Sementara itu, Panglima Danadyaksa tetap bertahan menjaga daerah perbatasan di Benteng Kalaweji.Panglima Adji Antharwa pun diperintahkan kembali oleh Prabu Yashaskar menjaga wilayah bagian timur. Tarendra sendiri memilih kembali ke Gunung Saringgih. Seperti yang dikatakan oleh Ki Bayanaka, dia harus kembali mengulangi ujian Tapa Adi Luhur sebelum menerima tahta kerajaan dari Prabu Yashaskar.Seperti biasanya, Ki Bayanaka sudah pergi lebih dulu di malam hari tanpa memberikan kabar seorang pun. Tinggal Tarendra sendiri yang akan melakukan perjalanan itu bersama Dharma.“Apa akan lama?” tanya Bayantika pada Tarendra.“Ditambah dengan waktu yang harus kutempuh untuk perjalanan, serta waktu untuk persiapan sebelum melakukan ujian tersebut, paling tak akan sampai dua minggu. Ujian Tapa Adi Luhur sendiri hanya berlangsung tiga

  • Keris Bunga Bangkai   193 - Melepaskan Beban

    Melihat Tarendra yang murka seperti itu, semua yang ada di ruangan itu pun langsung bereaksi.“Lihatlah! Pada akhirnya, wajah aslimu pun akhirnya keluar,” sanggah Wisanggeni.Wisanggeni pun memegangi gagang pedangnya, langsung berteriak untuk memanggil semua prajurit kekeratonan untuk segera masuk melindungi sang Prabu.Semua prajurit kekeratonan yang baru saja dipanggil masuk oleh Wisanggeni sudah memenuhi ruangan tersebut. Tarendra pun melirik ke sekelilingnya, namun tak sedikitpun raut wajahnya berubah.“Kau pikir prajurit sebanyak ini bisa menyelamatkan lehermu dari pedangku, Wisanggeni?” tanya Tarendra dengan mata berbinar tajam.“Kau lupa, Panglima Adji Antharwa juga memiliki prajuritnya di kekeratonan ini. Tak peduli seberapa hebatnya kemampuanmu, kau tak akan bisa menghentikan semuanya,” balas Wisanggeni dengan sedikit senyum getirnya.“Adji Antharwa, segera keluar dan bawa pasukanmu ke sini!” seru Wisanggeni.Namun Panglima Adji Antharwa masih diam saja di sana. Hal itu membu

  • Keris Bunga Bangkai   192 - Kudeta

    Sementara itu, Panglima Adji Antharwa yang sudah sampai di kekeratonan langsung menghadap pada Prabu Yashaskar. Tentu saja dia mendapatkan teguran, dan hilangnya nyawa ratusan prajurit pun dipermasalahkan. Di situlah isu soal penyerangan segerombolan genderuwo pun mau tak mau mencuat kepermukaan.Tentu cerita itu sulit mereka terima. Namun, Putri Tanisha yang beberapa tahun sebelumnya diserang oleh para dedemit hutan ikut menambah keruhnya suasana.“Sebetulnya, kegagalan aku dulu menyerang benteng perbatasan Telunggung juga karena munculnya dedemit hutan ke perkemahan kami. Ayahanda bisa tanyakan langsung ini nanti pada Panglima Danadyaksa, ” sahut Tanisha memotong.Sontak semua yang hadir di hadapan Prabu Yashaskar terpancing oleh keterangan Putri Tanisha. Begitu juga dengan sang Prabu sendiri.“Kenapa kamu baru cerita sekarang, Tanisha?” tanya sang Prabu.“Kalau waktu itu aku cerita, memangnya tanggapan seperti apa yang akan Ayahanda berikan padaku?” balas Putri Tanisha beretorika.

  • Keris Bunga Bangkai   191 - Perempuan Dalam Pengasingan

    Mereka meneruskan memantau area tersebut sedikit lebih jauh ke arah selatan. Memang tak terlalu banyak, namun mereka terus saja menemukan mayat-mayat genderuwo lainnya. Sementara itu, para dedemit pun sudah mulai tak ada yang datang menghampiri mereka. “Jangan bilang kalau para genderuwo ini dibunuh oleh para dedemit,” tutur Arsa sedikit berkelakar. “Mana mungkin. Kita sudah merasakan sendiri bagaimana buasnya mereka. Lagi pula, sedari tadi kita sama sekali tidak didatangi oleh para dedemit,” balas Bayantika penasaran. “Apa perlu kita telusuri lebih jauh?” tanya Rangkahasa. Namun Bayantika terlihat ragu untuk meneruskan pemeriksaan tersebut. Meski tentu dia penasaran juga. “Kita sudah terlalu jauh meninggalkan kawasan Benteng Kalaweji. Sebaiknya kita kembali dulu ke utara. Lagipula, sebentar lagi fajar akan menyingsing,” papar Senopati Bayantika. Setidaknya, Bayantika cukup yakin bahwa tidak ada tanda-tanda akan datangnya penyerangan dadakan yang akan menyerang Benteng Kalaweji.

  • Keris Bunga Bangkai   190 - Sikap Dingin Adji Antharwa

    Bayantika pun langsung menundukkan kepalanya berlagak pura-pura kikuk di depan Panglima tersebut. Sebagai seorang prajurit spesialis pengintai, dia tahu pentingnya untuk tidak terlalu menarik perhatian.“Ngomong-ngomong, apa prajurit khususmu tidak ikut denganmu?” tanya Danadyaksa.“Ada tiga orang. Mereka aku suruh bertahan di luar,” jelas Bayantika pelan sembari geleng-geleng kepala seakan berkata tidak ada.“Kalau begitu, ikutlah denganku!” ajak Danadyaksa membawa ketiga orang itu naik ke lantai dua.Mereka pun menemui Panglima Adji Antharwa yang sedari tadi masih belum menjauhkan tatapan dinginnya.“Kangmas, kebetulan Senopati Bayantika datang ke sini. Biasanya setiap ikut denganku, dia akan keluar di malam hari untuk melakukan pengintaian. Dia memang sudah sering me

  • Keris Bunga Bangkai   189 - Kembali Jadi Pengintai

    Ketika Rangkahasa sibuk melilitkan kembali pedang hitamnya dengan pita kain, Arifin datang menghampirinya dengan baju yang sudah kering juga. “Apa kau akan pergi saat ini juga?” tanya Arifin. Rangkahasa pun mengintip ke atas dan melihat matahari juga sudah hampir berada tepat di atasnya. “Katanya aku harus segera ke perkemahan prajurit saat tengah hari,” balas Rangkahasa. “Aku hanya ingin mengingatkan soal suara wanita malam itu. Aku rasa dia bukan wanita sembarangan. Sekarang sudah bisa dipastikan kalau para genderuwo itu memang ada yang menggerakkan mereka untuk menyerang Benteng Kalaweji,” papar Arifin mengingatkan. “Ya, bagaimana pun juga, mereka sudah membunuh dua orang rekan kita,” balas Rangakahasa dengan wajah sedikit murung dan tatapan yang cukup dingin. “Sebaiknya kamu tak usah berpikir untuk balas dendam dulu. Aku khawatir itu hanya akan membuat tugas Tuan Senopati menjadi sulit nantinya,” kembali temannya itu mengingatkan. Rangkahasa pun tersenyum lirih mendengarkann

DMCA.com Protection Status