Sasikirana
Saat bercengkerama dengan Bang Vian, tiba-tiba kami bertemu dengan seseorang yang nggak diharapkan. Pria berkepala plontos bertubuh tegap yang hampir bertemu setiap hari. Alhasil aku langsung melepaskan genggaman tangan Bang Vian.
“Kamu Sasikirana, bukan?” Pertanyaan yang dilontarkan Pak Michael membuatku menelan ludah.
Ternyata dia hafal dengan wajahku. Shit!
Aku terdiam nggak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
“Sasi istri saya Pak Michael,” ungkap Bang Vian membuat mata ini melebar keberatan.
Entah gimana ekspresi wajah Pak Michael sekarang, aku nggak tahu. Netra ini fokus melihat Bang Vian yang tampak lebih santai dar
MelvianoSaat terlelap tidur, tiba-tiba terdengar teriakan perempuan. Aku langsung terduduk, kemudian melihat ke sisi kanan ranjang. Rupanya Sasi terjaga dengan posisi duduk. Napasnya tampak memburu keluar dari hidung dan mulut bersamaan. Kening juga basah oleh keringat. Ada apa dengan istriku?“Kamu kenapa, Dek?” tanyaku berusaha memfokuskan pikiran.Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, sebelum menoleh kepadaku. Wajahnya berkerut seperti ingin menangis. Mata juga tampak merah digenangi bulir bening. Dalam hitungan detik, Sasi memelukku erat sambil tersedu. Tubuh mungil itu bergetar dalam pelukanku.“Saya mimpi buruk, Bang,” jawabnya terisak.“Ssttt … tenang. Mimpi hanya bunga tidur, nggak usah dipikir
SasikiranaNggak bisa dibayangkan jika Bang Vian tahu kalau Kalila selalu berada di sisinya bertahun-tahun. Dia pasti marah besar kepadaku, karena telah berbohong. Ah, toh Kalila juga yang memintaku untuk tutup mulut.Aku menatap lekat Bang Vian yang tampak tegang. Dia seperti ingin berbicara, namun ditahan. Bibir tipis itu terbuka, kemudian tertutup lagi. Apa yang ingin dikatakannya?Oya, semenjak melihat roh almarhumah istri Om Jhonny keluar dari tubuh Tante Diana. Aku jadi khawatir kalau suatu saat Kalila mengambil alih kehidupanku, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tante Dania. Semoga saja almarhumah istri suamiku itu nggak sejahat beliau.“Saya sebenarnya ….”Pikiran kembali fokus melihat Bang Vian. Apa yang ingin dikat
MelvianoBegitu Sasi dan Tante Diana pergi berbelanja, aku langsung membawa Om Jhonny ke lantai atas menuju café yang menyediakan beraneka ragam kopi. Beruntung beliau tidak curiga dengan maksud dan tujuan kami yang sebenarnya.“Bagaimana perusahaan?” Om Jhonny membuka pembicaraan setelah kami memesan kopi sesuai dengan selera masing-masing.“Thanks God. Semua berjalan lancar,” sahutku sambil menyandarkan punggung di sofa yang ada di café.“Pasti lelah ya handle perusahaan sebesar itu sendiri,” komentar Om Jhonny merasa bersalah, karena telah memilih pindah ke New York dib
SasikiranaEmpat jam sebelumnya“Kamu bisa lihat makhluk halus?” desis Tante Diana melihatku nggak percaya.Kepala ini mengangguk pelan. “Bisa, Tan. Dari awal bertemu, saya udah curiga. Ada yang nggak beres.”Tante Dania melihatku dengan mata memerah. Terlihat amarah yang sangat besar dari pancaran indra penglihatannya. Tiba-tiba terasa hawa dingin membuatku nyaris menggigil.“Tempat Tante bukan di dunia lagi. Kenapa nggak mau terima kenyataan kalau Tante itu udah meninggal?” kataku menahan volume suara agar nggak menarik perhatian pengunjung lainnya.Tante Diana hanya diam mendengar perkataanku. Beliau mengeratkan genggaman di jemari kami yang saat ini saling bertau
MelvianoKenapa Sasi melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak masuk akal? Apakah aku akan membiarkan Kalila mengambil alih kehidupannya? Itu adalah pertanyaan terkonyol yang pernah didengar.Aku melonggarkan pelukan, kemudian menggenggam bahu mungilnya. Pandangan mengitari wajah Sasi yang begitu gelisah. Kenapa dia menjadi seperti ini?“Ada apa, Dek? Kenapa tiba-tiba tanya tentang itu?” tanyaku bingung.“Jawab, Bang. Apa Abang akan membiarkan Kalila mengambil alih tubuh saya? Abang ‘kan cinta banget sama dia, sama kayak Om Jhonny yang cinta banget sama Tante Dania,” lontar Sasi mulai terisak.Tangan ini segera menyeka bulir bening yang meluncur di pipinya. Aku mulai paham. Mungkin Sasi menjadi sensitif seperti in
SasikiranaTiba-tiba aku terbangun dengan napas yang nggak beraturan. Mimpi apalagi barusan? Kenapa belakangan ini mimpiku aneh? Dua malam berturut-turut bermimpi mengalami kecelakaan dan tadi malam sepertinya aku bertengkar dengan seorang wanita, tapi nggak tahu wajahnya karena samar.“Kenapa, Dek? Mimpi buruk lagi?” Terdengar suara serak Bang Vian.Aku menoleh ke kiri, kemudian mengangguk pelan. “Sekarang mimpinya beda lagi, Bang. Saya bertengkar dengan seorang perempuan, tapi wajahnya nggak kelihatan. Dia marah banget sama saya.”Bang Vian menarik tangan ini, sehingga tubuhku kembali berbaring dengan kepala berada di atas dada bidangnya. Kulit kami saling bersinggungan begitu saja. Ya, sejak tiga hari belakangan kami cukup sering melakukannya, walau cuma sebelum tid
MelvianoAku duduk menatap nanar layar monitor yang menampilkan foto seorang perempuan muda berusia sekitar dua puluh enam tahun. Foto itu baru saja dikirimkan oleh detektif yang disewa tiga hari yang lalu. Hasil penyelidikan telah dikirimkan melalui email.“Tidak ada karyawan bernama Diana Sukmawati yang pernah bekerja di sini, Pak,” info dari detektif dua jam yang lalu.Pada awalnya aku sempat bingung dan meminta detektif untuk menyelidiki lagi. Setelah melihat foto ini, rasa heran terjawab sudah. Pantas saja tidak ada karyawan bernama Diana Sukmawati.Perasaan bercampur aduk ketika melihat foto tersebut. Walau lawas, namun masih terlihat jelas. Apalagi detektif mengirimkan scan foto, sehingga tampak lebih bersih.Ya Tuhan, aku h
SasikiranaHari ini adalah hari pertemuan dengan Tante Diana. Setelah mengalami perdebatan sengit, aku membiarkan Bang Vian ikut bertemu dengan beliau. Suamiku tipe pria yang pantang menyerah. Lihatlah pada akhirnya dia bisa mewujudkan kemauannya. Mulai dari memintaku agar setuju menikah dengannya hingga bisa memiliki diri ini utuh.Ya, pernikahan yang pada awalnya hanya di atas kertas, kini menjadi sungguhan meski tanpa cinta. Bisakah aku masuk ke dalam hati Bang Vian secara perlahan dan menjadi satu-satunya wanita yang dicintainya?Belakangan ini, Bang Vian terlihat sedikit aneh. Dia sering melamun entah sedang memikirkan apa. Tidur pun gelisah dan nggak tenang. Ada apa dengan suamiku?“Bang,” panggilku setelah berpakaian rapi.&ldqu
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng