Sasikirana
Aku menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya kembali. Dua jam lagi pernikahanku dengan Pak Melviano akan dilaksanakan. Nggak pernah menyangka pria yang diidam-idamkan kaum hawa itu sebentar lagi akan menjadi suamiku.
Selama dua minggu ini, nggak banyak yang terjadi. Hanya hubunganku dengan Bu Fani yang semakin hangat dan juga Pak Melviano yang mulai bersahabat. Kami berdua jarang bertengkar seperti sebelumnya.
Tapi masih ada yang mengganjal di hati ini. Kalila dan keanehan interaksi rohnya dengan Vidya waktu itu. Dia terlihat naik pitam saat melihat wanita itu, melebihi kemarahannya denganku. Terasa ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya. Ya Tuhan, kenapa aku jadi penasaran kayak gini?
“Ya ampun, cantik banget sih. Sahabat siapa ini?” Anin tiba-tiba memeluk
MelvianoAkhirnya proses pernikahan berjalan dengan lancar, meski tadi sempat terbata ketika mengucapkan janji suci pernikahan. Beruntung Sasi langsung menggenggam tanganku, sebagai bentuk support agar bisa melafalkan ikrar tersebut. Sentuhan hangat tangannya memberi kedamaian dalam hatiku.“Selamat datang Bapak dan Ibu Melviano Stanley,” sambut manajer hotel tempat kami akan menginap malam ini.Tidak ada satupun wartawan yang ada di lobi hotel. Aku meminta kepada pihak hotel agar area lobi disterilkan dari awak media dan pengunjung lain, ketika kami tiba. Alhasil sekarang lobi terlihat lengang, hanya ada manajer dan beberapa orang karyawan lain yang menyambut kedatanganku dan Sasi.“Terim
SasikiranaShit! Kenapa isi koperku baju tidur beginian semua? Siapa yang ganti isinya? Koper ini jelas benar milikku, ada pakaian dalam dan pakaian yang akan digunakan saat bepergian juga. Tapi, baju tidurnya kenapa nggak ada? Aarrgghh!!“Bang,” panggilku di sela jantung bertalu-talu.Nggak kebayang kalau tidur pakai lingerie super mini dan belahan dada rendah. Kalau suamiku khilaf nanti gimana? Ya Tuhan. Aku belum siap kehilangan kesucian sekarang.Kalian jangan berpikiran aneh-aneh. Bukan berarti aku mulai jatuh cinta atau semacamnya dengan Bang Vian. Aduh, masih canggung panggil dia dengan sebutan Abang.
MelvianoHampir saja tertawa melihat Sasi keluar dari kamar mandi. Dia mengenakan handuk piyama yang disediakan pihak hotel untuk menutupi lingerie. Coba kalian bayangkan bagaimana lucunya, seorang gadis bertubuh mungil mengenakan pakaian berlapis. Paling tidak ada tiga lapis pakaian yang dikenakan sekarang.Ah, Mama sedikit keterlaluan sampai meminta sahabat Sasi sendiri untuk mengganti seluruh pakaian tidurnya dengan lingerie. Ck! Kalau aku khilaf bagaimana? Melakukannya tidak perlu cinta, ‘kan?Untuk mengalihkan pikiran, lebih baik aku menonton televisi. Jangan sampai pernah membayangkan bagaimana tubuh mungil Sasi mengenakan
SasikiranaRasanya nyaman dan hangat. Aku suka banget dengan kehangatan yang terasa. Apalagi aroma citrus yang menyegarkan. Wangi banget membuat senyuman terbit di bibir.Sebentar. Kenapa wangi selimut berubah jadi aroma citrus kayak parfum Bang Vian? Dan kenapa juga hawa panas yang terasa bukan karena tubuh ditutupi selimut, tapi seperti … dipeluk manusia? Seketika mata yang tadinya masih ingin dipejamkan menjadi terbuka lebar.Aku melihat dada bidang dilapisi baju kaus berwarna cokelat muda yang dikenakan Bang Vian tadi malam. Shit! Sejak kapan kami berpelukan seperti ini? Segera saja tubuh ini mundur ke belakang.“Jangan salah paham dulu. Kamu yang peluk saya duluan,” gumamnya dengan m
MelvianoSasi tiba-tiba memegang erat tanganku. Tak lama kemudian dia memelukku erat, sehingga kehangatannya bisa terasa. Tidak hanya itu, tubuhnya sekarang bergetar hebat. Ada apa dengan istriku?“Kamu kenapa, Dek?” tanyaku bingung.Dia tidak menjawab malah semakin memelukku dengan wajah terbenam di dada ini. Sasi seperti ketakutan.Aku melonggarkan pelukan, agar bisa melihat wajahnya. Ditangkupkan kedua telapak tangan di pinggir pipir, kemudian kutegakkan kepalanya sehingga menghadap kepadaku. Mata Sasi terpejam erat, disela napas yang sesak.“Kenapa, Dek?” Sekarang aku cemas.Sasi menggelengkan kepala cepat dengan mata masih terpejam. Tubuhnya semakin gemetar sekarang. Ya Tuh
Sasikirana“Kalau udah selesai makan, kita langsung berangkat.”Bang Vian nggak jawab pertanyaanku. Dia malah mengalihkan pembicaraan dengan sorot mata yang kembali dingin. Kenapa dia sensi banget sih ditanya tentang Vidya dan Kalila? Apa jangan-jangan dulu dia pernah punya affair dengan sekretarisnya, terus ketahuan sama istrinya?Suamiku menyeka sudut bibir, kemudian beranjak dari sofa menuju ke kamar mandi. Mood-nya berubah drastis banget. Tadi itu cemas waktu aku ketakutan di lift. Terus … dia juga kayaknya mau menciumku. Andai
Melviano Sejak berada di dalam mobil menuju bandara, hingga kami tiba di pulau Rangali, Maldives, Sasi tidak lagi menyinggung tentang Kalila dan Vidya. Aku hanya ingin fokus dengan liburan untuk pertama kalinya setelah Kalila meninggal. Ya pasca istriku dipanggil Tuhan, menyibukkan diri dengan pekerjaan adalah pilihan terbaik agar bisa mengalihkan pikiran. Maafkan jika aku mulai egois sekarang, Kal. Aku hanya ingin mencoba bahagia dengan gadis itu, batinku berusaha menghalau rasa bersalah. Sekarang Sasi berdiri di balkon resort yang dipilihkan oleh Mama. Ternyata beliau benar-benar menyiapkan semua untuk bulan madu kami. “Udah lama banget nggak lihat laut biru jernih kayak gini. Setiap kali melihat laut, pikiran jadi lebih tenang,” cetusnya
SasikiranaHari ini, aku melihat sisi berbeda dari Bang Vian. Menjelang matahari terbenam, dia begitu manis. Diri ini bisa merasakan kalau sebenarnya pria yang dikenal dingin dan kejam oleh karyawan, ternyata memiliki sifat penyayang dan hangat.Begitu matahari menenggelamkan diri seutuhnya, kami kembali masuk ke kamar. Setelah membersihkan diri, aku dan Bang Vian bersiap makan malam. Bu Fani benar-benar mempersiapkan semuanya. Coba kalian bayangkan kamar yang kami tempati benar-benar private. Nggak seorangpun yang bisa melihat apa yang kami lakukan di balkon.Emangnya mau ngapain sih? bisik hatiku.Berenang pake bikini dong,
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng