Melviano
Sasi marah kepadaku setelah Mama Mariana tiba di sini. Dia langsung ke kamar dan mengurung diri sejak sepuluh menit yang lalu. Aku membiarkannya di kamar, agar ia memiliki waktu untuk menenangkan diri.
“Bagaimana, Vian?” tanya Mama Mariana begitu melihatku turun lagi ke bawah.
Aku menggelengkan kepala pertanda Sasi belum keluar dari kamar.
“Biarkan dulu dia begitu, Ma. Paling nanti juga keluar. Mood-nya gampang berubah,” jawabku tersenyum kecut.
Mama tertawa pilu mendengar perkataanku. “Sepertinya kamu jauh lebih memahami Sasi dibandingkan Mama,” lirihnya dengan kepala tertunduk.
SasikiranaAku menangis di kamar setelah mendengar percakapan Mama dan Bang Vian. Ya, aku mencuri dengar pembicaraan mereka hingga Mama mengutarakan keinginan untuk menjadi relawan ke negara konflik. Sebesar itukah rasa bersalah, karena tidak membesarkanku dengan tangannya?Ya Tuhan, kenapa aku harus berada di dalam posisi sulit seperti ini?Lo egois, Sasi. Cuma pikirkan gimana perasaan sendiri. Apa lo nggak mikir gimana perasaan Mama selama ini? racau hatiku.“Mama ingin tahu siapa namanya? Usia berapa ia bisa berjalan? Seperti apa wajahnya ketika tumbuh remaja dan ….”“Dan kalau dia dewasa, Mama ingin tahu dengan siapa dia menikah?”
MelvianoRasanya lega setelah Sasi mau berbicara dengan Mama Mariana. Sepertinya dia juga akan melupakan apa yang telah terjadi. Aku bisa melihat kekhawatiran dari sorot mata cokelat kehijauannya, ketika berbicara tentang rencana kepergian Mama ke Timur Tengah, setelah berpisah dengan Om Jhonny.Sekarang aku bisa fokus memikirkan masalah perusahaan yang ternyata semakin pelik. Vidya baru saja menginformasikan terjadinya pembatalan penerbangan secara besar-besaran, karena beberapa negara telah membatasi kedatangan dari luar negeri. Artinya sebentar lagi Indonesia juga akan melakukan hal yang sama. Virus Corona benar-benar mewabah di seluruh dunia sekarang.“Suruh bagian refund hati-hati dengan prosedur pengembalian dana yang akan disampaikan kepad
SasikiranaSatu minggu telah berlalu sejak aku dan Mama berbaikan. Lega rasanya bisa menerima kehadiran beliau dalam kehidupanku. Setelah kembali dari New York, kami akan tinggal bersama layaknya keluarga.“Mama akan segera kembali, setelah semua selesai,” ujar Mama sebelum melangkah ke dalam gate pada hari keberangkatan.Saat mengantarkan Mama ke bandara, aku nggak mau bertemu dengan Om Jhonny. Alhasil, Bang Vian yang menemaninya sampai gate masuk. Sementara aku dan Mama menyusul di belakang. Kami juga berangkat dengan mobil yang berbeda.Sulit banget untuk memaafkan orang yang telah merebut Mama dariku dan P
Melviano“Eh, siapa sih itu yang lagi sama Pak Michael? Ganteng banget ya.” Terdengar celotehan karyawan perempuan saat aku menunggu lift yang akan naik.“Itu Team Leader bagian refund. Namanya Satria. Kenapa? Naksir?” tanggap karyawan pria entah siapa.Radar langsung menyala saat mendengar nama mantan tiga hari Sasi disebut. Dia sedang ada di ruangan CCS? Buat apa?“Wajahnya itu loh, gemesin banget. Mirip sama Stefan William,” timpal satunya lagi.“Keturunan juga ya?”Aku mulai meradang ketika mereka memuji mantan pacar istriku itu. Kenapa pujian-pujian itu begitu meng
SasikiranaTingkat kepekaan suamiku ternyata minus sekian. Masa nggak sadar dengan gelagat aneh sekretarisnya? Firasatku mengatakan Vidya suka dengan Bang Vian. Coba kalian pikir, buat apa dia datang dan berbohong waktu menjemputku ke apartemen, tepat dua jam sebelum kami menikah? Selain itu apalagi yang bisa membuat persahabatan dua orang perempuan retak, jika bukan mencintai pria yang sama?Aku berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Abang ternyata nggak peka. Payah deh,” ledekku mengacungkan ibu jari ke bawah.“Kalau dugaan kamu benar ya biarkan aja. Yang penting saya nggak punya perasaan apa-apa sama Vidya,” tanggap Bang Vian santai.“Serius nggak ada? Masa sih sedikit pun nggak ada rasa suka? Dia udah lama loh ikut Abang kerja. Sama-sama terus tiap hari, bera
MelvianoKedatangan Michael menyelamatkanku dari kegalauan hati. Entah kenapa terasa kesal mendengar tanggapan Sasi saat aku mengajukan pertanyaan untuk mengujinya. Bukan itu yang diharapkan. Setidaknya dia bisa memberi jawaban yang lebih menenangkan, seperti:“Kalau begitu saya akan berusaha bikin Abang jatuh cinta.”Atau,“Jangan berandai-andai dulu. Bisa jadi besok benih-benih cinta tumbuh di hati Abang.”Apa yang diucapkan Sasi benar-benar di luar dugaan. Ternyata aku belum mengenalnya dengan baik. Sungguh wanita yang unik dan tidak bisa ditebak.“Gimana mau siap nikah? Orang masih ditempelin sama roh cowok.” Respons Sasi terhadap perkataan Michael barusan juga m
SasikiranaVidyaaa!!! Sumpah ini orang semakin annoying banget. Kalian tahu apa yang baru saja dilakukannya? Dia sengaja membuatku nyaris terjatuh dengan kakinya. Shit!Untung saja Bang Vian cekatan, sehingga bisa menarikku ke posisi berdiri lagi. Suami siaga juga ternyata.“Ada apa, Dek? Kenapa bisa tersandung?” tanya Bang Vian heran.“Ini, Bang. Ada orang yang nggak sopan mau coba sandung kaki saya.” Aku mengerling sinis kepada Vidya. “Untung punya suami siaga, jadi tahu kalau istrinya mau jatuh.”Astaga kenapa aku jadi emosi begini? C
MelvianoDua hari setelah rapat internal Liburan.com diselenggarakan, tim HRD bekerjasama dengan masing-masing supervisor divisi mulai menyeleksi karyawan kontrak yang akan diberikan tawaran untuk pindah ke perusahaan outsourcing. Keputusan ini benar-benar sulit dilakukan, mengingat karyawan tidak lagi mendapatkan fasilitas seperti sebelumnya.Hari ini, aku dan Sasi akan bertemu dengan Michael dan calon istrinya. Wanita yang akan dinikahi oleh bawahanku itu tidak bisa datang pada hari yang telah ditentukan.“Bagusnya saya pakai baju apa ya?” tanya Sasi menyentakkan lamunan.Sejak tadi istriku uring-uringan memikirkan pakaian yang akan dikenakan nanti. Padahal dia selalu terlihat cantik mengenaka
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng