Sasikirana
Vidyaaa!!! Sumpah ini orang semakin annoying banget. Kalian tahu apa yang baru saja dilakukannya? Dia sengaja membuatku nyaris terjatuh dengan kakinya. Shit!
Untung saja Bang Vian cekatan, sehingga bisa menarikku ke posisi berdiri lagi. Suami siaga juga ternyata.
“Ada apa, Dek? Kenapa bisa tersandung?” tanya Bang Vian heran.
“Ini, Bang. Ada orang yang nggak sopan mau coba sandung kaki saya.” Aku mengerling sinis kepada Vidya. “Untung punya suami siaga, jadi tahu kalau istrinya mau jatuh.”
Astaga kenapa aku jadi emosi begini? C
MelvianoDua hari setelah rapat internal Liburan.com diselenggarakan, tim HRD bekerjasama dengan masing-masing supervisor divisi mulai menyeleksi karyawan kontrak yang akan diberikan tawaran untuk pindah ke perusahaan outsourcing. Keputusan ini benar-benar sulit dilakukan, mengingat karyawan tidak lagi mendapatkan fasilitas seperti sebelumnya.Hari ini, aku dan Sasi akan bertemu dengan Michael dan calon istrinya. Wanita yang akan dinikahi oleh bawahanku itu tidak bisa datang pada hari yang telah ditentukan.“Bagusnya saya pakai baju apa ya?” tanya Sasi menyentakkan lamunan.Sejak tadi istriku uring-uringan memikirkan pakaian yang akan dikenakan nanti. Padahal dia selalu terlihat cantik mengenaka
SasikiranaAkhirnya roh yang menempel dengan calon istri Pak Michael sudah pergi, setelah aku menyampaikan pesannya kemarin. Satu per satu tugas yang kerap dilakoni selesai, sekarang tinggal roh Kak Linda, Papa Jason dan Kalila. Aku menganggapnya sebagai tugas, karena gimanapun mereka harus pergi ke tempat yang seharusnya.Setelah menangani roh Kak Linda, aku harus memikirkan cara agar Bang Vian mengizinkanku bertemu dengan seseorang di daerah Sukabumi. Mama bilang ada orang pintar yang bisa membantu mematahkan sihir, agar membuat Kalila bisa berbicara lagi. Hingga saat ini, aku belum menemukan alasan yang akan diberikan.Sejak kembali dari pertemuan dengan Pak Michael dan Tiara kemarin, Bang Vian lebih banyak diam. Saat kami bercinta tadi malam juga, dia nggak kayak biasa. Hanya dua babak, selesai. Padahal sebelumnya bisa nambah berkali
MelvianoSetelah Sasi memasuki rumah tersebut, aku mencoba untuk tidur. Mengemudi dari Jakarta menuju Sukabumi cukup melelahkan, apalagi setelah ini harus kembali lagi ke Jakarta. Apa menginap saja malam ini terlebih dahulu? Sekalian ganti suasana.Selang lima belas menit kemudian, rasa kantuk tak kunjung tiba. Mata tidak bisa dipejamkan. Mungkin karena ada begitu banyak hal yang ada di pikiran, mulai dari perusahaan hingga rasa rindu kepada Kalila. Ya, meski saat ini memiliki Sasi namun Kalila tetap bersemayam di hatiku.Aku mengedarkan pandangan melihat sekitar dari kaca jendela. Suasananya terasa tenang dan nyaman. Tangan menekan tombol untuk menurunkan jendela. Semilir angin hadir menyapa kulit, sehingga aku segera mematikan AC yang menyala sejak tadi.Deringan ponsel membuyarkan konsentr
Sasikirana“Apa maksudnya Mbak Kalila memberi peringatan kepada saya, Ni?”Aku masih belum paham dengan perkataan Nini barusan. Bukankah sebelumnya Kalila seperti cemburu dan marah denganku?“Kita akan tahu setelah membuka segel yang dilekatkan pada roh Kalila,” sahut Nini sembari menggamit kepada Kalila.Roh yang mengenakan gaun putih itu mendekat kepada Nini. Dia berdiri tepat di samping wanita paruh bawa tersebut.Nini menutup mata dengan bibir bergerak entah sedang melafalkan apa. Aku hanya bisa duduk diam di seberang meja sambil lesehan. Lebih baik melihat daripada banyak bertanya.Nggak lama kemudian, Nini berdiri seraya mengulurkan tangan tepat di depan wajah Kalila. Dia
MelvianoTak pernah terpikir olehku Om Jhonny akan pergi untuk selamanya dalam waktu dekat. Covid-19 telah merenggut nyawa pria yang menyayangiku layaknya anak sendiri. Ya, karena tidak memiliki buah hati, Om Jhonny mencurahkan kasih sayangnya kepadaku. Seperti yang pernah dikatakan sebelumnya, di antara saudara Papa, beliaulah yang tulus terhadapku.Ketika mendengarkan kabar buruk tadi sore, aku nyaris tidak bisa mengemudi. Tubuh menjadi lemas dan jiwa juga seolah terbang. Apa yang kurasakan sekarang, hampir sama dengan waktu Papa meninggal lima belas tahun yang lalu. Beruntung Sasi mampu menenangkan, sehingga aku bisa lagi mengemudi hingga akhirnya tiba di Jakarta dengan selamat.“Abang minum ini dulu.” Sasi menyerahkan teh telur yang dibuatkan untukku. Katanya bagus untuk stamina, apalagi kondisiku sekarang sedang tidak ba
SasikiranaUdara di sekitar seakan lenyap ketika Bang Vian mengulangi kalimat yang kuucapkan kemarin, setelah tabir yang menutupi Kalila dibuka. Kenapa dia bisa mengetahuinya dengan detail? Apakah dia mendengarnya?Guncangan di bahu ini membuatku tersentak. Napas yang tersendat berubah menjadi cepat. Aku menelan ludah sambil melirik Kalila.“Jangan katakan yang sebenarnya, Sasi. Kumohon,” pintanya dengan kedua tangan menyatu di depan dada.“Jawab saya, Sasi! Jujur!!” sergah Bang Vian nggak sabar.Aku kembali melihat kepadanya.Bang Vian memandangku dengan sorot menuntut berbalut kecewa. Sklera matanya juga tampak memerah. Bulir bening juga mulai tergenang di sana. Apakah aku har
MelvianoPerasaanku menjadi tak menentu selepas kepergian Sasi beberapa jam yang lalu. Aku bahkan tidak menahan atau mencegahnya pergi, seperti sebelumnya. Kekecewaanku begitu mendalam, karena dibohongi mentah-mentah oleh wanita itu. Bagaimana bisa seorang Melviano Stanley dibodohi olehnya?Sungguh tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Kalila ketika melihatku dan Sasi tertawa, bermesraan, berciuman dan bercinta. Apa yang ada di pikirannya ketika mendengar kata-kata manis yang terucap untuk istri keduaku itu? Semua membuatku frustasi.“Maafkan aku, Kal,” ucapku lagi dengan penuh rasa bersalah, “andai tahu kamu masih ada di sini, aku nggak akan menikah lagi.”Rasa kecewa yang begitu mendalam membuatku kesal dan marah. Sasi benar-benar berhasil mempermainkanku.
SasikiranaAku termenung melihat kerlipan lampu gedung kota Jakarta dari ketinggian apartemen. Apa kalian tahu di mana saat ini aku berada? Apartemen yang dulu pernah ditempati oleh Kalila sebelum menikah dengan Bang Vian. Roh Kalila mengajakku tinggal di sebuah flat yang sudah lama nggak berpenghuni. Daripada menyusahkan Anin, lebih baik tinggal di sini untuk sementara waktu.Rasanya begitu sepi nggak ada Bang Vian dan Mama Fani. Hanya ada Kalila yang sejak tadi mengikuti ke mana diri ini pergi. Seperti yang dikatakannya tadi siang, dia akan melindungiku dari orang yang ingin berniat jahat.“Aku berusaha memberi petunjuk sama kamu, Sasi. Frustasi banget nggak bisa ngomong dan ceritakan semuanya,” tutur Kalila saat berada di pantai beberapa
MelvianoSatu bulan kemudianRentetan kejadian bulan lalu membuatku tidak bisa bernapas lega. Bayangkan apa yang dihadapi tidaklah mudah. Mulai dari kenyataan Sasi bisa melihat makhluk halus, Tante Diana yang ternyata ibu kandung Sasi, hingga Kalila yang disuruh oleh Om Reino menjadi mata-mata. Belum lagi kematian Papa yang tidak wajar. Mungkin karena itulah roh beliau masih berada di rumah ini.“Kayaknya kita masih punya PR deh, Sayang,” kataku kepada Sasi ketika kami bersiap untuk tidur.“Apa, Bang?” Sasi membuka mata yang sempat terpejam sebentar.“Bantu Papa pergi ke tempat yang seharusnya.”Sasi tampak semringah, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. “Be
Sasikirana “Aku membesarkanmu agar bisa bermanfaat suatu hari nanti, Kalila.” Terdengar suara serak seorang pria. Siapa itu? Pandanganku beralih melihat dua orang yang duduk di ruang tamu sebuah rumah mewah. Di mana aku sekarang berada? Rumah ini begitu asing bagiku. Mata menyipit ketika ingin fokus melihat pria dan wanita yang sedang berbicara di ruangan itu. Kalau nggak salah dengar tadi, pria tersebut menyebut nama Kalila. Seketika diri ini terkesiap saat melihat almarhumah istri suamiku duduk berhadapan dengan pria paruh baya, tapi masih tampak gagah. “Maaf, Pa. Kalila nggak bisa lagi meneruskan rencana Papa. Apalagi sekarang sedang hamil,” lirih Kalila dengan kepala tertunduk melihat perut sendiri. “Sudah berapa kali kuperingatkan. Janga
Melviano Tak pernah kubayangkan akan berjumpa lagi dengan Kalila meski melalui perantara Sasi. Mendengar bagaimana cara bicaranya saat ini, sudah jelas almarhumah istriku yang berbicara sekarang. Terutama dari cara Sasi memanggilku ‘Vi’. Rasa rindu terhadap Kalila menjadi terobati meski tidak bisa melihat wajahnya. “Vidya … vidya.” Kalila yang berada di dalam tubuh Sasi berdecak berkali-kali. “Gue heran kenapa sih harus pendam cinta sekian lama, tanpa mengutarakannya?” “Bayangin lo jatuh cinta sama suami gue selama belasan tahun, tapi nggak berani mengatakannya.” Kalila menggigit bibir bawah Sasi. Dia sering begini semasa hidup, menggigit bibir sendiri sebelum meneruskan perkataan. Apa? Vidya sudah lama jatuh cinta denganku? Bahkan dua belas tahun memendamnya dalam hati?
Sasikirana“Sasi gawat!!” Terdengar suara yang nggak asing lagi di telinga beberapa hari belakangan. Siapa lagi jika bukan roh Kalila.Dia datang tiba-tiba ketika aku mempersiapkan diri untuk menerima materi yang diberikan oleh instruktur. Sesuai dengan perkataan Bang Vian, aku disuruh ikut pelatihan manajemen sebelum diberikan jabatan strategis di Liburan.com.“Kenapa sih Mbak? Ngagetin aja,” protesku mengelus dada. Beruntung instruktur sedang keluar sebentar, sehingga bisa berbicara dengan Kalila.Paras Kalila tampak begitu panik. Dadanya naik turun bukan karena bernapas (roh nggak ada yang napas hahaha), tapi seperti menahan marah.“Vidya coba godain Vian. Buruan naik ke lantai lima belas,” suruhnya nggak ten
MelvianoFakta demi fakta tentang Kalila yang belum diketahui membuatku terkejut bukan main. Tak hanya itu, rasa bersalah muncul seketika di dalam hati, menyadari diri ini lengah sampai tidak mengetahui dirinya sedang hamil sebelum kecelakaan terjadi.Belum hilang syok yang dirasakan saat mendengar Kalila hamil, sekarang ada hal lain lagi yang tak kalah mengejutkan. Menurut cerita Sasi, almarhumah istriku itu meninggal secara tidak wajar. Bukan karena kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya, melainkan dibunuh.“Detailnya, Abang bisa tanyakan langsung sama Mbak Kalila nanti. Nanti Abang nggak percaya dengan apa yang saya katakan,” ujar Sasi tadi malam.Sasi menolak untuk menceritakan penyebab pecahnya hubungan persahabatan Kalila dan Vidya. Dia khawatir jika aku tidak percaya de
SasikiranaPagi ini aku dibikin kaget dengan dua fakta. Pertama, Bang Vian yang masih berada di luar flat sejak kemarin siang. Kedua, pernyataan cintanya.Dia mencintaiku? Astaga! Apa aku sedang bermimpi? Jika pun benar, semoga nggak pernah terbangun lagi dari tidur ini.Nggak hanya itu, Bang Vian sampai mengemis agar aku nggak meninggalkannya. Sumpah demi apa, seorang Melviano mengiba dan memohon kepadaku? Sampai mengatakan rela kehilangan harta kekayaan, asal aku tetap bersama dengannya. Seberharga itukah diriku?Setelah melihat kesungguhan suamiku, akhirnya hati ini luluh juga. Kalian tahu kalau aku lemah jika ada yang memelas, ‘kan?Bang Vian melangkah
MelvianoBagai orang bodoh, aku menunggu Sasi di depan flat yang dulu ditempati oleh Kalila. Ternyata istriku ada di sini. Sudah pasti roh almarhumah istriku yang membawanya ke sini, karena Sasi tidak kenal dengan keluarga Kalila.Jujur, situasi seperti ini membuat canggung sekaligus bingung. Bagaimana tidak?! Roh almarhumah istriku dan istriku yang sekarang pasti sedang berada di dalam flat. Aku yakin Kalila juga yang bersama dengan Sasi di restoran itu. Kemungkinan dia tahu tentang Vidya dari Kalila. Apakah aku menjadi penyebab persahabatan mereka rusak?Sejak tadi malam, aku berusaha untuk terjaga. Meski terasa lapar dan haus, tetap saja diri ini enggan beranjak d
SasikiranaApaan sih? Bang Vian mau mengancamku? Jika benar, maka itu nggak akan pernah bisa membuatku kembali ke rumah keluarga Stanley.“Turuti aja kemauan Vian, Sasi,” saran Kalila sebelum aku merespons.Aku menggeleng tegas. “Aku udah bilang sama Mbak, ‘kan?”Kening Bang Vian berkerut bingung ketika aku menjawab perkataan Kalila.“Kamu ngomong sama siapa, Dek?” tanyanya heran.“Bukan urusan Abang,” sahutku ketus seraya berlalu pergi dari hadapannya.Sekarang akan kutunjukkan siapa Sasikirana sebenarnya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga miskin, tapi memiliki harga diri yang tinggi. Jika sebel
MelvianoSejak mendapatkan pesan misterius dari nomor tidak dikenal, perasaanku mendadak gelisah. Apa maksudnya orang itu mengatakan Sasi berselingkuh? Benarkah? Rasanya tidak mungkin.Setelah perang batin berjam-jam, akhirnya kuputuskan pergi ke restoran yang dimaksud oleh si pengirim. Bermodalkan jaket hoodie yang kupinjam dari Michael, aku pergi ke tempat tersebut.Begitu tiba di restoran, aku langsung melihat Sasi duduk di kursi paling ujung merapat ke dinding. Ternyata pesan yang kuterima benar, istriku berada di sana. Namun sepertinya dia tidak sendirian, dia tampak sedang berbicara entah dengan siapa. Apakah dia bersama dengan roh sekarang? Mungkinkah Kalila? Aku menjadi penasaran.Beruntung aku meng