33Baron membulatkan mata kala menerima telepon dari petugas kepolisian terdekat dengan kantor FH Grup. Baron mengeraskan rahang saat sang petugas menerangkan, jika dirinya diharapkan mendatangi kantor polisi untuk memberikan keterangan. Harun telah melaporkan Baron dengan tuduhan berlapis. Pengawal PBK itu juga menyertakan banyak bukti, yang akan dikroscek dengan Baron. Pria berkumis tipis menggertakkan gigi, sesaat setelah menutup sambungan telepon. Baron menggebrak meja sembari memaki, karena kesal pada Harun. Baron memanggil Nohan yang segera datang. Sang asisten terkejut ketika Baron menjelaskan tentang pemanggilan dirinya oleh polisi. "Apa Bapak mau ke sana?" tanya Nohan. "Ya, besok pagi. Aku juga mau melaporkan balik si blegug eta," sahut Baron. "Ehm, sebaiknya Bapak ditemani kuasa hukum." "Aku bisa sendiri." "Yang Bapak hadapi sekarang bukan Bu Lilakanti, tapi sepupunya yang seorang pengawal. Jelas dia lebih punya power dari Bu Lilakanti." Baron melirik asistennya yan
34Baron tiba di kantor polisi tepat jam 8 pagi. Dia ditemani Nohan dan dua asisten pengacara dari firma hukum, yang pernah membantu Baron 2 tahun silam.Selama puluhan menit berikutnya, Baron menjawab semua pertanyaan yang diajukan penyidik. Sekali-sekali dia akan berdiskusi dengan pengacara, lalu kembali melanjutkan pemberian keterangan. Menjelang jam 9, Harun datang bersama empat orang berpakaian safari hitam. Harun mengabaikan delikan tajam Baron, dan hanya menyalami penyidik serta beberapa petugas lainnya. Kala Harun dan rekan-rekannya memasuki ruangan kepala polisi, Baron menggertakkan gigi. Dia tidak menduga bila Harun mengenal para pejabat polisi, dan itu kemungkinan akan mempersulit kehidupan Baron. "Yang jalan paling depan itu dirut PBK," bisik Nohan, sesaat setelah mereka berada di luar ruangan penyidik."Yakin itu orangnya?" tanya Baron. "Ya. Sesuai dengan yang di foto ini." Nohan menunjukkan lembaran kertas yang berisikan foto serta jabatan para petinggi PBK. Baron m
35Hari berganti. Malam itu, Harun datang ke kediaman Damhuri bersama istrinya. Pria berbadan jangkung menjelaskan jika dirinya sudah mencabut laporan atas Baron. Setelah pria itu meminta maaf secara resmi, tadi pagi. Lilakanti menghela napas lega. Dia merasa tenang, karena masalah itu akhirnya selesai. Lilakanti mengamati Adik sepupunya yang sedang berbincang dengan Damhuri, kemudian dia mengalihkan perhatian pada sang ipar. Lilakanti mengulum senyuman ketika mendengar cerita Sherli yang tengah mengidam. Perempuan muda tersebut mengalami morning sick yang cukup parah, hingga beberapa kali tidak masuk kantor. "Bi, kumaha carana, biar mualnya nggak terlalu parah?" tanya Sherli. "Bibi teu bisa ngasih saran, Neng. Karena Bibi tidak begitu. Mual, iya, tapi muntahnya jarang," jelas Salma."Aku pernah baca, itu biasanya faktor keturunan. Kalau ibunya begitu, anak perempuannya juga sama," terang Lilakanti. "Berarti Teteh sama kayak Bibi?" tanya Sherli. "Ya. Dulu, waktu hamil Azrina, aku
36Jalinan waktu terus bergulir. Jumat pagi, Farisyasa berangkat ke Jakarta dengan menumpang di mobil Emris. Keduanya berbincang mengenai berbagai hal bersama rekan-rekan lainnya. Suasana yang semula tenang, berubah ricuh akibat perdebatan Arudra melawan Mark. yang menempati kursi belakang. Mereka berpura-pura saling meninju dan mencekik, sembari terus meledek. "Kalian ini. Berantem mulu!" sungut Emris sambil menoleh ke belakang. "Dia mulai duluan," kilah Arudra. "Enak aja. Kamu, tuh!" bantah Mark. "Lama-lama, kukawinkan juga kalian," sahut Farisyasa. "Ho oh. Pedang lawan pedang," ledek Hamiz yang berada di kursi depan. "Enggak kebayang aku. Mereka kalau nikah, berkelahinya bakal sadis," seloroh Kasyafani, yang mengapit Farisyasa bersama Emris. "Dia bukan seleraku," cibir Arudra. "Apalagi aku. Lebih suka perempuan asli," imbuh Mark. "Iyalah. Lebih mantap," papar Emris. "Stop! Jangan dilanjutkan!" seru Farisyasa. "Tolong, ya, yang sudah menikah, jangan senggol bagian itu," s
37Detik terjalin menjadi menit. Putaran jam merotasi bumi dengan kecepatan maksimal. Hingga tidak bisa ditahan oleh siapa pun. Kian mendekati waktu pernikahan, Lilakanti makin gelisah. Dia sudah berusaha untuk tenang, tetapi kepanikan itu akan muncul tiba-tiba. Minggu kedua di bulan Desember, Lilakanti dan Azrina ikut bersama Farisyasa serta Dharvan ke Bogor. Mereka hendak menghadiri resepsi ngunduh mantu Rangga, Adik Wirya, yang menikah dengan Zaheera, Adik Zein. Konvoi puluhan mobil berbagai tipe, melintasi jalur tengah jalan bebas hambatan menuju luar kota. Lilakanti yang tengah menyuapi Azrina, terkejut mendengar tawa Farisyasa yang berada di sebelah kiri putrinya. Kala pria berjanggut mengencangkan tawa, Dharvan yang berada di kursi depan, memprotes akangnya dan mengatai Farisyasa tengah kumat tidak warasnya. ****Grup OTW Bogor*Wirya : Gaes, posisi? Alvaro : Aku bentar lagi nyampe resor, @W. Yanuar : Idem. Yoga : Kami nginap di hotel yang mana? Wirya : Tengah seberang.
38"Pertanyaan pertama. Sebutkan nama tim PG Eropa, alias tim-nya Rangga," ungkap Zulfi. "Siap-siap. Tiga, dua, satu!" seru Hendri. Puluhan orang mengangkat tangan. Zulfi, Yanuar dan Andri berembuk sesaat, kemudian mereka memanggil tiga orang yang dianggap paling cepat mengangkat tangan. "Lah! Yang ini jelas benar jawabannya," cakap Zulfi, sembari memberikan mikrofon pada peserta pertama. "Silakan perkenalkan diri, dan sebutkan 3 nama saja tim PG Eropa. Sisanya akan dijawab kedua orang selanjutnya," sambungnya. "Xiàwǔ hǎo. Wǒ de míngzì shì gé wēn nī sī," ungkap perempuan bermata sipit. "Gwen, aku paham artinya, tapi penonton nggak tahu," balas Zulfi. "Biar mereka cek di Google." Zulfi manggut-manggut. "Oke, sekarang sebutkan jawabannya. Selain kamu, tentunya." "Kak Utari, Penelope dan Mas Agus," jawab Gwenyth. "Lanjut, orang kedua," pinta Hendri. "Gwenyth, Mas Deri dan Bang Kurniawan," cetus Banim."Orang ketiga, silakan dijawab," beber Yanuar. "Kristoffer. Fatma dan Kimora
39"Kamu mau jenguk Calista?" tanya Farisyasa sembari memandangi kekasihnya lekat-lekat. "Enggak tahu, Mas," sahut Lilakanti. "Jangan memelihara dendam. Nanti jiwamu sakit." "Aku tahu, tapi rasanya berat banget buat maafin dia." "Dia sudah memetik apa yang ditanamnya dulu. Segitu saja, pasti sangat berat buatnya." Farisyasa memegangi tangan kanan Lilakanti dan mengusapnya pelan. "Maafkan dia, La. Dengan begitu, hatimu akan tenang," lanjutnya. "Hmm. Mas nggak ngerasain jadi aku. Sudahlah direbut suami, dihina di depan umum, dan yang paling buat aku benci sama dia, karena dia mgelarang Mas Baron buat ngasih uang untuk kebutuhan Azrina." Farisyasa mendengkus pelan. "Itu memang sifat buruk, tapi seperti tadi aku bilang, dia sudah dapat balasan setimpal." "Ehm. Entahlah. Aku, kok, senang, ya? Lihat dia susah begitu." "Itu wajar, kamu manusia, bukan malaikat. Namanya pernah disakiti, pasti happy lihat dia kena karma." Farisyasa mengarahkan wajah Lilakanti agar mereka bisa berhadapan
40Lilakanti mendengarkan permohonan maaf Calista yang disampaikan perempuan itu sambil menangis. Hati Lilakanti yang sempat menyimpan bara api, perlahan mendingin. Sebagai sesama perempuan, Lilakanti memahami kesedihan Calista yang telah kehilangan anaknya. Ditambah lagi, dia tidak bisa memiliki keturunan kembali, karena rahimnya telah diangkat. Tenggorokan Lilakanti tercekat saat membayangkan dirinya berada di posisi Calista. Rasa sakit yang dialami Calista saat itu, mungkin melebihi luka yang pernah ditorehkan selingkuhan Baron tersebut pada Lilakanti. Puluhan menit terlewati. Lilakanti dan yang lainnya telah berada di mobil Farisyasa. Mobil Baron mengikuti di belakang, karena pria itu dan kedua adiknya hendak menemui Azrina. Sesampainya di tempat tujuan, Lilakanti memanggil putrinya yang keluar dari rumah sembari memandangi orang-orang dewasa di sekeliling tempat itu. Gadis kecil berambut sebahu tersebut tampak ragu-ragu mendatangi Baron yang memanggilnya sembari mengembangka
60Jalinan masa terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu semua umat Islam di seluruh dunia. Farisyasa dan Lilakanti serta yang lainnya berangkat menuju gedung KBRI di pusat kota, dengan menggunakan tiga mobil SUV. Sesampainya di tempat tujuan, mereka turun dan bergabung dengan banyak orang, yang juga hendak menunaikan salat Ied. Azrina mengulaskan senyuman saat bertemu dengan beberapa bocah asal Indonesia, yang ikut bersama orang tua masing-masing. Puluhan menit terlewati, salat Iedul Fitri telah usai. Semua orang beranjak memasuki ruangan luas dan antre di beberapa meja prasmanan. Lilakanti mengambilkan makanan buat anaknya terlebih dahulu, kemudian dia mengambil opor, rendang dan sambal goreng kentang cukup banyak untuknya sendiri. Dia hanya menuangkan sedikit lontong ke piring. Kemudian Lilakanti meraih beberapa tusuk sate dan meletakkannya ke atas lontong. "Ma, yakin habis segitu banyak?" tanya Farisyasa, sesaat setelah Lilakanti menduduki kursi di sebelah kanannya.
59Hari berganti menjadi minggu. Farisyasa telah pulih dan beraktivitas seperti biasa. Namun, dia terpaksa tidak berpuasa, sampai kondisi perutnya benar-benar sembuh. Lilakanti tetap menjadi Ibu rumah tangga sepenuhnya. Dia tidak mau Azrina sendirian jika ditinggal bekerja. Gadis kecil tersebut juga masih cuti sekolah, supaya bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar. Pagi itu, Farisyasa baru selesai mandi ketika Lilakanti menerobos ke toilet. Pria bermata sipit, terkejut melihat istrinya yang tengah mengeluarkan isi perut ke kloset. Dengan sigap, Farisyasa memegangi Lilakanti dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya memyambar selang shower kecil dan menyirami kloset hingga bersih. Setelahnya, Farisyasa menuntun Lilakanti ke kamar. Dia membantu menyelimuti perempuan tersebut yang mengeluh kedinginan. Farisyasa meraba dahi Lilakanti dan kaget karena kening istrinya panas. Pria yang hanya mengenakan handuk, mengambil termoteter dari laci untuk mengukur suhu tubuh Lilakanti.
58Jalinan waktu terus berputar. Tibalah saat membahagiakan bagi seluruh umat Islam di dunia. Bulan Ramadhan menjadi waktu yang paling pas untuk memperbanyak ibadah. Sekaligus melatih kesabaran diri. Bagi Farisyasa dan yang lainnya, berpuasa di tempat di mana Islam adalah agama minoritas, menjadi satu tantangan tersendiri. Sebab mereka harus ekstra keras memperluas kesabaran, bila kebetulan menyaksikan orang-orang yang tengah makan ataupun minum di siang hari. Bila bagi orang dewasa, berpuasa di negeri orang sudah berat. Hal itu menjadi ujian paling sulit yang harus dijalani Azrina. Meskipun di sekolahnya, sang kepala sekolah sudah meminta murid-murid lain untuk tidak bersantap di depan Azrina, tetapi masih ada saja yang melakukannya tanpa sengaja. Seperti hari itu, Azrina menggigit bibir bawah saat menyaksikan seorang temannya tengah meminum susu cokelat. Gadis kecil bersweter biru benar-benar haus, hingga akhirnya Azrina menangis. Sang guru yang bernama Michelle, segera membujuk
57Hari kedua di Quebec, Langdon mengajak rekan-rekannya mengunjungi keluarganya. Perjalanan hampir 30 menit itu usai, saat mereka tiba di pekarangan luas depan rumah besar berarsitektur khas Eropa. Lilakanti terperangah. Dia bahkan memegangi dinding dan pintu model klasik yang sangat disukainya, sembari bergumam sendiri. Kala kedua orang tua Langdon keluar untuk menyalami para tamu, Lilakanti langsung menerangkan kekagumannya akan bangunan itu. Percakapan dilanjutkan di ruang tamu yang terkesan hangat. Sekali lagi Lilakanti terpesona, dan dia sibuk mengamati cerobong asap model lama dengan detail batu bata merah ekspos. "Pa, bisa, nggak? Rumah kita dibikin kayak gini?" tanya Lilakanti setelah kembali duduk di sebelah kiri suaminya. "Bandung sudah panas. Nggak perlu bakaran," jawab Farisyasa. "Iya, nggak usah yang itu. Tapi, dindingnya Mama mau kayak gini." Farisyasa mengangkat alisnya. "Kalau renovasi total, nggak jauh dari 1 miliar, Ma." "Enggak perlu semua. Kamar kita, ruang
56Jumat pagi, seunit mobil SUV biru tua melaju di jalan raya menuju bandara Vancouver. Langdon, supervisor proyek yang berada di kursi samping kiri sopir, menerangkan berbagai hal tentang Quebec pada penumpang lainnya. Quebec adalah provinsi di timur laut Kanada, yang merupakan provinsi terbesar dari 10 provinsi di negara itu. Sebagian besar penduduknya tinggal di bagian selatan provinsi tersebut.Sebagai salah satu provinsi pendiri Kanada dan satu-satunya provinsi dengan mayoritas penduduk berbahasa Prancis, pemerintah provinsi Quebec memiliki kendali yang signifikan atas urusan-urusannya.Langdon yang orang tuanya bermukim di pinggir Kota Quebec, begitu antusias menerangkan kota kelahirannya. Sesampainya di bandara, semua orang turun. Andi, Ibrahim dan Maher bergegas menurunkan semua koper dan tas travel dari bagasi, kemudian mereka ikut menyalami sang sopir yang akan kembali ke tempat proyek. Langdon dan Farisyasa jalan berdampingan sambil menyeret koper masing-masing. Lilakant
55Detik terjalin menjadi menit. Putaran waktu merotasi hari hingga berganti ke minggu dan bulan. Musim dingin telah berakhir di Vancouver. Bunga-bunga bermekaran dengan indah untuk menyambut musim semi nan cerah. Lilakanti sudah memiliki teman-teman baru, yakni para penghuni apartemen tempatnya tinggal. Demikian pula dengan Azrina. Bahkan gadis kecil tersebut ikut bersekolah di kindegarten, yang letaknya tidak jauh dari bangunan apartemen. Selain berteman dengan penghuni, Lilakanti juga makin akrab dengan Thalita Pangestu, anak Tanvir Pangestu, sekaligus keponakan Linggha. Thalita dan Devi, sahabatnya, tengah menempuh pendidikan sarjana di tahun terakhir. Selain kuliah, keduanya juga menyambi kerja untuk mengelola kafe milik Falea, istri Benigno, yang dulu sempat menetap di Vancouver selama dua tahun.Lilakanti juga bekerja di kafe itu sebagai staf keuangan sekaligus kasir freelance. Waktu kerjanya dimulai dari jam 9 pagi hingga 3 sore.Lilakanti juga kian dekat dengan Rosemund al
54Penerbangan lebih dari 20 jam telah tuntas. Kelompok pimpinan Ibrahim keluar dari pintu kedatangan bandara Vancouver. Mereka disambut sopir bus sewaan, dan seorang staf dari Janitra Grup. Farisyasa menggendong Azrina yang masih mengantuk, memasuki bus kecil dan menempati kursi terdekat dengan pintu. Lilakanti menduduki kursi di samping kiri Azrina, sedangkan Farisyasa berpindah ke kursi depan. Setelah memastikan semua penumpang masuk dan barang-barang terangkut, Ibrahim menaiki bus dan menempati kursi di sebelah kiri Farisyasa. Sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sang staf membagikan kotak kue, yang segera dinikmati para penumpang. "Mama, aku mau pegang salju," pinta Azrina sambil menunjuk ke luar kaca. "Nanti, nyampe di apartemen baru bisa pegang," jawab Lilakanti sembari merapikan rambut putrinya yang kusut. "Rambutnya dikepang aja, ya? Biar nggak berantakan," lanjutnya sambil memulai mengepang. "Mau minum susu." "Habis, Kak. Teh dulu, mau?" "Hu um." Azrina
53Sesuai janji, Baron tiba di hotel menjelang jam 9 pagi. Dia datang bersama Deandre, Erfinda dan Nohan, serta membawakan titipan buah tangan dari keluarganya di Bogor. Farisyasa menyambut semua tamunya dengan ramah. Dia menjamu mereka di restoran hotel, supaya lebih bebas berbincang. Kala Baron meminta waktu untuk bermain bersama Azrina, Lilakanti terpaksa mengiakan. Perempuan bermata besar terus mengamati mantan suaminya yang sedang menemani Azrina berenang bersama Erfinda. "Kamu temui Wirya di kantornya, Re. Tanya jelas-jelas tentang tawaran dari para komisaris CRYSTAL," tukas Farisyasa. "Aku, Kasyafani dan yang lainnya cuma nanam saham. Lainnya, HWZ-ZUB yang urus," lanjutnya. "HWZ-ZUB?" tanya Deandre. "Hendri, Wirya, Zein, Zulfi, Ubaid dan Bayu," terang Farisyasa yang menjadikan Deandre tersenyum. "Aku harus banyak menghafal singkatan nama para bos." "Yang penting-penting saja." Farisyasa terdiam sejenak, kemudian dia melanjutkan perkataan. "Aku nggak bisa pegang banyak pe
52Ruang rapat di lantai tiga kantor PG, siang itu terlihat ramai orang. Hampir semua anggota PG, PC dan PCD datang. Demikian pula staf ketiga perkumpulan itu, dan para pengawal muda PBK. Tio yang berdiri di podium, menyampaikan pidato yang cukup panjang mengenai berbagai kemajuan bisnis semua anggota perkumpulan tersebut. Selanjutnya, Tio memanggil belasan orang, yang segera maju ke depan. Para lelaki bersetelan jas hitam itu berdiri dan berbaris dengan rapi. Tatapan mereka arahkan pada khalayak yang juga memandangi mereka dengan saksama. "Teman-teman kita ini, adalah kloter pertama yang akan berangkat ke Kanada. Mereka akan menjadi pegawai beberapa proyek yang akan dimulai pengerjaannya bulan depan. Setelah musim dingin berakhir," ujar Tio. "Ethan yang mengantarkan teman-teman PG dan PC, akan tinggal di sana sampai tiga bulan mendatang. Ethan punya tugas khusus, yakni menghubungkan rekan-rekan kita dengan rekanan bisnis asli Kanada. Sekaligus membantu mereka untuk mempelajari ba