Beranda / Romansa / Kepincut Boss Ndeso / Bab 42. Masuk Rumah Pertama

Share

Bab 42. Masuk Rumah Pertama

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Waktu liburan sudah habis. Aku dan Kak Jazil kembali ke Bali.

Di bandara, Bapak dan Ibu menunggui mengantar kami. Terlihat jelas, Bapak mulai menyayangi Kak Jazil. Sesekali punggung Kak Jazil di tepuk sembari mengucapkan, entah apa, yang aku lihat Kak Jazil mengangguk kemudian memeluk Bapak.

Ibu menggenggam jemariku sambil berkata, "Jadi istri yang baik. Anak ibu sekarang, bukan remaja yang seenaknya, dan sudah mempunyai tanggung jawab. Yang rukun dengan suamimu, ya."

Mata ibu berkaca-kaca, kemudian memelukku erat. "Anak Ibu sudah besar," bisiknya terdengar serak. Aku usap bahunya untuk meredakan rasa haru yang juga menyelimutiku.

Kak Jazil dan Bapak menghampiri kami. Bergantian mencium tangan Bapak dan Ibu. Terakhir Bapak menepuk pundak Kak jazil, kemudian berkata, "Kau sudah menjadi anak kami, jangan sungkan. Bapak dan Ibu adalah orangtuamu. Kalian bahagia, ya."

Sambil melambaikan tangan, kami berpisah setelah memasuki pembatas pengantar dan penumpang.

Setiba di Bali, kami lang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 43. Istri Bule

    "Tak jarang, mereka memberi label kami yang bersuamikan bule adalah perempuan pemuja seks. Gila, kan?" serunya sambil tertawa.Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Kebenaran sosial sering kali merujuk pada kekeliruan. Menyamaratakan pandangan yang belum tentu benar."Pandangan orang-orang, laki-laki bule melambangkan kesejahteraan. Kalau kita mempunyai hubungan khusus, berarti dia akan mendapatkan uang dollar yang berlimpah. Apaan! Tuh lihat, banyak kasus mereka meninggalkan anak tanpa memberi nafkah. Syukurlah, Andrew bukan golongan orang seperti itu. Aku dan dia tidak bertemu di sini." "Oya. Maaf, boleh cerita sedikit, Mbak Jasmin. Pasti kisahnya romantis," pintaku sambil menyodorkan minuman dingin. Dia tersenyum menunjukkan lesung pipit di pipi kiri, kemudian mulai bercerita.Mereka bertemu di Canberra, Australia, tepatnya di ANU--Australian National University. Jasmin yang anak pengusaha furnitur di Bali ini, dikirim untuk mendalami managemen bisnis. "Dia kakak tingkatku, kami

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 44. Kerja Plus-Plus

    Menjadi istri seorang Jazil Ehsan berbeda sekali dengan keseharianku biasanya. Menuntutku untuk cepat beradaptasi.Aku ngotot untuk membantu Kak Jazil bekerja, memegang administrasi. File yang berantakan membuat tangan ini gatal, dan akhirnya Kak Jazil mengerti. Tidak mungkin istrinya hanya berdiam diri, dan seharian menunggu dia selesai bekerja.Kalau dulu, pagi pukul delapan aku harus sudah di kantor dan kembali pulang pukul lima sore, sekarang terserah kita yang mengatur. Ke kantor mulai pukul berapa, suka-suka.Enak, dong?Sudah jadi bos dan bisa semaunya.Tidak!Kalau dulu delapan jam kerja itupun dipotong istirahat, setelah itu merdeka. Sekarang full day, otak tercatat dengan sendiri tentang pekerjaan. Saat mandi, masak, bahkan sebelum tidurpun masih kepikiran kerjaan."Ayo tidur ...," bisik Kak Jazil. Tangannya merangkul pinggangku dengan kepala menyelusup di tengkuk ini. Kalau biasanya, disaat seperti ini, pasti aku langsung melahapnya. Sekarang tidak ingin."Kak .... File unt

  • Kepincut Boss Ndeso    Bab 45. Jangan Tebar Pesona

    Aku merapikan rambut dan riasanku, bersiap menemui Ms. Berta. Dia janji akan datang pukul sepuluh."Tuh, kan. Dia baru saja datang. Kalau kita nunggu tanpa ada kegiatan, pasti lama. Aku pintar, kan?" celetuk Kak Jazil di belakangku. Bayangan wajahnya yang tersenyum terpantul di cermin. Aku tersenyum sambil mendesis, "Iiis .... Dasar suami rakus!"Kami pun keluar menemui Ms. Berta. Dia berasal dari Itali dan sudah menjadi pelanggan tetap, setiap tahun pasti ke Indonesia untuk belanja. Biasanya, khusus Jaz Furniture, dia menaruh order untuk satu peti kemas ukuran dua puluh fit."Buongiorno, Ms. Laras?" teriak Ms. Berta mengucapkan selamat pagi kepadaku."Buongiorno, Ms Berta. Come stai?" balasku kemudian menanyakan kabar. Untung aku sedikit mengerti bahasa Itali, sebelumnya, aku pernah PKL di perusahaan yang pemiliknya orang Itali. Tidak lama, hanya dua bulan. Cukup untuk mengerti percakapan biasa."Bene, grazie." Ms Berta menjawab baik.Kemudian kami membicarakan apa saja yang sudah di

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 46. Alarm Bahaya

    Persetujuan Kak Jazil tentang anak magang, disambut senang oleh Mbak Jasmin. "Syukurlah Jazil setuju, jadi saya tidak mencarikan tempat lagi. Sebenarnya ada dua orang, yang cewek di tempatku dan yang cowok di tempatmu. Correct?""Ya, correct!" jawabku yakin. Lumayan mendapat pekerja tambahan sebelum aku mendapatkan karyawan yang tepat. Lamaran online sudah dibuka, namun kami masih belum ada kesepakatan memilih yang mana. Kalau aku memilih yang menurutku pas, Kak Jazil tidak setuju, hanya gara-gara foto profilnya terlihat mirip dia. Laki-laki baru lulus kuliah dan berambut panjang. Katanya, takut aku keliru memeluk orang.Alasannya aneh, kan?Dia juga, pilihannya perempuan yang membuatku snewen. Memang berpengalaman dan berpenampilan baik dan bersih. Awalnya aku merasa klik, tapi setelah selesai tes wawancara, ada kejadian yang membuatku ragu.Ketika datang, tampilannya menarik, anggun dengan menggunakan blus putih berlengan panjang dan rok panjang di bawah lutut. Saat berbincang d

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 47. Bule Magang

    Hati ini mulai memanas. Membayangkan saja membuat hati ini kesal. "Kalau Kak Jazil mau menerimanya, telpon saja sendiri! Nih, data lamarannya!" teriakku dengan membanting berkas di depannya. Sengaja aku tunjuk nomor ponsel wanita itu. Ingin tahu, seberapa kuat imannya. Walaupun, hati ini ketar-ketir seandainya Kak Jazil jadi menghubunginya, mati aku. "Dek Laras, marah? Cemburu, ya." Tangannya terulur ke arahku. Aku segera berdiri dan menepisnya. Kemudian pergi kembali ke rumah joglo di sebelah kantor. Huuf ...! Laki-laki kok tidak peka, kalau ada garangwati yang mulai keluar tanduknya. Sebagai perempuan, aku tahu benar bagaimana tatapan menggoda atau pun gerakan tubuh yang mengundang hasrat. Masih teringat jelas bagaimana caranya dia menyilangkan kaki dan melemparkan pandangan ke Kak Jazil. Dan, itu tertangkap pada pengamatanku. Dengan sogokan makan es krim bersama, akhirnya senyum ini berkembang kembali. Dengan syarat yang aku ajukan, administrasi merupakan arealku termasuk

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 48. Legitan Aku

    Clara Winson dan Dareen Collin, kami antar ke apartemen yang sudah disiapkan oleh Mbak Jasmin. Setelah memberi tahu ini itu, kami tinggalkan mereka di sana. "Kenapa Laras, dari tadi diam saja. Ada yang kamu pikirkan?" tanya Mbak Jasmin tanpa menoleh ke arahku. Dia konsentrasi mengemudikan mobil."E ... tentang Darren, Mbak.""Kenapa?" Dia menoleh sekilas."Aku kawatir Kak Jazil marah. Darren terlalu keren untuk ukuran bule yang magang," ucapku sambil memijit pelipis, mencoba menghilangkan pusing. "Urusan Jazil, biar aku bantu ngomong. Mereka berdua tanggung jawabku. Nanti aku mampir, deh. Sekalian ngomong dengan Jazil, titip Darren, ya.""Ya, semoga dia mengerti. Dia itu suka cemburu, Mbak. Makanya sampai sekarang tidak dapat karyawan. Alasannya aneh, takut aku salah peluk katanya. Gila, tidak?" Mbak Jasmin mengangguk-angguk sambil tertawa. Ya, siapa sih, yang tidak akan menyebut penampilan Darren di atas rata-rata. Tubuh atletis, wajah mirip artis, dan warna kulitnya, walaupun bu

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 49. Darren Bersamaku

    "Kak Jazil belum makan?" tanyaku sesudah dia mengunci pintu gerbang kayu. Selot kunci dari kayu yang hanya dimasukkan ke daun pintu satunya."Sudah, tadi Embuk sudah siapkan makan. Dek Ras, tadi aku makan sendiri. Rasanya tidak enak," ucapnya seraya menarik pinggangku untuk duduk dipangkuannya. "Mulai besuk, kamu tidak akan terlalu sibuk. Ada anak magang itu yang bantu kamu," tambahnya.Aku tidak yakin dengan pernyataan terakhir, tunggu saja besuk. Apakah dia membiarkan aku bekerja bersama dengan Darren, si Liam Hemsworth versi muda. Kalau diperbolehkan, aku akan mendapat vitamin setiap hari.Dia merapikan rambut panjangku, membelai dan berhenti di balik ujung rambut. Jahilnya kumat. Tanpa menghentikan kesibukannya dia berkata, "Jangan terlalu capek membantuku bekerja, simpan tenaganya untuk menemaniku saja. Tadi sudah makan?" Aku tersenyum, hidungnya aku telusuri dengan telunjukku. "Aku sudah makan, tadi di bandara dengan Mbak Jasmin. Trus, kenapa Kak Jazil bilang aku belum makan?"

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 50. Aku Ingin Kamu Potong Rambut

    Kak Jazil selesai mandi dan hanya mengunakan handuk sepinggang. Biasanya, saat seperti inilah yang aku suka, mengodanya saat dia menyikat gigi. Namun, sekarang kenapa aku lebih menyukainya saat dia belum mandi?"Dek Ras, kamu sekarang aneh," celetuknya setelah berkumur, kemudian berbalik ke belakang. "Selain aneh, juga tambah menggoda" ucapnya sambil menarik pinggangku. "Aku mau mandi," pekikku saat tali piyama ditariknya pelan. "Aku membantumu untuk bersiap mandi," tolak Kak Jazil, memberi pembenaran untuk melucutiku segera....."Sini aku bantu," pintanya mengambil pengering rambut dari tanganku. Aku yang masih kesal, mendelik ke arahnya. Inginku berlama-lama mandi sendiri, malah digoda dan berakhir harus mandi bersama. "Siapa suruh, semakin hari semakin membuatku gemas." Dia mengedipkan mata dan tersenyum jahil. Aku hanya bisa berdesis kesal akan pelakuannya tadi. Sempat aku tolak, walaupun berakhir dengan tenggelam bersama di samudra hasrat. "Nanti mau makan apa?" tanyanya

Bab terbaru

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 59. Anak Bumi

    "Dek Laras! Ka-kakimu berdarah!" teriak Kak Jazil yang baru masuk ke dapur. Aku yang memanggang roti untuk makan pagi, kaget dibuatnya. Apalagi, Kak Jazil langsung memapahku untuk duduk di bangku. Setelah duduk, baru aku sadar kalau darah segar keluar dari balik rokku. Apa sekarang sudah waktunya melahirkan? Tetapi, tidak ada rasa mulas seperti yang diajarkan di kelas ibu hamil."Kak. Aku pendarahan ...." ucapku sambil menatap kedua kakiku. Kecemasan mulai melingkupi hati ini. Apakah ini membahayakan? Padahal waktu yang diperkirakan masih dua minggu lagi."Kamu akan melahirkan, Dek. Kita ke rumah sakit sekarang!" ucapnya kemudian teriak memanggil Embuk yang menyapu di kamar. Memerintahkan bersiap dan menyuruh memberitahu Kacong untuk membawa mobil, segera Seketika, keadaan menjadi heboh. Kak Jazil langsung menggendongku memasuki mobil yang dikemudi Kacong dan segera meluncur ke rumah sakit.Sepanjang jalan, tak lepas genggaman di tanganku. Sesekali dia mengecup keningku dan membisik

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 58. Jalan di Pantai

    Seperti yang direncana kemarin. Kami akan menghabiskan waktu pada hari minggu di pantai. Aku dan Embuk sudah mempersiapkan karpet, peralatan makan dan bekal berupa camilan dan buah. "Dek, katanya di sana mau jalan kaki." "Memang iya. Kenapa?," ucapku sambil mengusap kepala Kak Jazil yang menyelusup di pundakku. Kebiasaan dia, memeluk dari belakang walaupun aku sibuk seperti sekarang, memasukkan bekal makanan di keranjang. "Bekalnya kok banyak, Dek. Pindah makan, ya?" bisiknya sambil mengecup sekilas leher ini. "Maunya bawa kasur dan bantal, sekalian rebahan di sana," timpalku bercanda. "Tenang saja, kalau ingin tidur, di sini saja," ucapnya sambil menepuk dada dan tertawa. Embuk, Ardi, dan Kacong berangkat terlebih dahulu. Mereka membawa mobil bak dengan muatan di belakangnya, entah apa saja. Tadi mereka menyiapkan bersama Kak Jazil. Aku berangkat bersama Kak Jazil, sedangkan Darren tidak jadi ikut. Katanya ada teman senegaranya yang berkunjung "Kak, kita ke pasar ikan, ka

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 57. Pengurai Kesal

    “Kita hanya memiliki dua tangan, cukup untuk menutup telinga kita. Tidak perlu membungkam mulut orang lain. Biarkan saja, toh akan mengerti dengan sendirinya.” Itu yang dikatakan Kak Jazil, tadi.Oke, lah, mereka akan mengerti sendiri, tapi kapan? Keburu kepala kita terbakar karena kesal.*Curhat dengan Kak Jazil membuatku bertambah kesal. Seakan tidak menyambut kekesalanku, dia justru memberikan wejangan yang merujuk untuk menyuruhku memaklumi dan lebih bersabar. Memang kalau dipikir ada benarnya, tapi hati ini masih terasa panas.Selebihnya, dia hanya mengangguk dan bersuara, "Hmm ...," atau "He-eh." Seperti tidak ada kata lain atau kalimat dukungan untukku.Ditambah lagi, lima baju yang teronggok di sofa mengingatkan kejadian itu. Ingin aku buang, tetapi sayang. Model dan warnanya aku suka sekali.Dari pada semakin kesal, aku menonton serial drama Korea. Menikmati alur cerita dan penampilan yang membuat mata ini enggan berkedip, bisa mengurai rasa kesal ini. Tentu saja, dengan mem

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 56. Kangen Adek

    "Tak usah pusing dengan perkataan orang, Dek. Yang penting kita baik dengan sesama, nyaman hidupnya dan bahagia selalu. Aku tidak pusing dengan mereka, tidak berpengaruh dengan pendapatan," ucap Kak Jazil ketika aku mengadu."Tapi, Kak?"Aku menceritakan kejadian di toko baju itu. Bagaimana kesalnya hati ini saat merasa tidak dianggap. Kak Jazil hanya menanggapi dengan senyuman sambil mengusap-usap lenganku.“Kak Jazil bicara seperti itu karena tidak ada di sana. Tidak tahu bagaimana kesalnya saat melihat sorot mata mereka yang terlihat menyepelekan. Bahkan terkesan tidak percaya saat dijelaskan. Harusnya Kak Jazil memberlaku, dong. Istrinya diperlakukan seperti itu. Memang mereka pikir aku tidak mampu membeli dagangannya, apa?!,” dengusku kesal.Alih-alih terprovokasi dengan aduanku, suamiku ini justru tertawa terkekeh.“Dek, kalau pengalaman seperti itu, Kakak sudah kenyang. Kamu saja yang bening digitukan, apalagi Kakak yang modelnya santai seperti ini.”“Memang Kak Jazil pernah d

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 55. Tetep Tidak Dipercaya

    Kejadian tamu dari ibu kota minggu kemarin membuatku berputar otak. Mencari tahu apa yang kurang pada penampilan Kak Jazil. Setahuku ok-ok saja. Mungkin karena penampilkan kami sebagai orang pribumi dan masih berusia muda, sehingga tidak dipercaya mempunyai usaha mandiri seperti ini. Tetap, aku siapkan setiap pagi baju kemeja dan celana kain. Celana cargo, celana tiga perempat, celana jeans, dan kaos tanpa krah aku singkirkan. Sandal jepitpun aku haramkan. Dia harus berpenampilan fashionable, biar terlihat kalau seorang bos. Itu harapanku, walaupun tetap berakhir dengan kaos lengan pendek, pakai sarung, dan peci di kepala dengan rambut terurai. Pastinya dilengkapi sandal jepit kesayangan. "Tak nyaman pakai seperti itu, Dek. Seperti sales saja. Kenapa tidak pakai dasi saja sekalian?" tolak suamiku itu. Huuft! *** Kehamilanku yang semakin besar menuntutku untuk jalan kaki. Ini yang disarankan dokter. Bersama Embuk, aku mengelilingi jalan dekat rumah. Berjajar galeri dan artshop

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 54. Salah Alamat

    Dia menyilangkan kaki, menunjukkan kakinya yang putih mulus walaupun mulai berkerut. Di usia yang sudah tidak muda, wanita ini masih cantik dan kelihatan terawat. Alis mata, hidung, bibir, pokoknya semua yang ada tubuhnya seperti tertulis berapa harga yang dia keluarkan. Untuk seumur dia, menggunakan celana super pendek dan atasan tank top, dan riasan mencolok dengan lipstik merah menyala, menunjukkan dia berasal dari komunitas bagaimana.Cantik, sih. Tamu julid, itu kesimpulanku. Permintaannya yang seperti menjebak. Pada umumnya, tamu ditawari minum jawabannya mineral water, teh, atau kopi biasa. Ini minta cappuccino, dan ucapan yang terakhir seperti menyepelekan. “Ya, kalau ada.”Huuft!"Mas dan Mbak, juga cappuccino?" tanyaku ke pasangan itu.Pasangan, yang kata Ardi sempat viral. Mereka menghentikan kesibukan sejenak dan menjawab bersamaan, "Iya. Disamakan dengan Mami Sherin saja."Mereka menunjukkan senyuman kaku, dan kembali berkutat dengan ponsel."Oh, punya mesin capucinno

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 53. Tamu Ibu Kota

    Perutku semakin membuncit, dan sudah tidak bisa disembunyikan dari baju keseharianku. Kalau ibu hamil lainnya susah makan dan muntah-muntah, tetapi aku malah tidak berhenti makan. Apalagi, Ibu selalu mengirimi makanan kering dari Solo.Tidak hanya aku yang membuncit, Kak Jazil pun begitu. Keinginanku makan ini dan itu, memaksa dia untuk selalu menemani makan. Apalagi rasa malas yang mengusaiku, membuatnya ikut rebahan disampingku karena harus berbagi aroma kecut ketiaknya."Dek Ras, kalau begini caranya, Kakak jadi seperti orang hamil. Ini, perutnya juga saingan. Buncit." Dia menyingkap kaos, terlihat perut yang mulai berlemak, walaupun jejak six-pack masih berbayang."Main surfing dengan Darren, boleh, ya? Badan ini sudah mulai berat." Kak Jazil berdiri di depan cermin, memiringkan badan ke kanan dan ke kiri, sesekali mengelus perut. Kedua alisnya bertaut, seperti menyesali perut rata yang mulai terganti.Aku tertawa dan menghampirinya, mengikuti apa yang dilakukan, pamer perut."

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 52. Aku Ingin Selamanya

    "Bermaksud apa? Kalau laki-laki mencari istri orang?!" teriak Kak Jazil memotong ucapan Mas Januar. Aku langsung menarik lengannya, mencegah dia yang bersiap berdiri. Tangannya yang sudah melemas, sekarang terkepal kembali. "Kak Jaz, sabar. Kita dengar dulu apa yang akan dikatakan Mas Januar," ucapku, tanpa melepas pegangan tanganku."Baiklah! Silahkan. Saya akan dengar!" Kemudian, dia menyandarkan badannya ke sandaran sofa. Wajahnya masih mengeras pertanda rasa amarah yang belum mereda."Saya ke sini ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kalian, dan memperbaiki hubungan kita. Juga, akan memberikan ini." Mas Januar mengeluarkan amplop dari saku jasnya, dan menyerahkan kepada kami. Sebuah undangan pernikahan."Saya akan menikah awal bulan depan. Kalau kalian sempat, bisa datang. Tetapi kalau tidak pun, saya minta doanya."Kak Jazil membaca undangan itu dengan mengangguk pelan dan menatap ke Mas Januar. "Maafkan saya yang sudah salah paham. Kamu ke sini membawa bunga, itu yang me

  • Kepincut Boss Ndeso   Bab 51. Kunjungan yang Tak Diharapkan

    Setelah dari dokter kandungan, hariku pun semakin dikuasai Kak Jazil. Tidak boleh ini dan itu."Ini untuk anakku, Dek." Dia membopongku, kembali ke ranjang. Ini hanya gara-gara, aku naik kursi untuk mengambil cetakan kue di rak lemari paling atas. "Aku, tidak?" protesku. Menatap wajahnya yang semakin tampan dengan rambut pendek. Setelah puas, kemudian menyelusup di ketiaknya, mencari yang aku mulai candui. Bau kecut ketiaknya."Ya, termasuk mamanya juga, Dek," jawabnya kemudian mencium pucuk kepalaku.Saat periksa ke dokter, kami dipesan untuk hati-hati di tri semester awal. Jangan sampai jatuh, karena itu akan berakibat fatal. Ke kantor pun, tidak boleh sehari penuh. Aku hanya diperbolehkan menyuruh, mengawasi dan mengkoreksi. Apalagi, sekarang ada Darren dan pegawai baru, Ardi namanya. Dia saudara jauh Kacong, lulusan dari sekolah kejuruan, jurusan akutansi. Anaknya baik, bisa diajari, nurut dan lucu. Tingkahnya tidak seperti anak laki-laki pada umumnya, sekilas dia lebih bersifa

DMCA.com Protection Status