Jika kalian pernah melewati masa manis dengan seseorang, pastilah tidak mudah untuk melupakannya. Apalagi kalian berpisah hanya karena salah paham saja. Malam ini, Puspa kembali mengingat Rian. Pria itu adalah pria baik dan keadaan yang membuatnya kini menjadi benar-benar berpisah dari Rian. Kontak Rian pun sudah ada di depan matanya. Sebuah pesan ingin ia tuliskan untuk menanyakan bagaimana kabar mantan kekasihnya itu, tetapi sepertinya ia tidak nekat. Rian sudah benar-benar mengakhiri semua dengannya, tidak mungkin ia mencari perhatian lagi, bukan? Selagi Ramon masih sendiri dan terus mencari celah dengan mengatasnamakan Robi, maka hidupnya tidak akan pernah tenang. "Mungkin, jika lo udah nikah lagi dan bawa Robi pindah sama laki lo yang baru, Ramon baru tidak bisa berkutik." Itu adalah saran yang dikatakan Mbak Ella, tetangga sebelah rumahnya yang sering menjadi tempatnya bercerita. Anak Mbak Ella seusia Robi dan mereka bermain dengan akrab. Maksud hati, begitu surat cerai yang
"Teh, ini ponselnya?" Dini masuk ke dalam kamar Puspa yang memang tidak terkunci untuk mengembalikan ponsel milik Puspa. Ia telah selesai berbincang dengan Rian. Memang tidak lama, sekitar sepuluh menit saja. Namun, bagi seorang Puspa, bos berbicara dengan anak buah PKL selama sepuluh menit, itu termasuk waktu yang lama. "Rian bilang apa? Apa kamu ditegur Rian lagi?" tanya Puspa penasaran. "Ditanya soal tugas yang waktu itu belum selesai," jawab Dini seadanya, lalu keluar begitu saja dari kamar Puspa. Ia tahu, pasti ada yang ditutupi oleh adiknya, tetapi ia tidak tahu apa. Ingin bertanya lebih detail, tetapi khawatir Dini tersinggung. Apalagi dirinya sudah tidak ada hubungan dengan Rian. Puspa pun memutuskan menon-aktifkan kembali ponselnya agar Ramon tidak kembali mengganggunya. Keesokan paginya, Puspa pun sudah bersiap sejak pukul enam pagi. Sebuah kejutan yang mencengangkan karena Dini yang kemarin seperti gadis yang depresi, tapi pagi ini nampak begitu bersemangat. Dini berad
Puspa masih berdiri di depan meja bos besar pemilik restoran. Ini hari pertama bekerja dan dengan maksud on time, malah ia kepagian. Hal itu pula yang menyebabkan dia masih berdiri di ruangan ber-AC begitu tinggi suhunya, tanpa disuruh apa-apa. "Pak, ini saya berdiri sampai berapa lama ya? Barangkali ada pekerjaan di dapur restoran yang bisa saya bantu," kata Puspa membuka suara. Bos yang sampai saat ini ia tidak tahu namanya itu, hanya menggeser sedikit kepalanya dari depan laptop untuk melihat Puspa, lalu kembali lagi pada posisi semula. Oke, baik, anggap saja ini percobaan hari pertama sebagai karyawan. Sampai berapa lama ia bisa berdiri untuk melayani tamu yang datang silih berganti. Kata hati Puspa membesarkan rasa sabarnya. Jarum jam terus bergeser. Ia berdiri sejak pukul tujuh lima belas menit sampai dengan sekarang, pukul delapan lebih lima menit. Anggap saja sedang upacara bendera di hari senin, saat ia masih sekolah. Kurang lebih waktunya sama, bukan? "Kalau kamu kerja,
Dini adalah gadis muda yang memiliki karakter mudah penasaran. Ia berani melakukan apapun agar semua keinginannya dalam mendapatkan Rian cepat terwujud. Seperti sore ini, Dini nekat berada di dalam kamar mandi yang sama dengan Miko, saling menyambung hingga ia lupa diri. Satu keduanya berada di kamar mandi, saling menyentuh dan memberikan kenikmatan. Memang Miko tidak sampai bercinta dengan Dini, lelaki itu kuat menahan diri, demi anaknya. Namun, Dini diharuskan melakukan lip service sebagai ganti dirinya yang tidak bisa bercinta dengan gadis itu. Dini pun diberikan kepuasan yang sama oleh Miko hingga ia mencapai puncak berkali-kali, padahal pria itu hanya menggunakan tangan dan juga lidahnya. Dini sudah hilang akal, ia tidak ingat bagaimana ibunya menunggu di rumah. Bagaimana pergaulan harus ia jaga? Semua sirna karena obsesinya pada Rian. "Om, saya capek," ujar Dini begitu ia keluar kamar mandi bersama Miko. "Mau menginap di sini?" tanya Miko sambil tersenyum licik. Dini menggel
"Katakan, Dini, siapa lelaki dewasa itu? Teteh gak percaya apa yang Teteh lihat dari jauh, saat kamu masuk ke restoran, tapi begitu Teteh yang mengantarkan makanan ke ruangan VIP, barulah Teteh lihat jelas apa yang tengah kamu lakukan bersama pria itu. Dini, kamu masih muda, kalau kekurangan uang bilang Teteh, jangan berbuat nekat. Ingat, harga diri wanita itu harus dijaga, apalagi mahkotanya. Nikmatnya hanya sesaat, tetapi nanti kalau sesuatu hal lebih mengerikan terjadi sama kamu, mama adalah orang yang paling pertama terluka. Teteh akan simpan rahasia ini dari mama, tapi Teteh harap, kamu segera meninggalkan perbuatan yang dapat membahayakan kami. Berciuman dengan pria dewasa itu sama saja seperti kamu tengah membuka kandang singa." Puspa pun beranjak dari tempatnya dan langsung berjalan masuk ke kamar. Lalu Dini, gadis itu hanya bisa diam membeku karena terlalu terkejut dengan ucapan Puspa. Saat di restoran, ia tidak melihat Puspa dan ia juga tidak memperhatikan pelayan yang menc
"Gimana semuanya sudah siap?" tanya Rian pada Sonya. Gadis cantik yang dikenalkan oleh orang tuanya. "Sudah, masih ada dua jam lagi sebelum check-in. Mau keliling dulu gak? Atau mau mampir ke mana? Aku belum beliin oleh-oleh untuk Tante Gina," tanya Sonya pada Rian, kekasih barunya. Pria yang tidak lama lagi akan menjadi suaminya. "Kamu di sini kuliah, Sonya, jadi jangan repot untuk oleh-oleh. Kemarin aku sempat belikan jam tangan dan pajangan. Nah, tapi nanti kamu yang berikan ya," kata Rian, hingga membuat Sonya merona. Pria di depannya ini begitu dewasa dan sangat baik. Bahkan Rian sama sekali belum pernah menciumnya setelah mereka jadian. Paling hanya berpegangan tangan saja seperti saat ini. "Aku mau makan es krim, Mas," rengek Sonya dengan wajah memelas. Rian tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Sonya, lalu pria itu pun mengangguk. Keduanya makan di es di salah satu restoran cepat saji yang ada di bandara. Rian yang memperhatikan Sonya menikmati es krim cone, tiba-tiba s
Hari ini, Dini kembali menunggu kehadiran Rian. Kata kekasihnya, pria itu akan datang untuk memberikan tanda tangan pada surat pernyataan bahwa hari ini, dirinya sudah selesai PKL. Pria itu juga mengatakan bahwa dirinya rindu dan akan mengajaknya nonton bioskop dan juga menginap di hotel. Ini adalah hari jumat, sehingga ada alasan tepat jika Dini meminta ijin menginap satu malam di rumah temannya. Namun, hingga jam empat sore, Rian belum juga muncul. Dini masih terus bersabar hingga selesai azan magrib. Ponsel Rian tidak bisa dihubungi dan ia pun mulai cemas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Rian? Pasrah karena langit semakin malam, Dini pun meminta tanda tangan HRD yang kebetulan malam ini sedang lembur. Ia tidak jadi menunggu Rian sampai lebih malam lagi karena dapat dipastikan, kekasihnya itu tidak akan datang. "Terima kasih atas bantuannya selama PKL di sini, Mbak Dini. Salam untuk Puspa ya," ujar Bu Galuh, kepala HRD yang memang ramah pada Dini dan semua karyawan Rian. Dini
Bukan main terkejutnya Dini dan Miko, saat mengetahui ada wanita yang sudah berada di depan kaca mobil dan mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan kuat. Ia juga mengintip dari luar dengan menempelkan wajahnya ke jendela, berusaha melihat siapa yang ada di dalam sana. Dini melotot takut saat mengetahui mamanya-lah yang ada di sana dan ia takut mamanya melihat apa yang baru saja ia lakukan dengan Om Miko. Ia tidak bisa lari karena sudah kepergok. "Buka!" Suara teriakan itu terdengar jauh, seperti kedap suara, tetapi tetap saja membuat nyali pria dewasa seperti Miko menciut. Ia tidak tahu kalau urusannya akan sampai repot seperti ini. "Om, gimana, itu mama saya," ujar Dini ketakutan. "Iya, saya tahu, terus bagaimana? Apa kita lari saja?" "Jangan, Om, nanti kalau mama jatuh gimana? Ini pasti mama berteriak karena ia mengenali motor saya yang ada di belakang," bisik Dini sambil menunduk di kolong. Ada untungnya mempunyai badan kecil, sehingga ia bisa bersembunyi, tetapi tetap saja jantungn