Jolin mengeluarkan pistolnya. “Lindungi Bu Lidora!”Beberapa pengawal yang tertembak langsung jatuh ke lantai. Para lelaki yang berpakaian hitam tampak memiliki wajah kebulean. Mereka bersembunyi di tempat yang aman sembari menembak.Jolin mendorong Lidora ke atas kapal, lalu berjongkok di sisi kapal sambil menembak musuh yang berdiri paling dekat dengannya.Para pengawal membawa Lidora ke atas kapal, lalu menjerit kepada awak kapal, “Jalankan kapalnya! Cepat!”Saat awak kapal hendak kembali ke kabin, dia malah ditembak hingga darah bersimbahan di atas kaca. Si awak kapal kehilangan keseimbangannya, langsung jatuh ke dalam laut.Pada saat ini, Lidora menyadari ada yang mengarahkan pistol ke sisinya. Dia langsung menarik pengawal di belakangnya untuk mengadang tembakan itu. Peluru seketika menembus kepala si pengawal. Darah pun memuncrat ke tubuh Lidora.Lidora merangkak ke dalam kabin kapal, lalu mengunci pintunya. Hanya saja, sekarang mereka sedang berada di tengah laut. Lidora tidak
Andreas membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi. Dia tidak menghiraukan suara tangis, makian, dan jerit histeris Lidora di belakang.Pada saat yang sama, media Negara Hyugana melaporkan kabar penembakan yang dialami Lidora. Setelah mengalami kejadian itu, Lidora mengalami tekanan batin dan diantar ke “pusat rehabilitasi” untuk diobati. Mengenai apa benar Lidora sedang berada di pusat rehabilitasi, awak media juga tidak mencari tahu lebih lanjut.Di sekolah swasta, ibu kota.Tiga hari lagi libur panjang akan segera tiba. Semua murid sungguh menantikannya. Mereka semua sedang berkumpul untuk membahas rencana liburan.Lisa menoleh menatap Jessie yang sedang menyandarkan kepala di atas meja itu. Dia lalu menghampiri Jessie. “Jessie, kamu nggak enak badan?”Jessie mengangkat kepala untuk menatapnya, lalu kembali menyandarkan kepala ke atas meja. “Aku bukan nggak enak badan, cuma malas gerak saja.”Lisa tersenyum.Saat ini, Jerry memeluk bola basket berjalan ke dalam kelas. “Dik Jessie.”Jes
Jerry merasa terpukul. “Ayah, apa aku nggak tampan?”Hudson langsung tertawa lepas. Dia menepuk-nepuk kepala Jerry. “Tampan! Tapi masih kurang kalau dibandingkan dengan kakakmu. Hahaha.”Mereka semua meninggalkan bandara dengan senyum lebar.Kediaman Fernando kembali ramai. Steven sedang mendengar cerita seru Hudson sewaktu di luar negeri. Dia pun tak berhenti tertawa.Steven memanggil Jody. Dia mengamati bocah yang masih muda ini sudah semakin dewasa saja. Dia merasa sangat puas dengan perubahan cucunya ini. “Hidupmu di sana pasti sangat keras.”Joddy membalas dengan tersenyum, “Kakek, nggak keras, kok.”Kedua mata Steven tampak memerah. Dia menepuk pundak Jody dengan berat. “Kakek buyutmu sangatkah keras. Kamu pasti sengsara selama hidup bersamanya.”Saat ini, Javier dan Claire berjalan ke dalam ruang tamu. Steven pun bertanya, “Di mana Jerry dan Jessie?”“Di halaman,” balas Claire dengan tersenyum.Steven mengangguk. “Sudah lama ketiga anak ini tidak berkumpul. Selagi liburan, biark
“Kak Jerry, apa itu?” Jessie menunjuk penjual lilin di atas jembatan. Bentuk lilin itu beraneka ragam, begitu pula dengan warnanya. Ada yang berbentuk binatang, bunga, dan lainnya. Pokoknya lilin itu ditata dengan sangat apik.Claire berjalan menghampiri mereka. “Biasanya lilin itu dilepaskan di atas sungai.”“Ibu, aku juga ingin lepasin lilin di sungai.” Jessie mengedipkan matanya. Dia sangat penasaran dengan hal-hal baru.Saat menyadari suasana hati Jessie sudah kembali seperti semula, Claire juga ikut merasa gembira. Dia mengangguk. “Pergilah, hati-hati. Jangan sampai jatuh ke sungai.”Jessie menarik Jody dan Jerry ke bawah jembatan batu. Claire menatap mereka sembari berkata, “Mereka bersemangat sekali.”Javier merangkul Claire. “Mau ke sana?”Claire mengatakan tidak, tetapi Javier malah menariknya ke bawah jembatan. Ada banyak anak-anak dan orang tua anak di sana. Di atas lilin juga ditulis banyak permintaan. Meskipun permintaan itu belum pasti bisa terwujud, setidaknya mereka bi
Cahya melihat Cherry sekilas, dia memegang punggung tangan Cherry. “Aku juga tidak akan merahasiakannya terlalu lama. Meski Ibu tidak menyadarinya, aku juga akan mengumumkan masalah kekasihku kepada publik.”Saat Peter hendak mengatakan sesuatu, Zefri pun mendahuluinya. “Berhubung sudah datang, nanti malam kalian makan di rumah saja. Cahya, kalau ada waktu, sering-sering bawa Cherry ke rumah.”Cahya mengangguk.Setelah itu, Cahya membawa Cherry ke kamarnya. Cherry menatap poster yang ditempel di atas dinding. Semuanya adalah foto potraitnya. Di atas rak juga dipajang banyak piala dan piagam. Semuanya adalah penghargaan yang diterima Cahya selama beberapa tahun ini. Selain itu, tampak juga majalah di dalam rak.Cherry asal mengambil satu majalah, lalu membukanya. Isinya adalah berita Cahya terkenal di usia 18 tahunnya. Cherry pun tersenyum. “Nggak mirip kamu, ya.”Cahya berjalan ke belakang Cherry, lalu mengambil majalah di tangannya. “Bagian mana tidak mirip?”Cherry membalikkan tubuhn
Jessie terdiam membisu.Kak Jerry yang satu ini memang genius!Ketika mendengar suara bel, Jody pergi membukakan pintu. Candice dan Cherry datang dengan membeli bumbu sup steamboat. Cherry tidak pernah bertemu Jody sebelumnya. Dia mengira Jody adalah Jerry. Hanya saja, perbedaan mereka jauh sekali. “Jerry, kenapa kamu jadi sehitam ini?”Candice pun tersenyum. “Dia bukan Jerry. Dia itu abangnya Jerry. Coba kamu lihat, tuh, Jerry ada di sana.”Cherry menatap ke sana. Jerry dan Jessie memang sedang di dalam ruangan. Tak disangka, wajah Jerry dan Jody akan semirip ini.“Ibu Candice, Tante Cherry, kalian sudah datang, ya.” Jerry melambaikan tangannya.Setelah pangsit selesai dibungkus, mereka mulai mempersiapkan makan malam hari ini, steamboat.Cherry dan Jessie sedang bermain bersama Emiko. Sementara, Jerry dan Jody membantu ibu mereka di dapur.Candice sedang memasang tusuk satai. Ketika melihat sosok serius Jody, dia pun mendekati Jody. “Jody, apa 3 tahun ini kamu mengikuti pelatihan mil
Claire merasa bingung. Hanya saja, dia juga tidak bertanya, langsung pergi memanggil Fendra.Fendra meletakkan sendok garpunya, lalu berjalan ke depan pintu.Bianca bertanya, “Kita ngobrol sebentar?”Fendra mengangguk.Ketika melihat mereka berdua berjalan ke halaman, Claire merasa semakin penasaran saja. Disusul, Candice dan Cherry juga mendekatinya. Candice langsung bertanya dengan penuh antusias, “Gimana ceritanya Tante Bianca bisa ke sini?”Claire tersenyum. “Memangnya nggak boleh?” Claire mengusap dagunya. “Tapi, apa ada masalah di antara Paman Fendra dengan Tante Bianca?”Sebenarnya Claire dapat menyadari betapa sayangnya Bianca terhadap Emiko. Seharusnya dia akan datang menjaga Emiko di saat senggang. Namun, Claire malah tidak pernah bertemu Bianca lagi.Lagi pula, ketika melihat perbincangan mereka di luar, entah kenapa terasa ada yang aneh dengan suasana di luar sana.Cherry meletakkan tangan di atas pundak Claire. “Aku merasa nggak seharusnya kita ikut campur dalam masalah me
Saat Fendra kembali ke rumah, dia bertemu Claire yang sedang berada di halaman. Dia pun terkejut dan bertanya, “Claire, kenapa kamu keluar?”Claire berjalan ke sisinya. “Paman, apa kamu punya perasaan terhadap Tante Bianca?”Perbincangan mereka berdua telah didengar oleh Claire. Ternyata memang terjadi sesuatu di antara Fendra degan Bianca. Itulah sebabnya mereka begitu menjaga jarak.Fendra tidak berbicara.Claire menghela napas. “Kalau kamu benar-benar tidak suka dengan Tante Bianca, seharusnya kamu menjelaskan sejak awal. Tapi kalau kamu punya perasaan terhadap Tante Bianca, aku rasa seharusnya Paman lebih berani.”Fendra menatap kejauhan, lalu berkata, “Sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang aku inginkan. Selama ini aku hanya sibuk bekerja, tidak pernah mempertimbangkan masalah pernikahan. Aku juga ragu bisa membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Bianca adalah seorang wanita yang sangat baik. Dia pernah mengalami kegagalan dalam berumah tangga. Sementara, aku tidak pernah ber