Yura menoleh untuk melihat wanita itu. Keningnya spontan berkerut.Pada saat ini, Hanson berjalan keluar pantri dan bertemu dengan Yura. Dia pun kelihatan agak syok. “Kamu … kenapa kamu bisa ada di sini?”“Lewat. Kalian ….”Tiba-tiba Hanson tersenyum. “Oh, dia itu kekasihku. Kami lagi berantem karena dia selingkuh. Aku sangat marah, jadi kami bertengkar. Kamu sudah salah paham.”Yura tertegun sejenak, lalu memaksakan dirinya untuk tersenyum. “Itu masalah kalian, aku juga nggak salah paham. Aku masih ada urusan. Aku permisi dulu.”“Apa kamu sudah menemukan tempat tinggal?” Terdengar suara Hanson dari belakang.Langkah kaki Yura berhenti. Dia menoleh untuk menatap Hanson. “Kenapa kamu bisa tahu?”“Karena selama ini kamu terus tinggal di hotel, jadi aku tebak kamu masih belum menemukan tempat tinggal.” Hanson mendekatinya. “Aku ada apartemen kosong. Gimana kalau kamu tinggal di sana dulu, aku hanya perlu dibayar setengah dari harga sewa di pasaran saja.”Yura tertegun sejenak, lalu mengge
Kening Bastian berkerut. “Kenapa kamu tidak mewaspadaiku sama sekali?”Yura meletakkan barang belanjaan ke ruang tamu, lalu menoleh untuk menatapnya. “Kamu juga nggak suka dengan tipe cewek sepertiku, ‘kan?”Bastian terdiam membisu.Saat Yura mengambil sabun mandi, dia pun terkejut, ternyata aroma wangi lavender. Aroma itu adalah aroma yang disukai wanita muda zaman sekarang. “Kenapa kamu bisa beli aroma ini?”Bastian berjalan ke sisi sofa. “Mana aku tahu kamu pakai yang bagaimana? Aku asal beli.”Bastian tidak mungkin beri tahu Yura bahwa perlengkapan mandi ini adalah hasil konsultasinya dengan pramuniaga. Dia meminta pramuniaga untuk merekomendasikannya.Saat menyadari bukan hanya ada sikat gigi, odol, dan gelas saja yang bermodel imut, bahkan handuk juga kelihatan sangat lucu, tiba-tiba Yura pun ingin tertawa.Sudahlah! Bastian juga sudah berbaik hati membelikan semua ini.“Kamu mau minum apa?”Bastian duduk dengan tegak. “Terserah.”Yura membongkar kulkasnya. Untung saja ada dua bo
Chelsea mengusap kepala Chiara. “Iya, kelak mereka itu keponakan kecilmu.”Chiara memiringkan kepalanya. “Apa itu keponakan? Apa bisa dimakan?”Chelsea pun tertawa. “Kenapa kamu rakus sekali, sih? Keponakan itu nggak bisa dimakan.”Jessie menatap Chiara yang polos, lalu berkata dengan nada iri, “Alangkah bagusnya kalau aku punya anak perempuan.”Chelsea berkata dengan tersenyum, “Anak laki-laki imut juga, kok. Kelak mereka bisa jadi kesatria untuk melindungimu. Bisa dilindungi suami dan tiga anak laki-laki itu impianku, lho!”Pada saat ini, Benn dan Jules juga berjalan ke taman belakang.Ketika Chiara melihat ayahnya, dia pun tersenyum. “Ayah, aku lagi main sama adik!”Benn berhenti di samping Chiara, lalu mengusap kepalanya. “Oh, ya? Apa kamu suka sama adik laki-laki?”Chiara mengangguk. “Suka!”Chelsea mengusap pipi Chiara. “Kelak kamu boleh sering lihat adikmu.”Chiara memiringkan kepalanya. “Apa boleh?”“Tentu saja boleh. Kakak sepupumu juga begitu menyukaimu, ‘kan?”Saat ini, Jess
“Yang penting dia senang saja.”…Beberapa hari kemudian, di Negara Shawana.Ada kumpul bersama para karyawan departemen luar negeri. Yura juga diajak untuk kumpul bersama. Tadinya Yura berencana untuk tidak menghadiri acara. Hanya saja, berhubung rekan kerja terlalu ramah, dia pun menyetujui ajakan mereka.Sepulang kerja, Yura bersama rekan kerja menuju ke restoran. Baru saja memasuki restoran, Yura menemukan keberadaan Hanson. Hari ini, dia mengenakan setelan jas santai berwarna biru. Yura mengikuti langkah kedua penerjemah lainnya ke sisi meja.Hanson yang sedang mengobrol itu mengangkat gelas anggurnya, lalu menggoyangnya. Pandangannya tertuju pada diri Yura. “Ini pertama kalinya Nona Yura mengikuti acara kumpul bersama kami, ya?”Seorang penerjemah yang duduk di samping tersenyum menyindir. “Sepertinya kamu terlalu perhatian sama Yura? Jangan-jangan ada sesuatu di antara kalian?”Hanson pun tersenyum. “Kalau diperbolehkan, aku pun bersedia.”Jawaban itu sangat terus terang.Kening
Yura segera berdiri. “Aku pergi ke toilet sebentar.”Saat Yura pergi, tatapan Hanson tertuju pada dirinya.Yura pergi ke toilet. Saat dia membuka pintu, dia menyadari wanita itu sedang berada di dalam. Dia kelihatan syok, segera berjalan ke sisi wastafel.Yura pun bertanya padanya, “Apa kamu minum kebanyakan?”Si wanita menggeleng.“Baguslah kalau begitu. Kalau bisa, kamu jangan minum kebanyakan di tempat seperti ini.” Yura mengeluarkan tisu untuk menghapus lipstiknya. Beberapa saat kemudian, dia menyadari bekas di pergelangan tangan si wanita. Yura pun bertanya dengan syok, “Ada apa dengan tanganmu?”Wanita itu segera menurunkan lengan pakaiannya. “Nggak kenapa-napa.”Kemudian, si wanita bergegas keluar toilet. Namun saat dia berada di depan pintu, dia langsung menghentikan langkahnya, menoleh untuk melihat Yura. “Jangan percaya sama Hanson.”Usai berbicara, wanita itu segera meninggalkan tempat.Kening Yura spontan berkerut. Jangan percaya sama Hanson ….Sebenarnya apa yang terjadi
Yura terbengong sejenak. “Memangnya Raisa dari divisi Luar Negeri itu bukan kekasihnya?”Jadi, kenapa Hanson ….Sebentar! Penerjemah wanita pernah mengatakan bahwa Hanson sedang lajang, tidak memiliki kekasih, dan juga belum menikah. Seandainya kekasih Hanson adalah Raisa, kenapa dia tidak mempublikasikannya?Apa mereka yang bekerja di satu departemen tidak mengetahui masalah ini?Bastian langsung tertawa terbahak-bahak. “Ceweknya terlalu banyak hingga tidak terhitung lagi. Siapa tahu kamu lagi ngomongin yang mana. Tapi menurutku, sepertinya dia ingin menjadikanmu sebagai wanitanya.”Yura terbengong sejenak. Pandangannya tertuju pada wajah serius Bastian. “Apa kamu sangat memahaminya?”“Apa ada rahasia yang tidak bisa dibongkar Hunter? Rahasia di dunia ini tidak bisa disembunyikan.”Cahaya lampu di luar jendela memantul ke dalam mobil. Yura terdiam sejenak sebelum kembali berbicara, “Aku melihat bekas ikatan di tangan Raisa. Sepertinya dia sangat takut sama Hanson. Dia sempat bilang sa
“Aku merindukannya.”Bastian tahu siapa orang yang dimaksud Yura. Ekspresi di wajahnya seketika terkaku. “Sepertinya kamu memang ketagihan untuk disakiti lagi. Kamu rinduin orang lain saja!”Air mata mengaburkan pandangan Yura. Tidak dapat terlihat rasa lara atau gembira dari tatapannya. “Jadi, rinduin kamu?”Bastian pun terbengong. Beberapa saat kemudian, dia duduk bersila berhadapan dengan Yura. “Apa aku kelihatan seperti lagi mabuk?”“Mirip.”Yura menurunkan kelopak matanya. Sebenarnya ucapan yang dilontarkannya cukup mendadak. Yura lebih besar tiga tahun darinya. Apa semuanya memungkinkan? Yura sudah menghabiskan cinta sepihaknya di diri Hiro selama sepuluh tahun. Sekarang, dia juga tidak berani berharap terlalu banyak lagi.Beberapa saat kemudian, Yura pun tersenyum. Dia menunduk untuk menyembunyikan kilauan di dalam matanya. “Aku cuma bercanda. Kamu jangan masukin ke hati.”Yura mulai membersihkan sampah di depannya. “Sudahlah, aku sudah kenyang. Aku pergi istirahat dulu. Jangan
Keesokan harinya, Yura mengikuti kepala sekretaris untuk menghadiri rapat. Ketika melihat anggota rapat dari luar negeri, Yura mencatat seluruh isi percakapan mereka, juga melakukan terjemahan untuk kepala sekretaris.Perbincangan selama dua jam akhirnya berakhir. Dia baru bersama kepala sekretaris berjalan keluar gedung.Kepala sekretaris berjalan ke depan mobil, lalu memalingkan kepala untuk menatapnya. “Aku masih ada urusan lain lagi. Kamu nggak usah temani aku lagi.”Yura mengangguk. “Hati-hati di jalan.”Setelah kepala sekretaris pergi, Yura baru mengeluarkan ponselnya yang diatur mode diam. Dia melihat pesan singkat yang dikirim Bastian dengan tersenyum, lalu mengambil inisiatif untuk menghubungi Bastian. “Tadi aku lagi ada pekerjaan terjemahan. Apa kamu sudah selesai berpikir, Tuan Bastian?”Bastian berdeham, lalu berbicara dengan serius, “Hari ini kekasihku pulang kerja jam berapa?”Yura membalas dengan tersenyum, “Jam lima.”“Jadi, hari ini kekasihku mau makan apa?”“Aku ….” U
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs
Levin mendorong pintu kamar, lalu berjalan ke dalam. Ketika melihat Yunita sedang mengambil foto albumnya, dia segera menghentikan Yunita. “Jangan dilihat!”Ketika melihat Levin begitu melindungi foto album itu, Yunita pun menyipitkan matanya. “Jangan-jangan ada foto yang nggak boleh dilihat di dalam album?”“Nggak ada hubungannya sama kamu. Ayahku suruh kamu tidur di kamarku, tapi aku tidak suruh kamu untuk sembarangan sentuh barangku!”“Malahan aku mau sentuh.” Yunita mengulurkan tangannya hendak merebut foto album. Levin menggenggam pergelangan tangan Yunita. “Apa kamu bersikeras ingin melihat fotoku? Jangan-jangan kamu suka sama aku?”Yunita terdiam membisu.Beberapa saat kemudian, Levin spontan kepikiran dirinya masih meraih tangan Yunita. Dia segera melepaskannya, lalu menggenggam foto album dengan erat. “Kamu boleh sentuh yang lain.”Levin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi. Siapa sangka Girman malah memasuki kamar dengan santai. “Mau foto album? Ada banyak di tempatku.
Yunita bertanya, “Apa boleh aku menyentuhnya?”Girman mengangguk. “Tentu saja boleh. Kacang, kemari.”Setelah mendengar suara Girman, Kacang melompat menuruni sofa, lalu berjalan ke hadapan Girman.Girman mengelus kepalanya.Yunita juga mengulurkan tangannya dengan penuh hati-hati. Kacang mengangkat kepalanya untuk mengendus tangan Yunita. Ia juga tidak menolak untuk dibelai Yunita.Saat kepalanya dielus, Kacang menjulurkan lidahnya dan menyipitkan matanya. Ia kelihatan sangat menikmatinya.Girman berkata, “Kacang penurut sekali, ‘kan?”Yunita ikut tersenyum. “Iya, penurut sekali.”Levin berdeham, hendak memanggil Kacang ke sisinya. Siapa sangka Kacang hanya memalingkan kepalanya melirik Levin sekilas, tetapi tidak bergerak sama sekali.Kening Levin berkerut. “Dasar tidak patuh. Cepat ke sini.”Kacang mendengus. Ia kelihatan sangat penat.Girman memelototi Levin, lalu berkata pada Yunita, “Yunita, kalau kamu belum makan, malam ini kamu makan di rumah saja.”Yunita terdiam sejenak, lalu