Claire menatap Naomi dan bertanya, "Kamu setuju?""Aku akan mengusahakan yang terbaik," sahut Naomi sambil mengangguk.Setelah rapat selesai, Naomi menghampiri Claire dan memanggil, "Bu Claire."Claire menoleh dan tersenyum tipis padanya, lalu berkata, "Kurasa ini nggak akan jadi tantangan sulit buatmu, 'kan?"Naomi menunduk dan menyahut, "Terima kasih atas kesempatan yang Bu Claire berikan padaku, aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin. Hanya saja ... aku belum pernah merancang perhiasan dengan unsur Dinasti Tundra.""Aku akan membimbingmu. Jangan khawatir, aku juga akan menyuruh yang lain untuk menyediakan informasi soal unsur Dinasti Tundra bagimu. Aku percaya kamu bisa," ujar Claire sambil menepuk bahu Naomi.Naomi mengangguk dan berjanji dengan serius, "Aku nggak akan mengecewakanmu."Claire kembali ke ruangan departemen administrasi dan mendapati Hendri sudah menunggunya di sofa. Dia duduk di balik meja dan bertanya sambil tersenyum, "Kamu nggak berencana balik ke sana?" Maks
Claire berkata dengan dingin, "Kamu cuma nggak beruntung dilahirkan di keluarga yang lebih menghargai anak laki-laki. Kamu merasa semua kesialanmu disebabkan keberadaan adik laki-lakimu dan karena nenekmu yang pilih kasih.""Tapi, apa kamu pernah berusaha mengubah keadaanmu? Kamu menurut saja saat nenekmu menikahkanmu dengan pria kaya. Kamu setuju demi lepas dari kendali nenekmu, tapi nyatanya kamu juga berharap mendapatkan pengakuan dengan memanfaatkan pernikahan itu.""Satu-satunya usahamu untuk mengubah keadaan hanyalah setuju untuk menikah dengan pria kaya. Kamu lemah dan nggak bisa apa-apa. Kamu nggak berani melawan dan cuma bisa berkompromi. Atas dasar apa kamu mau menyalahkan orang lain?" tambah Claire.Lucy tertegun, lalu berujar dengan ekspresi pucat, "Bicara apa kamu ...."Claire menyela sambil menatap Lucy tanpa ekspresi, "Aku bicara omong kosong atau nggak, kamu tahu jelas di hatimu. Selain luar biasa tolol, orang yang menolak menghadapi kenyataan hanyalah yang belum cukup
Naomi hanya tersenyum tanpa menimpali pembicaraan para karyawan wanita itu. Lantaran koma selama belasan tahun, interaksi sosialnya sudah lama terputus. Sampai saat ini, dia bahkan belum terbiasa bergaul dengan orang lain.Sewaktu para karyawan itu mengobrol dengan heboh, Naomi mencari alasan untuk pamit ke kantornya. Melihat kepergian Naomi, salah seorang karyawan itu berujar dengan heran, "Kok rasanya Naomi nggak suka bergaul dengan orang lain, ya?""Iya, aku juga merasa begitu. Sejak masuk ke sini, dia cuma membicarakan urusan pekerjaan dengan orang lain. Waktu makan siang dan pulang kerja, sepertinya dia lebih sering sendirian.""Apa jangan-jangan dia punya gangguan kecemasan sosial?"....Malam itu, Naomi pulang ke Kediaman Mahendra dengan membawa dokumen kantor. Dia melihat ayahnya sedang mengobrol dengan seseorang di telepon.Melihat putrinya pulang, Aditya menggumamkan sesuatu, lalu segera mengakhiri panggilan. Kemudian, dia menoleh pada Naomi dan berkata, "Kamu sudah pulang ke
Keesokan harinya, di Perusahaan Soulna.Claire berjalan ke depan pintu ruangan Naomi, lalu mengetuk pintu. Begitu membuka pintu, Claire melihat Naomi memijat keningnya. Di depannya terdapat setumpuk dokumen. Kelihatannya, Naomi sedang pusing.Naomi berdiri dan memanggil, "Bu Claire?"Claire tersenyum sembari berucap, "Sepertinya kamu lagi stres. Kamu nggak menemukan inspirasi, ya?"Naomi menunduk dan menjelaskan, "Iya. Rasanya semua sketsa yang aku gambar ... nggak bagus."Claire melirik gumpalan-gumpalan kertas di tong sampah, lalu melihat jam tangan dan bertanya, "Kamu mau ikut aku jalan-jalan, nggak?"Naomi tertegun. Kemudian, Claire membawa Naomi ke Jalan Goma yang terletak di belakang Kota Kuno Liguman. Jalan itu dipenuhi dengan bangunan-bangunan klasik. Saat melewati jalan itu, rasanya seperti kembali ke zaman kuno.Claire dan Naomi berhenti di depan toko perhiasan yang bernama Paviliun Jaira. Dekorasi di toko ini juga sangat klasik, tetapi yang dipajang di dalam toko bukan perhi
Semua perhiasan ini adalah karya seni. Setiap perhiasan yang diukir bos toko ini terinspirasi dari cerita klasik pegunungan dan samudra.Tatapan Claire tertuju pada gelang perak yang ada di rak. Ukiran burung di gelang ini sangat hidup. Claire pernah melihat desain ukiran bunga di gelang itu. Namun, Claire juga tidak bisa menggambar ukiran yang hidup seperti ini.Pria itu berkata, "Gelang ini diukir oleh guruku dan masih ada banyak karya seni lainnya." Kemudian, dia menunjuk pajangan emas yang dihiasi dengan ukiran bunga. Di bagian atasnya juga ada hiasan batu akik berwarna hijau, biru, dan merah. Di bawah cahaya lampu, pajangan itu terlihat sangat indah."Apa ini cincin?" tanya Naomi. Dia mengamati sebuah cincin di dalam rak. Ini adalah pertama kalinya Naomi melihat desain seperti ini.Terdapat ukiran emas di cincin itu dan 8 buah hiasan berlian kecil. Sementara itu, batu utama di cincin berwarna biru. Pria itu mengangguk, lalu menyahut sembari tersenyum, "Iya. Cincin ini juga hasil k
Di vila Javier. Jessie terus menagih konsol gimnya kepada Steven, "Kakek sudah berjanji kepadaku. Kalau aku dapat nilai ujianku 90, Kakek akan mengembalikan konsol gim kepadaku."Steven sedang duduk di sofa sambil meminum teh. Dia merasa tidak berdaya. Sejak kecanduan main konsol gim, nilai ujian Jessie memerosot jadi 80. Steven meletakkan cangkir teh di atas meja dan menjelaskan, "Iya, aku memang pernah berjanji kepadamu. Kalau nilai ujianmu 90, aku akan mengembalikan konsol gim kepadamu. Tapi, syaratnya ... nilai ujian setiap pelajaran harus 90."Jessie tertegun, lalu dia menunduk dan menggaruk pipinya. Dia merasa kesulitan jika harus mendapatkan nilai 90 untuk setiap pelajaran.Steven tertawa. Dia menunjuk Jessie seraya melanjutkan, "Kamu itu sering dimanja kakakmu dan ayahmu. Mereka langsung memujimu kalau nilai ujianmu sedikit meningkat. Makanya kamu jadi sombong dan terus berpikiran untuk main gim."Jessie memohon dengan ekspresi cemberut, "Kalau begitu ... aku main 1 jam saja."
"Benaran?" tanya Jessie dengan mata yang berkaca-kaca.Javier menyahut, "Um. Untuk apa Ayah membohongimu?"Jessie bertanya lagi dengan antusias, "Kelak aku bisa bertemu dengannya lagi, nggak?"Javier tidak bisa berkata-kata. Dia ingin memberi pelajaran kepada putrinya yang membela orang luar ini. Javier mengusap hidungnya, lalu mengalihkan topik pembicaraan, "Sekarang kamu mulai kecanduan main konsol gim. Bahkan, kamu membawa konsol gim ke sekolah."Jessie tertegun sejenak, lalu menunduk sembari berujar, "Aku cuma punya konsol gim."Javier membelai kepala Jessie dan bertanya, "Meskipun sudah pisah kelas dengan kakakmu, bukannya kamu masih punya teman-teman lain?""Mereka nggak suka sama aku," jawab Jessie.Ucapan Jessie membuat Javier heran. Bisa-bisanya ada orang yang tidak menyukai putrinya! Jelas-jelas, Jessie sangat cantik dan menggemaskan. Benar-benar keterlaluan!Javier menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya lagi, "Kenapa mereka tidak menyukaimu?"Jessie menyahut dengan ekspres
Di kediaman Keluarga Mahendra. Naomi menyampirkan jubah tidurnya di bahu, lalu duduk di kursi ruang kerja. Dia hanya menyalakan 1 lampu meja. Di bawah cahaya lampu, Naomi tampak fokus mendesain sketsa.Hujan deras masih belum reda. Namun, suara hujan sama sekali tidak memengaruhi konsentrasi Naomi. Telepon rumah di lantai bawah berdering. Naomi terkejut. Dia meletakkan pensilnya, lalu berdiri dan berjalan keluar dari ruang kerja. Setelah menyalakan lampu di koridor, Naomi segera turun ke lantai bawah.Entah siapa yang menelepon tengah malam begini. Namun, Naomi punya firasat seharusnya Aditya yang menelepon. Naomi segera menjawab panggilan telepon sembari tersenyum, "Ayah ...."Akan tetapi, ekspresi Naomi menjadi tegang setelah mendengar ucapan penelepon. Kemudian, Naomi dan Irene bergegas ke rumah sakit. Ada 2 orang di luar ruang UGD. Ekspresi Irene berubah drastis saat melihat sosok wanita yang berdiri di sana.Wanita itu berbalik dan memandang Naomi yang menghampiri ruang UGD. Naomi