Pertama kalinya Louis “bertemu” dengan Candice adalah di restoran Michelin. Waktu itu dia baru saja putus dengan Chelsea.Louis duduk di kafe sedang menunggu makanan yang dibelinya. Berhubung dia tidak suka dengan keramaian, dia pun mengenakan headset.Louis mengambil majalah dari rak, lalu mulai membacanya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara pertengkaran.“Kayla, apa yang ingin kamu lakukan? Di sini restoran, bukan tempat kamu untuk buat keonaran. Jangan ganggu waktu makan tamu lain.”Berhubung suara yang sangat besar itu telah mengganggu Louis, dia pun merasa tidak senang. Disusul terdengar suara bujukan pelayan, tetapi suara makian si wanita semakin keras lagi. Omongan yang dikatakan juga sangat tidak enak di telinga.Louis membanting majalah di atas meja. Dia berdiri, lalu berjalan ke sisi mereka. Wanita itu mengambil cangkir kopi, lalu menyiramkannya ke wanita di hadapannya.“Ibu!” Seorang anak laki-laki yang mengenakan kacamata hitam melepaskan kacamatanya. Ketika melihat so
Ingatan Louis akan Candice masih berhenti di saat pertunjukan malam di SMA ibu kota. Waktu itu, pertunjukannya di atas pentas menakjubkan semua orang.Louis maju dan mengiakan perbuatan Kayla sewaktu di restoran. Hanya saja, identitas asli Kayla masih belum diketahui para tamu undangan. Louis merasa tidak seharusnya dia merusak acara. Jadi, dia pun berkata, “Kedua belah pihak juga bersalah. Masalah bisa diselesaikan secara pribadi. Tidak perlu diributkan di sini.”Candice menatap Louis. “Apa matamu bermasalah? Kenapa kamu ….” Vincent memotong ucapannya, “Candice, kalau kamu berani bicara lagi, aku akan kuliti kamu!”Kayla berjalan ke sisinya, lalu meminta maaf. Namun, Louis tidak menghiraukan Kayla. Dia hanya menatap Candice yang kesal dan sedih itu. Dia merasa Candice sungguh mirip dengan harimau mainan saja, gampang untuk ditindas.Saat Javier dan Claire menampakkan diri, Candice pun berlari ke sisi Claire dan bermanja-manja padanya. “Claire, akhirnya kamu datang juga. Huhuhu ….”Kem
Hanya saja, Louis tidak bisa tidur semalaman. Wanita ini berulang kali jatuh ke atas lantai. Louis menjaga Candice semalaman hingga dia bangun. “Sudah bangun?”Meskipun Louis merasa sangat ngantuk, dia berusaha untuk tidak mengekspresikannya. Louis melihat jam tangannya, lalu berkata, “Kamu jago tidur juga.”“Louis, kenapa kamu bisa ada di rumahku!” Sepertinya Candice merasa kaget. “Kamu … kamu, kamu, kamu ganti pakaianku?”Ketika melihat rasa takut di wajah Candice, Louis pun tersenyum. Dia tidak menyangkal. “Apa ada yang bisa dilihat dari tubuhmu itu?”“Dasar berengsek!”Candice melempar bantal ke sisi Louis. Louis menangkapnya, lalu berkata, “Kamu muntah di pakaianku semalam. Kalau bukan karena kamu itu calon istriku, aku pasti akan membuangmu di jalan.”Louis melempar bantal kembali kepada Candice. Dia tidak ingin Candice tahu sebenarnya dia sengaja menunggu Candice bangun. “Di mana keberadaan adik sepupuku?”Kening Candice berkerut. “Kamu tidur di sofa semalaman cuma demi bertanya
Claire terkejut, spontan memalingkan kepalanya. “Aku lagi masak.”Javier tersenyum. “Emm, aku bisa menciumnya dari lantai atas.”“Oh ya? Sepertinya aku semakin jago masak saja.” Claire mencoba rasa makanan, lalu menyuapi Javier. “Coba dicicipi.”Javier mencicipinya dari bibir Claire, lalu tersenyum. “Manis sekali.”“Kamu ….” Wajah Claire seketika merona. Saking malunya, dia mendorong Javier. “Dasar nggak tahu malu.”Suasana hati Javier semakin bagus lagi. Dia membalikkan tubuh Claire, lalu berkata, “Kita sudah kenal selama ini. Apa kamu baru tahu kalau aku tidak tahu malu?”Javier mematikan kompor, lalu mengecup bibirnya. Claire juga tidak sanggup menolak permintaan lelaki tampan ini. Namun, dia sedikit mengeluh, “Cepat atau lambat aku pasti akan mati di tanganmu.”Lagi-lagi Javier tersenyum. Dia berbisik di samping telinga Claire, “Kalau ada yang mati, pasti aku yang akan mati. Siapa suruh Claire-ku menggoda sekali.”Setelah berhubungan beberapa saat, Javier menggendong Claire ke atas
Louis merangkul pundak Candice. “Mereka sudah pergi.”“Jadi, kita ….” Candice mengedipkan matanya. Louis langsung menggendong Candice sembari tersenyum. “Tentu saja pulang untuk bahas masalah pernikahan kita.”Candice memeluk lehernya. “Aku mau pernikahan yang sangat amat romantis!”Louis pun tersenyum. “Selain itu?”Si wanita memutar otaknya. “Aku juga mau kereta kuda yang mewah!”Louis menyetujuinya.Candice berhitung dengan jari tangannya, lalu berkata, “Setelah kita menikah, kamu nggak boleh sindir aku lagi. Kalaupun kita bertengkar, kamu mesti mengalah. Kamu juga nggak boleh dekat-dekat sama wanita lain.”Tetiba langkah kaki Louis berhenti. Dia menatap wanita di dalam pelukannya. “Sejak kapan kamu lihat aku dekat-dekatan dengan wanita lain?”Candice tertegun sembari menatapnya. “Maksudku setelah menikah nanti.” Kemudian, dia melanjutkan, “Semuanya bilang hati manusia akan berubah setelah menikah. Kalau aku punya anak nanti, bisa jadi aku akan semakin jelek dan gendut, kamu pasti a
Candice berkata, “Sudah hampir selesai. Dia sudah selesai merias wajahnya.”Lilian pun datang. “Resepsi akan segera dimulai. Di mana Claire?”“Aku sudah selesai.”Claire mengenakan gaun berjalan keluar ruangan. Gaun hitam dengan potongan rapi itu membuat Claire kelihatan semakin menawan saja.Ketiga pengantin pria sedang menunggu di atas kereta kuda. Beberapa saat kemudian, tampak para pengantin wanita berjalan ke sisi mereka.Javier juga mengenakan pakaian formal berwarna hitam dengan jahitan benang emas di bagian lengannya. Warna pakaian Javier itu sungguh mirip dengan kerudung yang dikenakan Claire.Javier mengulurkan tangannya ke sisi Claire.Claire memegang telapak tangannya, lalu digendong ke atas kereta kuda. Javier pun berbisik di samping telinganya, “Claire-ku cantik sekali.”Claire tersenyum tipis. “Kamu juga ganteng sekali.”Javier memeluk pinggang Claire. Meski wajah Claire masih ditutupi oleh kerudung, Javier tetap bisa merasakan pesonanya. “Kelak kecantikan Claire hanya m
Louis menatap Candice. “Kamu salah dengar. Tadi aku tidak bicara seperti itu.”Jacob dan Mardi terdiam di tempat.Kening Candice tampak berkerut. “Serius?”Louis mengiakan. Kemudian, dia mengambil sepotong kue tar untuk menyuapi Candice. “Enak?”Candice mengangguk. “Lumayan.” Dia langsung melupakan apa yang hendak dikatakannya tadi, lalu pergi melahap kuenya.Louis menatap ke sisi Jacob dan Mardi yang terbengong itu dengan tersenyum. Jacob dan Mardi langsung mengacungkan jempol. Bagus! Pintar sekali!Di sisi lain, berhubung Cherry sedang mengandung, dia pun tidak bisa mengonsumsi alkohol. Asisten dan manajer Cahya datang untuk bersulang. Bukan hanya mereka berdua saja, ada juga rekan kerja satu bidang Cahya dan juga para sutradara.Desta menatap Jessie dan Jody dengan tersenyum. “Bukannya kalian berdua itu bintang cilik perusahaan kami?”Tentu saja Jessie masih ingat dengan Desta. Jessie yang mengenakan terusan tuan putri yang sangat indah mengangguk ke sisinya. “Halo, Paman Desta.”Ha
Jacob membantu di samping. Sementara itu, Mardi meracik minuman untuk para tamu.Saat ini, Claire sedang duduk di bangku panjang sembari memandang pemandangan malam di kejauhan. Tampak ada segelas anggur merah yang masih belum dihabiskan di tangannya.Setelah Javier selesai menjamu para tamu, dia pergi mencari Claire. Dia berjalan ke sisi Claire, lalu duduk di samping Claire.Claire bersandar di pundak Javier dengan tersenyum. “Seandainya Yvonne dan Ayah ada di sini, mereka pasti akan merasa sangat gembira, ‘kan?”Javier memeluk pundaknya, lalu mengecup kepala Claire. “Emm, mereka pasti akan gembira.”“Javier, aku gembira sekali.” Claire menggenggam tangan Javier. Kelima jari tangan saling ditautkan. “Aku nggak menyesal untuk bertemu denganmu.”Javier menatap wajah merona istrinya, lalu berkata, “Claire mabuk?”Claire langsung duduk tegak dengan mengerutkan keningnya. “Sejak kapan aku mabuk? Aku masih belum mabuk.”Javier pun tersenyum, kembali memasukkan Claire ke dalam pelukannya. “O