Lasmini terbangun setelah dia merasakan ada benda lunak yang saat ini menyentuh bibirnya. Dan dia tersenyum saat melihat pemilik benda lunak itu yang kini sedang berada sangat dekat dengan wajahnya.
“Selamat pagi! nyenyak sekali sepertinya Ibu hamil yang satu ini,” sapa Ario. Dia tersenyum sumringah melihat istrinya yang tetap cantik saat bangun dari tidurnya.
“Nyenyak dong, Mas. Kan ada kamu yang selalu ada di sisiku untuk menjagaku,” jawab Lasmini. Dia terkekeh mendengar ucapannya sendiri yang baru saja dia lontarkan.
“Iya, sayang. Aku akan selalu ada di sisi kalian. Dan aku senang kalau kalian merasa nyaman. Kalau kamu merasa nyaman dan tenang, maka anak kita dapat tumbuh dengan sehat karena ibunya juga sehat. Kalau ibunya sehat, maka bisa menghasilkan ASI yang banyak buat si dedek,” ucap Ario. Dia berkata sambil mengelus serta mencium perut istrinya yang masih rata.
&n
Lasmini menatap tulisan itu dengan tatapan nanar. Dia tidak menyangka kalau suaminya begitu romantis. Dia memberikan hadiah yang indah dan dilengkapi dengan secarik kertas yang berisi kata-kata romantis di dalamnya. Ario menyebut kalau Lasmini adalah belahan jiwanya dan merupakan anugerah terindah yang Tuhan berikan untuknya. Lasmini kemudian melipat kembali kertas itu dan menyimpannya di dalam kotak perhiasan itu. Dia lalu menyimpan kotak perhiasan itu di dalam lemari. Setelah itu Lasmini melakukan panggilan telepon kepada suaminya. Tak lama panggilan teleponnya segera diangkat oleh Ario. “Halo, sayang,” sapa Ario di seberang sana. “Halo, Mas, terima kasih hadiahnya. Tapi, aku sedang tidak berulang tahun. Kok, Mas kasih aku hadiah sih?” tanya Lasmini polos. Lasmini mendegar Suaminya tertawa di seberang sana. Lalu terdengar suara Ario di telepon.
Lasmini merasakan kalau hidung mancungnya ada yang memainkan dan pipinya ada yang mengelus serta menciumnya. Dia menghalau tangan yang saat ini tengah mengelus dan memainkan hidungnya dengan mata yang masih terpejam. Dia berpikir kalau saat ini dia sedang bermimpi sehingga Lasmini tidak mau membuka matanya. Namun, saat dia mendengar suara seorang anak kecil tertawa, seketika dia membuka matanya. Dan mendapati kalau dirinya tidak sedang bermimpi. Dilihatnya Bima sedang tertawa melihat ke arahnya.Lasmini mengerjapkan matanya menatap Bima yang kini merebahkan tubuhnya di samping dirinya. Lasmini tersenyum menatap Bima yang juga sedang tersenyum ke arahnya.“Kapan kalian tiba di rumah? sudah lama? Ayah kemana?” tanya Lasmini dengan pertanyaannya yang beruntun.Ario sebelumnya memang mengajak anaknya berjalan-jalan. Bima merengek untuk dibelikan mainan, sehingga seharian ini Ario menghabiskan waktunya di luar rumah bersama Bim
Dua bulan Kemudian. Kehamilan Lasmini kini telah mencapai usia empat bulan, dan saat ini Lasmini tidak merasakan morning sick lagi seperti yang dia alami sebelumnya. “Mas, aku akan mengadakan syukuran kalau aku sudah melewati trimester pertama dan janin yang ada di rahimku ini sudah kuat,” ucap Lasmini pada saat Ario baru saja merebahkan tubuhnya di kasur. “Ya sudah, lalu apa rencana kamu untuk syukuran itu sendiri?” tanya Ario menatap wajah istrinya yang kini semakin cantik. “Aku akan mengadakan santunan anak yatim, aku akan memesan makanan untuk dibagikan di panti asuhan dan memberikan uang kepada masing-masing anak. Lalu aku akan mengundang keluarga untuk makan-makan di sini. Untuk makanannya aku sudah tanya pada catering langganan Ibuku. Aku juga rencananya akan membagikan makanan ke tetangga sekitar rumah. Jadi aku akan memesan nasi box untuk anak-anak panti asuhan dan juga untuk tetangga di sini,” sahut Lasmini. Dia lalu merebahkan kepalanya di dada bidang Ario. “Ya sudah ka
Ario lalu menghentikan kegiatannya dan berjalan ke arah pintu. Dia lalu membuka pintu kamarnya. Dia tersenyum kala mendapati Bima yang ada di depan pintu, ditemani oleh Asih. Anak itu menekuk wajahnya dan berkata, “Aku mau tidur sama Ayah dan Bunda.”Ario tertawa lebar. Dia lalu menggendong anaknya seraya berkata, “Iya, tapi Bima langsung tidur. Sekarang sudah malam. Anak kecil tidak boleh tidur malam-malam.”Bima menganggukkan kepalanya. Bima lalu memeluk tubuh Lasmini saat Ario merebahkan tubuh mungil itu di atas kasur. Lasmini mengusap punggung anaknya agar segera tidur.Ario tersenyum sumringah kala melihat Bima sudah tertidur pulas. Dia kemudian melanjutkan kembali serangannya di tubuh Lasmini yang tadi sempat tertunda.Lasmini mendesah saat tangan Ario hinggap di dua benda yang menjadi asset di dadanya yang kini menjulang karena kehamilannya. Ario memijat dua benda itu s
Ario berhenti sejenak. Dia ingin memastikan apakah anaknya itu akan terbangun atau tidak? senyum terbit di sudut bibirnya ketika melihat Bima tertidur kembali.“Bima tertidur lagi, sayang. Dia anak yang pengertian. Dia tahu saja kalau Ayahnya kangen pada Ibunya.” Ario terkekeh saat melontarkan kata-kata tersebut.Lasmini pun ikut tertawa mendengar ucapan Ario tadi.“Tapi kamu yakin, Mas, kalau Bima sudah tertidur lagi? apa dia tidak pura-pura tertidur?” tanya Lasmini bergurau. Dia sendiri yakin kalau anaknya itu sudah tertidur lagi. Dia hanya senang menggoda suaminya.“Ck, Jelas-jelas Bima sudah tertidur lagi. Apalagi yang diragukan.” Setelah itu, Ario kembali melancarkan serangannya di tubuh Lasmini. Hingga bulan pun bersembunyi di balik awan, malu menyaksikan kegiatan pasangan suami istri itu yang kini tengah memadu kasih.***Tiga bul
Dua bulan kemudian....Lasmini tersenyum melihat kamar bayi yang warnanya sangat ‘girly’ dan indah dilihat. Lasmini berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Lasmini semenjak tahu bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan. Di saat dia tengah berkeliling kamar bayi, tiba-tiba saja Lasmini meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu duduk di tepi tempat tidur. Dia sudah mulai terbiasa dengan kontraksi dini yang kadang timbul secara tiba-tiba dan menghilang setelah beberapa menit. Namun kali ini yang dia rasakan sama sekali beda dengan yang biasanya. Kali ini rasanya lebih sakit dan terasa terus-menerus sakitnya.“Mini! kamu kenapa?” tanya Ario saat dia memasuki kamar bayi.“Perut-ku mulas, Mas. Aku merasa ada sesuatu yang mendorong ke bawah,” ucap Lasmini melirih.“Hah! jangan-jangan ka
“Sabar, Bu. Ini sedang kami diskusikan. Nanti kalau sudah dapat pasti akan kami beritahu,” ucap Ario.“Jangan lama-lama memberi namanya! masak nanti kalau ada yang menjenguk tidak bisa memanggil namanya. Coba sekarang kamu arahkan kamera ke wajah cucu Ibu. Ibu sepertinya Ke rumah sakitnya besok pagi. Makanya sekarang Ibu mau melihat dulu cucunya,” cetus Nuni.Ario lalu mengarahkan telepon genggamnya ke arah bayi mungil nan cantik. Nuni memekik takjub kala melihat cucu keduanya itu sudah terlihat cantik saat ini.“Cantik sekali cucu Eyang. Jadi tidak sabar untuk segera ke sana. Ario, Mini, Bagaimana kalau Ibu yang memberi nama untuk cucu Ibu yang cantik ini?” tanya Nuni.“Boleh, Bu,” sahut Ario dan Lasmini bersamaan.Nuni terdiam sesaat. Dia tersenyum sumringah sebelum akhirnya berkata, “Bagaimana kalau Anisa Muliawati? kalian
Keesokan Harinya, Nuni datang ke kamar rawat inap Lasmini dengan senyum sumringah terbit dari bibirnya. Dia langsung membuka pintu ruang rawat inap itu. Senyumnya semakin merekah kala melihat cucunya saat ini tengah tertidur di box bayi.“Cucuku cantik sekali. Sayang sedang tidur, padahal Ibu mau menggendong dia,” ucap Nuni kala dia sudah memasuki ruang rawat inap itu dan menatap cucunya di pinggir box bayi.“Iya, Bu. Nisa baru saja selesai menyusu. Dan seperti biasanya kalau habis menyusu dia pasti tertidur.” Lasmini berkata sambil tersenyum menatap wajah ibu mertuanya.Di saat bersamaan, pintu kamar rawat Lasmini terbuka. Menampilkan sosok Aisyah dan Wahyu di ambang pintu.“Kamu sudah sampai dulu rupanya Nun. Arief mana? kamu datang sendiri kemari?” tanya Aisyah yang melangkah ke arah Lasmini. Dia lalu mengecup pipi anaknya lembut.“Mas Arief sedang main golf. Katanya, nanti langsung kemari setelah acara