"Nona Yarke, kau salah paham, kami hanya teman," Nathan menjelaskan."Aku rasa tidak seperti itu. Tatapan Nona Sienna terhadapmu dipenuhi dengan rasa cinta," kata Yarke sambil melirik Sienna."Kamu salah lihat!" Nathan tersenyum canggung.“Hahaha!” Yarke tertawa. "Kalau Nona Sienna bukan pacarmu, lalu di mana pacarmu? Aku ingin melihat wanita yang bisa bersanding denganmu."Yarke mengangkat gelasnya dan berpindah ke samping Nathan. Raut wajah Sienna berubah dingin, tak senang melihat sikap Yarke."Pacarku tidak ada di sini, aku juga tidak tahu di mana dia sekarang," kata Nathan dengan tatapan penuh kerinduan. Sudah dua bulan sejak dia berpisah dengan Sarah, dan dia sangat merindukannya."Sebagai pacar, kamu tidak terlalu baik. Kamu bahkan tidak tahu di mana pacarmu sekarang. Apakah dia tidak takut wanita lain merebutmu?" tanya Yarke, mendekat ke arah Nathan. Tangannya diletakkan di atas paha Nathan, membuat jantungnya berdegup kencang.Melihat sikap proaktif Yarke, wajah Sienna semaki
Setelah setengah jam, Nathan dan Milan kembali ke perjamuan dan menemukan Sienna serta Yarke sudah mabuk dan tidak sadarkan diri. Nathan tersenyum tak berdaya, lalu membawa Sienna pergi.Di tempat lain, berbeda dengan kepolisian, ada sebuah hotel yang tidak jauh dari gedung kepolisian. Raut wajah Squala menjadi dingin saat melihat lampu-lampu terang dan hiruk pikuk di kepolisian."Tuan Ryodan, ada pesan dari dalam negeri yang memintaku menjelaskan masalah hari ini. Apa yang harus aku katakan?" Seorang pria berjas mendekat. Dia adalah ketua delegasi Negara Solara, tapi di hadapan Squala, dia tidak berani bersikap tidak hormat.Walau Squala sudah kalah dan mengakui kekalahannya, mereka tidak berani menertawakannya. Di Negara Solara, Squala memiliki dukungan dari seluruh keluarga Ryodan. Bahkan keluarga kerajaan pun harus bersikap sopan kepada Keluarga Ryodan."Menjelaskan apa? Menjelaskan bagaimana aku bisa kalah? Beritahu mereka, aku sengaja menunjukkan kelemahanku dan kalah. Saat komp
Nathan sebenarnya juga merasa hal itu sulit, karena tempat itu ramai didatangi dan merupakan objek wisata. Hampir tidak mungkin menyembunyikannya dari publik."Kalau begitu, kita bicarakan lagi nanti. Untung saja aku sudah menyegel makam kuno itu dengan formasi sihir, jadi orang biasa tidak akan bisa mendeteksinya," kata Nathan dengan pasrah."Tuan, makam kaisar seperti itu biasanya tidak boleh dilakukan penggalian pribadi. Walaupun ditemukan, tidak banyak gunanya. Namun, kamu bisa menggunakan penemuan makam kaisar ini untuk membantumu pada saatnya tiba. Mungkin bisa membantumu mendapatkan tempat dalam pelatihan tahun ini," ujar Nelson."Pelatihan?" tanya Nathan bingung."Ini adalah kolaborasi antara pemerintahan dan Martial Shrine. Mereka memilih kawasan arkeologi untuk dijadikan tempat berlatih bagi seniman bela diri muda. Ini adalah acara yang diselenggarakan oleh pemerintahan untuk menyenangkan hati orang-orang," jelas Nelson.Setelah mendengar penjelasan Nelson, Nathan langsung t
Di atas kapal, Nathan memimpin tim dan berdiskusi dengan tim Erya, sementara Squala dan timnya duduk di samping.“Ketua, sepertinya tim dari Northern dan Wilom sudah membentuk aliansi. Kalau begitu, bukankah kita akan dirugikan jika melawan dua tim itu?” Seorang pria berseragam samurai dan memegang Katana menghampiri Squala dan bertanya dengan suara pelan.Squala melirik Nathan dan Erya yang berbincang, tatapannya tidak menunjukkan rasa gugup, melainkan kilatan kelicikan. “Jika mereka ingin membentuk aliansi, biarkan saja. Pada saatnya, tidak satu pun dari mereka akan keluar dari pulau ini.”“Apakah ketua sudah menyiapkan tindakan pembalasan?” Pendekar samurai itu bertanya dengan suara pelan.Squala menatap pria itu dengan dingin. “Bodoh, apakah itu pertanyaan yang harus kamu tanyakan?”Melihat Squala marah, pendekar samurai itu ketakutan, dia segera membungkuk dan meminta maaf. “M-maaf, aku salah!”Setelah beberapa jam di atas perahu layar, perahu itu tiba di pulau kecil itu dengan c
"Bagaimana, apakah serbuk dari bunga Amarilis sudah menyebar ke seluruh pulau?" tanya Squala kepada tiga pria bertopeng dan berjubah hitam itu."Tuan Muda Ryodan, serbuk bunga itu sekarang sudah menyebar ke seluruh pulau, tapi demi tidak menimbulkan kecurigaan mereka, kami tidak banyak menyebar serbuk itu ke pinggiran," jawab seorang pria berjubah hitam."Bagus sekali, nanti setelah kembali aku akan memberi penghargaan besar kepada kalian," Squala mengangguk puas."Terima kasih, Tuan Muda Ryodan!"Tiga pria berjubah itu langsung berlutut dengan wajah gembira.Sekelompok pendekar samurai yang dibawa oleh Ryodan menunjukkan raut wajah yang tidak natural setelah mengetahui serbuk bunga Amarilis telah lama disebar di pulau itu. Serbuk itu sangat beracun dan dapat menyebabkan halusinasi, gangguan saraf, dan delusi. Bunga itu biasa disebut bunga kematian oleh keluarga Ryodan.Squala secara diam-diam menyebarkan serbuk ini di pulau tanpa memberitahu mereka terlebih dahulu. Sekarang mereka se
"Bajingan! Persetan denganmu!" Erya menatap Squala yang tertawa terbahak-bahak, tatapannya dipenuhi kemarahan dan dia melayangkan tinjunya ke arah Squala.Squala menggeser kakinya dan menghindar tanpa panik.Sementara itu, tiga pria bertopeng itu mempercepat mantra mereka. Kekuatan Erya terlalu kuat, sehingga butuh waktu untuk bisa mengendalikan Erya.“Arrrghhhhhh!” Erya kembali meraung dengan keras, dia berusaha untuk kembali menyerang Squala, tapi rasa sakit yang menusuk di otaknya membuatnya jatuh ke tanah.Melihat Erya, sudut mulut Squala terangkat sedikit. “Budakku, sekarang aku perintahkan padamu, bunuh orang yang ada di hadapanmu!”Suara Squala terdengar seolah berasal dari neraka terdalam, membuat Erya yang menggila seketika menjadi tenang. Sepasang matanya yang merah menatap Nathan dengan erat, lalu bangkit berdiri.“Erya!” Melihat Erya seperti itu, Nathan mengernyitkan keningnya, tubuhnya mundur beberapa langkah ke belakang.“Matilah!” Erya menghantamkan tinjunya dengan kuat
“Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Dengan kekuatan kita berdua, Squala sama sekali bukan tandingan kita!” Erya berencana bekerja sama dengan Nathan untuk membunuh Squala bersama. Jika keduanya bekerja sama, membunuh Squala akan semudah meniup debu.“Pasukanmu sudah terkena racun, Squala pasti memiliki penawarnya. Aku akan memberitahumu apa yang harus kita lakukan,” Nathan mengajarkan sebuah cara kepada Erya.Erya yang mendengarnya matanya berbinar, dan segera setuju dengan cara yang disarankan Nathan.“Erya, bunuh dia, untuk apa kau bertele-tele?!” Squala melihat Erya yang bertarung jarak dekat dengan Nathan dan tidak bisa mengalahkan Nathan, berteriak marah.“Erya, karena kamu sudah kehilangan kendali atas dirimu, jangan salahkan aku tidak segan-segan!” setelah Squala berteriak, Nathan juga berteriak dan cahaya keemasan bersinar pada kepalan tinjunya, lalu tinju itu diarahkan dengan keras ke arah Erya.Sepertinya, Nathan benar-benar sudah kehabisan kesabarannya. Walau Er
“Cepat sekali, sepertinya jurus bayangan itu persis dengan yang aku harapkan,” Nathan tersenyum tipis. Beberapa hari ini, dia sudah mencoba mencari tahu tentang kekuatan bayangan yang dikuasai oleh Squala, dan mendapatkan beberapa pengetahuan.Hwoossshhh!BAAM!Sosok Squala melesat dengan cepat dan menghantamkan sebuah pukulan keras pada tubuh Nathan. Nathan tidak menghindar, langsung menerima pukulan itu. Tubuhnya bergetar, namun tidak mengalami luka apapun.Di sisi lain, Squala merasa tangannya mati rasa. Dia berdiri tidak jauh dari sana, menatap Nathan dengan dingin.“Ternyata memang benar, semakin cepat kecepatanmu, tenagamu akan semakin kecil. Kamu tidak bisa melesatkan kekuatan dan kecepatan di saat bersamaan. Yang kamu sebut jurus bayangan adalah mengorbankan kekuatan untuk kecepatan. Sekarang sepertinya tidak lebih dari sebuah mainan bagiku,” Nathan menatap Squala dan mencibir.Bayangan Squala bisa menipu mata semua orang tidak lebih karena kecepatannya yang terlalu cepat, hal
Nathan tersenyum tipis. Tapi senyuman itu tidak membawa kehangatan, itu adalah senyuman milik seseorang yang telah membuat keputusan. “Bukan gertakan,” bisiknya dingin. “Itu adalah nisan yang baru saja kau gali sendiri.”Gill menatap Nathan dengan pandangan tajam, senyum sinis masih menempel di wajahnya. “Kau terlalu percaya diri.”Swosshh~Dalam sekejap, tubuh Gill menghilang dari tempatnya, melesat seperti bayangan! Nathan tak bergerak, matanya hanya menyipit sepersekian detik sebelum serangan.Slashh!Sebuah pukulan meluncur dari arah kiri, cepat dan berat seperti meteor. Tapi Nathan memiringkan tubuhnya hanya setipis helai rambut, menghindari serangan itu tanpa panik. Bugh!Siku Nathan melesat balas ke arah dada Gill dengan kecepatan tak kasat mata. Gill mengebloknya dengan lengan kiri, suara benturan tulang beradu terdengar nyaring di udara malam.Bugh! Bugh! Bugh!Serangan demi serangan saling beradu, tinju, siku, tendangan, sapuan kaki. Setiap benturan menghasilkan gelombang u
Nathan berdiri di depan menara kegelapan, jubahnya berkibar pelan tertiup angin malam. Matanya menatap lurus ke arah pria yang telah meretakkan formasi pembunuhnya.Di bawah sinar bulan yang dingin, aura mereka saling berbenturan meski belum ada yang bergerak.Gill berhenti menghantam, tangannya yang terluka mengepal pelan, namun ekspresinya tetap tenang. Matanya menyapu Nathan dari atas ke bawah. “Jadi, kau Nathan?” ujarnya, suaranya rendah tapi menggema seperti bergema dari dasar lembah.Nathan menatapnya datar. “Dan kau pasti Gill, Tuan Muda yang disembunyikan di balik bayangan nama Wilford.”Gill menyeringai tipis. “Kau lebih pintar dari yang kuduga.”Nathan menatap luka di tangan Gill. “Formasi pembunuhku membuatmu berdarah. Tidak buruk untuk seorang ‘tuan muda’, bukan?”Gill tertawa pelan, tatapan matanya sinis. “Kalau formasi sekelas itu saja sudah membuatku mundur, aku tidak pantas menyandang nama Wilford.”“Sayangnya,” Nathan menimpali, suaranya seperti mata pisau menggores b
Formasi terpasang sempurna. Nathan menarik diri ke dalam bayang menara, menatap ke dalam kegelapan sambil menghela napas berat.Di luar, Hago memandang menara yang bergetar pelan, detak hatinya berpacu.“Sehebat ini?” satu prajurit bisik, suaranya hampir tak terdengar.Hago memutar wajah, mata redup menyala. "Nathan menghancurkan Ging dan melukai Kaidar, mereka seorang dengan kekuatan puncak penguasa Ingras tingkat akhir! Apa kita lebih hebat?"Gemuruh aktivitas di menara menggetarkan tanah. Kilatan cahaya ungu menelusup silang di balik jendela tinggi menara, seolah detak jantung yang siap meledak.Prajurit terhuyung, Hago mencibir pelan, sipi matanya menerawang ke cakrawala. "Tunggu Tuan Gill datang, aku akan melihat ke mana larinya Nathan kemudian."Dalam senyap menara, Nathan tenggelam kembali dalam kultivasi. teknik kijutsu berputar liar, menara bergetar hebat, merintih menahan badai energi yang menyedot setiap partikel energi spiritual di sekitarnya.“Apa?! Menara itu bergetar? P
Di bawah bayang menara, sosok itu terbungkus gaun hitam, wajahnya masih membelakangi mereka. Nathan membuka mata, sebuah kilatan biru dan merah menari di tengah pupilnya.Hago menegakkan punggung, mencoba menutupi keterkejutannya. “Siapa kau?” tanyanya, tingkahnya tenang namun bergetar tipis.Nathan menoleh perlahan, bayangan luncur di pipinya. “Pemilik sah villa ini,” jawabnya dingin. “Jika ingin selamat, mundur sekarang.”Getaran energi spiritual mengepul di telapak Nathan, aura naga melingkari tubuhnya.“Kami wakil keluarga Wilford!” desak Hago, namun suaranya gemetar. “Ramos telat bayar hutang, villa ini jadi milik kami. Lalu kamu siapa?”Nathan mengangkat dagu, cahaya dingin menyorot wajahnya. “Ramos sudah tiada, tapi tanah dan menara ini kini di bawah kendaliku,” ujarnya tenang. “Akan kucabut nyawa kalian jika berani menentang.”Beberapa prajurit keluarga Wilford saling berpandangan, tangan mereka mengepal pada gagang pedang.Salah satu dari mereka terangkat suaranya. "Tuan Hago
Debu dan serpihan porselen beterbangan, kristal lampu bergetar. Kaidar merasakan detik-detik terombang-ambing antara hidup dan mati, namun dia tetap tegap, mencatat setiap celah serangan Gill. Dengan satu teriakan rendah, Kaidar membalikkan formasi menjadi cincin pelindung, gelombang magis memantulkan serangan Gill, menimbulkan kilatan cahaya keunguan yang menari seperti naga kecil sebelum lenyap.Pertarungan singkat itu berakhir secepat kilat, tak ada korban luka baru, namun udara di antara mereka masih bergetar penuh ketegangan.Gill terdiam, matanya menatap kekaguman dan kewaspadaan. Dia menurunkan energi hitamnya, senyumnya merekah hangat namun penuh tipu daya. “Kaidar, rahasiamu pantas diperjuangkan. Menara Herton akan menjadi milik keluarga Wilford, dan kau, anak muda, pantas mendapatkan jatahmu.”“Aku akan mengirim pasukan ke sana, tidak akan ada siapapun yang bisa memasuki Villa itu!”Kaidar mengangguk pelan, rasa lega dan kemenangan berpadu di dadanya. “Tuan Gill, apakah Anda
Di Kota Hulmer, di kediaman megah keluarga Wilford, cahaya senja menyusup melalui jendela kaca patri ruang tamu. Gill, tuan muda Wilford, bersandar di kursi berlapis kain emas, dahi berkerut memikirkan langkah Kaidar. Sinar matahari sore menari di lengkungan langit-langit, menciptakan bayangan bergerigi yang seolah berbisik rahasia kuno.“Hago,” panggil Gill pelan, matanya menatap jajaran lukisan leluhur yang terpajang di dinding. “Mengapa Kaidar memilih Kota Yundom untuk berlatih? Dan apa hubungan villa Ramos dengannya?”Hago, penghuni lorong panjang dengan napas teratur, menunduk hormat. “Tuan Muda, ada sesuatu ganjil pada menara tua dalam kompleks keluarga Herton—bangunan itu seolah menolak bayangan zaman. Semua sayap villa telah dipugar, kecuali menara itu yang tetap lapuk dan dingin.”Gill bangkit, tatapannya menyala, lingkaran kekuasaan keluarga Winaya tak berdaya menjangkau Yundom. “Rahasia apa yang tersembunyi di balik dinding usang itu, sampai Kaidar tega merenggut nyawa Ramo
Cahaya lembut itu merambat ke rantai hitam yang menyekapnya, mengikis aura dingin kegelapan yang membekukan. Satu per satu rantai itu tergerus tenaga damai, lalu melingkup ke dalam tanah seperti akar yang kembali pulang. Suara raungan naga raksasa teredam, tubuh Nathan kembali bersih dari cengkraman gelap.Kaidar menegang, pandangannya melekat pada mutiara di tangan Nathan. Air mukanya memerah—rasa iri menyala di balik sorot matanya yang tajam. Baginya, harta Nathan adalah pusaka legendaris, pedang Aruna, cincin Ruang, Batu Mata Naga… dan kini cahaya Langit yang lebih agung lagi.“Nathan, semua itu akan jadi milikku, setelah kau mati!” desis Kaidar, suaranya bergema dingin.Cahaya hitam di atas kepalanya kembali memancar, menyembur seperti laser ganas, siap meremukkan segalanya.Namun Nathan hanya tersenyum tenang. Dia mengangkat kedua tangan, membiarkan kilau cahaya jatuh di telapak. Cahaya damai merembes ke pori-pori kulitnya, mengeras menjadi aura emas yang menyala-lenyap.Saat ali
“Inikah kartu terakhirmu?” suara Nathan dalam bisik dingin.Sementara Kaidar terhuyung, mata mereka bertemu, rasa benci dan keinginan menang beradu tajam.Kaidar mengerang, lalu senyumnya memberi amaran. "Kau pikir ini sudah selesai? Saatnya kutunjukan kekuatan utamaku!”Dalam satu gerakan kilat, aura hitam di sekujur tubuhnya meroket, membentuk lingkaran manik-manik darah yang melayang di udara. Api malam menyala lebih pekat, memancarkan cahaya jingga dan ungu yang memutihkan langit. “Naga kegelapan!” teriaknya, sebuah ikatan darah naga yang membangkitkan roh kegelapan di dalamnya.Kegelapan pekat berdenyut di atas kepala Kaidar, merangkai diri menjadi lingkaran hitam pekat yang melayang. Dalam pusaran itu, udara bergetar, seperti permukaan danau yang berubah menjadi lautan gelombang badai. Cahaya sirna, hanya bayangan pekat yang menelan segalanya.Nathan menyipitkan mata, merasakan tekanan dalam rongga dada. “Apakah dia akan memanggil makhluk gelap lagi?” gumamnya pelan, ingatan ten
Satu menjadi dua, dua menjadi tiga—hingga akhirnya, enam sosok Nathan berdiri sejajar, masing-masing memegang pedang Aruna yang berkobar.Mantra Kaidar berubah menjadi enam telapak tangan raksasa, turun dari langit seperti hukuman para dewa.BAAAAANG!Langit seolah runtuh oleh tekanan dari telapak-telapak tangan itu. Namun di tengah tekanan, Nathan mengangkat pedangnya dan berteriak. “Api spiritual, bangkit!”Keenam pedang Aruna menyala, api merah membubung lebih dari sepuluh meter. Dalam sekejap, kobaran itu menembus telapak-telapak raksasa, membakar mantra hingga menguap di udara.“AAARGHH!”Teriakan memilukan terdengar. Kaidar muncul dari balik api, tubuhnya terbungkus jilatan merah membara. Dia berteriak panik, berguling di tanah, mencoba memadamkan api yang melahap pakaiannya.Saat apinya padam dan dia baru merasa lega.Namun, sebuah tangan emas mencengkeram kerah bajunya. Tatapan Kaidar membeku saat dia melihat Nathan berdiri di hadapannya, mata bersinar, wajahnya keras dan mend