“Aku ingin … tunggu sebentar. Kau … kau bekerja disini?” tanya Zora dengan nada penasaran.Zora melihat pakaian poloshirt yang dikenakan oleh Ben dipadupadankan dengan kain kecil penutup baju dari pinggang sampai ke lutut dengan penuh keanehan sekaligus meledek Ben, “Hahhaha … hey, lihatlah pria miskin ini bekerja di sini. Uuhh … rasanya sangat tidak pantas sekali aku bersentuhan tangan dengannya. Lihat saja tangannya kotor dan kasar.”Hinaan yang begitu merendahkan harga diri seorang pria muda, terdengar hingga dalam ruangan kedai. Para pengunjung yang tengah menikmati makanan ditemani dengan hujan bintang sedikit terganggu akan hinaan tawa Zora. Semua mata kini tertuju pada Zora dan Ben. Sebagian pengunjung yang mendengarkan dari awal sangat menyayangkan sikap Zora kepada Ben. Dan sebagian pengunjung merasa cuek bahkan tak ingin ikut campur dengan sikap Zora.“Ya … benar, aku bekerja disini. Kenapa? Ada masalahkah denganmu?” balas Ben dengan sedikit tersipu malu.Zora yang datang be
“Tapi Zora … makanan telah kau pesan ini begitu mahal, setara dengan delapan bulan gajiku disini,” aku Ben.“Berapa? Delapan bulan gaji kamu disini? Hahahhaha … guys denger nggak kalian. Masa untuk bayar makanan disini aja perhitungan. Duh … kamu ini gimana sih, bukannya kamu suka sama aku? Kalau memang kamu suka sama aku, ya … coba dong buktiin ke aku, bayarin semua makanan dan minuman ini. Lagipula kamu kan kerja disini, pasti bisalah kamu minta keringanan sama boss kamu yang tua dan cerewet itu, oups. Hahahhaha,” ucap Zora dengan bibir yang dibuat senyinyir mungkin.Xael yang sejak tadi duduknya sengaja terpisah dengan Zora, merasa geram melihat Ben diperlakukan tidak baik oleh kawan yang baru saja ia temui enam bulan yang lalu, sejak Ayah dan ibunya memintanya untuk bersekolah dan menjaga neneknya di desa kelahiran sang Ayah.Xael geram melihat Zora yang selalu bertindak seenaknya saja, terutama pada orang-orang yang kurang beruntung dalam kemampuan ekonominya. Xael pun segera ban
“Kali ini kau kumaafkan karena sudah bertindak tidak tegas pada gadis itu. Akan tetapi, kalau sampai esok hari kau masih tidak bertindak tegas padanya, maka maaf saja Ben … kau harus pergi dari sini,” ancam Nyonya Jang Geum sambil memukul tipis pundak Ben.Ancaman bossnya bagi Ben merupakan sebuah pertanda buruk untuk keuangannya, karena kalau sampai benar terjadi bossnya memerintahkan untuk angkat kaki dari kedai ini, maka hutang ayahnya yang tersisa delapan orang lagi tidak bisa terbayarkan. Ben terduduk lemas di lantai, tatapannya begitu kosong menyiratkan ketidakmampuannya dalam mengatasi akan perasaan bodohnya itu.Perasaan yang hanya dipermainkan oleh seorang gadis yang menurutnya begitu cantik hatinya, dan entah mengapa Ben seperti tidak bisa menolak, tatkala Zora selalu memintanya untuk bertemu, apalagi kekacauan yang dibuat oleh Zora dan kawan-kawannya malam ini. Menyesal sudah pasti, andai saja ia bisa mengulang waktu. Sudah pasti ia akan menolak sejak awal bertemu dengan Z
Teriakan kesedihan muncul kembali, saat Nyonya Jang Geum berusaha menyalakan senter melalui ponselnya. Dapurnya begitu hancur berantakan, tempat untuk menyimpan semua bahan-bahan rusak parah. Tutup lemari terpisah dari engselnya, bahan-bahan makanan sudah rusak dan tak tersisa.Tak hanya Nyonya Jang Geum saja yang merasa sedih, Ben pun juga turut merasakan kesedihan itu. Kata maaf saja tidak cukup mewakili jumlah kerugian yang dialami oleh wanita paruh baya yang gemar memasak makanan korea zaman Sembilan puluhan.“Ben … besok aku tidak akan berjualan. Ada baiknya kau urusi masalahmu, hingga selesai,” tegas Nyonya Jang Geum.Ben mengira, ucapan Bossnya itu adalah sebuah tanda bahwa dirinya telah dipecat dari pekerjaannya. Kakinya lemas sampai ia tak tersadar bahwa tubuhnya sudah jatuh terduduk lemas. Suara tangisnya pecah, seperti anak kecil yang meraung-raung karena ada perasaan marah.Bukannya merasa iba dengan suara tangisan Ben, Nyonya Jang Geum segera pergi meninggalkan Ben di ked
“Permisi, apakah kedai ini sudah buka?” tanya dua orang pria paruh baya pada Ben pagi-pagi sekali.Ben tidak bisa menjawabnya, karena memang bukan kewenangannya. Pemuda itu terlihat lusuh, terlihat lingkaran hitam di sekitar mata, rambut begitu berantakan, serta baju yang begitu kotor akibat semalaman tak tidur membersihkan semua kekacauan yang dibuat oleh Zora dan kawan-kawan.“Nak, apa kau baik-baik saja?” tanya pria paruh baya berdandan british“Aku … aku baik-baik saja. Hanya saja aku tidak bisa memutuskan apakah kedai ini buka atau tidak,” aku Ben tersipu malu dan sopan.“Bagaimana ini tuan Billie? Apakah anda ingin mencari makanan di tempat yang lain?” tanya salah pria lainnya yang berpakaian jas hitam dan memakai kacamata hitam dengan menggunakan bahasa inggris british yang kental.“Tapi apa kau yakin, bahwa pemilik wanita yang kau temui semalam itu adalah pemilik kedai ini?” tekan Tuan Billie.Seolah mengerti dengan ucapan kedua pria asing itu, Ben pun mendengarkan dengan sek
“Bagaimana Billie … apakah benar, pemuda yang kau temui itu adalah cucu kandungku?” tanya Tuan Cana penuh harap.Wajah Billie tersenyum lebar saat menjawab pertanyaan Tuan Besarnya itu. Tak ingin memberikan harapan palsu, Tuan Billie pun menjelaskan kondisi terkini, begitu lusuh dan jauh dari kata cukup.“Apa maksudmu?” tanya Tuan Cana yang masih merasa bingung dengan penjelasan sahabatnya itu.“Maksudku, Benedict benar-benar hidup serba kekurangan, Tuan Cana. Menurut beberapa informasi yang dikumpulkan oleh anak buahmu, Tuan Alexi punya banyak sekali hutang, terutama pada lintah darat,” jawab Tuan Billie.Hati Tuan Cana begitu sedih lantaran tak bisa menjaga kedua cucunya dengan baik. Malu sekaligus kecewa terhadap diri sendiri sekaligus terhadap mendiang putrinya, karena sudah berjanji akan selalu menjaga kedua cuucnya dengan baik.Perasaan bersalah pun langsung menghinggapi Tuan Cana, air matanya mengalir tanpa permisi membayangkan bagaimana nasib kedua cucunya tanpa perlindungan d
Saat jam istirahatDi saat Ben tengah menikmati jam istirahatnya dengan menatap pemandangan bukit dengan warna-warni bunga yang bermekaran. Tak ada makanan ataupun minuman yang bisa ia santap, hanya ada kata hemat darinya sejak satu minggu yang lalu setelah Nyonya Jang Geum memutuskan untuk menutup kedai sampai ia memiliki modal kembali.Keputusan bossnya yang baik hati itu benar-benar membuat dirinya untuk tidak memakai uang dengan sembarangan, tak ada lagi keberanian untuk mengajak gadis impiannya sengaja bertemu ataupun tanpa disengaja bertemu.Sedikit demi sedikit asa yang Ben miliki mulai pupus, tersadar bahwa dengan sengaja Zora hanya menarik ulur hatinya, hingga kini Ben merasakan sakit dan perih yang tak berdarah. Dalam benaknya, Ben mulai menyadari apa yang dikatakan oleh sahabatnya Elmo ada benarnya. Zora bukanlah gadis yang baik untuk diperjuangkan.Ketika hati mulai merasakan berdarah, dan air mata mulai mengalir dari kedua matanya, tiba-tiba saja ada delapan pria dewasa b
“Kau yakin? yang benar saja, pria miskin seperti dia, diberikan hadiah yan begitu mahal oleh Xael?” ujar Ga Eun salah satu sahabat Zora.Zora dan Cathy kembali bertemu dengan kawan-kawannya, tak lama setelah Xael memberikan hadiah mahal untuk Ben. Dengan penuh perasaan emosi, Zora ingin memberikan sebuah pelajaran pada Ben.“Iya benar, kalau kau tak percaya … tanya saja pada Cathy. Dia juga melihatnya kok. Pria miskin itu tak memiliki hak pada ponsel mahal itu. Aku ingin memilikinya, dan kalian harus membantuku!” geram Zora.Tak ingin menjadi pusat perhatian selain dirinya, dan sebagai orang yang sangat berpengaruh di desa ini, Zora pun membuat sebuah rencana jahat dengan meminta bantuan seluruh teman-temannya untuk mengusir Ben serta Xael dari wilayah desa ini. Cara pertama yang akan dilakukan oleh Zora adalah memerintahkan kawan-kawannya untuk mencari tahu, mengenai keluarga Ben, baik itu ayahnya yang memiliki hutang dimana saja, letak sekolah adik-adiknya, serta kegiatan adik-adik