Tuan Wiratmaja kembali duduk. Ia merendahkan nada bicaranya kepada snag putri. "Ayolah, jangan keras kepala. Ayah tidak mau kamu salah pergaulan, Nak. Dia pasti berniat jahat kepadamu," tuduh Tuan Wiratmaja."Ayah! Ko mikirnya jahat banget sih." Wajah Gina mulai menegang penuh emosi.Tuan Wiratmaja menggertakkan gigi, rahangnya ikut mengeras. "Bisa saja dia hanya ingin tubuh dan uangmu. Berhenti bermain-main. Dia bukan pria baik," tuduh Tuan Wiratmaja lagi.Gina mendengkus kesal. Tak lama Radit muncul masih dengan sikap kikuknya. Gina melirik ayahnya. Kode agar ayahnya bersikap lebih baik kepada temannya itu.Radit merasakan keraguan ada di diri Tuan Wiratmaja karena penampilannya. Ya, Radit memang sedang menyamar sebagai seorang staff biasa. Bagaimana mungkin dia berpakaian serba wah. "Tuan, saya sungguh tahu kegelisahan hati, Anda. Saya dan Tuan Galih memang bekerja di perusahaan yang sama. Jadi, kami memang saling kenal meski tidak pernah mengobrol sebelumnya. Percayalah saya tida
Tuan Wiratmaja berdiri. Ia ingin sekali memberi pelajaran kepada anak muda yang tidak tahu sopan santun seperti Jordi. Tuan Wiratmaja tidak terima dituduh sehina itu apalagi Radit bukan lah orang yang bisa diandalkan. Dia tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu. Jordi benar-benar menginjak harga diri keluarganya. Sayangnya, Gina menahan ayahnya dan menggeleng pelan. "Ayah tenangkan dirimu. Aku tidak ingin ayah kenapa-kenapa," lirih Gina.Gini kini melemparkan tatapan tajam ke arah Jordi."Jordi, hentikan omong kosongmu! Kau menuduh ayahku bermain curang? Ck. Ayahku bukan ayahmu," sindir Gina mulai naik pitam."Wooow, hahahaa ... kamu galak juga ya. Aku yakin uang kalian hanya sanggup menyuap orang sekelas Radit mengingat hutang kalian yang menumpuk dimana-mana. Aku bisa menilai karena kalian pun bertemu di restoran kecil seperti ini," ungkap Jordi sambil menunjukkan mengejek.Sungguh tidak tahu malu! Radir hanya bisa menggaruk-garuk keningnya sambil tersenyum. Jordi menuduh orang sek
"Tuan Brando, siapa yang memimpin proyek pengerjaan kawasan elit Savandora?" tanya Radit."Sepengetahuan saya, Tuan Husen melimpahkan proyek ini kepada Tuan Jacob Punjabi. Ada apa, Tuan?""Ini adalah pemenang tender sebagai kontraktor yang memborong pembangunan di sana. Namanya Tuan Wiratmaja. Sayangnya, mendadak namanya dihapus dan diganti dengan Tuan Darmawan. Apa kau tahu soal itu?" selidik Radit.Tuan Brando mulai menghela napas. "Tidak, Tuan."D Radit melirik Tuan Galih. "Mau aku yang menceritakan semua atau kamu yang cerita?" tawar Radit.Tuan Galih menjatuhkan dirinya. Tubuhnya gemetaran. "Tuan Brando ampuni saya. Tolong maafkan saya. Saya khilaf." Tuan Brando langsung bisa menyimpulkan ada yang tidak beres. "Jadi, selain kamu, siapa yang menerima uang itu?" tanyanya dengan suara berat dan berwibawa."Di–dia ... dia adalah Tuan Jacob sendiri," jawabnya gugup. Ia melihat Jordi lalu menariknya. "Cepat berlutut dan akui semua!" perintahnya dengan nada tinggi.Jordi kebingungan.
"Radit, tunggu!" Tuan Wiratmaja kembali menahan Radit. Ia sempat melirik ke arah Tuan Brando sebentar."Radit, saya sungguh meminta maaf karena tadi sempat meremehkanmu," ucap Tuan Wiratmaja tiba-tiba.Kini dia percaya akan kemampuan Radit. Puterinya benar. Diam-diam, pria sederhana ini menyimpan keistimewaan. Tuan Wiratmaja merasa bersalah karena sempat menuduh Radit yang tidak-tidak."Tidak perlu minta maaf. Saya sudah terlalu sering berada di posisi seperti itu. Tidak dipercaya dan dihina. Tapi saya cukup mengerti, tidak apa-apa," sahut Radit kembali."Sebagai permintaan maaf, saya mengundang kamu untuk makan malam di rumah kami malam ini. Putri saya, jago memasak. Dia pasti akan menyuguhkan makanan yang lezat untukmu," ungkap Tuan Wiratmaja."Benarkah begitu? Wah, tentu saya akan senang sekali bila diundang makan apalagi masakannya langsung dibuat dari tangan yang ahli memasak," decak Radit kegirangan.Semburat pipi kemerahan merona di wajah Gina. Bukan soal pujian ayahnya tentang
Tuan Brando sebenarnya sudah mengetahui sesuatu. Tuan Dono Ladoyo menyebut nama Harris Cakranomoto sebagai otak penabrak Lucy. Hanya saja Tuan Brando belum berani mengatakannya sebab ia masih ingin mengumpulkan bukti-bukti agar tidak bisa ditangkis oleh saudara tiri Radit itu.Sementara itu, Radit mulai teringat akan istrinya, Lucy. Belakangan Lucy menunjukkan tanda-tanda kemajuan terapi untuk kakinya. Lucy sesekali bisa menggunakan tongkat untuk menyanggah tubuhnya. Tangannya yang terkadang kaku tak bisa bergerak mulai perlahan sembuh total. Lucy bisa kembali menggambar desain pakaian dengan tangannya. Kepercayaan diri istrinya mulai muncul saat bergabung dengan Chanel Cakra Companies.Radit ingin Lucy segera pergi ke luar negeri untuk melakukan operasi. Radit ingin Lucy kembali."Tuan Brando, bolehkah aku merepotkanmu sekali lagi?" tanya Radit."Pertanyaan apa itu, tentu saja boleh, Tuan muda. Ada apa?""Hm, aku ingin Lucy segera berjalan. Istriku harus keluar negeri dan menjalani
Radit akhirnya memilih mobil Range Rover. Tuan Samosir segera menyelesaikan semua administrasi jual-beli mobil untuk tuan mudanya itu. Selepas itu, Radit kembali ke kantornya karena jam istirahat sudah usai.Baru tiba di meja kerja, mendadak ia mendapatkan panggilan dari Nona Keyla untuk menghadap ke ruangan ayahnya, Tuan Husen."Pak Radit, mari ikut saya karena Pak Direktur memanggil Anda," perintah Nona Keyla.Radit mengangguk. Ia sudah menduga bahwa persoalan Tuan Galih akan menyeret dirinya. Nona Keyla dan Radit berjalan di koridor kantor. Setelahnya mereka menaiki lift menuju ruangan Tuan Husen Cakranomoto"Permisi ....""Ya, silakan masuk!"Nona Keyla kemudian masuk bersama Radit. Gadis itu membungkukkan badannya untuk memberikan tanda hormat kepada orang-orang di dalam sana."Saya datang membawa tuan muda Radit," ucapnya perlahan.Radit memandangi orang-orang di dalam sana. Selain ayahnya, ada Tuan Brando dan juga sang kakek, Tuan Mandala. Hanya ada satu pria yang terasa asing
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Ya. Pria tua bangka ini sudah ada di hadapan kami. Sekarang apa tugas lanjutan untuk kami?""Jangan sentuh pria itu sebelum aku datang. Aku sudah tidak sabar bertemu teman lamaku itu. Hahaha!" tawa pria itu dengan renyah.Panggilan berakhir. Rudy bisa mendengar suara yang diloudspeaker oleh ketiga pria di hadapannya itu. Ia mencoba mengenali suara pria yang mengaku teman lamanya. Sayangnya, pikiran yang kacau dan rasa khawatir berlebihan membuatnya tidak bisa mengingat."Siapa dia? Kenapa harus menculikku segala!" batin Tuan Rudy.****Radit menyerah. Setengah harian ia berkeliling mencari ayah mertuanya tapi tak juga ia temukan. Nomor ponsel Tuan Rudy pun masih tidak aktif.Radit memutuskan menghubungi Tuan Brando untuk meminta bantuan. Ia mulai mencurigai ayah kandungnya yang mungkin saja bertindak untuk mengancam Radit."Ayah mertuaku menghilang. Kami berpisah saat di kantor polisi siang tadi. Hingga petang aku tidak menemukannya di manapun. Setiap sudut kota sudah aku cari namun
"Sudah! Sudah! Ini rumah sakit. Kenapa kalian berdua harus berisik," tegur Tuan Husen."Maafkan aku, Yah. Aku hanya bingung saja kenapa di tempat yang harusnya steril justru ada kotoran di sini," hina Harris.Radit menaikkan alisnya. Ia melangkah maju mendekati Harris. "Sebenarnya ucapanmu benar-benar menyinggungku. Hanya saja, aku menghargai Kakek Mandala yang terbaring lemah di sana. Aku tidak ingin membuat keributan. Lebih baik aku pergi."Baru Radit akan berlalu, dengan cepat tangan Harris meraih lengan Radit. Pria itu menatap Radit dengan tajam."Kakek Mandala? Sejak kapan kamu berani selancang itu memanggil presdir dengan sebutan kakek?" Radit tak menjawab. Ia membungkam mulutnya. Ia hanya tersenyum mengejek. Lalu mencoba melepaskan dirinya dari genggaman tangan Harris yang sangat erat memeganginya."Harris! Biarkan dia pergi," perintah Tuan Husen."Tapi, Yah ...."Harris merasa setengah hati ingin melawan perintah ayahnya. Ia terheran-heran dengan sikap ayahnya yang terlihat m
Radit menganggukkan kepalanya lalu meminta sang ayah mertua untuk duduk sebentar menunggunya."Ayah mertua, duduk dulu di sini. Kau perlu menenangkan dirimu juga. Aku mau bicara empat mata dengan pengacara kita."Nona Jessica menggiring Radit ke pojok ruangan di kantor polisi."Ada apa, Nona Jessica? Apa ada permasalahan?"Nona Jessica mendesah pelan. "Tuan muda, saya rasa ini kasus hanya jebakan. Secara spesifik antara Tuan Rudy dengan para pelaku tidak ada keterikatan atau saling kenal. Ini hanya fitnahan saja.""Syukurlah. Berarti ayah mertua saya bisa segera bebas kan?"Nona Jessica menggeleng pelan. "Sayangnya, meski menurut Tuan Rudy dia tidak mengenal semuanya. Pelaku lainnya justru mengakui jika sudah dua kali Tuan Rudy menerima uang dari mereka ke rekeningnya. Hal ini harus segera kita telusuri lebih lanjut. Jika pengakuan itu benar. Tuan Rudy akan sulit menyangkal lagi.""Tunggu dulu, sepengetahuanku ayah mertuaku memang telah meminjam dana di bank untuk membangun perusahaa
Mendapat pesan bernada ancaman Radit mencoba mengabaikannya. Ia sudah tahu itu resiko yang harus ia ambil."Dia tahu aku akan menemui kakek, itu artinya siapapun dia, aku sedang diintai," lirih Radit. Raditpun tetap bersiap-siap. Ia sangat tertarik dengan orang dibalik pesan ancaman itu. "Mari kita lihat, kira-kira apa ini ancaman saja untuk menggertakku? Dia pikir seorang Raditya Cakranomoto akan takut? Hmmm ...."Usai bersiap, Radit turun ke ruang meja makan. Di sana sudah nampak Tuan Rudy tengah asyik berteleponan."Ayah mertua, aku pergi duluan!" kode Radit berpamitan.Tuan Rudy yang tengah asyik menelepon hanya menganggukkan kepada sembari tangannya mengusir Radit untuk pergi.Radit pun melewati waktu sarapannya bersama sang ayah mertua. Ia terlihat buru-buru karena akan dijemput oleh Tuan Brando.Benar saja, saat keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil rolls royce datang menghampirinya."Selamat pagi, Tuan muda." Kaca jendela terbuka, Tuan Brando menyapa Radit.Mobil berhenti,
"... aku masih berharap jika Anda ada di pihakku, bukan berada di dua penjuru," lanjut Radit."Tentu saya berada di pihak Anda, Tuan muda. Saya tahu selama ini Anda mendapatkan ketidakadilan atas masalah ini. Seseorang yang bersalah, harus mendapatkan ganjarannya sekalipun dia adalah Tuan Harris."Radit memandang jauh tatapannya. "Apakah itu benar?""Anda boleh meragukan saya karena saya menyembunyikan hal ini dari Anda. Saya hanya khwatir keselamatan Anda, Tuan muda. Biarkan saya yang bekerja untuk membalas. Lagipula, salah satu pembalasannya sudah saya jalankan," aku Tuan Brando lagi.Radit menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?""Saya diam-diam membobol data akun bank milik Tuan muda Harris. Bukan perkara sulit mencari hacker yang mau membantu saya untuk mengambil uang sebesar dua ratus juta dari rekening Tuan Harris. Saya rasa, Tuan Harris perlu bertanggung jawab atas pengobatan korbanmya, Nyonya Lucy.""Apa katamu? Jadi uang itu ...."Tuan Brando mengangguk. Radit diam sesaat. Ia m
Usai puas berkeliling Radit membawa Lucy pulang. Rupanya Lucy kelelahan sampai tertidur di mobil. Radit pun menggendong istrinya dari mobil menuju kamar tidur mereka."Bagaimana sudah bertemu ibumu?" tanya Tuan Rudy saat melihat Radit masuk membawa putrinya.Radit menggeleng. "Belum.""Kemana kira-kira ibumu pergi. Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Radit menggeleng sekali lagi. "Ponselnya masih belum diaktifkan.""Duh, ini semua pasti sudah kelewatan batas makanya Nyonya Yessi seperti ini. Aku minta maaf atas nama istriku," ucap Tuan Rudy bersungguh-sungguh seperti orang menyesal.Radit mengangguk. "Iya. Aku akan mencari ibuku lagi setelah menaruh Lucy di kamar. Dia kelelahan, kasihan."Tuan Rudy lalu membiarkan menantunya lewat. Radit diam-diam merasa sedikit tersanjung atas sikap ayah mertuanya yang masih memedulikan ibunya.****Radit segera menuju hotel di tempat Tuan Brando mengirim ibunya. Hotel megah itu harusnya memiliki banyak tamu di saat weekend begini, nyatanya hotel it
Keesokan harinya, Lucy menyampaikan keputusannya untuk berangkat ke luar negeri kepada Tuan Rudy dan Nyonya Winey usai mereka sarapan pagi. Kedua orang tua Lucy sangat bahagia mendengar keberuntungan putri mereka. Tak lama lagi, Lucy akan berjalan dan kembali seperti semula. Karir sang putri pun terlihat mulai bersinar."Jadi, kamu akan pergi sendiri? Aku akan menemanimu di sana, bagaimana?" tawar Nyonya Winey. Ya, kapan lagi wanita tua itu bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ini adalah kesempatan emas untuknya."Ibu mertua jangan khawatir. Aku akan ikut serta bersama Lucy." Buru-buru Radit menjawab, ia memupuskan harapan ibu mertuanya."Kamu? Loh kamu kan bekerja magang di Pionir. Mana bisa seenaknya izin," sergah Nyonya Winey."Iya, Dit. Kamu kan bukan anak dari yang punya perusahaan. Kamu pikir, bisa seenaknya berlibur?" sindir Tuan Rudy, ikut-ikutan membully Radit.Lucy menjadi tak enak melihat suaminya dipojokkan. Ia memegang punggung tangan Radit. "Aku tahu kamu juga mengkhawatirk
Radit memperhatikan Lucy yang kelihatan bersemangat kembali usai perbincangan mereka. Radit bersyukur, akhirnya sang istri mau melakukan operasi dan pengobatan kakinya. Radit kemudian pergi ke kamar ibunya, Nyonya Yessi. Ia cukup terkejut melihat kamar ibunya sepi tak berpenghuni. Tak biasanya sang ibu pergi tanpa memberitahu apapun kepadanya. Firasat Radit tak enak. Buru-buru dia membuka lemari, dan benar saja, tak ada satu pakaianpun tersisa di sana. Semua kosong."Kemana perginya ibuku?" batin Radit. Dengan gusar, ia mencoba berulang kali menghubungi sang ibunda. Tapi hasilnya nihil. Nomor Nyonya Yessi tidak aktif. Radit langsung bergegas mencari jawaban atas pertanyaannya kepada Nyonya Winey. Wanita itu harusnya tau kemana ibunya sebab mereka tinggal berdua di rumah itu saat semua orang sibuk bekerja."Ada apa?" tanya Nyonya Winey dengan wajah malas saat membuka pintu kamarnya yang diketuk Radit."Ibu, maaf aku mengganggu waktu istirahatmu. Aku hanya ingin bertanya, apakah ibu t
"Maaf, aku di sini tidak memiliki jabatan apapun. Jadi percuma saja Anda bersujud di hadapanku," ucap Radit.Tuan Jacob menyadari kebodohannya. Ia berhenti bersujud."Sudahlah, Jacob. Berhenti berakting seolah kau menyesali perbuatanmu. Kali ini kamu akan ku loloskan. Aku tidak akan memecatmu," ucap Tuan Husen.Jacob merasa senang."Be-benarkah itu, kakak ipar?""Berhenti memanggilku begitu di kantor. Bersikaplah profesional. Panggil aku Pak Direktur!" tegur Tuan Husen kembali.Tuan Jacob menundukkan kepalanya sambil mengucap kata maaf untuk kesekian kalinya lagi."Aku dan tuan presdir bersepakat tidak akan memecatmu. Hanya kami akan memutasimu untuk pindah ke anak perusahaan.""Tapi ....""Ini surat keputasan pindah tugasnya. Kamu bisa tanda tangani dokumen ini," ucap Tuan Husen kembali.Tuan Jacob tidak bisa menentang. Dipindahkan lebih baik daripada dipecat. Ia tidak mau karirnya berhenti begitu saja. Dia menatap Radit penuh kebencian. Kemunculan anak tiri kakaknya itu membuat diri