Beranda / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Rumah Beroda Yang Aneh

Share

Rumah Beroda Yang Aneh

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 15:00:22

Hóngshā, Kota Pasir Merah, terletak di perbatasan utara Kekaisaran Shenguang, menjadi penjaga terakhir sebelum wilayah Kekaisaran Baili dimulai. Dikelilingi bukit pasir yang memantulkan cahaya keemasan saat matahari terbenam, kota ini tampak seperti bunga mawar emas yang berkembang di tengah gurun tandus. Di kejauhan, angin gurun berbisik lembut, membawa aroma pasir hangus bercampur harum oasis yang terletak di jantung kota.

Di pinggiran sebuah oasis, deretan tenda-tenda menjadi pemandangan yang cukup mencolok. Meski diselingi sebuah oasis yang merupakan pusat kehidupan penduduk kota Hóngshā, nuansa gurun yang gersang lebih mendominasi.

Penduduk di kota ini tidaklah banyak, sebagian besar tersebar dalam suku-suku yang hidup berpindah-pindah. Kota ini lebih didominasi para prajurit yang menjaga perbatasan dan segelintir peternak dan pejabat setempat. Selebihnya hanyalah pedagang dan pengelana yang kebetulan lewat dan singgah sebentar.

Di dalam salah satu t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Senja Di Oasis Merah

    Ren Hui dan Junjie berdiri di tepi oasis, menatap kagum pada pemandangan yang tersaji di depan mereka. Air jernih yang memantulkan sinar matahari senja berkilauan seperti hamparan emas dan merah delima. Oasis di kota Hóngshā ini sungguh terlihat seperti permata yang berkilauan di tengah gurun pasir merah yang luas dan gersang."Indah sekali, bak bunga mawar merah keemasan," gumam Ren Hui, suaranya hampir tenggelam dalam lembutnya hembusan angin senja. Matanya memancarkan kekaguman yang tulus.Junjie menoleh, memperhatikan Ren Hui yang berdiri di sampingnya. Meski panorama oasis begitu menakjubkan, pikirannya lebih terpaku pada sosok pria itu. Ren Hui, dengan jubah putih yang berkibar tertiup angin, rambut hitamnya yang tergerai, dan senyum yang terpancar alami, terlihat seperti bagian dari pemandangan itu sendiri—indah dan tak tergantikan."Aku tak menyangka ada sedikit kehidupan di tempat segersang ini," ujar Ren Hui, matanya menyapu area oasis yang mulai

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ikut Campur Atau Kabur?

    Suasana seketika menjadi hening. Angin gurun berdesir pelan, membawa aroma pasir dan dedaunan kering yang bergesekan di sekitar oasis. Beberapa prajurit segera bergerak cepat, melindungi teman-teman mereka yang tengah mengambil air. Ren Hui dan Junjie pun segera mengangkat kaki mereka dari air, mengeringkannya dengan tergesa-gesa sebelum mengenakan kembali sepatu bot.Tiba-tiba, desingan anak-anak panah memecah ketenangan. Kali ini, serangkaian anak panah meluncur deras ke arah mereka. Ren Hui bereaksi secepat kilat, mengeluarkan payung di punggungnya dan membukanya dengan gerakan gesit. Payung itu berputar, mematahkan setiap anak panah yang mengarah padanya dan Junjie.Gerakannya begitu lincah dan anggun, membuat para prajurit di sekitarnya tertegun. Mereka menatap pemandangan itu dengan kekaguman, bahkan sempat lupa dengan ancaman yang baru saja melintas.Ren Hui tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya. "Maaf, kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Drama Pedagang Arak Miskin

    Junjie dengan tenang mencabut anak panah yang menancap di tanah, di ujung kaki mereka. Jarinya yang ramping memutar anak panah itu, mengamatinya dengan seksama. Sambil memegang anak panah tersebut, dia melambai pada pasukan berkuda yang dipimpin Jenderal Miu."Jenderal Miu! Kami hanya pengelana yang singgah sebentar! Izinkan kami pergi!" serunya dengan penuh percaya diri, suaranya tegas tetapi tidak berlebihan.Namun, kedua pasukan itu bergerak mendekat, mengencangkan formasi hingga ruang gerak semakin sempit. Tatapan penuh curiga mengarah pada Junjie dan Ren Hui, seolah menyiratkan bahwa mereka menyembunyikan sesuatu.Ren Hui menghela napas panjang, sebelum memasang wajah memelas yang sangat meyakinkan. "Aiyo! Kami hanya pedagang arak miskin yang kebetulan lewat. Sungguh sial kami terjebak dalam kekacauan seperti ini!" rengeknya memelas, suaranya terdengar dibuat-buat tetapi mengundang simpati.Beberapa prajurit di sekitar mereka memandang dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Drama Pedagang Arak Miskin

    Junjie dengan tenang mencabut anak panah yang menancap di tanah, di ujung kaki mereka. Jarinya yang ramping memutar anak panah itu, mengamatinya dengan seksama. Sambil memegang anak panah tersebut, dia melambai pada pasukan berkuda yang dipimpin Jenderal Miu."Jenderal Miu! Kami hanya pengelana yang singgah sebentar! Izinkan kami pergi!" serunya dengan penuh percaya diri, suaranya tegas tetapi tidak berlebihan.Namun, kedua pasukan itu bergerak mendekat, mengencangkan formasi hingga ruang gerak semakin sempit. Tatapan penuh curiga mengarah pada Junjie dan Ren Hui, seolah menyiratkan bahwa mereka menyembunyikan sesuatu.Ren Hui menghela napas panjang, sebelum memasang wajah memelas yang sangat meyakinkan. "Aiyo! Kami hanya pedagang arak miskin yang kebetulan lewat. Sungguh sial kami terjebak dalam kekacauan seperti ini!" rengeknya memelas, suaranya terdengar dibuat-buat tetapi mengundang simpati.Beberapa prajurit di sekitar mereka memandang dengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ikut Campur Atau Kabur?

    Suasana seketika menjadi hening. Angin gurun berdesir pelan, membawa aroma pasir dan dedaunan kering yang bergesekan di sekitar oasis. Beberapa prajurit segera bergerak cepat, melindungi teman-teman mereka yang tengah mengambil air. Ren Hui dan Junjie pun segera mengangkat kaki mereka dari air, mengeringkannya dengan tergesa-gesa sebelum mengenakan kembali sepatu bot.Tiba-tiba, desingan anak-anak panah memecah ketenangan. Kali ini, serangkaian anak panah meluncur deras ke arah mereka. Ren Hui bereaksi secepat kilat, mengeluarkan payung di punggungnya dan membukanya dengan gerakan gesit. Payung itu berputar, mematahkan setiap anak panah yang mengarah padanya dan Junjie.Gerakannya begitu lincah dan anggun, membuat para prajurit di sekitarnya tertegun. Mereka menatap pemandangan itu dengan kekaguman, bahkan sempat lupa dengan ancaman yang baru saja melintas.Ren Hui tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya. "Maaf, kam

DMCA.com Protection Status