"Apa yang kau tulis sebenarnya?" tanya Yohan setelah bosan menunggu tapi Thea hanya memutar bola matanya. Yohan kemudian merebahkan kepalanya di atas ranjang tempat Thea berbaring, aneh menurutnya. Saat Thea menyentuh rambutnya tadi dia sama sekali tidak merasakan perasaan jijik yang biasa timbul saat orang lain menyentuhnya. Walau tidak sampai pada tahap akut di mana biasanya penderita akan muntah tapi hal ini cukup mengganggu Yohan, perasaan tak nyaman sering menjalar di perutnya sehingga membuat dirinya mual.
Yohan memejamkan matanya, berharap dia bisa istirahat untuk sejenak dari banyaknya pekerjaan yang menunggunya. Saat Yohan benar-benar hampir terlelap, tepukan kecil di bahu kirinya berhasil membuatnya terperanjat kaget. Jika saja orang lain yang melakukan hal itu mungkin saja Yohan akan segera mengumpatinya, tapi dia harus bersabar ... Karena di depannya adalah Thea."Apa?" tanyanya dengan mata yang masih sayu. Thea hanya menyodorkan ponsel milik Yohan seba“Baiklah, apa yang akan kau tawarkan padaku?„Kening Yohan berkerut saat membaca hal itu, bukannya Thea sudah mendengar bahwa Yohan akan memberikan semua hal yang ia inginkan padanya? Yohan berpikir, mungkin saja Thea ingin mengetahui hal spesifik apa yang akan ia berikan kepadanya."Aku sebenarnya akan memberikan apapun yang kau inginkan ... seperti rumah, mobil, perhiasan, pakaian, kehidupan yang jauh lebih mewah dari pada di keluarga Peterpeon ... atau jika kau mau kau mungkin bisa mendapatkan status Nyonya Radcliffe,p" jawab Yohan dengan dengusan geli di akhir kalimatnya. Thea memutar bola matanya malas.“Bagaimana jika aku meminta seluruh saham Radcliffe?„ tulisnya lagi. Yohan mengangkat alis kirinya ke atas."Aku bahkan tidak memiliki seluruh saham Radcliffe, bagaimana caraku bisa memberikanmu seluruh saham itu?" Yohan mulai tertawa, "Tapi jika itu benar-benar suatu hal yang kau inginkan aku akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan sah
"Tenang saja, aku akan segera mencari solusi untukmu," Namun pernyataan Yohan kali ini malah menambah amarah Devan yang sedari tadi berusaha diredam."Hei bajingan, apa maksudmu segera? Aku akan mati karena kelelahan sampai sebelum kata 'segera' itu terwujud!" bentaknya kasar. Tarikan napas berat terdengar di pengeras suara yang berasal dari ponsel Yohan. Yohan menggelengkan kepalanya yang kaku sebentar, kemudian berucap, "Kemari, bawakan aku beberapa setelan pakaian, aku akan tidur di sini malam ini," ujarnya kemudian menerima semangkuk salad yang diberikan oleh penjaga kantin tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Yohan mulai menusuk sayur-sayuran di mangkuk menggunakan garpu, beberapa helai selada ia masukan ke dalam mulut sembari menunggu jawaban dari Devan yang ada di seberang telepon.Bunyi renyah langsung terdengar saat Yohan mulai mengunyah saladnya, cukup lama Yohan menunggu namun masih tidak ada suara yang terdengar dari seberang. Yohan mengerutkan
Yohan berjingkat kaget, seketika tubuhnya merinding saat merasakan tepukan orang asing di bahu kanannya. Segera Yohan memutar tubuhnya untuk membuat tangan lancang yang asal memeganginya itu terlepas. Yohan memandang tajam manusia yang ada di depannya, alisnya berkerut saat mengenali pria remaja yang berdiri di hadapannya. Yohan menghembuskan napas kasar, sensasi merinding masih terasa di sekujur tubuhnya. Namun, Yohan harus mengambil sikap tenang."Apa?" tanyanya dengan nada bicara yang sepenuhnya datar. Remaja laki-laki yang berada di hadapannya tersenyum miring."Aku meminta bayaranku!" jawabnya singkat kemudian melangkahkan satu kakinya mundur. Kening Yohan berkerut, dia ingat dia telah membayar anak di depannya ini. Beberapa saat Yohan berusaha untuk memutar ingatan hingga ia menemukan saat yang dimaksudkan oleh anak yang berada di depannya ini."Saya akan mengirimkannya nanti, lewat rekening bank. Berikan alamat rekening milikmu!" ucap Yoha
Yohan menoleh, ia mendapati Thea tengah memandangnya dengan mata yang sayu. Wajahnya sangat pucat nampak seperti kelelahan ... Yohan yang panik langsung berjalan mendekat ke arah Thea, "Kenapa?" tanyanya kemudian duduk pada kursi di sebelah ranjang Thea. Tangannya bergerak mengelus jari-jemari gadis itu, tetapi itu hanya berlangsung sebentar karena Thea segera menepisnya."Lapar ... " ucapnya mengadu ... bohong, sebenernya dia baru saja mimpi buruk. Namun, ia terlalu malu untuk mengakuinya. Yohan menorehkan senyumnya halus, dengan mata yang mulai memerah karena menahan kantuk pria itu bertanya, "Kau ingin makan sesuatu? aku akan segera membelikannya," Yohan berdiri ... Saat ia akan melangkah ujung bajunya ditarik oleh Thea."Tidak ... Aku tidak ingin makan," jawabnya membuat kening Yohan berkerut. Dia pusing, fajar hampir menyingsing, tapi dia belum mendapatkan tidur sama sekali ... kemudian di sini Thea mengadu lapar, tetapi tak ingin makan. Yohan menarik napas da
Di pintu masuk terlihat Yohan yang tengah menenteng dua buah tas kertas di masing-masing tangannya. Pria itu tersenyum sebentar ke arah Thea, "Lama?" tanyanya ramah. Ia kemudian meletakan tas kertas yang berisikan pakaian gantinya ke dalam lemari khusus di ruangan ini, pria itu segera berjalan ke arah dapur pribadi untuk menghangatkan susu. Harap maklum, ini ruang VIP...Lama Thea menunggu hingga akhirnya yohan kembali datang bersama segelas susu di tangannya. Pria itu membangunkan Raka yang tengah tertidur pulas bersandar pada ranjang Thea, kemudian memintanya untuk berpindah posisi agar tidur di sofa. Tanpa perlawanan Raka langsung pergi merebahkan tubuhnya yang terasa amat sangat kaku ke atas sofa.Yohan yang melihat hal itu meringis ngilu, hidup anak laki-laki itu terlalu berat baginya yang sedari lahir sudah dihujani emas.Begitu Thea menghabiskan susu yang dibawakan oleh Yohan, ia merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Entahlah tiba-tiba Thea ingin me
"Pulang kemana?" Akhirnya kata itu terucap dari mulutnya setelah beberapa saat. Alis Yohan tersangka ke atas, dia memandang aneh wanita di depannya."Ke rumahku lah, kemana lagi?" ucapnya bingung. Lalu tanpa menunggu lagi dia segera berjalan keluar ruangan dengan menenteng sebuah tas kecil yang berisikan keperluannya sendiri. Thea yang melihat hal itu lantas berjalan mengikuti Yohan di belakangnya."Bisa mampir ke rumahku sebentar?" tanya Thea. Yohan lantas menghentikan langkahnya membuat Thea yang tidak siap akan hal itu menabrak punggung tengapnya. Pria itu menoleh ke belakang mendapati Thea yang sedang mengelus dahinya sendiri."Ngapain?" tanyanya bingung, satu alisnya terangkat ke atas. Gadis itu mendongakkan kepalanya ia bersusah payah menelan ludahnya saat bertatap mata secara langsung dengan Yohan."Ambil gawai," jawab Thea kemudian kembali menundukkan pandangannya. Yohan mengangguk sebagai tanda persetujuan, walaupun hal itu tak mungkin da
Perabotan mewah dengan gaya modern adalah hal pertama yang Thea temukan ketika pertama kali menginjakkan kaki masuk ke dalam rumah milik Yohan. Berbeda dengan kediaman keluarga Peterpeon yang memiliki gaya klasik Eropa abad pertengahan, Thea pikir seluruh old money selalu menyukai gaya itu."Aku kira rumahmu bakal kaya rumah konglomerat pada umumnya," ucap Thea tanpa memandang ke arah Yohan, netranya masih menelusuri seluruh benda-benda di ruangan yang baru saja ia masuki ... Ruang tamu.Yohan yang mendengar hal itu menoleh, dia berdeham singkat sebelum akhirnya berucap, "Tentu, karena ini properti pribadiku."Thea yang mendengar hal itu mengerinyitkan ke dua alisnya, "Kau tak tinggal bersama keluarga besar?" tanyanya penasaran. Yohan hanya memberikan senyum sekilas kepada Thea kemudian mulai berjalan, meninggalkan Thea yang masih menunggu jawaban darinya jauh di belakang.Thea mengekor saja, ia lihat pria itu berjalan ke arah dapur ... dengan ger
"Hah?" tanya Thea mematung, ia tak menyangka pertanyaan seperti itu akan keluar dari bibir Yohan. Sedangkan Yohan yang baru saja menyadari apa yang keluar dari mulutnya gelagapan sendiri, mulut sialan."Lupakan, aku hanya bercanda!" ucapnya kemudian segera bangkit dari duduknya. Pria itu berjalan meninggalkan Thea yang masih mematung, Thea yang menyadari bahwa Yohan semakin menjauh mulai bangkit dari duduknya kemudian berjalan mengekori Yohan."Yohan!" panggilnya. Namun, tak ada sahutan sedikitpun dari pria itu ... Membuat Thea hanya menghembuskan napas pasrah. Thea melihat Yohan menaiki tangga, Thea memutar bola matanya malas ... Gadis itu lebih memilih duduk di sebuah sofa di ruang keluarga yang terletak di dekat tangga. Lagi pula Thea yakin, Yohan akan turun lagi nanti.Gadis itu mengeluarkan ponselnya, beruntungnya baterai ponselnya masih ada walau telah ditinggal beberapa waktu. Thea memilih untuk berselancar di sosial media, melihat berbagai kegiatan
Jam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. Yoh
Yohan, nama seorang pria aneh dengan segala misterinya. Thea bahkan sampai sekarang masih tak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu, dia selalu melakukan segala hal dengan spontanitas ... Thea benar-benar tak bisa menebak langkah apa yang akan dipilih selanjutnya oleh pria itu, seperti saat ini."Kau ... Tinggal di sini, urus seluruh hal yang berkaitan dengan pernikahanku. Tak perlu mewah, cukup dengan pernikahan sederhana dengan mengucap janji di altar," ucap Yohan setelah memerintahkan pada Devan dan notarisnya untuk keluar dari mobil.Saat ini mereka sedang berada di parkiran, tepatnya mereka berdiri tepat di depan mobil milik Yohan."Anda meninggalkan saya, di sini?" tanya Devan memastikan. Yohan mengangguk mantap, lain dengan Devan yang berwajah senang ... notarisnya tak bisa mengendalikan raut wajahnya, mulutnya terbuka kaget tak terima."Apa? Kau tak terima?" tanya Yohan, sungguh mulutnya tak bisa dikontrol. Notarisnya menggeleng, deng
Yohan menghubungi Devan, pria itu meminta flat shoes/sandal wanita untuk dibawakan ke ruangannya. Pria itu berbicara cukup lama, entah apa lagi yang dia minta pada asistennya itu. Setelah beberapa saat ia bicara Yohan baru mematikan ponselnya, pria itu kembali memijat tumit kaki Thea.Pintu diketuk beberapa kali sebelum terbuka, wanita tadi kembali dengan membawa beberapa katalog di tangannya. Awalnya wanita itu terdiam kaget karena melihat atasannya memegang kaki seorang gadis yang tak di kenalnya, tapi ia berusaha untuk profesional dengan tidak memperdulikan hal itu."Permisi, Tuan. Ini beberapa koleksi pakaian pengantin yang toko ini miliki!" ujarnya, ia memberikan buku yang berisikan koleksi foto-foto baju pengantin kepada Thea dan Yohan. Yohan mengangguk, kemudian ia memberikan isyarat untuk wanita itu keluar."Ada yang kau sukai?" tanya Yohan setelah wanita itu benar-benar hilang dari pintu. Thea menengok ke arah Yohan."Sebenarnya apa hal i
Suasana di dalam mobil kembali hening setelah notaris tadi membacakan ulang beberapa poin yang mereka janjikan kemarin, Yohan memberikan beberapa poin tambahan pada perjanjian itu, diantaranya adalah:1. Pihak A (Yohan Radcliffe) bertanggung jawab penuh untuk menafkahi pihak B (Thea) selama masa perjanjian berlangsung.2. Pihak B wajib menerima seluruh hal yang diberikan oleh pihak A selama masa perjanjian berlangsung.3. Setelah masa kontrak berakhir ke dua belah pihak akan tetap berhubungan dengan baik.Thea membaca pembaharuan perjanjian itu dengan tenang, dahinya mengernyit kala mendapati poin ke dua. Gadis itu menatap lekat wajah pria yang tengah mengemudi di sampingnya.Yohan yang sadar bahwa dirinya tengah diperhatikan itu menengok, "Apa?" tanyanya santai. Tangan pria itu bergerak menyetel musik dalam mobilnya, ia memilih menyetel lagu milik mendiang Avicii—the nights."Apa maksudmu aku harus menerima seluruh barang yang kau berikan
Thea telah siap dengan pakaiannya beberapa saat lalu, gadis itu mengenakan gaun putih yang memiliki panjang hingga lutut. Rambutnya diikat mengenakan pita agar terkesan rapi."Kenapa, jelek ya?" tanya Thea saat melihat Yohan menelisik penampilannya."Jangan, gini aja. Cantik!" seruan Yohan membuat kecanggungan yang luar biasa di antara mereka berdua. Thea memilih untuk berpura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yohan, gadis itu terus membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper."Um, ayo pergi!" ajak Yohan. Thea mengerutkan dahinya bingung."Kemana?" tanya gadis itu tanpa beralih dari pekerjanya. Yohan berjalan masuk ke dalam kamar, ia mendudukkan tubuhnya pada ranjang sembari memperhatikan kegiatan yang tengah Thea lakukan."Rumah keluargaku," jawab Yohan mantap. Thea lantas menghentikan kegiatannya, ia menatap Yohan dengan wajah penuh tanda tanya."Kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari bibir manis
"Mau?" tawarnya pada Devan dengan mengacungkan toples selai di tangannya. Devan menggeleng pria itu lalu membuang muka ke arah lain.Yohan berjalan santai ke arah Devan sembari membawa toples selai di tangan kanannya dan sebuah piring berisi dua lapis roti di tangan kirinya. Pria itu mengambil pisau selai di dalam lemari piring yang berada di dekat Devan kemudian mendudukan pantatnya tepat di depan laki-laki itu.Yohan mengoleskan selainya dengan gerakan santai, ia mengabaikan Devan yang tengah menatapnya dengan tajam. Pria itu melirik ke arah Devan sebentar kemudian menaikan satu alisnya ke atas. "Apa?" tanyanya tak sadar diri.Devan tersenyum kaku, "Bukankah tadi ada yang ingin kau katakan, Yohan?" tanyanya kemudian mendatarkan wajahnya, senyuman manisnya hilang begitu saja. Yohan menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Devan."Lalu? Katakan sekarang!" Devan menekankan kata terakhirnya. Dengan wajah tanpa dosanya Yohan malah melahap roti yang
Seorang dengan pakaian kurir tengah berdiri di depan rumahnya, di belakangnya terdapat banyak koper besar. Yohan mengingat benda-benda itu sekilas, itu adalah barang-barang milik Thea. Di samping kurir tersebut berdiri orang yang ia kenal dengan akrab, asistennya."Atas nama Yohan Radcliffe?" tanya kurir tersebut ketika pintu telah terbuka. Yohan mengangguk, kurir itu tersenyum kemudian memberikan sebuah berkas yang harus ia tanda tangani sebagai tanda terima."Bawa masuk!" perintah Yohan pada asistennya, pria itu menarik napas dalam dari hidung dan mulutnya sekaligus, ini masih pagi. "Baik Tuan!" serunya dengan senyum yang sangat ramah. Pria itu kemudian melepaskan jasnya, menggulung kemeja miliknya hingga siku kemudian mengangkat koper itu satu persatu untuk masuk ke dalam rumah milik bosnya."Taruh di mana?" tanya Devan sebelum Yohan sepenuhnya menghilang dari balik pintu."Taruh kamar!" jawab Yohan sedikit berteriak. Lagi-lagi Devan
Yohan keluar tanpa mengenakan atasan, terpampang jelas perut berototnya yang seperti tumpukan bata. Pria itu hanya melirik sekilas ke arah Thea yang sedang tertidur pulas, ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaiannya.Pria itu berjalan mengambil kaos putih dan celana panjang untuk ia kenakan, seluruh tubuhnya sungguh terasa lelah tapi ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Pria itu memilih untuk mengambil laptop di ruang kerjanya, tempatnya berada di sebelah kamar tidur. Yohan berencana untuk menyelesaikan pekerjaannya di kamar.Pria itu duduk di sofa yang terletak di balkon, hujan masih belum reda. Pria itu berdiam diri di hadapan laptopnya sembari menatap buliran air yang turun membasahi pekarangan rumahnya. Pikirannya mulai berkelana, banyak hal yang harus ia urus. Tak hanya Thea dan anaknya, Yohan harus mengurusi perusahaan dan keluarganya juga.Sejujurnya, Yohan tak yakin keluarganya mau menerima Thea. Benar bahwa gadis itu pernah me