Farah menghela napas dalam diam sambil berbalik menaiki tangga. Kedua tangan Rachel berada di dalam sakunya sambil melangkah perlahan menaiki anak tangga. Pintu kamar didorong terbuka dan Rachel dapat mencium aroma asap rokok yang begitu menyengat.Dulu setiap dia bersama dengan Rendy, dia selalu menjadi perokok pasif. Setelah aroma asap rokok yang ada di dalam kamar sedikit berkurang, Rachel baru melangkah masuk.“Keluar!” usir Rendy pada ibunya.Semua ucapan Farah tertahan di lidahnya. Dia tidak berani melawan putranya sehingga hanya bisa berjalan keluar sambil menutup pintu dengan berat hati.“Untuk apa kamu memanggilku ke sini?” tanya Rachel yang berdiri di depan pintu dengan dingin.“Keluarkan kedua tanganmu,” ujar Rendy ketika melihat tangan perempuan itu yang ada di balik saku. Rachel menuruti permintaan lelaki itu untuk mengeluarkan tangannya.“Buang baju luaran kamu ke luar!” perintah lelaki itu lagi.Rachel tidak menolaknya dan mengikuti perintah lelaki itu.“Cih! Kamu simpan
Farah berjalan melewati lorong dengan susah payah hingga tiba di kamar anak. Baru saja tangannya hendak membuka pintu, pintu kamar sudah dibuka dari dalam.“Mama … Nenek? Kok Nenek di sini?” tanya Darren dengan wajah penuh kecewa.Dengan lembut Farah berkata, “Darren, Nenek dan Mama ada yang mau dibicarakan tentang perempuan. Michelle juga perempuan, sini, ikut Nenek ketemu dengan Mama.”Michelle tersenyum lebar. Dia berlari keluar dengan riang. Akan tetapi Michael langsung menarik lengan bocah itu sambil berkata, “Mama bilang kami baru boleh keluar kalau Mama sendiri yang panggil.”Michelle langsung menghentikan langkah dan memiringkan kepala sembari berkata, “Iya, harus Mama yang panggil aku baru aku boleh keluar.”Senyuman di wajah Farah hampir lenyap, dia kembali berkata, “Mama yang minta Nenek bawa Michelle ke bawah. Kalau kelamaan nanti Mama marah loh.”Michelle menunduk dan menatap jari tangannya bimbang. Pertemuannya selama dua kali terakhir dengan ibunya membuat dia menyadari
“Michelle!” seru Rachel dengan kedua bola mata membulat. Dia berlari menerjang untuk menangkap tubuh bocah itu. Sayangnya terlambat, tubuh Michelle membentur nakas dengan kuat hingga membuat bocah itu jatuh pingsan.Rachel memeluk anaknya dengan mata terbuka lebar. Dia mendongak dan mendapati Rendy sudah mengeluarkan pistol dari pinggangnya.“Rachel, meski dia adalah putrimu, dia tetap alat buatku untuk mengendalikanmu. Hanya alat saja masih berani mengiggitiku? Cari mati!”Lubang pistol mengarah tepat di kening Michelle. Emosi Rachel seketika mendidih dan memuncak. Dia terus menarik napas dalam-dalam dan tanpa henti mencoba membisikkan dirinya untuk menahan diri. Rachel memejamkan matanya dan membukanya lagi. Sepasang bola mata jernih menatap Rendy dengan penuh keyakinan dan berkata,“Rendy, lepaskan anakku dan aku akan ikut kamu pergi. Kalau nggak ….”Rachel mengeluarkan sebuah pisau kilat dari balik pinggangnya juga sambil berkata, “Kalau nggak, kamu hanya akan mendapatkan jasadku s
Dia menatap Farah dengan dingin dan melangkah cepat mengikuti langkah kaki Rendy. Begitu tiba di halaman rumah, dia merasakan sesuatu yang aneh. Mata dinginnya menyapu ke arah pepohonan yang tersembunyi cukup banyak orang.Tidak hanya Rachel yang bisa merasakannya, Rendy juga merasakan hal yang sama. Dia menarik tangan Rachel dan dengan suara berat bertanya, “Kamu yang minta Ronald datang?!”Rachel tahu kalau Ronald akan datang dan itu juga satu-satunya harapan yang dia pegang. Dengan suara tenang dia berkata, “Sekarang aku sudah ada di tanganmu, dia bisa berbuat apa lagi? Naik! Kita pergi.”Sikap patuh Rachel membuat Rendy merasa kalau perempuan ini seperti bersedia melepaskan segalanya dan ikut dengannya berkelana. Akan tetapi perasaan tersebut sirna ketika melihat luka sayatan di leher perempuan itu. Rachel tidak akan patuh dan menurutinya jika tidak diancam.Rendy memasukkan Rachel ke dalam samping kemudi dengan kasar. Dia menunduk dan menyentuh tubuh perempuan itu untuk memastikan
Ronald memeriksa jasad Rendy yang sudah mati dalam waktu satu menit. Lelaki itu menunduk dan mengusap wajah Rendy, kedua mata lelaki itu juga ikut menutup.“Cari tempat dan kubur.” Setelah memberikan perintah, dia menggendong tubuh Rachel dan berjalan ke mobil yang ada di belakang.“Rachel, nggak ada hubungannya denganmu. Peluruku yang membuat nyawa dia melayang. Aku yang sudah membunuh dia,” ujar Ronald dengan lembut.Ketika Ronald menjadi Terry North, dia hampir menembak dan membunuh orang sepanjang hari. Baginya, membunuh tidak membuatnya merasa bersalah. Meski dia membunuh orang di Indonesia, kejahatan Rendy sangat besar sekali. Kalau mau dipermasalahkan, Ronald juga akan dibebaskan.“Rachel, nggak apa-apa. Nggak akan ada apa-apa.”Ronald memeluknya dan menenangkan perempuan itu. Rachel melihat tubuh Rendy yang bersimbah darah tengah diangkut oleh para anak buahnya Ronald. Sosok yang membuat kehidupannya hancur lebur akhirnya sudah mati dan lenyap.“Tutup dulu berita tentang kemati
Ketika Joni hendak berdiri, seorang anak buah Ronald langsung menendang lutut Joni hingga membuatnya tersungkur kembali ke tanah.“Aku tanya sekali lagi, kamu mau hidup atau nggak?!” tanya Ronald sambil mengarahkan pistolnya.“Licik! Kenapa bisa ada orang licik sepertimu?!” seru Joni dengan mata memerah.Ronald tertawa dingin mendengar itu. Sudah dari awal seharusnya dia bersikap kejam. Dengan begitu maka Rachel tidak akan menderita. Dia mengangkat tangannya dan menembak udara sambil berkata dengan raut tidak sabar, “Aku kasih waktu sepuluh detik lagi! Kalau lewat nggak boleh menyesal.”Joni menggigit bibir dalamnya. Dia tidak masalah mati dan tidak takut akan hal itu, tetapi istri dan anak-anaknya tidak bersalah. Mereka bahkan tidak tahu apa yang sedang diperbuat oleh Joni.Lelakibitu memejamkan matanya dengan putus asa sembari berkata, “Katakan, apa yang mau aku lakukan?”“Aku mau kamu tuliskan semua anak buah Rendy di kota ini. Selama daftar namanya lengkap, istri dan anakmu boleh h
Ronald masuk dalam waktu yang tidak lama. Tatapannya yang dingin terjatuh tepat di wajah Farah. Perempuan tua itu mencoba menyembunyikan tatapannya sambil berkata, “Ma-mama nggak enak badan, Mama mau naik dulu.”“Nggak mau tahu keberadaan Rendy?” tanya Ronald yang membuat langkah kaki Farah terhenti.“Eddy bawa adik-adikmu main di atas,” kata Ronald pada putranya.Eddy tahu bahwa perbincangan tersebut adalah perbincangan orang dewasa sehingga dengan patuh dia membawa adik-adiknya. Farah menyentuh dadanya sambil bertanya dengan perlahan, “Ronald, apa yang kamu lakukan pada kakakmu?”“Bukan aku, tetapi dia sendiri yang memilih. Dia sudah mati, aku yang langsung mengantarkan kepergian dia.”“Apa?” Kedua bola mata Farah melebar dan dia langsung terduduk dengan lemas di atas sofa.Ronald terlihat tidak merasa iba dan terus berkata, “Kalau aku bawa dia ke pengadilan, hukuman mati sebanyak sepuluh ribu saja nggak cukup buat membayarnya. Aku mengambil nyawanya dengan satu peluru saja dan itu s
Setelah itu dia mengangkat tangan dan menyingkirkan Farah. Perempuan tua itu tidak menyangka Rachel akan melakukan hal seperti itu. Karena tidak ada persiapan, dia jatuh tersungkur di lantai.“Sejak Bu Farah membela Rendy, di dalam hatiku sudah nggak ada mertua seperti Anda. Tapi bagaimana pun, Anda tetap neneknya anak-anakku. Aku juga akan menghargai Anda. Tapi, Anda sungguh sangat tidak seharusnya menyerahkan Michelle ke tangan Rendy. Kalau sampai hal buruk terjadi pada Michelle, aku kemungkinan juga akan mengirimkan Anda untuk bertemu Rendy.” Rachel mengatakan kalimat itu dengan santai, tetapi terdengar penuh ancaman.“Ronald, kamu dengar? Istri yang kamu nikahi ini mau membunuh ibumu!” kata Farah sambil menatap Ronald. Dengan suara serak dia kembali berkata, “Perempuan ini menghancurkan keluarga kita! Dia membunuh kakakmu dan mau membunuh Mama.”“Keluarga Tanjaya memang sudah hancur dan berantakan. Ada atau nggak ada Rachel juga akan tetap sama. Mama, kembali saja ke Australia, a