Cindy sedang gundah karena luka di wajahnya. Ia menatap foto dirinya di kamera ponsel. Sisi wajah dekat mata sebelah kanannya masih berbalut perban. "Kenapa murung, Sayang?" tanya Mario. Cindy menatap Mario dengan wajah sendu. "Wajahku, Rio. Apa akan ada jejak luka di wajahku?" "Jangan pikirkan itu, Sayang! Yang terpenting saat ini adalah kesembuhanmu. Bagiku kesempatan kita untuk lolos dari maut adalah sebuah anugerah yang besar. Aku gak bisa membayangkan kalau harus kehilangan dirimu." Mario menggenggam erat tangan sang kekasih. "Iya, Rio. Aku juga gak berhenti mengucap syukur pada Tuhan, tapi bagaimana kalau wajahku gak secantik dulu? Apa kamu bisa menerima keadaanku?" tanya Cindy dengan resah. "Sayang, hubungan kita sudah berjalan sejauh ini. Kita mampu menghadapi semua ujian dan bertahan. Kita semakin dewasa setelah melalui semua proses ini. Selain itu, semua cobaan yang kita alami justru membuat aku bertambah yakin bahwa kamu adalah wanita yang tepat untukku. Kenapa kamu ma
Seorang wanita lemah duduk di kursi rodanya dan menatap ke jendela. Terbayang jelas di benaknya jejak demi jejak waktu yang telah ia lalui. Bersama rintik hujan yang menerpa kaca jendela, hatinya pilu dalam kesendirian. Kondisi Sandra sudah jauh berubah dibanding dengan dahulu. Wanita yang biasanya berdandan ayu kini dalam kondisi tanpa saya. Jangankan untuk berjalan atau bergerak bebas, untuk makan dan minum pun ia mengandalkan uluran tangan perawat yang menjaga dirinya. 'Kondisiku sangat menyedihkan saat ini. Apa salahku hingga harus menderita seperti ini? Aku benci diriku, aku benci Hadi dan keluarganya,' ucap Sandra dalam hatinya. Dahulu dia pernah berpura-pura cacat dan amnesia demi kembali mendapatkan Hadi, tapi ternyata Sandra harus menerima akibat dari perbuatannya. Kini ia benar-benar tidak sanggup berdiri dan berjalan. Tok... Tok... Tok... Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Sandra. Wanita itu memutar roda kursi rodanya dan berbalik menghadap ke pintu. "Masuk!" jaw
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatan Cindy mulai membaik. Menurut hasil pemeriksaan, tidak ada luka dalam yang serius di kepala dan organ tubuh Cindy. Siang itu Mario dan David mengantar Cindy pulang ke rumah orang tuanya. Mario sangat perhatian dan juga lembut pada Cindy. Sikapnya sangat berbeda dengan dahulu yang pendiam dan dingin. Kini Mario mulai menyadari pentingnya mengekspresikan perasaannya pada Cindy dan semua orang yang ia sayangi. "Apa masih ada yang terasa sakit?" tanya Mario seraya memapah Cindy ke tempat tidurnya. "Gak ada, Sayang. Aku sudah sangat sehat dan siap beraktivitas kembali. Beberapa hari ini aku merasa sangat jenuh karena gak melakukan apapun. Sepanjang hari aku hanya berbaring di tempat tidur," jawab Cindy. "Selama ini kamu sudah bekerja dengan keras. Saat ini memang kamu butuh banyak istirahat, Cin," kata Mario. "Iya, terimakasih atas perhatianmu, Rio. Perhatian dari kamu yang membuat aku cepat sembuh." Cindy tersenyum tipis.
"Ada apa?" tanya Riana. Mario yang sudah melihat isi kotak itu spontan menarik Cindy yang masih terkejut ke pelukannya. David dan beberapa orang pria maju dan menumpahkan isi kotak itu ke lantai. Beberapa bangkai ikan busuk dan tikus tergeletak di lantai, disertai dengan beberapa sampah yang membuat kotak itu semakin penuh dan menjijikan. Bau busuk langsung menguar di udara, membuat semua orang merasa mual dan jijik. Semua orang menutup hidung dan berusaha menjauh. Melihat dan mendengar kehebohan yang terjadi, beberapa pelayan restoran datang mendekat. Mereka tentu cemas jika kondisi itu akan mengganggu pelanggan lain yang berada di sekitarnya. "Siapa yang mengirim paket ini?" tanya David. Mario segera memeriksa seluruh isi paket itu, tetapi ia tidak menemukan petunjuk mengenai siapa yang mengirim paket misterius itu. Mario justru menemukan foto dirinya dan Cindy yang sedang memasangkan cincin di rumah sakit. Foto itu dicoret-coret dan dirobek di beberapa bagian. "Foto ini saat
Pagi itu suasana rumah Mario sudah ramai karena beberapa tetangga dan ketua RT berdatangan. Mario terpaksa menceritakan setiap detail peristiwa yang baginya cukup janggal. Mulai dari paket misterius hingga rusaknya tanaman Hana, semua seperti dilakukan dengan rencana matang dan disengaja. "Kita harus memperketat keamanan di lingkungan kita ini. Entah ada motivasi apa, tetapi tindakan orang tersebut sudah membuat suasana menjadi kurang nyaman. Saya rasa bukan keluarga Pak Hadi yang merasa terancam dan gelisah, tapi juga semua tetangga. Sudah seharusnya kita saling bekerja sama agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali," kata Pak Hamid, ketua RT di lingkungan rumah Mario itu. "Saya setuju, Pak. Mungkin harga tanaman yang rusak tidak seberapa, sejauh ini kami juga tidak mengalami luka atau apapun yang buruk, tetapi rangkaian kejadian ini sangat menyita pikiran kami," kata Mario. Saat itu David datang dan segera bergabung bersama mereka. Ia melihat Riana sedang menggandeng tanga
"Pak Akbar...." Semua orang yang ada di ruangan itu mengenali pria yang ada di tengah-tengah mereka. Tidak pernah ada yang menduga, kalau pria itu yang melakukan teror pada keluarga Mario. Pak Akbar tinggal hanya berjarak dua rumah dari rumah Mario. Usia beliau tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Hadi dan Hana. Sudah cukup lama ia tinggal di lingkungan itu dan bertetangga dengan Hadi. Di usia senjanya, Akbar tinggal sendirian karena istrinya sudah meninggal dunia dan putrinya merantau ke Jakarta. Putri Pak Akbar hanya pulang setahun sekali ketika hari Idul Fitri tiba. "Jadi Bapak yang merusak tanaman ibu dan mengirim paket itu? Bagaimana bisa? Apa tujuan Bapak melakukan ini?" tanya Mario. Hana nyaris tidak percaya bahwa tetangga mereka sendiri yang selama beberapa hari ini menimbulkan kegelisahan. Selama ini hubungan mereka sebagai tetangga cukup baik. Hana sering memberi rejeki pada Akbar dan beberapa tetangga di sekitar rumahnya. Keadaan ekonomi Pak Akbar memang sedang kura
Hari Minggu siang itu Cindy sedang merapikan pakaian dan barang-barangnya. Sudah cukup lama ia berada di kampung halamannya karena mengalami kecelakaan dan acara pertunangannya dengan Mario. Besok Cindy harus kembali ke rumah tantenya di luar pulau. Masih banyak harapan dan impian yang harus ia rajut di sana, sebelum waktunya tiba untuk menikah dengan Mario. Suara sepeda motor yang berhenti di halaman mengalihkan sejenak perhatian Cindy. Ia membuka pintu dan melihat Mario baru saja tiba. Seuntai senyum manis timbul di bibir Cindy saat melihat pria yang ia cintai. Mario menatap Cindy dengan lesu, ia masih belum siap untuk kembali menjalin hubungan jarak jauh dengan kekasihnya. Cindy menggandeng tangan Mario dan masuk ke dalam rumahnya. Mario melihat koper dan beberapa barang Cindy masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Mario duduk di kursi dan terdiam memandangi wajah Cindy. "Kenapa?" Cindy menyadari kalau Mario sedang menatap wajahnya dengan lekat dan memikirkan sesuatu. "Apa
"Halo, Nyonya, saya Akbar.""Ada apa lagi? Kenapa kamu masih menghubungi saya?" tanya Sandra. "Nyonya, saya butuh uang sepuluh juta lagi," jawab Akbar dengan mudahnya. "Apa?! Kamu pikir siapa kamu sampai bisa dengan mudahnya meminta uang seperti itu? Urusan kita sudah selesai. Saya sudah melunasi pembayaran untuk tugasmu kemarin," kata Sandra. "Nyonya, gak semudah itu. Apa Nyonya pikir ini mudah bagi saya? Saya ini sudah menjadi kambing hitam. Semua orang dan tetangga di sini membenci saya. Seumur hidup, saya akan dicap sebagai pelaku teror.""Itu urusan kamu, Akbar. Seharusnya kamu pikirkan konsekuensi itu sejak awal. Kalau kamu memang gak mau dicap jelek, seharusnya kamu menolak sejak awal. Ingat, Akbar, kamu juga diuntungkan dalam hal ini. Kita saling membantu dan menguntungkan satu sama lain. Jadi jangan coba-coba untuk memeras saya," jawab Sandra dengan tegas. Mendengar perkataan Sandra yang keras, Akbar mulai sedikit melunak. Ia memang sudah mengerti akibat dari perbuatannya