Hadi telah membulatkan hati untuk meresmikan hubungannya dengan Sandra. Peristiwa di pusat perbelanjaan juga membuatnya yakin untuk memutuskan hubungan dengan Hana dan anak-anaknya.Dengan cara yang halus, Sandra selalu berhasil menghasut Hadi dan membuatnya membenci Hana, Riana, dan Mario. "Mas, kenapa melamun? Apa yang sedang menyita pikiranmu?" tanya Sandra sambil mendorong kursi rodanya mendekati Hadi yang sedang termenung. "Ah, tidak ada apa-apa, San," jawab Hadi cepat. "Mas, aku ingin tahu perasaanmu saat ini padaku," kata Sandra. Hadi menggenggam tangan Sandra dan menatapnya serius, ia bertanya, "Apa maksudmu, Sayang? Mengapa kamu menanyakan itu padaku?""Aku belum bisa mengingat, sejauh apa hubungan kita dahulu. Dari cerita orang-orang di sekitar kita, juga foto yang masih tersimpan, aku yakin kita sangat dekat. Aku bisa memastikan perasaanku masih sama seperti dahulu padamu, Mas. Aku masih mencintai kamu, dan hanya kamu masa depan dan alasan aku hidup. Tapi kamu belum per
Dengan terpaksa Hana mendekat dan menatap lekat wajah Sandra. "Baiklah, aku akan membuat kebaya untukmu," jawab Hana. Sandra dan Donna tersenyum penuh kemenangan. "Bagus! Kerjakan dengan baik, Han! Aku permisi sebentar, San," ucap Donna. "Kamu ingin kebaya seperti apa?" tanya Hana. "Kebaya yang membuat aku menjadi wanita paling cantik di hari istimewa itu. Kamu harus memastikan bahwa suamiku akan terpesona dan tidak akan berpaling dariku," jawab Sandra dengan percaya diri. "Aku akan mengirimkan beberapa desain padamu. Nanti kamu pilih saja, yang mana yang kamu suka. Tapi apa maksud dan tujuanmu? Mengapa kamu melakukan ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sandra pura-pura tidak mengerti. Hana menghela nafas panjang, lalu menjawab, " Kamu bisa menjahit kebaya atau gaun pengantin di tempat lain. Tapi mengapa harus aku yang menjahit kebayamu?" tanya Hana. Sandra tersenyum mengejek, dan mengubah posisi duduknya."Aku memang ingin kamu yang membuatnya. Aku sudah menyelidiki kamu dan anak-an
Siang itu sepulang sekolah, Riana ingin langsung menuju ke ruko tempat ibu bekerja. Riana tahu, pasti sangat sulit dan berat untuk menjahit gaun pengantin pesanan Tante Sandra itu. "Mas, antar aku ke ruko saja, ya," kata Riana pada Mario yang sedang mengemudi sepeda motornya. "Aku pulang dulu, ya. Nanti sore setelah ibu selesai bekerja, aku akan menjemput kalian," ujar Mario. "Iya, Mas. Aku mau menemani ibu. Aku tidak ingin ibu merasa sedih saat menjahit pakaian wanita itu. Aku tahu kalau ibu tegar dan kuat, tapi aku tetap merasa cemas," kata Riana. Mario terdiam sejenak, seperti sedang berpikir sebelum ia menjawab, "Sebenernya aku juga tidak tenang, aku takut wanita itu mengganggu ibu lagi. Jadi memang lebih baik kamu di sana menemani ibu. Jika wanita itu datang lagi, langsung hubungi aku," kata Mario. Riana turun di depan butik, lalu masuk ke dalam. Ibu terkejut, tetapi senyum ceria tersungging di wajahnya. Tepat seperti dugaan Riana, di hadapan ibu terbentang kain kebaya yang
Hati Riana dan Mario kini lebih kuat dan tegar dari sebelumnya. Setelah malam itu mereka berjumpa dengan sang ayah, mereka memilih melanjutkan hidup. Ibu terus mengarahkan putra dan putrinya untuk tidak terus tenggelam dalam suka dan kebencian. Ibu Mario yang seharusnya paling tersakiti saja sudah bangkit dan bisa melanjutkan hidupnya. Dalam dua hari, Hana menyelesaikan kebaya itu dan menyerahkan pada karyawannya.Seperti biasa, hasil jahitan Hana selalu membuat orang kagum dan terpukau. Hana meminta karyawannya menghubungi Sandra, untuk segera mengambil kebaya itu. Ibu enggan menghubungi atau berjumpa dengan wanita yang telah merebut posisinya itu. "Bu Hana, Bu Sandra ingin bertemu," kata seorang karyawan siang itu. Hana yang sedang menjahit menghentikan sejenak aktivitasnya dan mengangkat wajahnya. "Ada perlu apa? Dia datang untuk mengambil kebaya itu, kan?" tanya Hana pada karyawan bertubuh mungil itu. Karyawan itu menggelengkan kepala dan mengangkat bahunya, lalu menjawab, "I
"Apa?! Kamu serius?" seru David sambil berdiri, membuat pengunjung di sekitar mereka menoleh. "Sst.. Malu dilihat orang, Mas," ucap Riana sambil meletakkan jari telunjuk di bibir merah alaminya. David kembali duduk di kursinya, tapi binar bahagia di matanya enggan pergi. "Ria, kamu serius, kan? Gak bercanda, kan?" ujar David lagi. Riana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Yeay.. Akhirnya kamu menerimaku! Terimakasih, Ria," kata David dengan suara lebih keras.Jika tidak ingat kalau mereka ada di tempat umum dan ramai, sepertinya David bisa bersorak dan melompat-lompat. "Mas, tapi aku mempunyai satu permintaan," ujar Riana. David mendekatkan kursinya ke sisi Riana, dan bertanya, "Apa itu, Ria? Aku pasti akan berusaha mengabulkan permintaannu itu,""Mas, cukup lama aku mempertimbangkan keputusanku ini. Kamu tahu, kan? Kalau aku sempat ragu, karena ayah mengecewakan aku, Mas Rio, dan ibu? Aku takut akan mengalami hal yang sama. Tapi aku sudah lama mengenal Mas David. Aku berhar
"Tapi kenapa, Rio? Walaupun dengan berat hati, pada akhirnya semua teman mendukung keputusanku. Karena mereka tahu bahwa ini demi kebaikan dan masa depanku. Harusnya kamu juga sebagai sahabatku akan mendukung pilihan dan keputusanku ini," ujar Cindy. "Karena.. Aku suka dan sayang kamu, Cin," kata Mario. Cindy terkejut dan jantungnya seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik lamanya. Cindy hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri, karena akhirnya Mario menyatakan cinta padanya. Sejujurnya telah lama Cindy menunggu saat-saat seperti ini. Namun mengapa Mario justru baru mengatakannya di saat mereka harus berpisah. Cindy meringis menahan nyeri di hatinya. Ia menatap Mario, sorot mata pria itu seakan mampu membuatnya membeku. "Maafkan aku, Rio," bisik Cindy dengan suara nyaris tak terdengar. Mario berdiri di tempatnya dengan kaku, lalu berkata, "Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu menuruti permintaanku dan tidak akan pergi dari sini," Cindy menundukkan kepala dan men
"Undangan pernikahan siapa, Ma?" tanya David sambil mengunyah potongan tempe goreng yang sudah masuk ke dalam mulutnya. "Tante Sandra. Dia akan menikah lusa," jawab Mama David. "Uhuk.." David tersedak karena terkejut mendengar jawaban dari mamanya. Mama David langsung menyodorkan gelas berisi air minum untuknya. "Hati-hati makannya! Koq bisa tersedak seperti anak kecil begitu?" kata mama. David mengambil undangan yang terletak di meja, ia baru melihat sekilas amplop undangan berwarna hijau muda itu. Ada inisial H dan S yang terukir dengan warna emas. David membukanya dan melihat dengan jelas nama ayah dari kekasihnya itu. "Jadi benar Tante Sandra akan menikah dengan pria itu?" tanya David masih tak percaya. "Iya, memangnya kenapa?" "Ma, calon suami Tante Sandra itu ayahnya Mario," ucap David. Mama David menatap anaknya yang gelisah dan terlihat kesal. "Mungkin Ayah dan Ibu Mario sudah bercerai sebelumnya, Nak. Sudahlah, kita harus mendukung tantemu. Kasihan dia sedang sakit
Ibu buru-buru mengambil ponsel dari dalam tasnya. Notifikasi pesan masuk terdengar berulang kali. Ibu membuka pesan itu dan duduk di sofa. Ekspresi wajahnya berubah sendu di tengah gurat keriput yang kian kentara. "Dari siapa, Bu?" tanya Riana yang muncul dari dapur sambil menggigit sepotong semangka. Beberapa saat Ibu Riana diam, matanya tertuju pada layar benda pipih di tangannya itu. Ibu menghela nafas panjang, lalu menatap Riana. "Bukan hal yang penting," jawabnya singkat dan langsung menutup kembali layar ponsel dan menggenggamnya erat. Riana melihat ekspresi ibunya yang seakan ingin merahasiakan pesan itu darinya. "Lihat, Bu!" kata Riana sambil merebut ponsel itu dari tangan ibu.Ibu sempat ingin menahannya, tapi akhirnya pasrah membiarkan Riana melihat pesan itu. Riana segera membuka layar ponsel itu dengan kode yang telah ia ketahui. Setelah itu, Riana membuka aplikasi hijau dan mencari pesan teratas. Mata Riana terbelalak melihat sebuah nomor asing mengirimkan pesan dan
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah