Laura“Kenapa kamu mengatakan hal-hal seperti ini? Hanya untuk membuatku kesal? Berhenti melakukan itu,” kata Jason dari ujung telepon dan aku berakhir tertawa, menikmati melihatnya begitu cemburu.“Aku hanya mengatakan kebenarannya, sayang. Kamulah yang kesakitan karena masalah sepele, aku tidak pernah mengatakan bahwa kita adalah pasangan atau apa pun itu,” kataku, mengamati kukuku, dan aku mendengarnya mengerang di ujung telepon.“Kapan kamu akan berhenti menghukumku seperti itu, hm?”“Entahlah, mungkin ketika aku memercayaimu, yang baru akan terjadi ketika gajah sudah bisa terbang,” kataku, dan aku melihat Anna menghampiriku dan meminta untuk dipeluk.“Mama, Anna mengantuk,” katanya, memanjat ke pangkuanku.Aku tersenyum dan mencium pucuk kepalanya. “Sudah waktunya Anna tidur,” kataku, memeluknya.“Apakah itu anakku? Apakah dia ada di sana? Biarkan aku berbicara padanya sebentar, kumohon,” pinta Jason, jadi aku menyerahkan ponselku pada Anna, yang berbicara padanya selama beb
JasonKeesokan harinya, aku bangun lebih dulu dan melihat ponsel Laura. Dia sedang tertidur dengan tenang di sampingku, diselimuti dengan begitu nyaman sampai aku merasa diundang untuk berbaring di sampingnya, tapi aku sedang melakukan sesuatu yang lebih menarik saat itu.“Aku menggunakan ponsel wanitaku untuk memberitahumu untuk menjauh darinya. Cukup dengan semua kekonyolan ini! Laura dan aku bahagia, dia tidak membutuhkan kamu lagi,” ketikku, menambahkan namaku di bagian akhir untuk memperkenalkan diriku.Sebelum aku mengirimnya pada Richard, aku terpikir hal lain yang akan lebih efektif. Laura sedang tertidur dengan posisi telungkup dan punggungnya tidak mengenakan pakaian apa-apa dengan begitu menggoda sampai aku meletakkan tanganku pada pinggangnya dan menggenggamnya pelan supaya tidak memangunkannya, lagi pula, aku hanya ingin mengambil foto.Setelah mengambil fotonya, aku menambahkannya pada pesanku dan mengirimkannya pada Richard di mode sekali lihat, lalu tersenyum sedikit
Jason“Richard…” Aku mendengar Laura berbisik terkejut, dia benar-benar tidak menyangka pria itu akan muncul entah dari mana ke rumahnya dan menemukanku di sini.“Ayah Ricky!” pekik Anna lalu berlari ke arah Richard, memeluknya dengan bahagia dan polos. “Senang bertemu denganmu, Ayah!”“Senang bertemu denganmu juga, Anak Rakus,” kata Richard, memeluk anakku.“Hmm.” Aku menggeram, tidak menyukainya.“Kenapa kamu tidak menelepon dan bilang kalau kamu akan kemari?” tanya Laura setelah bangkit dan menghampiri Richard, jelas merasa bersalah.“Menelepon untuk apa? Supaya kamu bisa menyembunyikan kekasihmu sebelum aku datang?” tanya Richard, terlihat terluka.Aku tertawa sarkastis. Akulah suaminya di sini dan dia datang untuk menyebutku kekasihnya?“Apa yang kamu bicarakan…?” tanya Laura kebingungan.“Tidak perlu berbohong padaku, Laura, aku tahu kamu telah tidur dengannya,” katanya dengan kasar, menunjuk padaku dengan dagunya. Dia bahkan tidak memperhalus bahasanya walaupun Anna masi
LauraSeperti yang kuduga, anakku dan aku terbang ke Bekasi menggunakan salah satu jet pribadi milik Jason, yang membuat perjalanan jauh lebih lancar. Walaupun Anna merasa gugup dan mual karena itu adalah pertama kalinya dia melakukan penerbangan, aku memeluknya di pangkuanku dan mengelus-elusnya untuk membuatnya mengerti bahwa dia aman.“Tidak akan memakan waktu yang lama, hanya sebentar saja dan kita akan tiba di lapangan terbang pribadi keluargaku,” kata Jason sambil mengelus rambut Anna.Aku tersenyum, mengangguk, dan berkata, “Baguslah.”Benar-benar tidak memakan waktu lama sampai pesawat itu mendarat di sebuah area di Bekasi, lalu kita turun dari sana. Sebuah mobil sudah menunggu kami untuk menjemput kita ke rumah besar Santoso.“Apakah dia tidur?” tanya Jason ketika kami duduk di jok mobil yang dilapisi kain mewah yang akan membawa kami ke kediaman keluarganya.Aku menatap Anna yang masih berada di pangkuanku, kepalanya menyandar pada dadaku dan matanya tertutup. Aku tersen
LauraAku memikirkan perkataannya seraya memandangnya, entah kenapa pernyataan itu membuatku sedikit emosional. Rosa memegang tangan mungil anakku dan membawanya masuk ke dalam seraya berbincang dengan bahagia. Jason dan aku mengikuti mereka.“Tempat ini tidak berubah sama sekali,” komentarku ketika melihat-lihat rumah besar itu.“Kamu tahu bagaimana ibuku menyukai hal-hal untuk tidak berubah,” kata Jason yang berada di sampingku.“Nenekmu, di mana dia?” tanyaku.“Ibu akan mengantar kita padanya,” jawabnya.“Bagaimana dengan Satria?”“Aku tidak tahu di mana dia, dia pasti sedang berada di klub malam di Bekasi dan bersenang-senang dengan beberapa wanita yang lebih muda darinya seperti biasa,” jawabnya, suaranya terdengar sedikit kecewa. Aku menghela nafas, ayahnya tidak pernah berubah.Beberapa saat kemudian, Rosa membawa Anna dan aku ke sebuah kamar tempat seorang wanita tua sedang duduk di kursinya.“Ibu, lihatlah siapa yang datang kemari,” kata mantan ibu mertuaku seraya dia
Laura“Apakah kamu sedang di Bekasi?” tanya Fia di ujung telepon, keheranan akan apa yang baru saja kukatakan padanya. “Astaga, Laura. Bagaimana ini bisa terjadi?”Aku menghela nafas, menyisir rambutku dengan jari-jariku. Aku menghindari bercerita pada Fia karena aku takut dia menghakimiku. Ditambah, jelas sekali bahwa Fia tidak ingin aku kembali pada Jason karena semua hal yang telah terjadi di masa lalu yang disebabkan oleh mantan suamiku. Dia takut aku akan menderita lagi karena Jason, jadi dia hanya berusaha menjagaku.“Kukira hal yang baik jika Anna bertemu dengan kerabatnya,” jelasku, tapi aku tahu temanku tidak akan percaya dengan alasan itu.“Aku tahu kamu pergi ke Bekasi bukan hanya karena Anna, Lau,” katanya, melontarkan itu pada wajahku.“Oke, aku akui bahwa aku merindukan mantan ibu mertuaku dan seluruh tempat ini,” kataku setelah menghela nafas jengkel.“Ditambah, jelas-jelas karena kamu ingin berada di dekat Jason,” tambahnya, menyelesaikan perkataanku.Aku menghela
Masalah itu terlihat serius. Untungnya, Jason tidak tinggal di Bekasi dan ayahnya dan teman-temannya terlihat lebih bermasalah darinya. Aku tidak bisa mengerti kenapa kelihatannya sulit sekali bagi para pria untuk tetap setia pada istrinya.“Sepertinya kita hanya akan mengakhiri hidup kita dengan suami kita yang tidak setia. Kita tidak peduli apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan dengan kehidupan mereka, kita lebih dari itu,” kata Natalie, dan Rosa setuju, tertawa. Setidaknya mereka bisa berpegang pada ego mereka.“Permisi, Nyonya-Nyonya dan Nona,” kata Jason seraya menghampiri kami. “Bisakah saya meminjam wanita yang paling cantik sebentar?” Suasana hatinya sedang baik.“Aku?” kata Kezia, menunjuk pada dirinya sendiri bercanda. Semuanya tertawa.“Iya, Kezia, kamu memang cantik sekali, tapi ada seorang wanita yang telah mencuri hatiku,” kata Jason, menjulurkan tangannya padaku. Ini membuat Rosa, Natalie, dan Kezia berseru “Ooh” bersamaan melihat pemandangan romantis itu.Aku
JasonKami semua sedang berkumpul di meja makan sambil berbincang dan berbagi pohon Natal. Aku menyukai bahwa Laura selalu berada di sisiku, masih sedikit malu-malu bergabung dengan keluargaku lagi dan berbincang dengan lepas. Aku menyukai dia berada di dekatku karena aku merasa lebih berada dalam kendali dan stabil. Ditambah, aku membutuhkan stabilitas karena ayahku muncul pada makan malam Natal itu.“Jangan marah pada Rosa karena telah mengundang ayahmu, dia hanya ingin seluruh keluarganya berkumpul lagi,” kata Laura ketika aku menyadari bahwa Satria telah tiba.Laura takut bahwa sesuatu yang tidak dapat diperbaiki akan terjadi jika emosinya terlalu memanas, tapi Laura keliru karena Satra bukanlah bagian dari keluarga.Sekarang, aku menatap orang itu ketika dia dengan santai berinteraksi dengan semua orang dan bahkan berbincang dengan Anna, sesuatu yang kubenci karena aku tidak ingin dia berinteraksi dengan anakku sedikit pun.“Kumohon, Jason. Jangan melakukan hal gila apa pun. I
Anna“Aku ingin putus denganmu, Ciko.”Ketika kata-kata itu akhirnya keluar dari mulutku, aku hampir tidak dapat memercayainya. Aku sudah ingin mengatakannya sejak lama sekali hingga aku berpikir bahwa saat ini aku hanya membayangkan diriku sendiri mengatakannya seperti sebelum-sebelumnya. Namun, kali ini, itu sungguhan. Aku bisa melihat wajah Ciko hancur di hadapanku—wajahnya yang sesaat yang lalu penuh harapan, sekarang terkejut dan bahkan merasa jijik dengan kata-kataku.Dia tersenyum dengan lemah, seakan-akan dia tidak memahami apa pun. “Kamu ingin putus denganku? Apa maksudmu? Apa yang kamu bicarakan?” tanyanya, terlihat benar-benar kebingungan.Aku menghela napas, menyadari bahwa aku seharusnya tidak mengatakan itu padanya tanpa pendahuluan apa-apa. Namun, aku bukannya bersikap tidak sensitif, itu hanyalah cinta monyet dan aku berhak mengakhirinya.“Kurasa sebaiknya kita bicara lagi nanti, Ciko,” kataku dan berbalik untuk pergi, tapi dia tidak membiarkan aku pergi menjauh da
AnnaKarena adik-adikku sudah marah padaku, salah satu dari mereka sudah tidak menanggapi apa yang kukatakan ketika aku berusaha berkomunikasi dengannya, dan yang satunya menendang-nendang kakinya ke belakang tempat dudukku berkali-kali dan membuatku merasa tidak nyaman, menyebutku anak yang terlalu dimanja.“Hentikan, Daniel,” pintaku, tapi anak itu tampaknya tidak mau menurut.“Kamu mengatakan sesuatu? Aku tidak bisa mendengarnya, aku tidak mendengarkan anak-anak perempuan menyebalkan seperti dirimu,” katanya padaku, membuatku makin jengkel.Aku hanya mengesampingkannya dan bersabar hingga aku akhirnya tiba di sekolah mereka. Apa yang bisa kulakukan tentang itu? Itu adalah hubungan asmaraku, oke? Mereka seharusnya tidak terlibat dalam hal ini seperti itu. Itu bukan urusan mereka.“Kamu bisa turun sekarang,” kataku pada mereka begitu aku berhenti di depan sekolah mereka.Mereka pergi tanpa bahkan berpamitan, tapi Stefan berbalik ke arahku dan berkata, “Kuharap harimu buruk hari
AnnaAku sedang berada di depan cermin sambil duduk di meja riasku selagi. Dengan penuh konsentrasi, aku mencoba memakai eyeliner di atas mataku, tapi suara adikku yang menyebalkan mengagetkanku ketika dia tiba-tiba memasuki ruang gantiku, berteriak-teriak dan meminta perhatianku. Aku berakhir memiliki garis hitam di wajahku, menghancurkan seluruh riasan wajahku.“Kenapa kamu berteriak-teriak, sih, Daniel Williams Santoso?” tanyaku dengan mata yang setengah terpejam, hampir mencekik lehernya dan menarik kepalanya.“Ew, menjijikkan! Kamu terlihat mengerikan dengan riasan wajah itu. Apakah kamu tidak tahu cara memakainya dengan benar?” ejeknya padaku dengan raut wajah jijik.Aku tidak dapat memercayai perkataannya. Dialah yang menghancurkan momen damaiku ketika aku sedang memakai riasan wajah di kamarku sendiri! Aku tidak mau mendengar hal itu dari anak ini yang tidak mengenal apa yang dimaksud dengan ruang pribadi.“Omong-omong, apa yang kamu inginkan?” tanyaku seraya aku mengambil
LauraJason masih mengeluh tentang Anna, berkata bahwa Anna sebenarnya tidak mencintai pacarnya karena dia tidak ingin memiliki momen intim ini bersamanya, jadi aku sedikit kebingungan karena itu. Jason dan aku masih di kasur, berbincang tentang anak-anak kami, dan hari itu belum lama dimulai.“Apakah menurutmu Anna tidak menyukai dia sampai sejauh itu?” tanyaku dengan suara yang lebih kecil.“Jangan salah paham denganku, sayang. Namun, kita semua pernah mengalaminya,” katanya. “Coba pikirkan, kenapa kamu memberikan dirimu padaku? Lihat, pada saat itu, kita bahkan belum berpacaran.”“Aku memberikan diriku padamu karena aku mencintaimu,” kataku padanya.“Nah. Jika tuan putri kita tidak bisa memiliki momen ini bersama anak itu, itu karena dia tidak mencintainya,” katanya sambil mengangkat bahu.“Namun, itu bisa juga karena Anna belum siap untuk itu. Kamu tahu bagaimana putri kita mendorong dirinya sendiri dengan terlalu keras dan selalu takut untuk membuat kesalahan,” kataku padany
LauraKetika aku meninggalkan kamar putriku, aku kembali ke kamarku, merasa sedikit mengantuk dan lelah. Aku suka merawat anak-anakku, tapi rutinitas ini mulai terasa melelahkan—bukannya aku mengeluh atau semacamnya.“Lihat siapa yang sudah kembali,” kata Jason begitu dia melihatku berjalan memasuki kamar. Dia sedang memainkan ponselnya, mungkin memeriksa berita atau sesuatu. Dia membuka selimut dan mengundangku. “Kemarilah. Kamu butuh pelukan dari suamimu,” katanya sambil tersenyum.Aku tertawa pelan dan mulai berbaring di atasnya dan memeluknya sambil meregangkan tubuhku. “Aduh, aku lelah sekali. Kurasa aku membutuhkan sore hari yang santai,” komentarku dengan mata yang terpejam dan hanya menghirup aroma suamiku seraya dia balas memelukku dan merapatkan dirinya padaku.“Aku setuju, kamu benar-benar membutuhkannya,” katanya dengan suara yang tebal dan tersendat. Aku berpikir untuk mengundang Fia, dia pasti akan senang.“Mungkin aku akan pergi bersama Fia ke spa nanti sore,” pikir
LauraAda sesuatu yang ajaib tentang berbincang tentang hal-hal intim dan personal dengan seorang anak perempuan. Rasanya seakan-akan kami telah melahirkan sahabat kami, sebuah bagian dari kami yang tidak akan menghakimi kami untuk apa pun. Ditambah, kami akan merasa semua kisah kami dari masa lalu sangat menarik dan penuh petualangan. Anna pun seperti itu, dia suka mendengarkan aku berbicara tentang hal-hal yang kualami di masa lalu.“Jadi, bagaimana kali pertamamu?” tanyanya dengan cukup penasaran selagi kami berdua masih berbaring di ranjangnya pagi-pagi.“Aduh, jangan minta aku untuk memberitahumu itu. Itu sangat gila,” kataku. Kami berdua pun tertawa.“Kumohon, beri tahu aku, Ma. Aku perlu mengetahui segalanya. Semua rinciannya,” katanya dengan semangat, membuat kami tertawa lagi. Jelas sekali dia ingin merasa siap untuk momen spesial ini. Siapa lagi yang bisa menuntunnya lebih baik daripada ibunya? “Berapa usiamu ketika itu terjadi?”“Aduh, baiklah,” jawabku, menghela napas
Laura“Mama, bolehkah aku memberitahumu sesuatu?” tanyanya setelah beberapa saat.Aku mendongakkan kepalaku untuk menatap wajahnya. “Tentu saja boleh, sayang,” kataku. Alisku secara otomatis berkerut. “Apakah ada yang salah?” Kekhawatiranku sebagai seorang ibu terpampang jelas.Dia tertawa kecil. “Tidak, tidak. Aku baik-baik saja,, tenanglah,” katanya. “Hanya saja, ada sesuatu yang terjadi di antara Ciko dan aku,” katanya seraya dia memainkan tali blusku, terlihat sedikit tidak nyaman.“Oh, Ciko?” kataku, agak bingung dengan apa yang harus kukatakan.Ciko adalah pacar putriku. Sebenarnya, mereka berdua telah mengenal satu sama lain sejak mereka masih sangat kecil di taman kanak-kanak. Pada saat itu, aku merasa perlu mengirimkan putriku ke penitipan anak supaya dia bisa belajar bersama anak-anak yang lain dan juga memberiku waktu supaya aku bisa mendedikasikan diriku untuk pekerjaan dan karierku dengan Hextec dalam beberapa tahun pertama aku bekerja di sana.Jadi, aku mengenal pas
LauraBegitu aku meninggalkan kamar Stefan, aku pergi ke kamar Daniel yang berada persis di depan kamar yang baru saja kutinggali. Tidak seperti Stefan, Daniel masih tidur dan dia selalu tertidur dengan pintu yang terbuka. Jadi, mudah bagiku untuk masuk ke dalam sana dan pergi ke tempat tidurnya untuk membangunkannya.“Waktunya bangun, anakku,” kataku padanya seraya aku menghampirinya, mengusap rambutnya.“Oh, tidak … jangan sekarang! Sebentar lagi, Mama,” gumamnya, masih mengantuk.Aku tertawa pelan, merasa lucu bagaimana dia sangat cerdik di pagi hari. Itu mengingatkanku akan suamiku, yang, pada saat itu, masih tertidur dengan damai di bawah selimut.“Kuharap aku bisa membiarkanmu tidur sedikit lebih lama lagi, oke? Akan tetapi, kamu harus pergi sekolah,” kataku padanya sambil menarik selimut dengan lembut.Itu adalah rutinitasku selama beberapa tahun belakangan. Aku suka hadir di kehidupan anak-anakku. Aku tidak masalah membangunkan mereka dan memeriksa apakah mereka sudah sia
Enam tahun kemudianLauraKetika aku terbangun di pagi itu, hari masih sangat pagi. Jason sedang tertidur dengan damai di sampingku dan aku tersenyum melihatnya. Aku mencium dahinya dengan tenang, lalu aku berniat untuk menyelinap turun dari ranjang tanpa membangunkan dia, tapi dia menggenggam lenganku meskipun matanya masih terpejam.“Kamu mau ke mana? Jangan tinggalkan aku sendirian,” katanya, suaranya serak sehabis tertidur.Aku tertawa kecil sambil menggelengkan kepalaku. “Aku hanya akan membangunkan anak-anak, mereka harus berangkat sekolah,” jawabku padanya, tapi dia menggeram dan menarikku ke dalam pelukannya, menarikku di sekitar pinggangku dan mendekapku dalam pelukannya.“Jangan pergi dulu. Percayalah, aku lebih membutuhkanmu dibandingkan anak-anak,” katanya, memohon dan membuatku memeluknya.“Astaga, kamu banyak mau dan dramatis sekali,” kataku padanya sambil tertawa kecil dan aku memeluknya, meletakkan kepalanya di dadaku dan mengelusnya.“Aku tidak dramatis, aku ber