Laura“Apa? Bagaimana bisa? Apa yang dia lakukan di sini?” tanyaku pada resepsionis itu, benar-benar kebingungan. Dia baru saja memberitahuku bahwa Jason ada di W.J., meminta untuk bertemu denganku.“Saya tidak tahu, Nyonya. Saya rasa sebaiknya Anda pergi ke sana dan berbicara dengannya,” jawab resepsionis itu.Aku menghela napas, mengedipkan mataku dengan cepat, mencoba meluruskan pikiranku. “Baiklah, terima kasih sudah memberitahuku. Beri tahu dia aku akan ke sana,” kataku padanya, yang mengangguk dan meninggalkan studio.Setelah memberi tahu orang-orang kalau aku akan pergi sebentar, aku beranjak ke ruangan resepsionis, tempat Jason sedang terduduk di sofa seolah-olah tidak ada yang canggung darinya mendatangiku di tempatku bekerja. Di Williams Jewels, tidak banyak yang mengetahui kehidupan pribadiku. Mereka hanya mengetahui sedikit tentangku. Kalaupun mereka mengenalku dengan baik, mereka lebih memilih untuk tidak mengungkit perihal itu karena aku tidak memiliki hubungan yang d
LauraGideon memanggilku dari kejauhan beberapa meter. Ada banyak orang yang datang dan pergi di aula masuk gedung, jadi aku memutuskan untuk berpura-pura tidak mendengarnya memanggilku dan hanya berjalan-jalan di sekitar, berharap bisa tiba di mobilku secepat mungkin. Yang Albert katakan padaku sebelumnya terulang di benakku selama berjam-jam. Dia dan Max takut aku akan melukai hati Gideon, tapi aku tidak merasa sepercaya diri itu untuk berpikir bahwa Gideon tidak akan terluka jika aku menyeretnya ke dalam hidupku. Ada hal-hal yang tidak bisa kuhindari, jadi alih-alih bersikap seperti aku bermain-main dengan perasaannya, aku memutuskan untuk menjauh darinya.Namun, tampaknya Gideon tidak ingin aku menjauh darinya karena, sekeras apa pun aku berusaha berpura-pura tidak mendengarnya ketika dia memanggilku, dia dengan cepat berlari ke arahku dan menggenggam lenganku, membuatku berhenti dan menatapnya.“Oh, Gideon? Kamu mengejutkan aku! Aku tidak melihatmu sama sekali,” kataku sambil t
Aku terus memikirkan bagaimana aku benar-benar bersedia untuk meninggalkan segalanya dan kembali untuk memulai hubungan yang baru bersama Jason, tapi meskipun perasaan cinta yang selalu kumiliki padanya masih ada, melanjutkan dengan Jason menarikku kembali ke dasar sumur, mengeluarkan sifat terburukku. Kecurigaan itu selalu ada, perdebatan, ingatan menyakitkan dari masa lalu … Semua itu begitu menyakitkan bagiku sampai rasanya aku kembali ke awal.Aku merasakan tangan Gideon menggenggam tanganku. Aku mengusap wajahku dengan berterima kasih dan melanjutkan, “Ada hal-hal di kehidupan yang hanya Langit berikan sekali dan jika kamu gagal, Langit akan mengambilnya kembali secara permanen. Salah satunya adalah pernikahanku dengan Jason Santoso, jadi aku seharusnya tidak kembali menjalin hubungan dengannya ataupun memberinya alasan untuk percaya bahwa hubungan kami berdua masih akan berhasil,” tambahku.Meskipun Jason telah mengkhianatiku dan memain-mainkan aku seperti itu, aku tahu sebagia
LauraKetika aku menciumnya, Gideon tertawa, agak terkejut oleh tindakanku yang tiba-tiba. “Astaga, aku suka sekali ketika kamu mengejutkanku seperti itu,” katanya dengan tangannya di wajahku, masih memenuhi bibirku dengan ciuman.“Apakah kamu menyukainya?” tanyaku dengan sedikit lihai, tanganku melingkari lehernya.“He-em, aku sangat menyukainya,” jawabnya, dan dia mencium bibirku dengan hangat dan menggoda, mengusap punggungku dan dengan pelan mencengkeram pinggulku, jelas-jelas ingin aku mendekat padanya.Aku terkejut oleh bagaimana Gideon bisa membuatku tertarik padanya hanya dengan sedikit usaha. Dia menciumku dengan cara yang begitu eksotis dan penuh gairah sehingga ciumannya menyebarkan listrik ke seluruh tubuhku, sampai ke ujung jari kakiku. Dia tahu bagaimana cara menggunakan lidahnya di dalam mulutku seperti maestro sejati dalam seni berciuman. Dia bisa membuatku menyentuh langit dengan hanya sedikit usaha.“Bagaimana bisa kamu menyuruhku menjauh ketika aku sudah tergila
Laura“Apakah kamu hanya akan berdiri di sana tanpa mengatakan apa-apa, Laura?” Jason ingin tahu, masih memelototiku dan Gideon dengan tajam. “Sepertinya kalian sangat bersenang-senang sampai tidak sempat memperhatikan anakmu hanya untuk petualangan yang sia-sia,” tuduhnya lagi.Aku merasa tangan Gideon menjadi kaku di dalam genggamanku dan dia melangkah maju. “Kusarankan kamu menenangkan dirimu, Tuan, karena aku tidak akan membiarkanmu menghina kehormatan wanita ini selagi ada aku di sini,” katanya, menegur Jason dengan datar, rahangnya terkatup rapat dan tatapan matanya terlihat berbahaya.“Kamu pikir kamu siapa, menyuruh-nyuruh?” balas Jason dengan dagu yang menaik dan dada yang membusung.Aku harus menengahi mereka berdua. “Baiklah, tolong tenangkan diri kalian,” pintaku sambil mengacungkan tanganku. Setelah itu, aku menatap Gideon, berbicara dengan lembut padanya, “Biarkan aku menangani ini, kumohon. Aku tahu bagaimana harus menangani dia,” pintaku padanya. Aku bisa melihat ja
LauraSuzy dan aku sedang menyiapkan makan malam. Dia mencuci piring kotor dan aku sedang mempersiapkan salad sementara lasagna-nya sudah hampir siap. Dari dapur yang terbuka tempat kami berada, kami bisa melihat Jason dan Gideon duduk di sofa sambil berbincang dengan pelan sementara Anna melompat di depan televisi, mengikuti tarian kartun yang dimainkan di layar. Apakah kedua pria dewasa itu hanya berbincang atau sedang mengancam satu sama lain dengan ramah? Aku sudah memperjelas bagi mereka bahwa aku tidak ingin melihat mereka bertengkar di sana di depan Anna sama sekali.“Bagaimana menurutmu?” tanyaku pada Suzy dengan pelan sambil mengarahkan kepalaku ke arah kedua pria yang sedang duduk di sofa.“Kurasa apa yang Jason lakukan itu memalukan. Menggunakan anak itu untuk mendekatimu? Praktik kuno itu sangat salah sampai rasanya memalukan,” katanya, terkekeh.“Iya, ‘kan? Kupikir juga begitu,” komentarku sambil mengaduk salad dengan sendok kayu.“Aku harus memberi selamat pada Gideo
Laura“Makan malamnya enak. Aku senang makan malam bersama temanmu, putrimu, dan kamu,” kata Gideon sambil tersenyum. Kami berada di tempat parkir gedungku dan dia sedang berpamitan supaya dia bisa pergi. “Kenapa dia terus melihat kita?” tanyanya, menunjuk ke belakangku dengan dagunya.Aku melihat ke belakangku. Jason menyandarkan tubuhnya pada mobilnya, lengannya menyilang seraya dia memperhatikan Gideon dan aku berbincang. Setelah makan malam, kami berbincang selama beberapa jam sampai Anna tertidur. Aku menyuruh Jason untuk meninggalkan rumahku, tapi dia bilang dia perlu mengatakan hal yang penting padaku dan dia akan menungguku berpamitan dengan Gideon.Sekarang, aku menghela napas dengan keras dan perlahan mengusap lenganku. “Yah, kamu ingin bertemu dengan mantan suamiku, ‘kan? Karena kamu sudah bertemu dengannya, bagaimana pendapatmu tentang dia?” tanyaku.Dia terkekeh, memasang ekspresi wajah mengejek. “Dia adalah makhluk ternarsistik dan egois di dunia, tapi aku bisa membay
“Iya, dia mungkin seperti itu, tapi kamu tahu hatimu lemah untuk orang-orang seperti Will, orang yang intens sepertiku. Itulah kenapa kamu jatuh cinta padaku dan menikahiku,” ujarnya padaku. Jason dan aku pernah membicarakan karakter di salah satu buku fantasi yang kusukai dan dia berakhir mengatakan bahwa aku akan selalu memilih Will karena dia adalah karakter yang paling mirip dengannya. Hari itu, aku menyetujuinya karena aku berharap hubungan kami akan berjalan dengan baik lagi.“Yah, Will sangat melukaiku, jadi mungkin kali ini aku harus memberi Jem kesempatan” jawabku, yakin dengan perkataanku. “Omong-omong, apa yang kamu ingin katakan padaku?” tanyaku untuk merubah topik.Jason menghela napas dan memasukkan tangannya ke dalam saku. “Ini tentang Kinan. Kudengar dia kembali,” katanya. Aku bahkan tidak tahu apakah Kinan telah meninggalkan kota ini atau tidak, karena aku tidak peduli apa yang sedang dia lakukan. Dia dan aku tidak pernah berteman dan meskipun kami akhirnya sempat be
Laura“Jadi, Lau, apakah kamu berhasil berbicara dengan putrimu?” tanya Fia ketika aku kembali setelah pergi sebentar untuk menelepon Anna di balkon tempat pijat mewah itu.“Oh, iya. Aku sudah berbicara dengannya,” jawabku sambil menghela napas lega seraya kembali duduk. “Dia hanya disibukkan oleh tugas aljabar. Pasti itulah mengapa dia tidak bisa membalas teleponmu, Abel,” kataku pada gadis yang sedang bersama kami. Dia dan Anna sangat dekat, jadi dapat dipahami kenapa dia sangat mengkhawatirkan putriku.“Lihat? Sudah kubilang kamu tidak perlu terlalu khawatir,” kata Fia, terkekeh pelan.Namun, Abel masih terlihat ragu. “Entahlah, Bibi Laura. Anna terasa sangat aneh hari ini,” ujar gadis itu dengan bimbang.“Aneh? Apa maksudmu dengan itu?” Aku mengernyit, kebingungan.“Aku tidak tahu.” Dia mengangkat bahunya. “Dia bersikap aneh, dia bahkan putus dengan Ciko,” katanya.“Oh, sungguh?” Aku terkejut mendengarnya, aku tidak dapat menyangkalnya.Aku mengingat percakapan yang Anna da
Laura“Jadi, Layla dan Gideon bercerai?” Fia terkejut ketika dia menanyakan itu. Dia dan aku sedang berada di ruang tunggu di tempat pijat, mengenakan mantel mandi ungu muda dan meminum anggur bersoda. Seperti yang disetujui, setelah aku selesai bekerja, Fia dan aku pergi ke spa. Jadi, dia dan aku bergosip seperti biasa.Aku mengangguk setelah menyesap minumanku. “Iya, mereka bercerai. Lalu, ternyata itu sudah cukup lama,” tambahku.Temanku terkesiap dengan mulut yang membulat. “Ya ampun, aku benar-benar tidak menyangkanya,” komentarnya. “Bukankah Layla-lah yang terus berkata bahwa dia menikah dengan bahagia dan bahwa pernikahan dia sempurna? Lihatlah apa yang terjadi pada orang-orang yang terus menyombong.” Dia tertawa kecil, membetulkan rambutnya yang sekarang lebih panjang, mengenai dadanya.“Kurasa masalahnya sebenarnya adalah orang yang Layla putuskan untuk nikahi,” kataku, mengerutkan hidungku.“Kamu membicarakan tentang pertanda-pertanda buruk itu, ‘kan?” tebak Fia.“Benar
LauraAku tidak percaya bahwa Layla Raharjo, yaitu Layla Nalendra, ada di hadapanku, memohon padaku untuk kembali bekerja di Hextec bersamaku. Maksudku, dialah yang meninggalkan itu semua untuk menikah dan pergi ke Surabaya dan memulai kehidupan baru di sana dengan suaminya. Bertahun-tahun kemudian, di sinilah dia, meminta untuk kembali dan bekerja di sini lagi.“Namun, kenapa kamu meminta ini, Layla? Apakah kamu sudah tidak tinggal di Surabaya lagi?” tanyaku, benar-benar terkejut.Dia menggelengkan kepalanya. “Tidak juga,” jawabnya. “Sudah beberapa saat sejak aku meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta. Aku tinggal di rumah nenekku, tapi sekarang aku merasa siap untuk kembali bekerja.” Dia mengangguk seakan-akan dia memiliki keinginan baru untuk hidup sekarang.“Pernikahanmu berakhir, ya?” Kata-kata itu tidak keluar sebagai pertanyaan, karena aku sudah tahu betul raut wajah orang yang kesakitan di dalam—Layla memiliki raut wajah itu.Dia mengangguk, tersenyum dengan lemah. “
Laura“Layla! Lama tidak berjumpa,” kataku dengan gembira, beranjak menghampiri untuk memeluknya saat dia memasuki ruang kerjaku.“Oh, Laura, aku sangat merindukanmu,” katanya sambil tersenyum untukku seraya dia membalas pelukanku. Aku benar-benar tidak memiliki permasalahan dengannya karena aku selalu menyukai dia. Dia adalah orang yang baik sekali padaku kendati segala hal yang telah terjadi.“Aku juga merindukanmu,” kataku seraya aku memandangnya. “Kamu menghilang dan tidak datang kemari lagi. Aku bahkan mengira Surabaya sudah mencurimu dari kami.”Dia tertawa mendengarnya, menggelengkan kepalanya. “Tidak ada satu hal pun dan siapa pun yang bisa membuatku melupakan Jakarta,” katanya.“Yah, itu adalah hal yang menyenangkan untuk diketahui, kuakui.” Aku tersenyum dan kemudian menunjuk ke arah sofa di samping jendela ruang kerjaku yang seluruhnya berkaca dari lantai sampai langit-langit dengan gorden yang ditarik ke samping, sehingga membiarkan cahaya matahari dan udara segar mema
Laura“Kamu mau makan apa untuk makan malam hari ini? Fetucini dengan jamur atau tenderloin dengan kentang?” tanya Jason padaku di ujung telepon lainnya. Dia terdengar bersemangat untuk mempersiapkan makan malam untukku dan itu membuatku senang.“Em, aku suka tenderloin, tapi aku juga ingin fetucini. Aduh, ya ampun, aku harus bagaimana sekarang?” Aku menghela napas sambil berbicara padanya di telepon. Aku sedang berada di tempat kerjaku sambil fokus pada pekerjaanku dan, pada saat yang sama, berbicara dengan suamiku di telepon.“Aku bisa buatkan dua-duanya kalau kamu mau,” usul Jason setelah terkekeh.“Aduh, seharusnya aku pilih satu saja,” gumamku. Jason terkekeh lagi.“Ini bukan salahmu, kamu hanya tidak dapat menahan masakanku, jadi sulit untuk memutuskan. Kamu tahu aku mahir dalam segala hal yang kulakukan,” sombongnya, seperti biasa.“Hm, karena kamu bersikeras, aku ingin dua-duanya,” kataku padanya, tersinggung.“Astaga, aku tahu kamu senang menghukumku, ‘kan, wanita? Namu
AnnaMalam itu, Panca dan aku bersenang-senang bersama. Kami menjahili Paman Juan dan tunangannya, hal-hal yang tidak benar-benar menyakiti mereka, tapi itu merenggut kedamaian mereka. Misalnya, menuangkan minyak zaitun ke dalam anggur Paman Juan, menambahkan garam pada potongan kue pernikahannya, meletakkan bantal kentut di tempat duduknya, dan ketika dia duduk, dia membuat suara kentut yang konyol yang membuat semua orang menertawainya, dan hal-hal semacamnya.Itu sangat menyenangkan bagiku. Meskipun itu belum cukup bagi Panca, melihat Paman Juan mengalami semua hal-hal menyebalkan itu sudah membuatnya lebih gembira. Namun, kami tertangkap di penghujung pesta. Karena kami hanyalah dua anak-anak, tidak ada yang menganggapnya serius. Ayahku dan Paman Juan meneriaki kami dan bilang mereka akan menghukum kami, jadi Panca dan aku berlari untuk bersembunyi ketika para orang dewasa sedang mengomel tentang kami.“Itu luar biasa! Gila,” seru Panca sambil tertawa ketika kami berhasil melari
AnnaIni semua dimulai ketika aku berusia 11 tahun dan Panca Mardian ingin membunuh ayah tirinya.“Apakah ayahmu punya pistol?” tanyanya ketika dia dan aku sedang bersembunyi di langit-langit ruang dansa, tempat pernikahan Paman Juan dan ibunya diadakan.“Apa?” Sesaat, kukira aku salah dengar, jadi aku bertanya.Dia menatapku, mata cokelat tuanya mencolok. Dia masih praremaja, tapi dia sudah sangat misterius dan membuatku penasaran. “Aku butuh pistol untuk membunuh ayah baruku,” ungkapnya padaku.“Paman Juan? Kenapa kamu ingin melakukan itu? Dia adalah orang yang baik,” jawabku dengan marah.Dia menggerutu jijik dan kembali melihat ke lantai bawah. Para orang dewasa sedang berbincang dengan satu sama lain, menikmati pesta pernikahannya. “Pria itu mengirimkan ayahku ke penjara,” kata Panca, kata-katanya penuh oleh amarah.“Namun, itu adalah pekerjaan dia. Paman Juan adalah seorang polisi. Dia memasukkan orang-orang jahat ke dalam penjara,” kataku padanya, sedikit takut ketika aku
AnnaSaat guruku pergi setelah kelasnya berakhir, anak-anak di ruang kelas mulai membuat suara gaduh seperti biasa ketika mereka berbincang dengan satu sama lain. Aku masih tidak bisa percaya bahwa anak yang duduk di belakangku benar-benar Panca Mardian, jadi aku berbalik ke arahnya karena aku sudah memiliki sesuatu untuk dibicarakan, yaitu tentang tugas yang telah diberikan oleh guru aljabar kami.“Kamu mau mengerjakan tugas ini bagaimana? Kita bisa bertemu di mana?” tanyaku padanya, tapi dia hanya mengangkat bahunya sambil mencorat-corat buku tulisnya.“Terserah kamu saja. Aku tidak peduli,” jawabnya, tidak menatapku sama sekali. Dia benar-benar tidak mengenaliku dan aku tidak dapat memercayainya.Astaga, dia telah banyak berubah, dia telah bertumbuh begitu besar. Apa yang telah terjadi padanya selama bertahun-tahun kami jauh dari satu sama lain? Apakah dia telah membuat teman-teman baru? Apakah dia bahkan sudah punya pacar sekarang?Namun, aku terkesiap pelan ketika aku melihat
AnnaAku memutuskan untuk mengabaikan segala hal yang sedang kupikirkan dan fokus saja pada jadwalku. Aku sejauh ini adalah siswa terbaik di kelasku. Aku selalu berdedikasi dan bekerja keras. Aku tidak pernah diomeli. Guru-guru menyukaiku karena aku adalah siswa teladan untuk pada siswa lainnya. Itulah sebabnya mereka telah memilihku sebagai perwakilan kelas. Selain itu, akulah yang paling tahu bagaimana caranya memimpin dan bagaimana caranya mewakili kelas, karena itulah mereka sangat memercayaiku.Jadi, hari ini pun tidak ada bedanya. Ketika guru-guru masuk dan mengajar kami, aku selalu melihat diriku sebagai orang pertama untuk mengajukan diri untuk segala hal, selalu menyelesaikan pertanyaan paling sulit dalam matematika dan pelajaran lainnya yang ditakuti dan tidak disukai semua orang. Aku menantang diriku sendiri untuk selalu menjadi yang terbaik. Aku ingin membuat semua orang bangga karena aku akan menggunakan potensiku untuk menjadi lebih baik daripada orang tuaku dan membuat