“Tapi saya mau dengan Bibi,” jawa Leary gemetar. Tanpa kata-kata lagi, bibi Willis membalikan badannya dan tetap pergi. “Bibi, jangan tinggalkan saya!” Teriak Leary seraya menyeret kopernya, gadis kecil itu mulai menangis mengiba, memohon kepada bibi Willis agar berhenti. Bibi Willis akhirnya kembali berhenti melangah dan membalikan badannya lagi, ada perasaan kasihan di hati bibi Willis saat melihat Leary menangis terisak memintanya jangan di tinggalkan, namun ini adalah keputusan terbaik untuk Leary dan juga dirinya. Bibi Willis membuang napasnya dalam-dalam sampai akhirnya berkata, “Leary, mulai malam ini dan kedepannya kau akan tinggal di sini. Ini pertemuan terakhir kita, hiduplah dengan bahagia di sini.” “Mengapa saya harus tinggal di sini? Saya ingin bersama Bibi, saya tidak akan menangis, saya tidak makan sebelum mengelap semua buku yang ada di toko, saya tidak akan meminta dibelikan permen lagi, saya tidak akan membuat bibi marah lagi, saya janji. Saya hanya ingin bers
“Nona, ayo bangun. Anda harus segera bersiap-siap.” Dengan patuh Leary bangkit dan membiarkan Burka mengurusnya meski bantuan Burka sedikit membuat Leary tidak nyaman karena satu tahun terakhir ini dia sudah bisa mandi sendiri, namun karena kondisi tempat yang berbeda dan suasana hati Leary tengah tidak baik-baik saja, untuk malam ini saja dia membiarkan seseorang mengurusnya. Burka sendiri terlihat sangat teliti saat sedang mendandani Leary, tidak sulit untuknya menangani Leary karena sejak masuk ke dalam kamar, gadis kecil itu hanya diam saja. Begitu sudah selesai, Burka membawa Leary berdiri di depan cermin agar gadis kecil itu melihat penampilannya sendiri yang saat ini begitu jauh berbeda dengan penampilannya saat datang ke rumah. “Besok saya akan membeli pakaian untuk Anda, untuk malam ini Anda mengenakan pakaian nona Ellis, semoga Anda tidak marah.” Leary memperhatikan gaun putih bercorak merah muda yang kini dia kenakan, mungkin ini untuk pertama kalinya Leary mengenakan
Seorang pria berjubah hitam berjalan di sebuah lorong rumah, pria itu berpenampilan rapi dengan pembawaan yang tenang, rambutnya hitam legam, memiliki sepasang mata yang tajam, setiap garis tulang di wajahnya terpahat sempurna di tunjang dengan tubuh yang tinggi tegap. Di belakang pria itu terdapat dua orang pengikutinya, keduanya berpakaian seperti seorang eksekutif, namun siapa sangka di balik pakaian indah dan penampilan menarik mereka, mereka adalah sekelompok mafia yang sangat terkenal berkuasa di London hingga wilayah kota Bristol. Chaning Benvolio, dia adalah sang peminpin kelompok itu. Segala sesuatu yang berhubungan dengan perdagangan pasar gelap, obat-obatan terlarang, jasa pembunuhan dan pencarian orang, dia yang menangani semuanya. Chaning adalah pria berdarah dingin di balik sikap tenang dan elegantnya, dia tidak pernah ragu untuk menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalannya. Dalam bertransaksi, Chaning menghargai kejujuran dan loyalitas, namun dia tidak akan perna
“Kau kenapa Ellis?” Petri bersedekap memperhatikan Ellis yang sejak tadi duduk berdiam diri sambil merenung terlihat sedih, biasanya Ellis akan berceloteh tidak berhenti berbicara, bahkan jika itu sebuah pembicaraan omong kosong. Ellis menautkan kedua tangannya dan tertunduk. “Aku takut,” jawab Ellis dengan napas tersenggal. Petri bergeser mendekat, dia meraih wajah Ellis dan mengangkatnya. Ellis menangis dengan bibir gemetar membentuk lengkungan ke bawah. Ellis adalah gadis yang lemah dan juga berhati lembut, dia sangat mudah tersenyum dan juga sangat mudah menangis bila merasa sedih. Jika Ellis gelisah sejak tadi, itu artinya masalah yang dia hadapi lebih berat. “Ada apa? Apa yang kau takutkan?” Petri bertanya sambil mengusap air mata Ellis. “Aku bukan anak kandung ayah dan bukan adik kandung Kakak. Sekarang adik Kakak yang sebenarnya sudah kembali, aku pasti akan di lupakan,” Ellis terisak menceritakan kekhawatirannya. “Ellis, apa tadi kau tidak dengar apa yang sudah aku kata
“Mulai sekarang kau harus menahan dirimu dan bersikaplah dengan baik karena kau sedang berada dalam lingkungan sekolah, mengontrol diri itu sangat penting,” nasihat Chaning yang kini duduk di samping Ferez. “Aku tahu,” jawab Ferez singkat. Chaning melihat ke sisi, memperhatikan jalanan yang di lewatinya, di belakangnya ada sebuah mobil yang selalu mengikutinya untuk pengawalan seperti biasa. “Untuk satu minggu ini aku akan menunggumu di sekitar sekolah, saat pulang kau datang ke taman, aku akan menunggu di sana.” “Tidak perlu.” “Suka tidak suka, ini harus di lakukan,” tegas Chaning tidak mau di bantah, Chaning harus memastikan sendiri jika Ferez melewati harinya dengan baik dan tidak membuat masalah lagi. Ferez langsung bersedekap dan mendengus kesal karena tidak nyaman di perhatikan Chaning. “Kau tidak membawa senjata tajam kan?” Tanya Chaning lagi karena kini mereka sudah berada di depan sekolah baru Ferez, Chaning harus memastikan bahwa puteranya sudah benar-benar bersih dan
Darrel terduduk di tempat kerjanya tengah membaca satu persatu surat yang di terima, kesibukan selalu harus dia hadapi setiap harinya tanpa henti. Darrel tidak beristirahat meski terkadang kini dia sering sakit karena usianya. Petri masih sangat muda, Darrel harus menunggunya tumbuh dewasa, setidaknya sepuluh tahun lagi agar Petri bisa menerima semua tanggung jawab pekerjaannya. Suara ketukan di pintu terdengar beberapa kali, Darrel mengangkat wajahnya dan melihat ke arah pintu. “Masuk,” perintahnya dengan suara yang sedikit serak karena lelah. Pintu di depan Darrel terbuka perlahan, pria itu langsung melihat kehadiran Leary yang kini membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan kerjanya. Dengan sesak Darrel menarik napasnya dalam-dalam. Lagi dan lagi Darrel harus melihat wajah Leary yang terus menerus berada di sekitarnya selama satu minggu ini. Leary terlalu mirip dengan Olivia, bahkan meski Leary memiliki warna mata yang sama seperti Darrel, namun tatapan cerah penuh ketulusan dan
“Nona, Anda terlihat sangat begitu senang,” komentar Burka sedikit menggoda, sejak Leary masuk ke dalam rumah beberapa hari yang lalu, ini untuk pertama kalinya Burka melihat Leary tersenyum begitu lebar, wajah cantiknya dengan kulit seperti porselen itu kini bersemu bahagia. “Aku memang sedang sangat senang Burka, sekarang tuan Darrel mengizinkanku memanggilnya ayah, sepertinya tuan Darrel sedikit menyukaiku,” cerita Leary dengan menggebu penuh dengan kebahagiaan. Burka yang semula tersenyum langsung merenung penuh penilaian, Burka tidak mengerti jika ternyata hal sekecil dan sesederhana ini begitu membuat Leary sangat bahagia. Betapa polos dan sederhananya Leary *** Ferez duduk di bangku kayu dengan sebuah buku di tangannya, angin sejuk dan suara dedaunan yang bergerak di sekitarnya membuat Ferez merasa tenang. Membaca buku ternyata lebih baik daripada harus menghabiskan waktunya dengan orang-orang aneh di sekitarnya. Beberapa hari menjalani kehidupan di sekolah barunya membua
“Bonekaku robek!” Leary mengerjap bingung karena dia ingat betul tidak merobeknya apalagi boneka mahal Ellis mustahil mudah robek karena terbuat dari bahan bagus. “Tadi saya mengambil dengan hati-hati, tidak merobeknya, saya berani bersumpah,” jawab Leary mulai panik. “Itu boneka baru yang dibeli satu minggu lalu, tidak mungkin robek jika kau mengambilnya hati-hati, tadi boneka itu baik-baik saja,” ucap Ellis lagi terdengar memojokan. “Ada apa ini?” suara Petri terdengar, dia datang karena mendengarkan teriakan dan tangisan Ellis. Melihat kedatangan Petri, Ellis langsung tertunduk dan kembali menunjukan boneka yang masih di pegang oleh Leary. “Leary merobek bonekaku,” ungkap Ellis dengan tatapan terintimidasi seakan dia takut dengan Leary. Wajah Leary memucat, gadis kecil itu terpaku kaget karena Ellis menuduhnya begitu saja, padahal Leary hanya berniat membantu Ellis agar berhenti menangis. Pandangan Petri langsung tertuju pada boneka yang Leary pegang, boneka itu basah dan ro