Share

Kesurupan

Penulis: BlackJoe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sawan?"

Najwa mengerutkan alis, benarkah sawan itu ada? Ah, emaknya hanya terlalu serius menanggapi kemunculan arwah Wulandari.

"Sawan, 'kan hanya pada bayi atau anak kecil?" lirih Najwa bergumam sendiri. Sering dia mendengar jika anak bayi tetangga menangis terus tak berhenti dan badannya terasa panas, si Ibu mengatakan anaknya kena sawan. 

Setelah penampakan arwah Wulandari yang pertama kali, malamnya tubuh Najwa juga langsung panas. Padahal sebelumnya dia tidak sakit apa-apa. Apa itu termasuk sawan?

Benar juga, sudah dua kali ini mereka mengganggu. Pertama penampakan Wulandari, kedua entah benar atau tidak bayinya yang menjahili Najwa. Walaupun tidak menampakkan diri secara langsung. Hanya sekelebatan bayangan bayi yang tangannya menyentuh kaki Najwa, semua itu membuat mata tidak bisa terpejam, apalagi untuk tertidur dengan pulas. 

Najwa memejamkan mata berusaha mengingat-ingat lagi apa saja yang telah terjadi. Adakah kaitan kematian Wulandari dengan dirinya, sehingga ia terus menghantui gadis itu. Lalu apa salahnya Najwa?

"Najwa, kamu dah bangun? Sudah baikan belum badannya?" tanya Mak Darmani sambil melongok dari pintu kamar.

"Sudah Mak, besok Najwa, mau sekolah lagi," jawab Najwa. Rasa pusing dan lemas di badan sudah tidak begitu dirasakannya. 

Kaki Najwa turun dari ranjang,"Mak, Najwa, Laper!" Berjalan perlahan dan memegang perut. "Mak, masak apa?" tanyanya lagi.

Mak Darmani dengan sigap melangkah ke dapur, mengambil sepiring nasi dan lauknya. Lalu berjalan menghampiri anaknya lagi,"ini ada sayur asem, sama pindang goreng. Najwa, masih baru sembuh, ndak boleh makan sambel dulu!"

Dengan terpaksa Najwa menerima sepiring nasi dari Emak Darmani, duduk dan melahapnya tanpa komentar. Ada rasa yang kurang memang, tanpa sambel dunia kurang greget, hambar dirasakannya. Tapi demi kebaikan, Najwa tak protes dan langsung melahap yang sudah disediakan.

"Assalamualaikum." Terdengar Pak Kuswan mengucapkan salam dari samping rumah.

Tidak berapa lama terlihat sosoknya menuju kamar mandi, hendak mencuci kaki dan tangan. Pacul yang disampirkan di pundak di taruh di pojok dapur. Terlihat peluh menetes di wajahnya. 

"Wa'alaikum salam," Najwa dan Mak Darmani hampir serempak menjawab salam.

"Kok baru pulang, Pak?" tanya Mak Darmani menyongsong suaminya yang baru datang.

Sepertinya proyek sedang sepi, sehingga Pak Kuswan membantu tetangga untuk membajak sawah mereka. Peluh di dahi, menandakan jika dia kelelahan. Meskipun pulangnya masih jam 12 siang. 

"Tadi itu, Bapak ngobrol-ngobrol sama Pak Parlan." Pak Kuswan mendekat dari arah kamar mandi sambil mulai bercerita. Emak Darmani berjalan di belakangnya dengan membawa piring dan gelas berisi minuman berwarna hitam.

"Ini, Pak," Mak Darmani menyodorkan piring pada suaminya. 

Pak Kuswan menerima piring berisi nasi juga lauk pauknya. Lalu duduk di samping Najwa.

"Pak Parlan juga didatangi arwah Wulandari." Sambil memasukkan sesendok nasi, Pak Kuswan mulai bercerita.

"Mosok, to, Pak?" ujar Emak, dengan wajah penasaran.

Najwa berhenti memasukkan nasi dan lauknya ke dalam mulutnya. Dia fokus mendengarkan Bapaknya bercerita. 

"Iyo, Mak!" kata Pak Kuswan lagi, dengan wajah serius. Terlihat lekaki itu, mengambil napas panjang sebelum bercerita lalu melanjutkan ceritanya kembali. 

"Kata Pak Parlan, semalam dia lagi mancing ikan di pinggir kali sana, lalu dia denger suara orang menangis. Dipikirnya ada orang lain di dekat dia mancing. Pak Parlan berjalan mencari arah suara itu, eeeh …."

"Eeeh, apa Pak?" tanya Mak Darmani memotong cerita.

"Pak Parlan langsung lari tunggang-langgang saat dilihatnya sosok perempuan berbaju putih, menghadap sungai sambil menangis. Rambutnya menutupi wajah."

Bulu halus di belakang tengkuk Najwa berdiri. Jika berhubungan dengan sosok itu lagi, nyalinya langsung ciut. Najwa tidak berani banyak bertanya pada Bapaknya. Hanya mendengarkan saja dengan seksama. 

"Ternyata banyak yang melihat penampakan Wulandari ya, Pak?" ucap Mak Darmani. 

"Sepertinya ada apa-apa ini, Mak!" Pak Kuswan menatap istrinya serius. "Nanti malam, acara tahlil terakhir di rumah, Mbok Sri. Bapak tak coba ngomong ke mereka!" 

Pak Kuswan menyudahi makan siangnya. Membawa piring ke dapur, lalu masuk ke kamar mandi lagi.

Gadis berambut panjang itu menatap sisa nasi dan sayur di piringnya. Selera makanya mendadak hilang, Najwa mendorong piring di hadapan menjauh. Dia tidak ingin melanjutkan makannya. 

"Mak, Najwa, takut!" ucapnya.

"Ndak boleh takut, kita punya Allah. Najwa, salatnya yang rajin," kata Mak Darmani.

***

Selepas salat magrib, Pak Kuswan masih memakai sarung dan kopiahnya. Dia menyalakan sebatang rokok. Menghisap asapnya pelan-pelan, lalu mengembuskan asap putih dari sela hidung dan mulut. 

Mata lelaki paruh bayar itu dengan serius menatap layar televisi, mendengarkan dengan seksama berita yang sedang disiarkan.

"Bapak, kok, belum berangkat ke rumah Mbok Sri, tahlilan?" tegur Mak Darmani. 

"Deket, Mak, berangkat agak telat aja!" sahut Pak Kuswan yang masih menatap layar kaca.

"Cepet berangkat sana, Pak! Enggak enak masa tetangga deket, datengnya telat," ucap Mak DarmaniLagi.

Tanpa menjawab ucapan istrinya, Pak Kuswan berdiri dari duduknya. Berjalan menuju pintu di samping rumah sambil terus menghisap rokoknya.

Ratih sedang belajar di depan televisi, sedang Surya asyik meminjam dan mencoba perlengkapan tulisnya. Ia mengambil pulpen dan mencoret-coret tembok.

"Surya, jangan!" perintah Najwa padanya. 

"Surya juga belajar, Mbak!" jawabnya tanpa memandang wajah Najwa. Kembali asyik mencoret dinding dan Najwa hanya menggelengkan kepala.

Dibiarkan Surya yang sedang asyik membuat garis tidak beraturan. Najwa memasukkan buku pelajaran satu persatu untuk besok. Tubuhnya sudah benar-benar sehat, besok dia berencana pergi ke sekolah. Tidak ingin banyak tertinggal pelajaran lagi.

Tidak berapa lama, terdengar suara gaduh dari arah rumah Mbok sri. "Mak, suara apa itu rame-rame?" tanya Najwa. 

"Suara apa, Najwa?" sahut Mak Darmani yang sedang membereskan kamar.

Mak Darmani berjalan keluar dari kamar menuju arah pintu samping. Ia menoleh ke kiri dan kanan beberapa kali. "Iya, dari dalam rumah Mbok Sri kayaknya!" ujarnya lagi.

Najwa menutup buku, ikut berdiri di samping Emak. Mendengarkan dengan seksama suara-suara yang terbawa angin. Tidak terdengar bunyi orang membaca kalimat tahlil, atau meng-aminkan doa seperti sebelumnya. 

Rasa penasaran membuat Mak Darmani akan melangkah keluar, "jangan ke sana, Mak. Di sini aja temenin, Najwa!" 

Najwa menarik Emaknya masuk ke dalam rumah lagi. Dengan beralasan dia masih sakit dan Mak Darmani tidak datang bantu-bantu di rumah Mbok Sri hari ini. Sebenarnya Najwa yang melarang emaknya pergi. Jika emak ikut membantu acara tahlil dan Bapaknya menghadiri undangan. Najwa berpikir dia hanya sendiri bersama Ratih, dan Surya di rumah. Dia masih merasa takut dan trauma.

"Ya sudah! Ayo, masuk, Najwa," Mak Darmani seakan-akan mengerti wajah ketakutan dan nada cemas dalam suara anaknya. Mereka melangkah masuk ke dalam rumah lagi, dan Mak Darmani menutup pintu.

Tidak berapa lama terdengar suara langkah kaki mendekat, suara Pak Kuswan mengucap salam lalu membuka pintu. Najwa, Ratih dan Mak Darmani menatap wajah kepala keluarga mereka. 

"Ada apa to Pak? kok, ada suara gaduh dari rumah Mbok Sri?" Mak Darmani langsung bertanya saat suaminya telah duduk di kursi.

Pak Kuswan melepas kopiahnya, mengibaskan ke kiri dan ke kanan beberapa kali. Keringat terlihat menetes di wajahnya. Padahal cuaca tak seberapa gerah malam ini.

"Celaka Mak, tadi ada yang kesurupan!"

Bab terkait

  • Kematian Wulandari   Ardi

    "Kesurupan, Pak?" tanya Mak Darmani. Najwa dan Emaknya memperhatikan wajah Pak Kuswan dengan seksama menunggunya melanjutkan cerita."Iya, tadi setelah Pak Haji Ramli membuka acara tahlil. Baru beberapa ayat yasin dilantunkan, si Ardi kerasukan." Pak Kuswan duduk di kursi, memulai cerita."Ardi, yang anaknya Pak Munir itu, Pak?" sela Mak Darmani memotong perkataan suaminya, yang ditanya mengangguk membenarkan kata-kata istrinya."Najwa sering melihat Mas Ardi membonceng Mbak Wulandari, kalo mau berangkat sekolah," lontar Najwa. Semua tahu selain tetangga dekat, Wulandari dan Ardy juga teman sepermainan. Mungkin Karena sekolah mereka sama-sama di kota jadi Ardi mengantarkannya sekalian."Jangan-jangan Pak, ada sesuatu di antara mereka?" terka Mak Darmani."Mungkin aja arwah Wulandari memang sengaja memilih Ardi untuk dimasukinya, untuk menunjukkan sesuatu?" duga Mak Darmani lagi.Najwa mendengarkan percakapan mereka dengan seksama, mencoba berkonsent

  • Kematian Wulandari   Jejak aneh

    Seketika tubuh Najwa menegang, matanya membulat, dahinya berkeringat, dan suaranya tercekat.Arwah Wulandari menatap tajam ke arah Najwa dengan seringainya yang membuat hati gadis itu bergetar hebat. Kedua arwah itu mendekat ke Najwa dan melewatinya begitu saja. Namun, lirikan Wulandari mampu membuat lutut Najwa lemas tidak bertenaga dan tubuhnya luruh ke lantai."Maaak!" teriak Najwa ketika suasana kembali ke semula.Mak Darmani datang dengan tergopoh-gopoh, lalu mendekati Najwa yang diam kaku di lantai. Disentuhnya dahi anak sulungnya, dan beralih ke kaki Najwa yang sangat dingin. Mak Darmani memanggil suaminya, untuk mengangkat tubuh anaknya ke dipan. Dipandangi wajah pucat pasi Najwa, lalu Mak Darmani memegang kaki anaknya."Pak, Najwa kenapa lagi, yo?" tanyanya sembari memijat kaki Najwa, berharap remaja itu segera tersadar."Iki (ini) malam Jumat, apa Wulandari nongol lagi, yo Mak?" Pak Kuswan malah balik bertany

  • Kematian Wulandari   Part 7

    Pak Kuswan mencoba menghapus jejak itu, bukannya hilang jejak itu malah makin banyak bertebaran di dinding.Suasana semakin mencekam, terdengar suara rintihan dari kamar Najwa. Membuat Pak Kuswan dan Mbok Darmani bergegas ke kamar anak sulungnya, Ratih pun mengikuti langkah kedua orang tuanya."Kami tidak mengganggu kalian, jangan ganggu kami!" ujar Pak Kuswan.Semua menatap ke arah Najwa yang berbaring namun, wajahnya berubah sangar dan menakutkan."Wulan?" tanya Mbok Darmani lirih.Kepala Najwa melihat ke arah orang-orang yang baru saja masuk ke dalam kamar. Terlihat rona kebencian di matanya, seakan-akan itu bukanlah Najwa."Wu--wulan?" Suara Pak Kuswan bergetar.Mata Najwa melotot sempurna, menandakan amarah yang siap meledak. Tubuh Najwa yang tadinya berbaring, kini sudah duduk kaku di tepi ranjang dengan tatapan nyalang.Mbok Darmani mencoba mendekati anaknya itu namun, Najw

  • Kematian Wulandari   Part 8

    Setelah berbicara, tubuh Najwa lunglai tidak berdaya. Lalu, tawa histeris terdengar dari bibirnya. Beberapa tetangga mulai bermunculan, karena mendengar suara gaduh di rumah Mak Darmani. Pak Kuswan hanya bisa menatap anaknya miris tanpa bisa berbuat banyak. Seorang tetangga menepuk pundaknya, "Kita ruqyah saja," saran sang tetangga. Entah mengapa di situasi seperti ini, Pak Kuswan tidak berpikir jernih. Dia seakan-akan lupa, ilmu agama yang dia punya. Suara orang mengaji semakin banyak dan rumah pun terlihat adem. Namun, tidak dengan Najwa. Dia meronta-ronta. Bahkan ingin mencekik orang yang ada disekitarnya. "Nduk, eling... Eling!" Mak Darmani mengguncang tubuh anaknya. "Iya, pak. Sampai lupa!" ucapnya. Pak Kuswan langsung berlalu, mengambil air wudhu dan kembali lagi ke kamar Najwa. Mengambil kitab Alquran dan membaca pelan, penuh penghayatan. "Ayo, kita juga," sahut yang lain

  • Kematian Wulandari   Part 9

    Rasa ngeri mulai terasa, akibat suara-suara dari alam ghoib dan juga bau anyir serta bau busuk bercampur menjadi satu.Setiap mata saling memandang tanpa berani berkomentar, lalu pandangan mereka menyapu sekitar. Mencari asal muasal suara-suara yang menggema. Hingga,"I--itu!" tunjuk salah satu tetangga Mak Darmani, yang melihat bayangan kecil berkelebat tidak tentu arah.Membuat Wanita renta yang ingin membantu, sedikit gentar. Namun, dia cekatan mengelilingi Najwa dengan garam yang diambilkan oleh Mak Darmani."Kalian teruskan membaca ayat-ayat suci Al-Quran, agar bisa mengusir setan-setan yang menyerupai almarhumah." Suara teriakan terpaksa di gemakan oleh wanita renta yang biasa mereka panggil Mak Yus.Namun, pandangan mereka kini kembali

  • Kematian Wulandari   Part 10

    Semua mata menuju ke asal suara, dan nampak seorang lelaki gagah dan tampan masuk ke dalam bersama beberapa ajudannya. Usianya sudah tidak lagi muda dan . Dia adalah kades di desa itu, sudah lama menjabat dan belum tergantikan atau tidak bisa digantikan. Begitulah kata para penduduk di sana."Ma-maaf, Pak Kades." Salah satu orang yang ada di sana menjawab.Rasa ngeri mulai terasa, akibat suara-suara dari alam ghoib dan juga bau anyir serta bau busuk bercampur menjadi satu.Setiap mata saling memandang tanpa berani berkomentar, lalu pandangan mereka menyapu sekitar. Mencari asal muasal suara-suara yang menggema. Hingga,"I--itu!" tunjuk salah satu tetangga Mak Darmani, yang melihat bayangan kecil berkelebat tidak tentu arah.Membuat Wanita rent

  • Kematian Wulandari   Part 11

    Pak Irwanto menatap Ardi, dia sedikit memundurkan tubuhnya. Dia ingat siapa lelaki ini, dan juga mulai mengingat siapa Wulandari. Namun, Pak Irwanto bersikap senetral mungkin agar tidak terlihat gugup."Kamu habis mandi?" tanya Pak Irwanto."Ma--maaf, Pak Kades. Saya tadi sedang berjalan di dekat blumbang (kolam ikan), untuk memberi pakan. Tiba-tiba, suara air ber gemericik di sudut blumbang sebelah timur. Saat saya lihat ada wanita yang sedang main air, dan ternyata ...." Ardi diam untuk mengatur napasnya.Tiba-tiba, suara orang jatuh atau benda berukuran besar sangat kentara, di telinga semua orang yang ada di depan rumah Najwa."Apa itu!" tunjuk salah satu tetangga.Cahaya putih berkelebatan, dari belakang pohon yang berukuran besar dan rindang. Lalu, sinar terang berada di atas mobil Pak Irwanto yang sedang melaju ke rumah Bu Bidan.Semua mata hanya menatap, tanpa bisa berbuat apa-apa

  • Kematian Wulandari   Part 12

    Rombongan terhenti, ketika mendengar suara Pak Irwanto yang sangat kuat. Mereka diam dan memandang orang nomor satu di desa itu."Sepertinya, saya harus pulang. Kalian jaga anak itu!" tunjuk Pak Irwanto pada mobil yang melaju pelan di depan sana.Semua mengangguk, ketika mendengar perintah Pak Kades. Tapi, ada perasaan campur aduk di hati para warga yang ikut gabung dalam rombongan. Ketika, melihat cahaya di atas mobil tidak juga pergi, seolah-olah mengawal mobil itu atau memang ada yang diincar."Tenang saja, cahaya itu tidak akan melukai siapapun!" ujarku Pak Irwanto, yang sepertinya mengerti kegelisahan warganya, "kamu temani meraka, dan kamu ikut saya!" imbuh Pak Irwanto pada ajudannya.Pak Irwanto segera berlalu, tanpa menunggu kata, atau pun sergahan dari para warga yang tetap khawatir."Pak, gimana ini?" tanya tetangga Pak Kuswan."Kalau bapak ingin pulang, pulang

Bab terbaru

  • Kematian Wulandari   Part 42

    Malam cukup panjang untuk dilewati begitu saja, Pak Kuswan dan Mak Darmani hanya bisa berpasrah diri. Tidak henti-hentinya berdoa dan berzikir agar terlindung dari kejahatan manusia juga makhluk tuhan yang lainnya.***Pagi sudah menyapa dan keluarga Pak Kuswan memulai aktivitas seperti biasanya. Hanya saja, ada kelhawatiran yang tidak bisa mereka ungkapkan satu dengan lainnya."Pak, kapan mau jemput anakmu? Enggak enak lama-lama di rumah orang meskipun saudara sendiri! Sejak Najwa sakit, loh," Mak Darmani mengingatkan.Pak Kuswan paham maksud istrinya, dan dia mulai mencari cara agar orang tahunya dia menjemput anak bungsunya, bukan melihat Najwa. Maka dia mendatangi tetangganya yang biasa dia mintai tolong untuk menjaga sawahnya dan dia menceritakan akan menjemput anaknya bungsunya, takut merepotkan adiknya. Tidak butuh waktu seharian, berita pun tersebar dengan cepat.Mak Darmani mempersiapkan bekal selama perjalanan, agar tidak jajan sembaranga

  • Kematian Wulandari   Part 41

    Pak Kuswan mendekati Ardi dan mempertajam pendengarannya. Suara Ardi terdengar lirih, sehingga Pak Kuswan tidak terlalu mendengar."Apa, Di?" tanya Pak Kuswan."Wu-Wulandari mati karena," Tiba-tiba napas Ardi tersengal-sengal, menahan rasa sakit di dadanya."Lebih baik kamu saya antar pulang, Di! Jika tidak, akan membahayakan semua," Keputusan Pak Kuswan sudah bulat.Pak Kuswan merasa, Ardi dan Najwa adalah saksi kunci dari kematian Wulandari dan anaknya. Tapi, dia pun tidak bisa merawat Ardi seperti ini, karena akan menimbulkan fitnah.Mak Darmani menyetujui perkataan suaminya, takut jika ada sesuatu yang terjadi. Maka, Mak Darmani memberikan obat balur untuk luka yang sedang di derita oleh Ardi, seelum diantar pulang.Langkah Ardi terseok-seok, ketika dipapah oleh Pak Kuswan menuju rumahnya. Pak Kuswan meminta Ardi duduk sejenak, ketika sampai di depan rumahnya untuk mengetuk pintu dan memanggil Mak Rominah. Cukup lama menunggu, Mak Romina

  • Kematian Wulandari   Part 40

    Mak Darmani diam dan ikut melantunkan doa, dia tahu, jika itu bukan ular biasa. Ada mahkota kecil dikepalanya jika memperhatikan dengan seksama. Pak Kuswan saja tidak melihatnya, karena terlalu sibuk memikirkan ada apa dengan semua yang terjadi dan apa hubungannya dengan keluarganya. Dia tidak tahu, saat ini sedang dilindungi oleh ular jelmaan yang pernah ditolong oleh Mak Darmani di masa lalu. Suara kikikan bercampur ratapan terdengar menyayat hati, Pak Kuswan dan Mak darmani saling memandang tau suara apa itu. Ular yang tadinya melata mendekat, kemudian membuka mulutnya lear-lebar dan terlihat sesuatu yang aneh. "Ardi!" pekik Mak Darmani. Perlahan, tubuh Ardi keluar dari mulut ular itu. Tidak ada gerakan, seperti mayat. Mak Darmani tidak berani mendekat, dia diam pada posisinya. begitupula Pak Kuswan. Mereka tidak menyangka, jika ular itu akan memuntahkan tubuh Ardi yang telah dilahapnya beberapa jam tadi. "Wulan," suara lirih terdengar dari

  • Kematian Wulandari   part 39

    Mak Darmani tidak kunjung datan, meskipun Pak Kuswan sudah selesai berzikir. Pak Kuswan memanggil istrinya untuk kedua kalinya, tapi tidak ada sahutan dari luar kamar. Tidak lama, Al-quran disodorkan pada Pak Kuswan oleh Mak Darmani yang tidak mengucapkan satu patah kata pun yang terlontar. Pak Kuswan dengan khusyuk membaca kitabullah, perlahan hingga larut malam. Bulu kuduknya terus meremang dan makin membuatnya tidak nyaman. Setelah menyelesaikan dua surah, Pak Kuswan menutup Al-quran dan membereskan tempatnya salat. 'Wes turu, to!' gumam Pak Kuswan ketika melihat anak dan istrinya terlelap. Namun, hal itu malah membuat Pak Kuswan curiga, kemudian dia melihat ular yang ada di kamar Najwa. Takut jika menghilang dan mengganggu orang lain, bahkan memakannya seperti yang dilakukan terhadap Ardi. 'Opo sing mesti tak lakuke sakiki! Soyo sui, soyo merajalela!' gumam Pak Kuswan. 'Apa yang harus dilakukan sekarang! Semakin lama, semakin merajalela!'

  • Kematian Wulandari   Part 38

    Pak Kuswan bergegas masuk ke dalam rumah dan melihat apa yan terjadi. Belum hilang rasa keterkejutannya melihat Ardi dilahap oleh ular, kini dia melihat ular itu melingkar di atas tempat tidur anaknya."Kapan ulone nang kono!" tanya Pak Kuswan."Kapan ularnya ada di sana?""Bapak mekik nyeluk Ardi, aku arep metu ndelok. Negelewati kamar Najwa lah kok ono ulo sak gede ngono!" tutur Mak Darmani."Bapak teriak manggil ardi, aku mau keluar untuk melihat. Melewati kamar Najwa, lah kok ada ular sebesar itu!"Pak Kuswan mengambil aram dan segelas air, lalu dibacakan surah-surah al-quran. Kemudian di siramkan ke tubuh ular namun, binatang melata itu hanya mengeliat kemudia melingkarkan tuuhnya lagi."Ulo kui, bar mangan Ardi. Dadi de

  • Kematian Wulandari   Part 37

    Pak Kuswan seprtinya ketakutan, apalagi baru saja Pak Irwanto mengancamnya dengan halus. Ardi memperhatikan gelagat aneh itu dan dia hanya mengatakan jika dirinya sering mendapatkan ancaman dari orang yang tidak diketahui, untuk menutup mulutnya. ardi sempat ingin mencari tahu kenapa Wulandari memutuskan untuk bunuh diri.Suara tawa dan tangisan menyatu, membuat orang yang mendengarnya bergidik. Ditambah dengan hawa dingin yang menusuk dan suasana yang terasa mencekam."Sebaiknya, kamu simpan pemikiranmu untuk saat ini! Karena tidak akan berbuah baik untukmu dan keluargamu!" pesan Pak Kuswan.Ardi tahu, jika Pak Kuswan sedang menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi, dia tidak berani bertanya. Ardi berpikiran jika Pak Kuswan sedang merasa terancam seperti dirinya kemarin, terlebih Ardi menyadari jika Najwa tidak ada di klinik. Dia menyambangi klinik setelah kejadian yang dilakukan oleh Pak Kuswan, dan benar saja perkiraan ardi. Najwa tidak ada di klinik itu dan suasa

  • Kematian Wulandari   Part 36

    Semua makin menjauhi Pak Tris yang sedang merasakan sakit luar biasa, jika tidak pernah mengalami kejadian aneh maka hal ini kejadian yang mustahil."Ada apa ini?" tanya Pak Irwanto dari mobilnya, tidak ada yang menyadari kedatangan orang nomor satu di desa itu.Satu persatu mereka menceritakan awal mula kejadian yang dialami oleh Pak Tris. Sebagian ada yang merinding, dan sebagian berbisik. Warga makin banyak yang datang karena suara Pak Tris yang mengundang rasa penasaran. Sedangkan Pak Kuswan hanya mendengarkan secara seksama."Ini karena kematian Wulandari, desa ini jadi tidak tenang! Dia yang berbuat dosa, kita semua yang merasakan akibatnya!" seorang warga mengamuk tiba-tiba."Iya betul, dia yang zina kita yang kebagian dosanya. Setelah mati, kita pula yang diterornya!" sahut yang lainnya."Keluarga Mbok Sri yang harusnya bertanggung jawab!" tambah yang lainnya.Suara sumbang makin jelas terdengar, Pak Irwanto bak pahlawan kesiangan. D

  • Kematian Wulandari   Part 35

    "Tapi, Pak. kok, seram suara teriakannya!" ujar Mak Darmani, "Itu suara laki-laki loh, Pak!" Mak Darmani mengingatkan. "Kalau ada apa-apa dengan bapak, kalian pergi dari desa ii dan gunakan uang yang ada untuk berusaha!" pesan Pak Kuswan. Ratih langsung menangis, dia merasa takut kehilangan lagi. Adiknya ikut pamannya, ketika mereka sibuk mengurus Najwa, lalu Najwa ikut menghilang, ditambah bapaknya berkata seperti itu. "Ora bakalan enek opo-opo! Ojo mikirin sing aneh-aneh!" ujar Pak Kuswan, mencoba menenangkan anak dan istrinya. "Enggak bakalan ada apa-apa! Jangan mikir yang aneh-aneh!" Mak Darmani mengelus punggung anaknya, dia pun tidak menyangka jika akan ada kejadian seperti ini. Mencoba berbaik sangka, akan tetapi tetap saja tidak bisa. Kini, banyak orang yang mereka curigai sebagai penyebab kematian Wulandari, dan berharap menemukan penyebabnya dengan cepat. Ingin kembali hidup normal seperti biasanya. "Weslah, Mak, Tih. Bapak l

  • Kematian Wulandari   Part 34

    Pak Kuswan dan istrinya paham sekarang, apa yang diinginkan Pak Irwanto. Sebenarnya mereka pun sudah menutup mulut mereka sejak keluar dari rumah itu. Enggan ikut campur urusan orang lain. Dengan cepat, Pak Kuswan menolak pemberian dri Pak Irwanto yang setengah memaksanya, Pak Kuswan beralasan, memang tidak mau ikut arisan karena jauh dan harus mengeluarkan uang lebih jika mereka menjadi tuan rumah. Pak uswan berjanji, tidak akan memberitahu siapapun tentang kejadian di rumahnya. Namun, Pak Irwanto tetap memberikan amplop itu untuk Pak Kuswan, kali ini alasannya untuk Najwa berobat. Akhirnya, Pak Kuswan mau menerima uang itu, tanpa memberitahu bahwa Najwa diculik dan telah selamat. Pak Irwanto langsung pergi ketika sudah yakin, jika sepasang suami istri itu akan bungkam. "Bapak kenapa enggak minta bantuan Pak Kades?" tanya Mak Darmani dan diamini oleh Ratih yang sejak tadi hanya diam saja. "Hal seperti ini tidak bisa dibicarakan pada sembarang orang!" tegas P

DMCA.com Protection Status