Pak Irwanto menatap Ardi, dia sedikit memundurkan tubuhnya. Dia ingat siapa lelaki ini, dan juga mulai mengingat siapa Wulandari. Namun, Pak Irwanto bersikap senetral mungkin agar tidak terlihat gugup.
"Kamu habis mandi?" tanya Pak Irwanto. "Ma--maaf, Pak Kades. Saya tadi sedang berjalan di dekat blumbang (kolam ikan), untuk memberi pakan. Tiba-tiba, suara air ber gemericik di sudut blumbang sebelah timur. Saat saya lihat ada wanita yang sedang main air, dan ternyata ...." Ardi diam untuk mengatur napasnya. Tiba-tiba, suara orang jatuh atau benda berukuran besar sangat kentara, di telinga semua orang yang ada di depan rumah Najwa. "Apa itu!" tunjuk salah satu tetangga. Cahaya putih berkelebatan, dari belakang pohon yang berukuran besar dan rindang. Lalu, sinar terang berada di atas mobil Pak Irwanto yang sedang melaju ke rumah Bu Bidan.Semua mata hanya menatap, tanpa bisa berbuat apa-apaRombongan terhenti, ketika mendengar suara Pak Irwanto yang sangat kuat. Mereka diam dan memandang orang nomor satu di desa itu."Sepertinya, saya harus pulang. Kalian jaga anak itu!" tunjuk Pak Irwanto pada mobil yang melaju pelan di depan sana.Semua mengangguk, ketika mendengar perintah Pak Kades. Tapi, ada perasaan campur aduk di hati para warga yang ikut gabung dalam rombongan. Ketika, melihat cahaya di atas mobil tidak juga pergi, seolah-olah mengawal mobil itu atau memang ada yang diincar."Tenang saja, cahaya itu tidak akan melukai siapapun!" ujarku Pak Irwanto, yang sepertinya mengerti kegelisahan warganya, "kamu temani meraka, dan kamu ikut saya!" imbuh Pak Irwanto pada ajudannya.Pak Irwanto segera berlalu, tanpa menunggu kata, atau pun sergahan dari para warga yang tetap khawatir."Pak, gimana ini?" tanya tetangga Pak Kuswan."Kalau bapak ingin pulang, pulang
Suasana hati Pak Kuswan mendadak pilu, dia mengingat kata-kata Pak Bejo. Haruskah dia membawa anaknya pergi, tapi ke mana.Pak Kuswan keluar dari ruang periksa, dan meminta semua orang untuk bubar. Najwa akan menginap untuk diperiksa lebih lanjut. Begitulah yang dia sampaikan."Kami tunggu di sini, Pak!" ujarku para ajudan Pak Irwanto.Pak Kuswan hanya bisa mengatakan terima kasih berkali-kali, pada para warga dan ajudan yang menunggunya dan kembali ke dalam ruangan."Saya mau menghubungi Pak Irwanto, dulu. Untuk memberitahu, keadaan di sini!" ujarku Rudi."Jangan! Bu Kades sedang sakit dan lagi kambuh!" sela Kirman, salah satu ajudan."Semenjak gadis itu mati! Bu Kades jadi aneh!" ketus Rudi.Mereka tidak tahu, jika pembicaraan mereka terdengar oleh Pak Kuswan. Pak Kuswan hanya bisa diam dan tertunduk, ingin bertanya tapi sudah takut duluan."Maaf
Kali ini, Rudi yang menjauhkan ponsel milik temannya. Telinganya langsung berdenging, bahkan suara orang yang bertanya padanya tidak terdengar.Bu Esti menarik, Rudi dan menepuk pundaknya berkali-kali."Masuk ke dalam!" perintah Bu Esti.Wanita yang tidak lagi muda namun, belum berusia senja itu seakan-akan tahu ada sesuatu yang membahayakan."Pak Kuswan, mari kita berlindung pada Allah, agar malam ini terlewati. Sepertinya, ada yang menginginkan anak bapak mati!" ujar Bu Esti, membuat Pak Kuswan lemas."Bagaimana warga yang ada di jalan tadi?" tanya Pak Kuswan lirih.'Hmmm, ini akan sulit di hindari!' guman Bu Esti."Siapa yang berani keluar dan membunyikan ketungan, agar semua warga masuk ke dalam rumahnya?" tanya Bu Esti pada para lelaki parah baya di depannya.Mereka saling pandang, bingung jika harus memilih. Nyawa diri sendiri atau nyawa banya
"Hust! Jangan ngomong sembarangan, ah!" bantah Mak Darmani.Mak Darmani hanya ingin menenangkan anaknya, yang sejak tadi ketakutan melihat Najwa sakit. Terlebih kejadian beruntun setelahnya. Dalam hatinya dia sangat khawatir akan anak dan suaminya.Dug! Dug! Dug!Ketukan di pintu yang sangat keras, membuat Mak Darmani dan Ratih terkejut. Suara itu makin lama makin sering, tentu saja membuat mereka ketakutan."Mak!" bisik Ratih.Tubuh gadis mungil itu sudah gemetaran, rasanya ingin sekali hari berganti menjadi siang."Lafalkan terus Ayat kursi, kita hanya bisa memohon perlindungan dari Allah, Nduk." Mak Darmani berusaha kuat agar Ratih tidak terlalu ketakutan."Najwaaa!" Suara seorang wanita memanggil, dengan suara mendesah.Tidak menyahuti, mereka berdua terus membaca ayat-ayat suci Al-Quran yang mereka bisa dan mereka ingat di situasi seperti
Mak Darmani menatap Pak Irwanto, ketika mendengar suara teriakan dari dalam kamar yang ada dihadapan mereka. Pak Irwanto diam dan menunduk, tidak berani melihat tatapan Mak Darmani yang penuh selidik."Siapa saja yang ada di dalam?" tanya Mak Darmani."Hanya istri saya, Mak!" balas Pak Irwanto dengan menghela napas panjang.Mak Darmani meminta Ratih untuk menunggu di kursi ruang tamu saja, begitu pula Pak Irwanto. Meskipun ada rasa takut namun, Mak Darmani mencoba meyakinkan diri jika, semua baik-baik saja.Perlahan Mak Darmani membuka pintu kamar, dan masuk secara perlahan. Lalu, menutup pintu. Hampir saja Mak Darmani memuntahkan isi di dalam perutnya, di karenakan bau busuk yang menyengat."Bu Kades!" panggil Mak Darmani."Jangan masuk! Pergi!" teriak Bu Kades--Kinasih.Mak Darmani mendekat, dan bau busuk itu makin mengocok perutnya. Benar-benar membuat Mak Darman
Mak Darmani tidak bisa tidur dengan tenang, dia masih kepikiran dengan apa yang dilihat dan di dengarnya. Rasanya dia tidak percaya dengan mata dan telinganya, tapi itu yang terjadi.'Apa semua ini ada hubungannya dengan kematian Wulandari, ya! Tapi, bukannya mereka tidak pernah bertemu. Wulandari selalu bersama Ardi, pasti anak itu yang menyebabkan pukulan berat bagi Wulandari hingga memilih mengakhiri hidupnya!' gumam Mak Darmani.Dia pun tidak tahu akan kebenaran dari kematian Wulandari, bahkan Najwa sering ditanya apakah dia tahu sesuatu atau tidak. Jawabannya selalu tidak tahu apa-apa."Mak," panggil Ratih lirih.Mak Darmani mengubah posisi tidurnya, kini mereka saling berhadapan. Mak Darmani melihat rasa lelah dan tidak berdaya dari anaknya, itu pun yang dia rasakan saat ini."Tidur, Nduk!" perintah Mak Darmani."Ratih takut," ujar Ratih.Mak Darmani memeluk Ratih, dan memintanya untuk t
"Mak, Ratih ke rumah Ririn dulu, ya. Takut ada PR," ujar Ratih lirih dan suaranya bergetar.Mak Darmani merasakan sesuatu yang tidak baik, dia langsung mengambil garam krosok dan membaluri baju Ratih, serta menyisipkan di kantong-kantong baju baju Ratih."Terserah kamu saja! Tapi, jangan lupa Baca bismillah. Allah sebaik-baiknya pelindung untuk kita di muka bumi ini!" ujar Mak Darmani, tangannya tetap membaluri tubuh anaknya.Ratih melangkah dengan cepat tanpa melirik ke arah makhluk itu, dia mencoba mengabaikannya. Seperti yang di bisikan Mak Darmani ketika tengkuknya di galeri oleh garam.Mak Darmani kembali sibuk dengan kegiatannya meracik jamu untuk istri Pak Irwanto. Dengan gesit dia meramu bahan-bahannya hingga menjadi jamu yang lumayan banyak."Ada apa, to, Mak?" tanya Pak Kuswan kepo."Ra ngerti, Pak! Pokoke muambu banget!" jawab Mak Darmani."Enggak tau, Pak! Pokoknya bau sekali!"
Rumah Pak Irwanto cukup jauh jaraknya, anehnya kenapa tidak pakai mobilnya untuk menjemput Mak Darmani. Kedua pasang suami istri itu cukup heran di buat oleh lelaki yang paling dihormati di desanya. Jarak lima meter, rumah Pak Irwanto sudah kelihatan. Begitu juga bau busuk, sudah mulai tercium. Berbeda dengan semalam, yang hanya berbau disekitar kamarnya saja.Pak Irwanto langsung memakai masker dan memberikan masker lainnya untuk Pak Kuswan dan Mak Darmani. Mereka sampai di rumah, dan betapa anehnya. Bau itu tidak tercium, sehingga mereka melepaskan masker yang dikenakan."Mak, langsung buatkan jamu untuk istri saya, ya!" pintar bernada perintah.Mak Darmani menuju ke dapur, dan mengambil dua buah gelas."Bu, permisi. Saya bawakan jamu, agar ibu bisa rileks dan tubuhnya segar bugar!" ujar Mak Darmani ketika masuk ke dalam kamar.Wanita bertubuh kurus itu menatap Mak Darmani dengan sinis, matanya berkilat seperti ada c
Malam cukup panjang untuk dilewati begitu saja, Pak Kuswan dan Mak Darmani hanya bisa berpasrah diri. Tidak henti-hentinya berdoa dan berzikir agar terlindung dari kejahatan manusia juga makhluk tuhan yang lainnya.***Pagi sudah menyapa dan keluarga Pak Kuswan memulai aktivitas seperti biasanya. Hanya saja, ada kelhawatiran yang tidak bisa mereka ungkapkan satu dengan lainnya."Pak, kapan mau jemput anakmu? Enggak enak lama-lama di rumah orang meskipun saudara sendiri! Sejak Najwa sakit, loh," Mak Darmani mengingatkan.Pak Kuswan paham maksud istrinya, dan dia mulai mencari cara agar orang tahunya dia menjemput anak bungsunya, bukan melihat Najwa. Maka dia mendatangi tetangganya yang biasa dia mintai tolong untuk menjaga sawahnya dan dia menceritakan akan menjemput anaknya bungsunya, takut merepotkan adiknya. Tidak butuh waktu seharian, berita pun tersebar dengan cepat.Mak Darmani mempersiapkan bekal selama perjalanan, agar tidak jajan sembaranga
Pak Kuswan mendekati Ardi dan mempertajam pendengarannya. Suara Ardi terdengar lirih, sehingga Pak Kuswan tidak terlalu mendengar."Apa, Di?" tanya Pak Kuswan."Wu-Wulandari mati karena," Tiba-tiba napas Ardi tersengal-sengal, menahan rasa sakit di dadanya."Lebih baik kamu saya antar pulang, Di! Jika tidak, akan membahayakan semua," Keputusan Pak Kuswan sudah bulat.Pak Kuswan merasa, Ardi dan Najwa adalah saksi kunci dari kematian Wulandari dan anaknya. Tapi, dia pun tidak bisa merawat Ardi seperti ini, karena akan menimbulkan fitnah.Mak Darmani menyetujui perkataan suaminya, takut jika ada sesuatu yang terjadi. Maka, Mak Darmani memberikan obat balur untuk luka yang sedang di derita oleh Ardi, seelum diantar pulang.Langkah Ardi terseok-seok, ketika dipapah oleh Pak Kuswan menuju rumahnya. Pak Kuswan meminta Ardi duduk sejenak, ketika sampai di depan rumahnya untuk mengetuk pintu dan memanggil Mak Rominah. Cukup lama menunggu, Mak Romina
Mak Darmani diam dan ikut melantunkan doa, dia tahu, jika itu bukan ular biasa. Ada mahkota kecil dikepalanya jika memperhatikan dengan seksama. Pak Kuswan saja tidak melihatnya, karena terlalu sibuk memikirkan ada apa dengan semua yang terjadi dan apa hubungannya dengan keluarganya. Dia tidak tahu, saat ini sedang dilindungi oleh ular jelmaan yang pernah ditolong oleh Mak Darmani di masa lalu. Suara kikikan bercampur ratapan terdengar menyayat hati, Pak Kuswan dan Mak darmani saling memandang tau suara apa itu. Ular yang tadinya melata mendekat, kemudian membuka mulutnya lear-lebar dan terlihat sesuatu yang aneh. "Ardi!" pekik Mak Darmani. Perlahan, tubuh Ardi keluar dari mulut ular itu. Tidak ada gerakan, seperti mayat. Mak Darmani tidak berani mendekat, dia diam pada posisinya. begitupula Pak Kuswan. Mereka tidak menyangka, jika ular itu akan memuntahkan tubuh Ardi yang telah dilahapnya beberapa jam tadi. "Wulan," suara lirih terdengar dari
Mak Darmani tidak kunjung datan, meskipun Pak Kuswan sudah selesai berzikir. Pak Kuswan memanggil istrinya untuk kedua kalinya, tapi tidak ada sahutan dari luar kamar. Tidak lama, Al-quran disodorkan pada Pak Kuswan oleh Mak Darmani yang tidak mengucapkan satu patah kata pun yang terlontar. Pak Kuswan dengan khusyuk membaca kitabullah, perlahan hingga larut malam. Bulu kuduknya terus meremang dan makin membuatnya tidak nyaman. Setelah menyelesaikan dua surah, Pak Kuswan menutup Al-quran dan membereskan tempatnya salat. 'Wes turu, to!' gumam Pak Kuswan ketika melihat anak dan istrinya terlelap. Namun, hal itu malah membuat Pak Kuswan curiga, kemudian dia melihat ular yang ada di kamar Najwa. Takut jika menghilang dan mengganggu orang lain, bahkan memakannya seperti yang dilakukan terhadap Ardi. 'Opo sing mesti tak lakuke sakiki! Soyo sui, soyo merajalela!' gumam Pak Kuswan. 'Apa yang harus dilakukan sekarang! Semakin lama, semakin merajalela!'
Pak Kuswan bergegas masuk ke dalam rumah dan melihat apa yan terjadi. Belum hilang rasa keterkejutannya melihat Ardi dilahap oleh ular, kini dia melihat ular itu melingkar di atas tempat tidur anaknya."Kapan ulone nang kono!" tanya Pak Kuswan."Kapan ularnya ada di sana?""Bapak mekik nyeluk Ardi, aku arep metu ndelok. Negelewati kamar Najwa lah kok ono ulo sak gede ngono!" tutur Mak Darmani."Bapak teriak manggil ardi, aku mau keluar untuk melihat. Melewati kamar Najwa, lah kok ada ular sebesar itu!"Pak Kuswan mengambil aram dan segelas air, lalu dibacakan surah-surah al-quran. Kemudian di siramkan ke tubuh ular namun, binatang melata itu hanya mengeliat kemudia melingkarkan tuuhnya lagi."Ulo kui, bar mangan Ardi. Dadi de
Pak Kuswan seprtinya ketakutan, apalagi baru saja Pak Irwanto mengancamnya dengan halus. Ardi memperhatikan gelagat aneh itu dan dia hanya mengatakan jika dirinya sering mendapatkan ancaman dari orang yang tidak diketahui, untuk menutup mulutnya. ardi sempat ingin mencari tahu kenapa Wulandari memutuskan untuk bunuh diri.Suara tawa dan tangisan menyatu, membuat orang yang mendengarnya bergidik. Ditambah dengan hawa dingin yang menusuk dan suasana yang terasa mencekam."Sebaiknya, kamu simpan pemikiranmu untuk saat ini! Karena tidak akan berbuah baik untukmu dan keluargamu!" pesan Pak Kuswan.Ardi tahu, jika Pak Kuswan sedang menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi, dia tidak berani bertanya. Ardi berpikiran jika Pak Kuswan sedang merasa terancam seperti dirinya kemarin, terlebih Ardi menyadari jika Najwa tidak ada di klinik. Dia menyambangi klinik setelah kejadian yang dilakukan oleh Pak Kuswan, dan benar saja perkiraan ardi. Najwa tidak ada di klinik itu dan suasa
Semua makin menjauhi Pak Tris yang sedang merasakan sakit luar biasa, jika tidak pernah mengalami kejadian aneh maka hal ini kejadian yang mustahil."Ada apa ini?" tanya Pak Irwanto dari mobilnya, tidak ada yang menyadari kedatangan orang nomor satu di desa itu.Satu persatu mereka menceritakan awal mula kejadian yang dialami oleh Pak Tris. Sebagian ada yang merinding, dan sebagian berbisik. Warga makin banyak yang datang karena suara Pak Tris yang mengundang rasa penasaran. Sedangkan Pak Kuswan hanya mendengarkan secara seksama."Ini karena kematian Wulandari, desa ini jadi tidak tenang! Dia yang berbuat dosa, kita semua yang merasakan akibatnya!" seorang warga mengamuk tiba-tiba."Iya betul, dia yang zina kita yang kebagian dosanya. Setelah mati, kita pula yang diterornya!" sahut yang lainnya."Keluarga Mbok Sri yang harusnya bertanggung jawab!" tambah yang lainnya.Suara sumbang makin jelas terdengar, Pak Irwanto bak pahlawan kesiangan. D
"Tapi, Pak. kok, seram suara teriakannya!" ujar Mak Darmani, "Itu suara laki-laki loh, Pak!" Mak Darmani mengingatkan. "Kalau ada apa-apa dengan bapak, kalian pergi dari desa ii dan gunakan uang yang ada untuk berusaha!" pesan Pak Kuswan. Ratih langsung menangis, dia merasa takut kehilangan lagi. Adiknya ikut pamannya, ketika mereka sibuk mengurus Najwa, lalu Najwa ikut menghilang, ditambah bapaknya berkata seperti itu. "Ora bakalan enek opo-opo! Ojo mikirin sing aneh-aneh!" ujar Pak Kuswan, mencoba menenangkan anak dan istrinya. "Enggak bakalan ada apa-apa! Jangan mikir yang aneh-aneh!" Mak Darmani mengelus punggung anaknya, dia pun tidak menyangka jika akan ada kejadian seperti ini. Mencoba berbaik sangka, akan tetapi tetap saja tidak bisa. Kini, banyak orang yang mereka curigai sebagai penyebab kematian Wulandari, dan berharap menemukan penyebabnya dengan cepat. Ingin kembali hidup normal seperti biasanya. "Weslah, Mak, Tih. Bapak l
Pak Kuswan dan istrinya paham sekarang, apa yang diinginkan Pak Irwanto. Sebenarnya mereka pun sudah menutup mulut mereka sejak keluar dari rumah itu. Enggan ikut campur urusan orang lain. Dengan cepat, Pak Kuswan menolak pemberian dri Pak Irwanto yang setengah memaksanya, Pak Kuswan beralasan, memang tidak mau ikut arisan karena jauh dan harus mengeluarkan uang lebih jika mereka menjadi tuan rumah. Pak uswan berjanji, tidak akan memberitahu siapapun tentang kejadian di rumahnya. Namun, Pak Irwanto tetap memberikan amplop itu untuk Pak Kuswan, kali ini alasannya untuk Najwa berobat. Akhirnya, Pak Kuswan mau menerima uang itu, tanpa memberitahu bahwa Najwa diculik dan telah selamat. Pak Irwanto langsung pergi ketika sudah yakin, jika sepasang suami istri itu akan bungkam. "Bapak kenapa enggak minta bantuan Pak Kades?" tanya Mak Darmani dan diamini oleh Ratih yang sejak tadi hanya diam saja. "Hal seperti ini tidak bisa dibicarakan pada sembarang orang!" tegas P