Share

28. Peringatan Dari Mbah Darmi!

Penulis: Kharisma Ramadhan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bu, orang gak ada kok! Mungkin si Karto salah lihat kali! Yang ada hanya daun-daun kering!" ujar pria paruh baya bernama Pak Kusno.

Dia baru keluar dari kolong rumah dan seketika membekap mulut ketika melihatku. Mungkin dia tidak tahu kalau aku ada di sini.

"Babi hutannya gak ada?" tanya Bu Nur.

"Kok Babi hutan?" gumam si rambut keriting yang langsung di pelototi oleh Bu Nur. Seolah memberi kode. Dia ponakan Bu Nur.

"Eh, i-iya, babi hutannya gak ada, Bu. Mungkin si Karto salah lihat. Atau sudah kabur?" sambung Pak Kusno meyakinkan.

Namun, aku tahu itu hanya kebohongan semata.

"Ya sudah kalau begitu kami pamit dulu, Mi. Maaf sudah ganggu," pamit Bu Nur.

Benar memang. Tak ada bangkai yang tak berbau. Sedalam apa pun menyimpan bangkai, pasti aromanya akan tercium juga.

Aku tak tahu harus bagaimana. Di satu sisi aku takut kehilangan Mas Darma. Tak dipungkiri jauh lubuk hatiku masih menyayanginya.

Namun, di sisi lain aku juga tak mau kejahatannya berlangsung lebih lama dan memakan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    29. Kematian Pak Karto

    Astaghfirullah! Jadi selama ini aku ditipu? Dia pulang bukan untukku dan anak-anak melainkan untuk ratu yang dia agungkan dan demi kepuasan hawa nafsunya.Ya Tuhan. Mas Darma sungguh tega! Rupanya setiaku saja tidak cukup. Sepuluh tahun menanti dengan segudang kerinduan dan cinta malah terbalaskan oleh kesakitan. Aku harus menelan pil pahit dari harapanku sendiri. Dadaku kian terasa nyeri. Rasanya ngilu ditusuk ribuan sembilu. Sepuluh tahun aku menanti dengan kesabaran. Menentang mati-matian ketika semua orang mengatakan dia sudah meninggal. Tetap mengabaikan ketika banyak orang memintaku untuk menikah lagi. Demi kesetiaan yang selalu kunomorsatukan.Akan tetapi, ini balasan yang kudapat. Apa semua lelaki tidak cukup dengan satu wanita? Bahkan kalaupun bukan manusia, iblis penunggu pun dijadikan sarana mendua. "Jadi kematian Sinta ...." Aku tak berani melanjutkan ucapanku. "Itu perbuatan bojomu demi menyenangkan ratu yang dia sembah. Suamimu sudah terlanjur terikat. Sudah banyak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    30. Jebakan Untuk Mas Darma

    Tak ingin terlalu lama di sini, aku memutuskan untuk pergi. Namun, tiba-tiba pergelangan tanganku dicekal seseorang. Saat aku menoleh, rupanya Budhe Yanti dengan wajah datar menatapku."Kenapa, Budhe?" tanyaku merasa tak nyaman ditatap seperti itu. "Ikut saya!" Tiba-tiba Budhe menarik tanganku dengan paksa. Hingga aku pun terpaksa mengikuti langkahnya. Dia membawaku ke rumahnya, tetapi melalui pintu belakang. Jadinya kami harus melewati halaman belakang rumah Bu Nur terlebih dahulu. Aku meneguk ludah getir ketika mengingat menemukan cincin batu akik milik Mas Darma di belakang rumah Bu Nur. Membayangkan bagaimana Mas Darma melalukan sesuatu pada Sinta hingga dia bisa meninggal dalam sekejap mata. "Budhe, hati-hati!" protesku. Aku hampir tergelincir oleh batu kerikil sebab Budhe berjalan begitu cepat. Di sisi lain jantungku juga tidak aman. Mengapa Budhe bersikap seperti ini. Apa jangan-jangan ini juga berkaitan dengan Mas Darma? Budhe membuka pintu belakang rumahnya dan membawak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    31. Dalang Kematian Pak Karto

    ***Saat pulang, aku langsung hendak cuci tangan dan bersih-bersih ke kamar mandi. Namun, aku terdiam di ambang pintu ketika melihat Mas Darma dengan wajah tegang menggulung tali tampar di tangannya di dapur.Sontak aku terbelalak kaget. Tali itu ... kenapa mirip dengan yang ada di pohon jambu yang digunakan Pak Karto gantung diri. Warnanya yang memulai memudar. Tanah yang menempel. Aku ingat betul. Itu begitu mirip. "Kamu kenapa?" tegur Mas Darma membuatku tersentak. "Kamu dapat dari mana tali itu dan buat apa, Mas?" "Ini ... ini, em ... tali buat ...." Mas Darma menjawab dengan tergagap. Jangan-jangan benar dugaanku. Kematian Pak Karto adalah disebabkan ....Mas Darma juga dalangnya!"Kenapa mirip tali tampar yang ada di pohon jambu belakang rumah Pak Karto?" tanyaku spontan. Raut wajah Mas Darma berubah seketika. Dia mendelik murka. "Jangan sembarangan kamu! Bukan aku pembunuhnya!" sahutnya dengan sorot mata nyalang. "Loh, aku gak bilang kamu pembunuhnya, Mas. Aku hanya bil

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    32. Kedatangan Nyai

    Aku berusaha berteriak, meski suaraku tak jelas sebab dibungkam dengan tangan Mas Darma. "Diam!" Plak! Tamparan Mas Darma melayang tepat di pipi kiriku. Entah saking kerasnya atau sebab tubuhku yang lemas, aku sampai terhuyung dan jatuh terduduk di tanah.Rambutku sudah acak-acakan dengan air mata yang terus mengalir tak berhenti. Rasa perih di pipi karena tamparan Mas Darma tak terasa saking sakitnya hati ini.Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan?Mas Darma berjongkok di hadapanku. Dia mencekal pipiku begitu kuat. "Jangan pernah cerita apapun pada siapapun! Kalau sampai ada orang yang tahu, berarti kamu penyebabnya. Dengar kamu!" bentak Mas Darma. Aku tak menyahut. "Dengar kamu hah?!" Mas Darma makin menguatkan cekalan tangannya di pipiku hingga aku meringis kesakitan. Terpaksa aku mengangguk. "Bagus! Ingat, Laksmi, aku tidak pernah main-main. Kalau sampai kamu cerita sama Pakdhe sekalipun, kamu akan kehilangan Mira. Bahkan akan kubiarkan Nyai membawanya sebab sejak dulu Nyai be

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    33. Amukan Warga!

    "Darma keluar kamu! Darma! Keluar atau kita bakar rumahmu!" "Bakar aja bakar!" "Pembunuh harus mendapat balasan setimpal!" "Bakar! Bakar! Bakar!" Ya Tuhan?! Apalagi ini? Apa semua akan berakhir malam ini juga? "Nyai ... Nyai tolong bantu aku, Nyai!" Mas Darma menghambur kepada wanita cantik yang dia panggil Nyai. Aku terdiam menahan sesak hati. Merutuki diri sendiri kenapa masih menyimpan cinta dan rasa sayang kepadanya padahal sudah jelas-jelas Mas Darma lebih peduli pada wanita yang dia panggil Nyai. "Kita dobrak saja pintunya!" "Bakar saja gak perlu lama!" "Bakar bakar bakar!" "Jangan biarkan pembunuh hidup!" Suara di luar terus bersahut-sahutan. Mira dan Danu berlari menghampiriku dengan menangis. "Ibuk, aku takut. Rumah kita mau dibakar. Kenapa, Buk?" tanya Mira tergugu pilu. "Danu juga takut, Buk. Pintu depan mau didobrak!" "Danu sama Mira di sini, ya! Biar Ibuk yang keluar." Aku hendak keluar tetapi Mita mencegah langkahku. "Aku ikut!" pintanya. "Aku jug

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    34. Habis Sudah Kamu, Mas!

    "Laksmi sudah pasrah, Budhe. Mungkin ini sudah kuasa Tuhan memberi petunjuk pada orang-orang. Laksmi sudah ikhlas apapun yang terjadi nanti sama Mas Darma." "Memang begitu harusnya, Nduk. Bukankah lebih baik kehilangan satu orang daripada seribu nyawa? Apalagi jika orang yang hendak kita bela jelas bersalah. Hendak ditutupi sedemikian rupa pun bangkai tetap tercium, Nduk!" sahut Budhe lembut. Sementara Pakdhe menenangkan anak-anak. Aku terdiam. Dalam hati membenarkan apa yang dia bilang. Lebih baik kehilangan satu nyawa daripada nantinya menghilangkan seribu nyawa generasi penerus bangsa. Yaitu wanita. Mas Darma seperti halnya adalah parasit. Dia harus dihilangkan! Tiba-tiba terdengar riuh teriakan warga di halaman belakang rumah. "Kita ke sana!" pinta Pakdhe Bakri. Kami menurut. Melewati samping rumah untuk menuju halaman belakang. Rupanya di sana sudah ramai. Mas Darma sudah dipegangi beberapa orang. Aku celingukan. Mencari keberadaan Mbah Marni dan juga ratu can

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    35. Malam Mencekam

    Warga sudah mengikat tubuh Mas Darma dengan tali tampar. Membawanya ke tanah yang lebih lapang. Warga mulai banyak yang berdatangan khususnya para ibu-ibu. Dan kasak kusuk pun mulai terdengar.Ya Tuhan! Kuatkan aku.Semua sudah siap. Beberapa orang menyirami tubuh Mas Darma dengan bensin. Dia sudah tidak bisa lagi berkutik sebab warga mengikatnya dengan kencang dan menidurkannya di tanah. Aku memejamkan mata saat seseorang hendak menghidupkan korek. Tak sanggup. Sementara Mira dan Danu dibawa Budhe ke dalam rumah. Tiba-tiba seseorang datang dan berteriak dengan lantang. Dia Pak Ustadz yang sering mengimami di mushalla. "Tolong perhatiannya sebentar! Apa kalian sudah memiliki bukti yang kuat kalau dia benar bersalah? Atau hanya dari 'katanya' kalian mendengar kabar ini? Tolong jangan gegabah. Kalau sampai ini ternyata hanya fitnah kalian semua dosa besar! Kalian membunuh orang yang tidak bersalah apalagi dengan cara tragis seperti ini!" teriak Pak Ustadz lantang.Namun, tak ada yang

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    36. Mas Darma Dibakar Hidup-Hidup!

    "Koe wes masuk nang deso iki dadi ojok ngarep iso metu teko deso iki. Opo mane wes nggowo balak ciloko. Aku sing jogo, koe kudu nompo!" ucap Mbah Marni dengan bahasa yang sama sekali tak kumengerti. (Kamu sudah terlanjur masuk ke desa ini, jadi jangan berharap kamu bisa keluar. Apalagi kamu sudah menyebabkan adanya bencana. Aku yang menjaga desa ini dan kamu harus terima balasan dari apa yang kamu lakukan!)Terjadi pergulatan antara Mbah Marni dan Nyai itu. Mereka saling menggerakkan tangan seolah tengah melemparkan sesuatu. Aku tak tahu apa sebab aku tak melihat apapun. Seolah mereka hanya memainkan tangan dari jarak jauh tanpa saling menyentuh. Pak Ustad tiba-tiba bangkit. Ia kembali meraih tasbihnya dan terus menggumamkan doa. "Bantu doa! Jangan hanya dilihat!" ujar Pak Ustad. Pak Ustad terus mendekati kereta Nyai. Di mana Mira duduk di dalamnya.Mungkin sebab Nyai fokus pada pergulatannya dengan Mbah Marni, ia lengah dan akhirnya Pak Ustad berhasil menghampiri keretanya dan men

Bab terbaru

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    45. Rumah Baru

    Makam Mas Darma benar-benar kacau. Seolah ada yang sengaja menggali dan mengeluarkan jasad Mas Darma. Tak jauh dari makam Mas Darma, aku memang melihat sebuah cangkul. Kuduga itu akat yang digunakan pelaku untuk mengeruk makam Mas Darma. "Buk, ini tulang apa, Buk? Katanya kita ke makam Bapak. Kok banyak tulang besar-besar, Buk?"Aku mengusap dada, menahan sesak dan juga air mata yang hendak meluap. Siapa? Siapa yang tega melakukan ini, Tuhan! Aku yakin ini perbuatan orang-orang yang masih menaruh dendam terhadap Mas Darma. "Buk, Danu takut, Buk," lirih Danu. Kulirik mereka berdua yang kemudian saling berpegangan tangan. Pandangannya menatap sekeliling dengan raut wajah tegang. Allah ... Allah .... Terus kubisikkan nama Allah dalam hati. Aku harus kuat. Perlahan, aku bangkit. Menghampiri Danu dan Mira, mencoba menjelaskan sesederhana mungkin berharap bisa mereka pahami. "Nak, perlu kalian tahu. Tidak semua orang suka sama kita. Seperti kali ini, ada yang gak suka sama Bapak sehin

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    44. Makam Mas Darma Rusak!

    Sampai di rumah, rupanya Pak Ustad dan beberapa orang masih ada di sana. Aku jadi tak enak hati, kasihan Pak Ustad menunggu lama.Mataku terfokus pada karung yang tergeletak di sebelah tangga. Hatiku berdenyut, aku ingat karung itu."Alhamdulillah kalian sudah pulang. Bagaimana keadaan Mira, Pak?" tanya Pak Ustad."Alhamdulillah sudah mendingan, Pak Ustad.""Syukurlah. Jadi bagaimana keputusan Ibu dan Bapak? Tulang belulang Almarhum sudah diambil oleh bapak-bapak ini. Jika memang setuju, pukul sepuluh kita lakukan pemakaman dengan layak. Lebih cepat lebih baik." "Alhamdulillah, terima kasih, Pak Ustad. T-tapi, bagaimana dengan warga? Apa mereka setuju untuk dimakamkan di desa ini?" tanyaku ragu."InsyaAllah mereka tidak keberatan. Sudah kami bicarakan sebelumnya. Untuk salat jenazah, saya pribadi tidak bisa memaksakan mereka. Jika pun mereka tidak mau, tidak apa-apa. Siapa yang mau saja. Yang penting sudah kita perlakukan jenazah dengan baik dan sesuai anjuran." "Baik, Pak Ustad. Al

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    43. Pemakaman Kedua

    "IBUK! IBUK! MBAK MIRA, IBUK!" Penjelasan Pak Ustad sontak terpotong karena teriakan Danu yang begitu histeris.Dia menghambur memelukku sembari menangis. Napasnya terpenggal."IBUK, MBAK MIRA, IBUK .... CEPAT!" Astaghfirullah! Kenapa Danu sehisteris ini. Apa yang terjadi dengan Mira?Kasak-kusuk warga kembali terdengar. Namun, tanpa memedulikan itu aku langsung masuk ke rumah menghampiri Mira yang terbaring di kasur. "Astaghfirullah, Nak!" pekikku kaget melihat Mira dalam keadaan kejang parah. Suhu tubuhnya panas tinggi. Matanya terbuka dengan bola mata menghadap ke atas. "PAKDHE, BUDHE!" teriakku sekencang mungkin. Aku tak kuasa menahan tangis. Aku tahu menangis bukan solusi. Namun, siapa yang tak khawatir melihat putrinya demikian. Aku khawatir sumpah serapah ibu-ibu barusan tentang karma Mas Darma menjadi kenyataan. "Ya Allah, Mira!" gumam Budhe tak kalah khawatir.Mira mengerang. Wajahnya pucat kemerahan. Aku begitu panik. Kami semua tidak bisa melakukan apa pun karena tidak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    42. Teror Hantu Mas Darma

    "LAKSMI! LAKSMII! KELUAR KAMU!" Pagi buta aku dikejutkan dengan teriakan warga. Apalagi ini? "LAKSMI CEPAT KELUAR ATAU KAMI BAKAR RUMAHMU?!" Astaghfirullah! Mira terkesiap. Namun, matanya masih terpejam. Dia tidak mengeluh. Namun dari ekspresi wajahnya aku tahu dia kesakitan. Bagaimana tidak, kemarin tubuh Mira dihantam ke sana ke mari saat Nyai berusaha melepaskan diri dari cekalan Pakdhe. Dia juga menendangi barang-barang di dapur hingga berserakan. Tentulah tubuhnya terasa sakit dan ngilu. "LAKSMI JANGAN MENGHINDAR KAMU! KAMU HARUS KELUAR DARI DESA INI!" "USIR LAKSMI! USIR LAKSMI!" sorakan warga makin terdengar heboh. Aku gemetar. Danu pun sampai terbangun dan ketakutan. "Buk, itu kenapa, Buk?" tanyanya risau. "Biar Ibuk yang lihat keluar, ya. Danu di sini jagain Mbak Mira," pintaku. Aku menoleh pada Mira yang masih berbaring dengan mata terpejam. Dia meringkuk sembari memeluk tubuhnya sendiri. Seperti kedinginan. Terpaksa aku harus membuka pintu, khawatir amarah

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    41. Mira Kerasukan

    Tok tok tok!Deg! Siapa itu? Siapa yang bertamu maghrib-maghrib begini.Apa jangan-jangan Pakdhe?Setelah malam itu, saat Mas Darma datang padaku, aku menjadi begitu trauma. Aku khawatir kejadian yang sama akan terulang.Tok tok tok!Entah kenapa, detak jantungku makin berpacu dengan hebat seiring ketukan pintu yang terdengar."Assalamualaikum, Nduk. Ini Budhe."Seketika aku bernapas lega ketika mendengar ucapan salam dari luar sana. Rupanya benar, Pakdhe dan Budhe di depan. Ah, aku terlalu paranoid saat ini. Menjadi begitu penakut. Gegas aku membuka pintu. "Waalaikumussalam, Budhe," sahutku sembari membuka pintu."Ini, dimakan." Budhe menyodorkan rantang. "Budhe, aku mohon jangan repot-repot. Aku jadi gak enak. Budhe dan Pakdhe sudah mau membantu kami itu sudah sangat terima kasih," kataku tak enak hati. Kuletakkan rantang itu di meja bulat sudut ruangan. "Sudah sudah, itu namanya rezeki. Wong Budhe juga gak kerepotan kok," timpal Pakdhe. "Oh iya, di mana benda itu, Nduk? Kita bis

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    40. Mira Diincar!

    *Dia tidak terima dan ingin mengambil raga Mira sebagai tempat bersemayamnya. Rupanya ruh Nyai itu belum sepenuhnya pergi sebab ada barang miliknya yang tersisa. Yang jelas benda itu memiliki kesamaan dengan mahkota miliknya. Kita harus membakar benda itu sebelum dia berhasil merebut raga Mira. Karena jika sampai terlambat, maka ...." Pakdhe menggantung ucapannya."Maka apa, Pakdhe?" tanyaku tak sabar."Mira yang jadi korbannya, Nduk. Pakdhe tanya kepada Mbah Samun, kenapa makhluk itu begitu mengincar Mira. Katanya, mungkin Mira memiliki aura lebih yang membuat makhluk itu tertarik. Apa kamu ingat weton Mira?" Aku terdiam sejenak. Mengingat-ingat tanggal lahir Mira. "Kalau tidak salah, hari Selasa, Pakdhe. Tapi sebentar, aku lihat dulu. Aku ingat dulu Mas Darma pernah mencatat hari lahirnya di buku nikah kami."Aku beranjak. Membuka lemari dan mengambil tas kain yang berisi hal-hal penting milik kami. "Ini, Pakdhe." Aku menyerahkan buku nikah milikku. Ah, melihat itu aku jadi teri

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    39. Hantu Mas Darma

    Dia berdiri dengan tubuh telanjang tanpa busana. Kulitnya hitam legam berbau gosong. Sebagian terdapat luka-luka bakar di kulitnya. Busuk. Mulutnya penuh darah dan nanah. Aku tak tahan dengan aromanya. Busuk dan anyir. Lebih busuk dari bangkai."Laksmi ... tolong aku, Laksmi ....""A-aku menyesal. Tolong aku. Aku kegelapan, tidak ada cahaya di tempatku. Aku menyesal telah mengabdi pada Nyai. Tolong aku, Laksmi. Panas ...." Mas Darma merintih. Mas Darma terlihat begitu menyeramkan. Meski wajahnya sudah tidak berupa, aku bisa melihat Mas Darma meringis seolah menahan sakit. Bahkan semua rambutnya hangus terbakar menyisakan kulit kepala saja. Aku juga baru sadar bahwa perutnya terlihat besar dan buncit. "Aku mohon, Laksmi ... tolong aku."Aku memejamkan mata. Sejak tadi aku menahan napas karena aroma busuknya hingga merasa sesak. Aku ingin menutup pintu dengan kuat lalu berlari secepat kilat ke kamar. Namun, tubuhku seolah terpaku pada bumi hingga tak bisa digerakkan sama sekali. Tuha

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    38. Setelah Kepergian Mas Darma

    Tiga hari setelah kejadian malam yang mencekam itu, hatiku masih sering gelisah. Aku sering menangis sendirian. Seolah yang terjadi waktu itu masih mimpi bagiku. Aku sungguh tak bisa memercayai ini. Mas Darma. Aku benar-benar sudah kehilangan sosoknya. Dia meninggal dalam keadaan tragis. Hangus terbakar menjadi abu, menyisakan beberapa tulang belulang yang langsung dipungut oleh warga dan dikubur di luar desa. Beberapa orang mengatakan hendak membuangnya ke laut supaya tidak menyebabkan bala petaka lagi. Warga benar-benar murka bahkan hingga tulang belulang jasad Mas Darma enggan diterima. Semua orang tidak setuju kala kuminta agar tulang belulang itu dikubur di halaman belakang rumahku saja. Kejadian itu masih terbayang jelas di mataku. Seperti enggan berlalu dan terus menguasai pikiran. Membuatku bahkan tak fokus melakukan banyak hal. Bahkan sejak kejadian tersebut aku belum berani keluar rumah. Aku takut akan tudingan warga padaku. "Buk ...." Aku sungguh terkejut ketika mendapat

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    37. Mimpi

    "Danu kangen Bapak, Buk .... Kenapa orang-orang jahat bakar Bapak? Teman Danu ada yang anaknya polisi, Buk. Danu bilang sama dia, ya, biar yang sudah bakar Bapak ditangkap sama polisi," celoteh Danu polos. Hal itu makin membuat hatiku begitu ngilu dan tak tahan lagi membendung air mata yang makin deras. Dia masih belum mengerti apa-apa. Sulit untukku menjelaskan terlebih kini aku sendiri sedang memperbaiki mental dan diriku sendiri yang hancur berantakan. Aku tak bisa menjelaskan apapun.Berbeda dengan Mira yang tak banyak tanya. Dia lebih banyak diam. Pakdhe dan Budhe sudah memberi penjelasan padanya yang membuatnya paham. "Bapak sudah tenang di sana, Nak. Bukan orang-orang yang jahat, tapi Bapak sudah membuat kesalahan hingga orang-orang marah," jelasku sebisanya. "Kesalahan apa, Buk?" Danu mengusap air matanya dan menatapku penuh penasaran. Aku terdiam beberapa saat. Memikirkan jawaban yang akan kuutarakan. "Bapak sudah membuat orang kehilangan nyawa. Bapak sudah bersekutu, Na

DMCA.com Protection Status