Share

18. Kecurigaan Pakdhe

Penulis: Kharisma Ramadhan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"P-pembalut. Kamu tahu?" tanya Pakdhe seolah ragu.

Seketika aku terperangah dan mendongak menatap Pakdhe. "Jadi Pakdhe juga tahu?"

Pakdhe tiba-tiba menghela napas panjang. Dia meraup wajahnya dengan kedua tangan. Khas seseorang ketika sedang dalam keadaan kalut.

"Pakdhe, aku mohon jangan ceritakan ini pada siapa pun untuk sementara waktu," pintaku pada Pakdhe bersungguh-sungguh.

Aku tak menyangka rupanya Pakdhe hampir tahu semuanya. Namun, sepertinya Pakdhe enggan memperjelas karena sungkan.

"Kamu tenang saja, Nduk. Kamu tahu Pakdhe kan? Percayakan ini pada Pakdhe," sahut Pakdhe meyakinkan.

"Sebenernya juga ada yang ingin aku tanyakan Pakdhe," ujarku.

"Tanyakan sekarang "

Aku mengeluarkan secarik kertas dari saku baju. Kertas yang hampir kulupakan ketika berangkat ke sini. Niatku hendak kutanyakan pada Budhe Yanti, akan tetapi kondisinya tidak memungkinkan karena banyak orang.

Beruntungnya ada Pakdhe. Aku yakin Pakdhe paham, mengingat dia asli penduduk kampung ini.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    19. Pertanyaan Mas Darma

    "Jangan dibutakan dengan kebahagiaan sesaat, Nduk. Ada anak-anak yang harus kamu pikirkan. Pakdhe tidak menyudutkan suamimu, tapi Pakdhe mohon kamu jangan gelap mata. Kita cari tahu ini sama-sama. Dan persiapkan diri kamu apapun kenyataannya nanti," ujar Pakdhe sembari menepuk pundakku lembut. Aku semakin tergugu pilu. Baru kali ini aku menangis di depan Pakdhe. Karena aku sudah terlalu bingung hendak ke mana akan mengadu, jika bukan pada Pakdhe yang sudah seperti saudara dekat kami."Memangnya tentang perkataan Mbah Marni bisa dipastikan selalu benar, Pakdhe? Dia hanya manusia, Pakdhe. Apalagi tidak jelas asal-usulnya. Bisa saja dia hanya mengarang," tanyaku memastikan perihal Mbah Marni dalam pandangan Pakdhe Bakri.Pakdhe tak menjawab. Dia hanya tersenyum penuh arti. Mungkin ini berat baginya. Dia takut jika mengiyakan maka sama saja mendahului takdir Tuhan dengan memercayai prediksi nasib manusia lain. Melihat respon datar dari Pakdhe Bakri, ada secercah harap dalam hati. Semoga

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    20. Rayuan Mas Darma

    "A-aku hanya tahu pembalut-pembalut itu, Mas. Aku minta maaf. Aku tidak berniat menggeledah tas kamu. Danu yang menemukannya. Dia membuka tasmu berharap ada mainan yang kamu belikan untuknya. Seperti teman-temannya jika ayahnya pulang dari bepergian. Begitu katanya," jawabku sembari menahan suara agar tidak tergagap. Terpaksa aku mengatakan yang sejujurnya. Alasan itu lebih masuk akal dan lumrah dilakukan anak-anak. Mas Darma pasti percaya. Tenang, Laksmi! Kamu harus tenang. Di tengah kegusaran, aku berpikir. Jika sampai terjadi sesuatu padaku tentunya Mas Darma lah yang akan menjadi sorotan pertama warga. Ada sedikit keyakinan dalam diriku bahwa dia tidak akan berani berbuat buruk padaku. Dia tahu bagaimana beringasnya warga kampung sini dalam menghakimi kesalahan orang. "Lalu?" "Hanya itu. Selebihnya aku hanya spontan mengatakannya karena dalam keadaan kalut memikirkan kondisi Mira. Saat itu aku juga mengkhawatirkan kamu yang pulang tengah malam dalam keadaan berdarah, Mas.

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    21. Tega Kamu, Mas!

    "Tapi apa sesuatu yang najis bisa dibuat obat, Buk?" Mira menatapku penuh tanya. "Obat? Gak bisa dong, Nak. Darah haid kan kotor. Yang namanya kotor gak bisa buat obat," sahutku sembari tertawa pelan. Aku merasa lucu dengan pertanyaan Mira. Bisa-bisanya dia memiliki pikiran demikian. "Tapi kenapa Bapak memintanya untuk dijadikan obat, Buk. Memangnya Bapak sakit apa?" tanya Mira polos. Bola matanya berbinar menatapku. Deg! Sontak aku mendelik kaget mendengar perkataan Mira. "M-minta?" gumamku shock. Detak jantung seolah berhenti sesaat. "Iya, Buk. Bapak sering minta pembalut bekasku buat obat katanya. Memangnya Bapak sakit apa, Buk? Apa sakit Bapak parah?" Mira terus berkata dengan polosnya. Sementara aku, dunia seolah runtuh seketika. Lidahku kaku. Aku tak bisa berkata. Hendak menelan ludah pun terasa begitu sulit. Rasanya detak jantung hendak berhenti saat itu juga. Aku menatap Mira dengan linangan air mata yang tiba-tiba saja menggenang. Aku memandangnya penuh sesal da

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    22. Mas Darma Di Kolong Rumah!

    "Ohh jadi darah haid benar bisa jadi obat ya, Buk?" tanya Mira yang membuatku meneguk ludah getir. Apa maksudnya? "Kan sudah Ibuk bilang kalau gak bisa." "Tapi kata Ibuk Bapak udah sembuh. Berarti Bapak sembuh karena darah haid."Deg!"Kan gak Mira kasih. Katanya Mira gak kasih ke Bapak. Jangan buat Ibuk bingung, Nak!" tanyaku mulai khawatir. "Iya awalnya gak aku kasih, Buk. Tapi karena Bapak bilang kalau gak dikasih bakal mati, jadi lama-lama aku kasih." Astaghfirullah! ***"Ibukk!" Saat tengah salat Isya, Danu memanggilku berbisik. Dia tidak masuk. Wajahnya muncul di balik kelambu kamar. Cukup lama aku salat kali ini. Mendoakan keselamatan Mira dengan bersungguh-sungguh. Sebab, aku yakin hanya Tuhan-lah sang maha penentu takdir. Apa yang sudah terjadi memang tak bisa diubah. Tapi masa depan bisa diharapkan bukan?"Iya? Kenapa, Nak?" sahutku. "Buk, sini deh! Ada berisik di bawah. Aku takut. Cepat Ibuk lihat!" bisik Danu tegang. Aku melepas mukena dengan tergesa. Danu menga

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    23. Kepergok!

    Ingin rasanya kuteriakkan di depan wajahnya. "Kamu tidak ke rumah Pakdhe, Mas! Tapi kamu di bawah rumah menikmati makanan menjijikkanmu itu! Dan kamu melakukan hal tak senonoh di sana!" Namun, sekuat tenaga kutahan agar tidak mengatakan itu. Aku teringat pesan Pakdhe untuk bermain rapi. Untuk kali ini, aku berjanji akan benar-benar menuruti perkataan Pakdhe. "Oh iya, Le. Ini gajimu. Pakdhe gak lama-lama di sini. Sudah malam. Budhe-mu sendirian di rumah," ujar Pakdhe sembari menyerahkan sejumlah uang pada Mas Darma. "Diminum dulu kopinya, Pakdhe," tawarku. Pakdhe mengangguk dan menyesap kopinya.Sepulang Pakdhe, aku langsung masuk ke kamar. Kukatakan pada Mas Darma bahwa malam ini aku tidur dengan anak-anak saja. Meski dia tampak keberatan, tetapi pada akhirnya mengiyakan. Aku berasalan bahwa anak-anak merasa takut karena sekarang tujuh hari kematian Sinta yang konon jenazah akan berpamitan pada orang-orang yang dikenalnya. Sejak mendengar pengakuan Mira, aku menjadi lebih banyak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    24. Nenek Tua

    "Ke mana suamimu? Ada hal penting yang ingin kami bicarakan!" ujar suami Bu Nur dengan wajah serius. Jantungku berdetak kencang. Ada apa ini?"M-mas Darma? Memangnya ada perlu apa ya, Bu?" tanyaku tergagap. Tidak dipungkiri ada rasa khawatir jika warga ternyata mengetahui keterlibatan Mas Darma dengan kematian Sinta. Meski aku sendiri belum bisa membuktikan. Akan tetapi pengakuan Pakdhe dan cincin batu akik miliknya yang kutemukan di rumah Bu Nur sudah cukup meyakinkan bagiku. "Tak ada waktu bertanya. Sekarang katakan di mana suamimu, Laksmi!" ujar Bu Nur tak sabar. "Mas Darma kerja. Ikut Pakdhe Bakri," jawabku. Aku menahan suara agar tak terdengar gemetar. "Tapi barusan kami ketemu sama Pakdhe Bakri di jalan. Dia dari rumahmu kan?" "I-iya. Tapi Mas Darma memang bekerja." "Yaahh gimana dong, Buk?" tanya suami Bu Nur dengan wajah gusar. "Memangnya ada perlu apa, Bu?" tanyaku tak menyerah."Enggak, anu, hanya mau minta bantu perbaiki plafon rumah," sahut suami Bu Nur cepat. "Ki

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    25. Siapa Nyai?

    *** "Ibuk mau ke warung Bu Santi. Kalian titip apa?" tanyaku pada anak-anak. Aku hendak membeli sabun dan bumbu dapur yang sudah habis. "Coklat ya, Buk!" sahut Danu. "Kalau Mira?" tanyaku. "Aku gak usah, Buk," sahutnya datar. Aku tertegun. Rasa khawatir kembali menyeruak memenuhi pikiran. Memang sejauh ini dia terlihat baik-baik saja mengenai kesehatan tubuhnya. Hanya saja memang dia tidak begitu ceria seperti dulu. Mira jadi lebih banyak diam. "Bu, sabun cuci piring sama cuci baju. Sekalian bawang putih dan bawang merah seperempat," ujarku pada Bu Santi. "Sebentar ya, Mi. Yang lain dulu," sahut Bu Santi sembari sibuk melayani pembeli. Pembeli memang cukup ramai sore ini. Ada pula yang hanya duduk mengobrol. "Tahu, gak? Sekarang gak cuma ada maling pakaian dalam, lho! Tapi ada juga maling pembalut!" celetuk salah seorang tiba-tiba Deg! Jantungku berdetak kencang mendengar perkataannya. Aku melirik degan ekor mata, siapa yang berbicara. Tetapi aku tidak mengenali. Seper

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    26. Ketahuan Kamu, Mas!

    "Tidak! Aku hanya mau darah anak perawan! Rasanya lebih manis dan aromanya lebih harum daripada bunga melati."Aku terkejut ketika mendengar suara seorang wanita menyahut. "Astaghfirullah!" Reflek aku terpekik dengan keras. Lututku lemas dan akhirnya aku terjatuh ke ubin kayu. Aku tak bisa mengontrol hingga akhirnya menimbulkan suara. "Laksmi!" pekik Mas Darma.Gawat!Seketika aliran darah berdesir. Dingin. Tubuhku pun menjadi kaku. Aku harus beralasan apa ketika Mas Darma nanti bertanya. Suara derap langkah kaki terdengar keras. Suara itu berasal dari ruang tamu dan berjalan ke mari. Aku makin berkeringat dingin. "L-laksmi!" Mas Darma sudah berdiri tak jauh di depanku. Dia terpaku menatapku. "S-sejak k-kapan kamu di situ?" Mas Darma bertanya dengan suara gagap. Wajahnya gusar dan panik. Dia bagai kucing yang tertangkap mencuri ikan. Aku terdiam sesaat. Meyakinkan diri sendiri untuk jangan takut. Kutarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Kamu harus berani, Laksm

Bab terbaru

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    45. Rumah Baru

    Makam Mas Darma benar-benar kacau. Seolah ada yang sengaja menggali dan mengeluarkan jasad Mas Darma. Tak jauh dari makam Mas Darma, aku memang melihat sebuah cangkul. Kuduga itu akat yang digunakan pelaku untuk mengeruk makam Mas Darma. "Buk, ini tulang apa, Buk? Katanya kita ke makam Bapak. Kok banyak tulang besar-besar, Buk?"Aku mengusap dada, menahan sesak dan juga air mata yang hendak meluap. Siapa? Siapa yang tega melakukan ini, Tuhan! Aku yakin ini perbuatan orang-orang yang masih menaruh dendam terhadap Mas Darma. "Buk, Danu takut, Buk," lirih Danu. Kulirik mereka berdua yang kemudian saling berpegangan tangan. Pandangannya menatap sekeliling dengan raut wajah tegang. Allah ... Allah .... Terus kubisikkan nama Allah dalam hati. Aku harus kuat. Perlahan, aku bangkit. Menghampiri Danu dan Mira, mencoba menjelaskan sesederhana mungkin berharap bisa mereka pahami. "Nak, perlu kalian tahu. Tidak semua orang suka sama kita. Seperti kali ini, ada yang gak suka sama Bapak sehin

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    44. Makam Mas Darma Rusak!

    Sampai di rumah, rupanya Pak Ustad dan beberapa orang masih ada di sana. Aku jadi tak enak hati, kasihan Pak Ustad menunggu lama.Mataku terfokus pada karung yang tergeletak di sebelah tangga. Hatiku berdenyut, aku ingat karung itu."Alhamdulillah kalian sudah pulang. Bagaimana keadaan Mira, Pak?" tanya Pak Ustad."Alhamdulillah sudah mendingan, Pak Ustad.""Syukurlah. Jadi bagaimana keputusan Ibu dan Bapak? Tulang belulang Almarhum sudah diambil oleh bapak-bapak ini. Jika memang setuju, pukul sepuluh kita lakukan pemakaman dengan layak. Lebih cepat lebih baik." "Alhamdulillah, terima kasih, Pak Ustad. T-tapi, bagaimana dengan warga? Apa mereka setuju untuk dimakamkan di desa ini?" tanyaku ragu."InsyaAllah mereka tidak keberatan. Sudah kami bicarakan sebelumnya. Untuk salat jenazah, saya pribadi tidak bisa memaksakan mereka. Jika pun mereka tidak mau, tidak apa-apa. Siapa yang mau saja. Yang penting sudah kita perlakukan jenazah dengan baik dan sesuai anjuran." "Baik, Pak Ustad. Al

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    43. Pemakaman Kedua

    "IBUK! IBUK! MBAK MIRA, IBUK!" Penjelasan Pak Ustad sontak terpotong karena teriakan Danu yang begitu histeris.Dia menghambur memelukku sembari menangis. Napasnya terpenggal."IBUK, MBAK MIRA, IBUK .... CEPAT!" Astaghfirullah! Kenapa Danu sehisteris ini. Apa yang terjadi dengan Mira?Kasak-kusuk warga kembali terdengar. Namun, tanpa memedulikan itu aku langsung masuk ke rumah menghampiri Mira yang terbaring di kasur. "Astaghfirullah, Nak!" pekikku kaget melihat Mira dalam keadaan kejang parah. Suhu tubuhnya panas tinggi. Matanya terbuka dengan bola mata menghadap ke atas. "PAKDHE, BUDHE!" teriakku sekencang mungkin. Aku tak kuasa menahan tangis. Aku tahu menangis bukan solusi. Namun, siapa yang tak khawatir melihat putrinya demikian. Aku khawatir sumpah serapah ibu-ibu barusan tentang karma Mas Darma menjadi kenyataan. "Ya Allah, Mira!" gumam Budhe tak kalah khawatir.Mira mengerang. Wajahnya pucat kemerahan. Aku begitu panik. Kami semua tidak bisa melakukan apa pun karena tidak

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    42. Teror Hantu Mas Darma

    "LAKSMI! LAKSMII! KELUAR KAMU!" Pagi buta aku dikejutkan dengan teriakan warga. Apalagi ini? "LAKSMI CEPAT KELUAR ATAU KAMI BAKAR RUMAHMU?!" Astaghfirullah! Mira terkesiap. Namun, matanya masih terpejam. Dia tidak mengeluh. Namun dari ekspresi wajahnya aku tahu dia kesakitan. Bagaimana tidak, kemarin tubuh Mira dihantam ke sana ke mari saat Nyai berusaha melepaskan diri dari cekalan Pakdhe. Dia juga menendangi barang-barang di dapur hingga berserakan. Tentulah tubuhnya terasa sakit dan ngilu. "LAKSMI JANGAN MENGHINDAR KAMU! KAMU HARUS KELUAR DARI DESA INI!" "USIR LAKSMI! USIR LAKSMI!" sorakan warga makin terdengar heboh. Aku gemetar. Danu pun sampai terbangun dan ketakutan. "Buk, itu kenapa, Buk?" tanyanya risau. "Biar Ibuk yang lihat keluar, ya. Danu di sini jagain Mbak Mira," pintaku. Aku menoleh pada Mira yang masih berbaring dengan mata terpejam. Dia meringkuk sembari memeluk tubuhnya sendiri. Seperti kedinginan. Terpaksa aku harus membuka pintu, khawatir amarah

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    41. Mira Kerasukan

    Tok tok tok!Deg! Siapa itu? Siapa yang bertamu maghrib-maghrib begini.Apa jangan-jangan Pakdhe?Setelah malam itu, saat Mas Darma datang padaku, aku menjadi begitu trauma. Aku khawatir kejadian yang sama akan terulang.Tok tok tok!Entah kenapa, detak jantungku makin berpacu dengan hebat seiring ketukan pintu yang terdengar."Assalamualaikum, Nduk. Ini Budhe."Seketika aku bernapas lega ketika mendengar ucapan salam dari luar sana. Rupanya benar, Pakdhe dan Budhe di depan. Ah, aku terlalu paranoid saat ini. Menjadi begitu penakut. Gegas aku membuka pintu. "Waalaikumussalam, Budhe," sahutku sembari membuka pintu."Ini, dimakan." Budhe menyodorkan rantang. "Budhe, aku mohon jangan repot-repot. Aku jadi gak enak. Budhe dan Pakdhe sudah mau membantu kami itu sudah sangat terima kasih," kataku tak enak hati. Kuletakkan rantang itu di meja bulat sudut ruangan. "Sudah sudah, itu namanya rezeki. Wong Budhe juga gak kerepotan kok," timpal Pakdhe. "Oh iya, di mana benda itu, Nduk? Kita bis

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    40. Mira Diincar!

    *Dia tidak terima dan ingin mengambil raga Mira sebagai tempat bersemayamnya. Rupanya ruh Nyai itu belum sepenuhnya pergi sebab ada barang miliknya yang tersisa. Yang jelas benda itu memiliki kesamaan dengan mahkota miliknya. Kita harus membakar benda itu sebelum dia berhasil merebut raga Mira. Karena jika sampai terlambat, maka ...." Pakdhe menggantung ucapannya."Maka apa, Pakdhe?" tanyaku tak sabar."Mira yang jadi korbannya, Nduk. Pakdhe tanya kepada Mbah Samun, kenapa makhluk itu begitu mengincar Mira. Katanya, mungkin Mira memiliki aura lebih yang membuat makhluk itu tertarik. Apa kamu ingat weton Mira?" Aku terdiam sejenak. Mengingat-ingat tanggal lahir Mira. "Kalau tidak salah, hari Selasa, Pakdhe. Tapi sebentar, aku lihat dulu. Aku ingat dulu Mas Darma pernah mencatat hari lahirnya di buku nikah kami."Aku beranjak. Membuka lemari dan mengambil tas kain yang berisi hal-hal penting milik kami. "Ini, Pakdhe." Aku menyerahkan buku nikah milikku. Ah, melihat itu aku jadi teri

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    39. Hantu Mas Darma

    Dia berdiri dengan tubuh telanjang tanpa busana. Kulitnya hitam legam berbau gosong. Sebagian terdapat luka-luka bakar di kulitnya. Busuk. Mulutnya penuh darah dan nanah. Aku tak tahan dengan aromanya. Busuk dan anyir. Lebih busuk dari bangkai."Laksmi ... tolong aku, Laksmi ....""A-aku menyesal. Tolong aku. Aku kegelapan, tidak ada cahaya di tempatku. Aku menyesal telah mengabdi pada Nyai. Tolong aku, Laksmi. Panas ...." Mas Darma merintih. Mas Darma terlihat begitu menyeramkan. Meski wajahnya sudah tidak berupa, aku bisa melihat Mas Darma meringis seolah menahan sakit. Bahkan semua rambutnya hangus terbakar menyisakan kulit kepala saja. Aku juga baru sadar bahwa perutnya terlihat besar dan buncit. "Aku mohon, Laksmi ... tolong aku."Aku memejamkan mata. Sejak tadi aku menahan napas karena aroma busuknya hingga merasa sesak. Aku ingin menutup pintu dengan kuat lalu berlari secepat kilat ke kamar. Namun, tubuhku seolah terpaku pada bumi hingga tak bisa digerakkan sama sekali. Tuha

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    38. Setelah Kepergian Mas Darma

    Tiga hari setelah kejadian malam yang mencekam itu, hatiku masih sering gelisah. Aku sering menangis sendirian. Seolah yang terjadi waktu itu masih mimpi bagiku. Aku sungguh tak bisa memercayai ini. Mas Darma. Aku benar-benar sudah kehilangan sosoknya. Dia meninggal dalam keadaan tragis. Hangus terbakar menjadi abu, menyisakan beberapa tulang belulang yang langsung dipungut oleh warga dan dikubur di luar desa. Beberapa orang mengatakan hendak membuangnya ke laut supaya tidak menyebabkan bala petaka lagi. Warga benar-benar murka bahkan hingga tulang belulang jasad Mas Darma enggan diterima. Semua orang tidak setuju kala kuminta agar tulang belulang itu dikubur di halaman belakang rumahku saja. Kejadian itu masih terbayang jelas di mataku. Seperti enggan berlalu dan terus menguasai pikiran. Membuatku bahkan tak fokus melakukan banyak hal. Bahkan sejak kejadian tersebut aku belum berani keluar rumah. Aku takut akan tudingan warga padaku. "Buk ...." Aku sungguh terkejut ketika mendapat

  • Kematian Wanita Perawan Setelah Suamiku Pulang    37. Mimpi

    "Danu kangen Bapak, Buk .... Kenapa orang-orang jahat bakar Bapak? Teman Danu ada yang anaknya polisi, Buk. Danu bilang sama dia, ya, biar yang sudah bakar Bapak ditangkap sama polisi," celoteh Danu polos. Hal itu makin membuat hatiku begitu ngilu dan tak tahan lagi membendung air mata yang makin deras. Dia masih belum mengerti apa-apa. Sulit untukku menjelaskan terlebih kini aku sendiri sedang memperbaiki mental dan diriku sendiri yang hancur berantakan. Aku tak bisa menjelaskan apapun.Berbeda dengan Mira yang tak banyak tanya. Dia lebih banyak diam. Pakdhe dan Budhe sudah memberi penjelasan padanya yang membuatnya paham. "Bapak sudah tenang di sana, Nak. Bukan orang-orang yang jahat, tapi Bapak sudah membuat kesalahan hingga orang-orang marah," jelasku sebisanya. "Kesalahan apa, Buk?" Danu mengusap air matanya dan menatapku penuh penasaran. Aku terdiam beberapa saat. Memikirkan jawaban yang akan kuutarakan. "Bapak sudah membuat orang kehilangan nyawa. Bapak sudah bersekutu, Na

DMCA.com Protection Status