Shienna masih tepekur di kamarnya dan memikirkan apa yang ia saksikan di televisi. Bryan mengatakan hal semanis itu dan hal itu membuat niatnya untuk mengubur segala tentang Bryan menjadi goyah. Sejak semalam, bahkan hingga matahari terbit, ia masih terjaga dan merasakan kepalanya mulai terasa pening. Akan tetapi, memejamkan mata dan melupakan segalanya ternyata tidak semudah itu. Ia sudah berencana untuk mencari tempat tinggal yang akan ia tempati setelah rumah lamanya laku terjual. Ia tak bisa menunda, meski Jennifer tidak keberatan akan keberadaannya di rumah itu, tetapi Shienna merasa tidak nyaman terus-menerus merepotkan sahabatnya itu. Shienna mengambil ponsel dan menghubungi sebuah nomor yang segera mendapat jawaban dari seberang sana. “Uhm, Jo, maafkan aku. Bisakah kau menyampaikan pada Damien kalau hari ini aku akan mengambil cuti. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan,” ucap Shienna pada lelaki di saluran seberang yang mendengarkan dengan kesadaran yang baru separuh.
“Bryan, hentikan! Kau bisa sakit jika terus melakukan hal ini!” cegah Edward ketika Bryan hendak menenggak minuman di gelasnya. Entah sudah berapa gelas yang ia minum sejak dirinya tiba di kelab. Namun, Bryan tak peduli. Bahkan perkataan Edward pun tak ada satu pun yang masuk ke telinganya. “Jangan mencegahku, Ed. Aku sedang menikmati hidup dan merayakan hadiah dari Tuhan untukku.” “Apa maksudmu? Kau sedang sakit, Bryan. Kau harus ingat itu. Apakah kau memang sengaja ingin mati, huh?!” Bryan menghentikan tawanya yang sejak tadi membahana. Ia sedang menertawai diri sendiri yang bernasib malang setelah kehilangan cinta sejati, ia sebentar lagi akan kehilangan nyawa. Maka apa lagi yang harus ia lakukan selain merayakan kesialan hidupnya? “Seharusnya sekalian saja ia mencabut nyawaku saat itu. Benar, kan?” racaunya lagi. Edward memang kesal melihat sikap Bryan yang tak pernah berubah. Ia akan membiarkan dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya sebelum akhirnya sadar dan bangkit. Namun sering ka
Bryan membuka mata perlahan dan merasakan kepalanya yang berdenyut sekaligus pengar. Ia tak segera beranjak dari ranjang, melainkan mengingat apa yang telah terjadi malam tadi.Ia menilik tubuhnya yang tak mengenakan sehelai pun pakaian dan teringat malam tadi ia dan Shienna telah menghabiskan malam penuh cinta dan gairah dan saatnya Bryan untuk memastikan kalau malam tadi ia tidak bermimpi. Anehnya, perasaan Bryan sekarang justru begitu pilu. Seolah hari ini tak akan ia temukan lagi sosok Shienna yang semalam membuatnya berhasil melepaskan kerinduan mendalam yang tak pernah bisa ia ungkapkan karena tak pernah berhasil menemukan istrinya itu. Perlahan dan ragu, Bryan menoleh untuk memastikan malam mereka adalah kenyataan, tetapi ia justru menemukan kegilaan dan drama lain yang tak bisa ia percayai. Bukan Shienna yang tengah berbaring di sampingnya tanpa mengenakan busana, melainkan wanita lain. Wanita yang tak pernah ia harapkan untuk datang dan muncul di hadapannya terlebih dengan
Bryan tertegun dengan tatapan tertuju pada pemandangan menyesakkan di hadapannya. Shienna tampak begitu ceria, tersenyum bahagia, dan sesekali membiarkan pria di hadapannya menggenggam tangannya. Bryan meremas garpu yang sejak tadi berada dalam genggamannya dan hendak bangkit untuk menuju ke sana. Amarah Bryan membuncah. Dalam benak dan pikirannya kini adalah Shienna dengan sengaja meninggalkannya menderita dan terus berusaha mencarinya, sementara dirinya justru bersenang-senang dengan pria lain. Bryan tak mengenal siapa pria itu. Artinya, dia hanyalah orang yang baru saja masuk ke kehidupan Shienna. Sayangnya, Bryan telah salah. “Mengapa wajahmu begitu muram? Apakah ada masalah?” tanya pria yang kini telah melepaskan genggaman dari tangan Shienna. Shienna menggeleng dan kembali menyunggingkan senyum, menyeruput milkshake di dalam gelasnya hingga tersisa separuhnya. “Apakah kau yakin akan keluar dari rumah Jennie? Ia pasti akan senang jika kau tetap tinggal di sana.” Shienna mendes
Urusan dengan pekerjaan telah ia selesaikan dan Shienna kini mengemudikan mobil menuju ke sebuah tempat yang sejak beberapa hari lalu ingin ia kunjungi. Ia mempercepat laju kendaraan dan bergegas turun ketika mobilnya telah berada di halaman parkir di basement sebuah bangunan yang tak kalah megah dengan kantor milik Bryan. Shienna berdiri di depan meja front desk untuk meminta waktu bertemu dengan seseorang, tetapi pegawai tersebut memintanya untuk menunggu. “Apakah kau tidak tahu siapa aku? Bosmu sangat mengenalku yang artinya kau akan mendapat masalah kalau menghalangi tujuanku bertemu dengannya,” tutur Shienna yang mulai tak sabar. “Maafkan kami Nona Miller, tetapi Tuan Hashimoto sedang ada meeting yang mungkin akan selesai satu jam lagi. Jika berkenan, silakan menunggu di lobi. Kami akan mempersilakan Anda masuk jika Tuan Hashimoto sudah selesai.” “Aku tidak butuh izin kalian!” Shienna menegaskan dan mulai memutar tubuh lalu masuk ke dalam lift yang terbuka, berkumpul bersama p
Tak mungkin Shienna tidak mengenali pria yang kini berdiri tak jauh darinya. Bahkan andai sekadar suara langkah kakinya pun, Shienna sangat mengenalnya, begitu juga aroma tubuhnya, suaranya, embusan napasnya.Semuanya tentang Bryan sudah seperti bagian dirinya yang tak mungkin tidak ia kenali. Tak akan mungkin akan ia lupakan begitu mudah. Shienna tertegun kala melihat siapa yang sudah berdiri mematung dan tak mengalihkan tatapan darinya. Keduanya seolah kehilangan kata yang telah tersusun rapi yang mereka rencanakan untuk katakan jika mereka bertemu kembali. Nyatanya, tak ada satu pun yang memulai pembicaraan meski hanya sekadar umpatan. Shienna menatap Bryan dengan sepasang bola mata yang telah basah, sementara Bryan nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menghambur dan meraih Shienna ke dalam dekapannya. Namun, ia mengepalkan tangan untuk menahan dorongan itu. Ia tak ingin menakuti sang istri yang baru saja bertemu setlah sekian lama pergi. Lagi pula, Shienna telah bersama pri
“Nona Miller, apakah kau bisa datang ke kantor?” tanya sebuah suara di saluran seberang yang membuat Shienna menepikan mobil. Ia menyimak perkataan wanita itu dan kemudian bergegas melajukan kendaraannya menuju ke kantor yang sebelumnya telah wanita itu sebutkan. “Mengapa wanita itu memintaku untuk datang ke kantor? Bukankah ia mengatakan estimasi terjualnya rumah itu sekitar dua minggu? Ini baru satu minggu berlalu, apakah ia ingin membatalkan perjanjian?” Shienna bergumam sembari terus memusatkan perhatian pada kemudi dan jalanan lengang di hadapannya. Tak berapa lama, ia tiba di kantor agen properti yang membantunya menjualkan rumahnya. Ia bergegas turun dari mobil dan menemui wanita itu. Rupanya, kabar baik yang ingin ia sampaikan pada Shienna. “Ada seseorang yang telah membeli rumahmu, dan langsung melakukan pembayaran full. Namun, baru hari ini aku sempat mencairkan dananya. Apakah kau ingin membawanya dalam bentuk cek atau ingin aku mentransfer ke rekening bank-mu?” Shienna
“Aku tak mungkin mengatakan kalau akulah pemilik D’Maestro yang sebenarnya. Aku takut Shienna akan merasa kalau aku sedang mengasihaninya. Aku akan mengatakannya, tetapi tidak sekarang. Aku ingin bisa lebih dekat dengannya tanpa membuatnya merasa kalau aku sedang mengasihaninya,” ujar Jonathan, sebelum kemudian berbalik hendak pergi. “Tunggu! Jadi apa tujuanmu mendekatinya?” “Karena aku mencintainya. Sejak lama. Dan baru kali ini aku mendapat kesempatan untuk lebih dekat dengannya. Karena itu, aku tak ingin menyiakan kesempatan ini.” Jonathan kali ini benar-benar keluar dari ruangan dan ia cukup terkejut saat melihat Shienna yang hendak pergi. Sementara itu, Shienna masih tertegun untuk beberapa saat ketika mendengar percakapan antara Jonathan dan Damien yang membuatnya meradang. Ia percaya pada Jonathan, tetapi pria itu justru membohonginya. Meski dengan tujuan baik, tak ada inisiatif untuk melakukan kejahatan terhadapnya, tetapi Shienna tak suka dengan kebohongan. Apa pun alasann
“Apa yang terjadi padamu, Shie? Ayo kita kembali ke kamar, berpeganganlah.” Bryan menggendong sang istri yang tak lagi memiliki daya untuk melawan, bahkan untuk menghindar ketika sekali lagi aroma tubuh Bryan mengusiknya.Ia pasrah saja ketika Bryan membaringkannya di ranjang dan segera meraih ponsel untuk menghubungi Ryan Karl.“Ya, Bryan. Kawanku itu sudah dalam perjalanan. Ia mengabari beberapa menit lalu. Tunggulah.”Belum selesai pembicaraan keduanya, salah satu pelayan mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada seorang dokter yang sudah menunggu di luar. Bryan meminta pelayan untuk mempersilakan dokter masuk dan segera melakukan pemeriksaan.“Apakah kau mengalami mual dan muntah hampir setiap hari?” tanya dokter sembari menempelkan stetoskop di dada Shienna dan memeriksa denyut nadinya.“Ya. Bahkan seperti setiap saat. Aku tidak menyukai aroma yang kusukai sebelumnya dan kurasa hasrat seksualku menurun sejak itu. Entahlah,” jawab Shienna sembari melemparkan tatapan pada sang suami
Bryan masih memikirkan nasib Amara setelah orang suruhan Edward mengepung dan menabrak mobil yang ia kemudian hingga terbakar. Namun, belum ada kabar lanjutan terkait peristiwa tersebut sehingga Edward mengambil kesimpulan kalau Amara pasti sudah tewas di tempat.Sementara itu, Shienna belum mengetahui apa pun mengenai hal itu. Bryan tak ingin sang istri menjadi gelisah dan berpikiran yang tidak-tidak terhadap Edward.“Mengapa kau tampak gelisah sejak tadi?” tanya Shienna sembari memeluk Bryan dari belakang. “Apakah Ed mengabarkan sesuatu yang buruk?”“Ya. Namun, aku tidak sedang memikirkan hal itu. Aku hanya membayangkan bagaimana jika kita memiliki bayi lagi?” tanya Bryan yang terus memandangi Shienna dengan tatapan penuh cinta.Shienna tak lagi takut untuk memiliki bayi, tetapi sanggupkah ia jika hanya anak mereka yang akhirnya menemaninya melewati masa tua?Bukankah itu ide bagus, memiliki sesuatu yang berasal dari Bryan agar ia bisa terus mengenang lelaki tercintanya jika ia perg
Dua bulan kemudian ... Shienna dan Bryan sudah pulih pasca menjalani operasi. Bryan tampak jauh lebih baik dan Ryan telah menyatakan kalau ia dalam kondisi yang prima. Banyak wejangan yang Ryan berikan untuknya, agar lebih menghargai apa yang ia miliki, termasuk kesehatan. Akan tetapi, ada hal yang tidak ia katakan pada Bryan melainkan hanya pada Shienna. “Mengenai kondisi ginjal dan organ lain, bisa kukatakan tak ada masalah. Namun, hasil tes menunjukkan kalau lupus yang ia derita masih aktif dan aku menyarankan agar ia tetap menjalani tritmen dengan obat-obatan.” “Apakah itu tidak akan mempengaruhi keadaan ginjalnya? Secara logika, ginjalnya tak lagi sama dengan miliknya yang sebenarnya, terlebih setelah menjalani operasi. Artinya, kondisinya akan memburuk sewaktu-waktu, kan?” Raut wajah Shienna mulai menegang. Terlebih setelah melihat respon dari Ryan, tubuhnya serasa tak bertulang. “Maksudmu, dia tetap akan pergi?” Keterdiaman Ryan membuat Shienna mengambil kesimpulan sendiri
Bryan akhirnya setuju dan segera menghubungi Edward dan pria itu datang bersama Jennifer. Di antara mereka tak ada satu pun yang bicara selama menunggu operasi Bryan dan Shienna berjalan lancar. Perawat keluar dari ruang operasi beberapa kali, saat itulah Edward menanyakan kabar Shienna dan Bryan.Beberapa jam berlalu, lampu di bagian atas pintu operasi menyala dengan warna hijau yang artinya operasi telah selesai. Edward bangkit dan segera menemui dokter yang baru saja keluar dari ruangan. Ryan dan beberapa dokter spesialis yang membantu jalannya operasi, tampak tergesa kemudian hanya Ryan yang akhirnya berhenti sejenak untuk menjawab kegelisahan sahabatnya.“Bagaimana kondisinya, Ryan?” tanya Edward dengan raut cemas yang tak bisa ia sembunyikan. Ini kali kedua Bryan melakukan operasi dan hal itu selalu sukses membuatnya begitu cemas.“Operasi berjalan lancar, kita tinggal menunggu Bryan dan Shienna siuman.”“Tolong tempatkan mereka di satu ruangan, itu akan mempercepat pemulihan k
Shienna berada di atas brankar yang bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Ia sempat pingsan untuk beberapa waktu setelah dokter datang dan menemukannya bersimbah darah dengan sebilah pisau lipat menancap di pinggang sebelah kanan.Ia bisa melihat lampu terang menyorot dan membuat matanya merasakan silau. Ia memejamkan mata sejenak, tak kuasa menahan perih dan nyeri di pinggang serta mata yang terasa berat.“Shienna, buka matamu. Tetaplah sadar. Shienna!” Suara itu terus ia dengar memanggil namanya. Ia tak tahu di mana dirinya berada, tetapi sekilas, ia tahu kalau Ryan-lah yang ada di dekatnya.“Bryan ...” gumam Shienna dengan suara lirih. “Di mana suamiku?”“Aku akan segera mengabarinya.”Ryan hendak pergi, tetapi Shienna segera meraih lengan jasnya. “Tolong, jangan katakan apa pun padanya. Lakukan operasi pencangkokan sekarang tanpa memberi tahukan kondisiku padanya. Bisa, kan?”“Uhm, Shie—““Kumohon, kumohon ... aku akan bertahan. Aku janji. Tapi Bryan tak akan mendapat kesem
Bryan sudah meminta orang kepercayaannya untuk memeriksa loker sesuai yang Shienna informasikan dan menemukan banyak hal di sana. Namun, ia setuju untuk membiarkan semua file dan benda-benda milik Jun tetap aman dengan penjagaan tersembunyi. Ia harus memastikan terlebih dahulu kalau Jun akan membebaskan Edward dari tuntutannya.Jun pada akhirnya menarik tuntutan atas Edward dengan mengatakan bahwa ia telah salah menuduh Edward sementara yang terjadi padanya adalah murni sebuah kecelakaan. Ia juga membayar seorang petinggi polisi yang menangani kasus tersebut agar membebaskan Edward dari jerat hukum.Edward hari ini diputuskan untuk bebas bersyarat. Jennifer menjemput Edward, tetapi ia dan Bryan enggan pergi karena ada masalah lain yang harus mereka selesaikan. Meski Jun telah menarik tuntutannya, tetapi kasus yang akan mereka laporkan rupanya berhubungan dengan Jun.“Aku menemukan benda ini di penthouse Shienna dan di kamar ibuku. Aku tidak bisa memastikan ini milik siapa karena terl
Semua mata terbelalak dan tertuju pada wanita yang berdiri di hadapan Bryan. Tak ada luka yang terlihat, tetapi kemudian ia memegangi salah satu bagian tubuh yang mengucurkan darah segar.Nyaris limbung dan tersungkur, Bryan gegas meronta membebaskan diri dari pria yang memeganginya, lantas menghambur demi menopang tubuh sang istri.“Shienna!” Ia memanggil nama itu dengan perasaan cemas, memeriksa di mana bagian tubuh Shienna yang terkena tembakan, tetapi menemukan hanya lengan yang terluka. Ia melepaskan jaket dan membungkus luka tersebut. “Pegang ini kuat-kuat, oke?”Ia melepaskan Shienna yang bisa duduk dengan baik karena tak ada luka serius yang membuat Bryan bisa mengurus hal lain yang sudah seharusnya ia lakukan sejak tadi.Ia menghambur ke arah Jun, mencengkeram batang tenggorok lelaki itu dan membuatnya nyaris kehabisan napas.“Seharusnya aku menghabisimu sejak dulu, bajingan! Aku membiarkanmu hidup karena pelacurmu yang pandai berdusta itu. Ia tampaknya begitu memanjakanmu, s
Shienna tiba di rumah lamanya, karena ia meninggalkan Bryan pagi-pagi sekali dan saat ia masuk ke rumah, ia tak menemukan siapa pun selain beberapa wanita yang tengah melakukan pekerjaan di dapur basah yang ada di bangunan belakang.Ia memeriksa ruangan lain, tetapi nihil. Tak ada tanda-tanda keberadaan Bryan di mana pun.“Apa Anda mencari Tuan Sanders, Nyonya?” tanya salah satu pelayan yang memerhatikan Shienna mondar-mandir dengan wajah bingung sejak tiba di rumah.“Ya. Apakah kau tahu dia di mana? Apakah ia meninggalkan pesan untukku?”“Tuan Sanders hanya mengatakan kalau ia sedang ada keperluan dan meminta Anda untuk makan siang lebih dulu. Ia akan segera kembali jika semua urusan telah selesai.”Mendengar perkataan pelayan, Shienna justru semakin cemas. Masalah apa yang tengah Bryan hadapi sehingga ia sama sekali tidak mengabari. Bryan juga tidak menghubungi Shienna, padahal ia pasti panik saat tak menemukan Shienna di mana pun, tetapi mengapa ia tidak membombardirnya dengan pang
Mobil Bryan berhenti di halaman sebuah bangunan yang seharusnya tidak asing bagi Shienna. Namun, Bryan sengaja menutup mata Shienna sejak awal, karena tak ingin sang istri mengetahui ke mana tujuan mereka.Bryan membantu Shienna turun dan berjalan hingga tiba di sebuah pelataran yang sebelumnya hanyalah lahan kosong dan kini beberapa pegawai konstruksi tengah melakukan pembangunan gedung megah yang Bryan yakin akan membuat Shienna gembira jika mengetahuinya.Ia membuka penutup mata Shienna dan menunjukkan bangunan yang sudah mencapai 70% pembangunan dan tak lama lagi akan selesai. Bryan sudah meminta pekerja konstruksi untuk menyelesaikan dengan segera, karena ia tak bisa menjamin dirinya akan bertahan lebih lama.Shienna bungkam kala melihat apa yang ada di hadapannya. Bangunan lain yang pernah ia rencanakan akan ia bangun, meski tak yakin untuk tujuan apa, kini sudah hampir sepenuhnya berdiri.Ia menoleh pada Bryan yang masih menyunggingkan senyum, puas melihat mata sang istri berka