“Halo anak cantik, sedang menunggu siapa?” tanya Hilda ramah pada gadis kecil berkuncir kuda yang sedang berada didepan gerbang sekolah.
“Halo Tante. Lagi tunggu Mama,” gadis kecil tersebut membalas sapaan dari Hilda.
“Kamu kelas berapa sayang?” Hilda berjongkok menyeimbangkan tinggi badannya dengan gadis kecil itu.
“Kelas satu Tante. Tante disini mau jemput juga ya?”
“Ah iya, Tante mau jemput keponakan, dia juga sekolah disini. Kalau boleh Tante tahu, siapa nama kamu sayang?”
“Alifa, Tante namanya siapa? Keponakan Tante kelas berapa?” Alifa menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Hilda yang justru kini diam terpaku setelah mendengar ucapan dari Alifa.
Hilda tak menyangka akan secepat ini bertemu dengan Alifa, seolah-olah Tuhan memberi kemudahan pada Hilda untuk menyelidiki tingkah sang suami di belakangnya.
Jantungnya kini berdegup cukup kencang, ingin rasanya membawa gadis kecil ini ke hadapan Firman dan bertanya langsung tentang siapa gadis ini, namun akal sehat Hilda nampaknya masih cukup waras untuk berpikir panjang.
“Tante? Kok malah bengong?” Alifa menarik-narik lengan Hilda yang masih diam terpaku.
“Oh maaf sayang, Tante melamun ya. Nama Tante, Hilda.” Mereka pun berjabat tangan dan tersenyum.
“Keponakan Tante kelas berapa?” tanya Alifa.
“Eeemm, Kelas 5 sayang, kira-kira sudah pulang belum ya? Takutnya Tante terlambat menjemput.”
“Kalau kelas 5 belum pulang Tante.”
“Kok Alifa nggak takut sih bicara sama orang asing? Alifa nggak takut kalau ternyata Tante orang jahat, terus Alifa diculik sama Tante?”
“Nggak. Alifa nggak takut sama Tante, soalnya Tante cantik dan ramah, nggak mungkin Tante ini orang jahat.” Jawab Alifa polos yang membuat Hilda tersenyum.
“Terus menurut Alifa, orang jahat itu yang bagaimana?”
“Biasanya itu wajahnya garang, nggak ada senyum sama sekali, nggak ada ramah-ramahnya.” Alifa nampak tersenyum lebar, sedangkan Hilda begitu pias melihat wajah Alifa yang sedang tersenyum.
Senyum Alifa terlihat sangat mirip dengan Firman, wajahnya begitu mirip dengan Firman, hanya bentuk rambutnya saja yang berbeda, jika Firman memiliki rambut hitam dan lurus, Alifa memilik rambut dengan warna coklat dan sedikit bergelombang.
“Eeemmm, sambil nunggu Mama Alifa, kita makan es krim dulu mau nggak?” tawar Hilda.
“Tapi nanti kalau Mama datang dan Alifa nggak ada disini bagaimana Tante?” jawab Alifa ragu.
“Atau bagaimana kalau Tante bilang dulu ke penjaga sekolah, Tante akan bilang kalau Alifa akan pergi beli es krim sebentar di minimarket sama Tante?”
Tin Tin!
Belum juga Alifa menjawab pertanyaan dari Hilda, tiba-tiba sebuah mobil berwarna putih berhenti di dekat mereka, seorang wanita cantik turun dari mobil tersebut.
“Itu Mama udah datang Tante.” Seru Alifa dengan bahagia lalu menghampiri sang Mama.
Hilda yang awalnya berjongkok kini mulai mengangkat tubuhnya, lalu menatap ke arah wanita tersebut. Wanita tersebut pun tertegun menatap Hilda yang kini berada di hadapannya.
“Mama, itu Tante Hilda. Cantik ya Ma? Kayak Mama,” celoteh Alifa sambil mengenalkan Hilda pada sang Mama.
“Hem? Alifa berkenalan dengan Tante ini?” selidik sang Mama.
“Iya Ma. Maaf ya Ma kalau Alifa tidak mengikuti kata-kata Mama untuk tidak berkenalan dengan orang asing, tapi Tante Hilda baik kok Ma.” Ucap Alifa pelan dan menunduk.
“Sayang, besok jangan lakukan hal itu lagi ya. Jangan berkenalan dengan orang asing, siapapun, apalagi kalau kamu lagi sendirian begini! Alifa kan nggak tahu apa benar Tante ini baik atau nggak? Mulai besok tunggu Mama di dalam sekolah saja ya?” ucap wanita itu dengan nada sedikit keras dan penuh penekanan.
“Iya Ma, Alifa minta maaf ya.” Ucap Alifa sambil menunduk.
“Sekarang Alifa masuk mobil ya, kita pulang.” Ucap Mama Alifa sambil mengusap kepala sang anak.
Alifa gegas menuruti perintah dari sang Mama, dilihatnya sepintas Hilda sambil sedikit tersenyum ke arah Hilda, sebelum Alifa masuk ke dalam mobil.
Hilda pun tersenyum tipis pada Alifa sambil melambaikan tangan, namun wanita yang ada dihadapannya justru menatap tak suka ke arah Hilda.
“Maaf ya Mbak, saya harap besok anda tidak lagi mendekati anak saya. Saya tidak suka jika anak saya di dekati oleh orang asing.” Ucap wanita itu dengan ketus.
“Oh maaf Mbak, saya tidak ada maksud buruk terhadap Alifa, kebetulan tadi saya ada perlu di sekolah ini, dan kebetulan pula Alifa sedang menunggu sendirian disini. Maka dari itu, tadi saya menemani Alifa disini.” Hilda masih terlihat ramah dan penuh senyum meski didalam hatinya berbagai macam pertanyaan berkecamuk.
“Oh, begitu. Baik, terima kasih sudah menemani anak saya tadi. Dan saya harap besok anda tidak lagi mengganggunya!” dengan nada ketus dan tanpa senyum, wanita itu masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan Hilda yang diam terpaku menatap kepergian mereka.
Panasnya sengatan matahari di siang ini cukup terasa hingga ke dalam hati Hilda, berbagai pikiran buruk tentang Firman kini berkecamuk tak karuan.
Jika benar Firman ada hubungan terlarang dengan wanita itu, bagaimana dengan rumah tanggaku? Bagaimana aku menjelaskan pada Mama dan Papa? Gumam Hilda dalam hati sambil meremas kencang tas yang berada didalam genggamannya.
Hilda bergegas mengambil ponsel yang ada didalam tasnya, dia mencoba menghubungi Firman.
“Halo mas, bisa kita makan siang bareng?” tanya Hilda setelah panggilannya terhubung.
“Halo sayang, bisa. Kamu datang kesini atau bagaimana?” jawab Firman diseberang sana.
“Eeemmm, mas jemput aku aja bagaimana? Ini aku masih diluar soalnya, deket sama PT Sanjaya.”
“Oke sayang, kamu share aja ya lokasi kamu saat ini, mas siap-siap sekarang jemput kamu.”
“Aku tunggu di depan SD Nusa Bakti ya mas, tau kan?”
“A-apa? Kamu di depan SD Nusa Bakti? Kamu ada perlu ada apa disana?” Firman terbata-bata begitu mendengar Hilda menyebut nama sekolah tersebut.
“Oh, aku ada perlu sebentar tadi mas disini, memang kenapa mas?” tanya Hilda menyelidik.
“Ah, eeemmm, nggak ada apa-apa, cuma heran aja. Ya sudah, tunggu disitu, mas segera kesana.”
“Oke.” Hilda memutuskan panggilannya.
Sementara Hilda menunggu, kini Firman nampak gugup dan tergesa-gesa menuju ke tempat Hilda berada.
“Sedang apa Hilda disana? Apa dia sedang menyelidiki aku? Ah, tidak mungkin Hilda dengan mudah bisa tahu tentang rahasiaku. Bisa jadi memang dia ada keperluan yang menyangkut pekerjaan. Iya, Hilda pasti tidak akan curiga padaku. Aku harus tenang.” Firman berguman sendiri saat dirinya menuju parkiran mobil.
“Cepat sekali mas? Ngebut pasti ya?” Hilda menyambut Firman yang kini berada dihadapannya.
“Ah, iya sayang, aku nggak mau kamu menunggu lama. Kamu mau makan apa siang ini?” tanya Firman sambil menuntun Hilda untuk masuk ke dalam mobil.
“Eeemmm, apa ya mas? Ngikut mas aja deh, yang penting enak.” Jawab Hilda sambil tersenyum manis.
“Kita makan di rumah makan sunda aja ya, aku lagi pengen ikan bakar. Kamu mau?” tawar Firman pada Hilda sambil perlahan melajukan mobilnya.
“Oke deh.” Hilda tersenyum.
Tiba-tiba ponsel Firman berdering, namun tak dihiraukan olehnya, sampai dua kali panggilan tersebut diabaikan oleh Firman.
“Angkat dulu mas, siapa tau penting.” Ucap Hilda sambil menatap ke arah ponsel Firman yang berada diatas dashboard.
“Ck, nggak perlu sayang, paling-paling orang kantor pada nanyain aku kemana.”
“Tuh bunyi lagi, aku aja yang angkat ya?” ujar Hilda dan tangannya hendak meraih ponsel Firman, namun ternyata gerakannya kalah dengan Firman yang berhasil meraih ponsel tersebut lebih cepat.
“Ah, biar aku saja ya,” ucap Firman tergesa-gesa.
“Ya, halo,” Firman mengangkat panggilan tersebut.
“Hilda sudah tau tentang aku mas? Apa dia curiga denganmu? Apa dia menemukan sesuatu?” cecar seseorang dalam panggilan tersebut.
“A-Apa?” Firman melongo, dan seketika menghentikan kendaraannya di tepi jalan.
Hilda hanya melihat sekilas ke arah Firman tatkala terkejut setelah menerima panggilan masuk, setelah itu Hilda memalingkan pandangannya ke arah jendela. Jalanan yang cukup padat, membuat tubuh terasa penat, belum lagi cuaca yang cukup menyengat pada siang ini, ditambah lagi kekacauan yang dirasakan di dalam hati dan pikiran Hilda saat ini. “Eeemmm, Sayang, bagaimana kalau,,,” “Mas, rasanya aku sedang tidak enak badan, bagaimana kalau makan siang kali ini kita batalkan saja? Rasanya badanku terasa sakit semua, dan kepala juga sedikit pusing.” Ujar Hilda memotong ucapan Firman tanpa mengalihkan pandangan. “Ah, kamu sedang sakit? Ya sudah, kalau begitu kamu mending pulang aja, istirahat dirumah.” Ucap Firman seketika. “Eeemmm, terus kalau aku pulang kamu gimana Mas? Kasihan kamu nggak jadi makan siang. Atau aku temani saja tapi aku nggak ikut makan?” kini Hilda menoleh ke arah Firman. “Ah, kamu nggak usah mikirin Mas, gampang, nanti bisa bikin mie instant atau beli makanan cepat sa
Sudah satu minggu ini Firman harus rela menggunakan jasa taksi online untuk pulang pergi menuju kantor tempatnya bekerja, mobilnya yang biasanya digunakan oleh Firman, kini dipegang alih oleh Hilda. Firman tak ingin berdebat panjang dengan istrinya, karena jika salah bicara, bisa-bisa Hilda bertindak bar-bar seperti waktu lalu. Sejak Firman tak lagi menggunakan mobil pribadi, dia tak lagi bisa pulang malam dengan alasan lembur karena malam hari pasti taksi online sulit ditemukan. “Udah sarapan belum Mas?” tanya Hilda yang baru saja selesai mandi sehabis lari pagi, karena ini hari minggu, Hilda memang biasa berolahraga disaat dia sedang libur kerja. “Belum, memang kamu sudah masak?” tanya Firman yang sedang menikmati acara televisi diruang keluarga. “Malas masak aku Mas, kamu traktir aku aja deh yok, kita cari sarapan diluar.” Ajak Hilda dengan antusias. “Ya udah ayo.” Firman setuju lalu beranjak dari duduknya. Mereka berdua pun bersiap-siap untuk mencari sarapan diluar, Firman m
PoV HildaAku pikir 3tahun pernikahanku dengan Mas Firman adalah waktu yang cukup untuk kami saling mengenal lebih dalam tentang kelebihan kita masing-masing dan bisa saling mengisi kekurangan dalam diriku dan Mas Firman, namun faktanya tidak.Mas Firman, yang aku berikan kepercayaan sepenuhnya ternyata menyimpan kebohongan dan kebusukan, meski aku belum tahu pastinya namun aku yakin dia telah mengkhianati pernikahannya denganku.Kini aku harus mencari tahu sendiri sejauh mana kebohongan yang telah dia sembunyikan selama ini dariku.Aku mengenal Mas Firman melalui Riana yang merupakan temanku sejak dibangku kuliah. Dia bilang jika Mas Firman ini adalah tetangga Riana dikampung dan halaman, dan dia ke kota karena ingin mencari pekerjaan.Aku pun membantu Mas Firman untuk mencarikan pekerjaan, kebetulan orangtuaku memiliki koneksi yang cukup luas karena Papaku memiliki perusahaan yang cukup bonafide di kota ini sehingga tak perlu waktu lama mencarikan pekerjaan untuk Mas Firman.Baik Ri
Pov Firman Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan yang layak dikota besar, dan kebetulan sekali sepupuku, Riana, memiliki teman disana, bahkan Riana juga kini bekerja disana berkat bantuan temannya itu. Ya, 4tahun yang lalu aku merantau ke kota, ku tinggalkan anak istriku demi membahagiakan mereka, Elisa istriku, tidak ingin hidup susah terus menerus. Meski awalnya aku berat untuk meninggalkan Elisa dan Alifa putri kecilku, namun harus ku lakukan, dan janjiku pada Elisa jika aku sukses, aku akan membawa mereka juga untuk tinggal di kota. Setelah sampai dikota, aku menyewa sebuah kamar kost, tak apalah sempit asalkan bisa untuk tempat berteduh dan mengistirahatkan badan. Keesokan harinya aku dikenalkan kepada Hilda yang merupakan teman Riana. “Kenalin Hil, ini yang namanya Mas Firman,” Riana mengenalkan aku pada Hilda. “Hai, Hilda,” ucap Hilda tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Saya Firman mbak,” ucapku gugup sambil menjabat tangan Hilda. “Mas Firman sebelumnya kerja dima
Dengan perasaan kesal, Hilda melajukan kendaraannya menuju Jalan Sudirman, dia berencana menemuai Riana dikostnya.Hilda tak mempedulikan lagi Firman yang masih terpaku dikantornya, sudah besar ini nanti juga bisa pulang sendiri, pikir Hilda.Hanya butuh waktu sekitar 20menit untuk sampai ditujuan, nampaknya Riana juga sudah tiba dikostnya, kendaraannya sudah terpakir disana.Tok Tok TokHilda mengetuk pintu kamar Riana dan mengucapkan salam, tak menunggu lama terdengar suara seseorang memutar anak kunci pintu tersebut.“Hilda? Lho kok kamu bisa tiba-tiba disini?” Riana tercengan mendapati Hilda yang sudah berdiri diambang pintu.“Kamu itu bukannya menjawaba salamku malah bengong gitu,” ucap Hilda terdengar kesal.“Ya habisnya kamu nggak biasanya aja tiba-tiba datang kesini Hil.” ucap Riana tanpa menyuruh Hilda untuk masuk ke dalam.“Berarti aku nggak boleh nih main kesini? Ya sudah, aku pulang aja, maaf kalo ganggu kamu!” Hilda dengan kesal langsung memutar balik tubuhnya dan hendak
Sudah 3hari Hilda merasa kondisi tubuhnya makin kurang sehat, tak ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, dia hanya bisa makan buah itu pun jenis tertentu.Dia juga sudah memeriksakan keadaanya, dokter mengatakan jika Hilda positif hamil dan usia kandungannya memasuki 5bulan.Hal ini sebenarnya yang ditakutkan oleh Hilda, disaat dia mencium kebusukan sang suami, namun Tuhan memberikan hadiah yang seharusnya menjadi hadiah terindah bagi dia dan Firman.Tok Tok Tok“Hil, kamu masih nggak enak badan? Kamu masih cuti hari ini? Mau aku antar ke rumah sakit?” tanya Firman diluar kamar sambil mengetuk pintu kamar Hilda.Tak ada jawaban apapun dari Hilda, Firman sebenarnya khawatir kondisi Hilda, namun sejak pertengkaran terakhir, Hilda benar-benar menghindar dari Firman, bahkan Firman tak pernah bertemu dengan Hilda meskipun sebenarnya Hilda berada dirumah.Hilda sengaja tak ingin bertemu dengan Firman, dia tak ingin suaminya
Brak!!!Hilda menutup pintu mobil bagian penumpang depan dengan begitu kencang, emosinya kali ini sudah benar-benar diubun-ubun kepala.Firman yang duduk dikursi pengemudi sambil terlonjak mendengar kencangnya suara pintu mobil ditutup, kali ini mau tak mau Hilda harus satu mobil dengan Firman, karena Firman yang bersikukuh ingin mengantar Hilda ke rumah sakit guna memeriksakan Hilda.Tak mungkin Hilda menolak, karena Firman juga sudah berpamitan dengan Alex bahkan dihadapan Hilda sendiri, dengan menjaga nama baik hubungan Hilda dan Firman, akhirnya Hilda menyetujui.“Jangan marah-marah tak jelas Hil, kamu jangan mudah percaya ucapan dari temanku, mereka hanya bergurau,” Firman berusaha meredakan emosi Hilda.“Baiklah, kalau begitu besok aku akan menemui teman kamu Mas untuk menanyakan langsung benar atau tidak ucapannya.” Jawab Hilda datar sambil memandang keluar jendela.“Tak baik jika kamu berburuk sangka terus dengan aku, biar bagaimanapun aku ini masih suami kamu Hilda, kamu waji
“Hai Hil, kenapa kamu bisa tiba-tiba datang kemari? Bukankah kamu tadi ke rumah sakit diantar oleh Firman?” tanya Alex setelah Hilda masuk ke dalam ruangannya.“Ada yang perlu aku tanyakan dengan kamu Alex, soal Firman. Benarkah dia sering kau tugaskan keluar kota untuk tugas kantor, meeting dengan para klien?” tanya Hilda.“Tidak, aku tak pernah menyuruhnya untuk pergi keluar kota.” Jawab Alex.Hilda seketika diam membisu, kini semakin banyak kebohongan Firman terungkap olehnya.“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian?” selidik Alex.Sebenarnya Alex dan Hilda sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka pun sudah saling kenal, sebelum Firman mempersunting Hilda, awalnya mereka akan dijodohkan, namun Hilda menolak secara halus.Hilda kini bingung, hendak menceritakan soal rumah tangganya kepada Alex atau tidak, karena sejujurnya dia tak ingin membuka aib keluarga dia sendiri kepada orang lain, apalagi Hilda juga belum memiliki bukti yang jelas jika Firman mend
“Aku hanya bercanda Nyonya Firman kedua, jangan dimasukkan ke dalam hati ya,” ujar Albert seraya terkekeh. Hilda memilih diam, hatinya tentu saja tak rela dia disebut pelakor lagi oleh orang yang tak tahu awal ceritanya. Sampai akhirnya taksi yang ditunggu oleh Hilda pun tiba dihadapannya. Bergegas dia langsung masuk ke dalam mobil. Ponsel Hilda tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk dari sang papa. “Halo Pa,” Hilda menjawab panggilan tersebut. “Halo Nak, kamu dimana? Papa … Papa Hi … “, terdengar suara Bu Nirmala terbata-bata lalu terisak menangis. “Tenang Ma, jelaskan secara perlahan. Ada apa dengan Papa? Mama ini lagi dikantor dengan Papa?” tanya Hilda sedikit gusar. “Papa ada dirumah sakit Nak,” jawab Bu Nirmala dengan suara lirih masih dengan isak tangisnya. Hilda pun meminta sopir taksi online untuk memutar arah setelah Bu Nirmala mendapat informasi rumah sakit Pak Baskara berada. Dengan kecepatan yang agak tinggi, Hilda menuju ke Rumah Sakit Medical Center. === “Waw,
Suasana mendadak berubah menjadi hening. Semua yang ada diruangan menanti apa yang akan diucapkan olehnya.“Kembalikan rumahku Mas! kembalikan rumah yang kau jual tanpa sepengetahuanku!” pekik Hilda.Wajah Firman nampak pias. Dia tak menyangka jika Hilda akan mengetahui lebih cepat. Firman beranggapan Hilda tak akan kembali ke rumahnya itu.“Hahaha. Kau sudah tahu rupanya? Baguslah, jadi aku tak perlu repot-repot menjelaskan kepadamu,” tukas Firman menutupi kegusaran hatinya. Dia berusaha mengintimidasi Hilda.“Mana uang hasil penjualan rumahku Mas?! Kau tak ada hak menjual rumah itu!” geram Hilda.Albert nampak bingung dengan kejadian ini, dia memang tak cukup paham hubungan rumah tangga Hilda dengan suaminya. Sedangkan nampak terlihat merah padam, kedua tangannya mengepal keras. Dia tak rela jika Hilda disakiti oleh Firman.“Ck, uang penjualan rumah sudah habis Hilda. Uang itu sudah ku pakai untuk biaya pengobatan Alifa, karena kau tak mau membantuku! Anggaplah itu uang sedekahmu un
Hampir pukul sepuluh malam, Hilda sampai dikediaman orang tuanya. Terlihat raut cemas diwajah Pak Baskoro.“Nak Albert? Mengapa Hilda bisa bersama denganmu?” sorak Pak Baskoro begitu melihat Albert turun dari kendaraan.“Pak Baskoro. Ternyata memang benar ya, dunia itu tak seluas daun kelor,” seloroh Albert. Mereka tertawa bersama.“Papa mengenal Albert?” tanya Hilda keheranan.Pak Baskoro dan Albert saling memandang dan tersenyum.“Iya Nak, dia merupakan salah satu kolega Papa. Pemilik Rumah Sakit Bakti Sehat. Muda, tampan, mapan,” terang Pak Baskoro terkekeh sambil menepuk-nepuk bahu Albert.Hilda menatap sekilas ke arah Albert, dia terlihat sedikit salah tingkah.“Berarti rumah sakit tadi itu … “ gumam Hilda.“Kau dari rumah sakit? Siapa yang sakit?” selidik Pak Baskoro mendengar ucapan Hilda.“Te—man Pa. Tadi teman Hilda mengalami kecelakaan, jadi aku membawanya ke rumah sakit. Dan kebetulan sekali tadi aku disana bertemu dengan dia,” jelas Hilda sambil menunjuk ke arah Albert.“A
PoV HildaPerlahan aku meninggalkan rumah sakit dimana tadi aku diselamatkan oleh Albert. Sebenarnya aku masih ingin menunggu hasil dari dokter yang menangani Elisa. Aku yakin dia pasti hanya berpura-pura.Kali ini aku memilih untuk pulang ke rumahku sendiri. Lama aku tak menyambangi, pasti beberapa tanaman sudah terlihat rimbun.Namun betapa terkejutnya aku, setelah sampai dirumah, justru aku melihat seorang wanita asing yang sedang menyirami taman depan.Mungkinkah Mama menyewa seseorang untuk bersih-bersih disini? Aku menerka-nerka.“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu Bu?” sapa wanita tersebut dengan seulas senyum ramah.“Maaf, Ibu siapa ya?” tanyaku.“Oh, saya baru saja menempati rumah ini Bu. Dua minggu lalu saya membeli rumah ini dengan harga yang cukup murah menurut saya,” paparnya lagi.Aku tertegun mendengar penjelasannya. Tubuhku menegang, jantungku seolah berhenti berdetak.“Apa ada yang bisa saya bantu Ibu?” tegur wanita itu lagi membuatku tersadar dari lamunanku.“Ma
Tok! Tok! Tok!Hilda mengetuk pelan pintu ruang rawat tersebut, perlahan dia membuka daun pintu.Seorang wanita yang terbaring didalam sana menoleh ke arah Hilda.“Elisa!” pekik Hilda sambil menutup mulutnya. Dirinya tak menyangka, hari ini dia mendapat kejadian bertubi-tubi.Jadi wanita yang menjadi korban kecelakaan tadi adalah Elisa. Sungguh tak disangka sama sekali.“Siapa kamu?” lirih Elisa lemah.“Siapa Elisa? Siapa aku? Tolong aku … “ rintih Elisa sambil menangis. Salah satu tangannya memegang pelipis kepala.Hilda kembali terkejut, mengapa Elisa tak mengenali dirinya sendiri. Apakah Elisa mengalami cedera serius hingga gegar otak? Tapi bukankah pria tadi bilang jika Elisa baik-baik saja? Hilda bergumam dalam hati.“Elisa!” tiba-tiba Firman masuk ke dalam kamar.“Hilda? Kenapa kamu ada disini? Apa kamu tahu siapa yang membuat Elisa menjadi seperti ini?” cecar Firman.Hilda bergeming. Dia melihat Firman membelai lembut pucuk kepala Elisa. Hilda sudah berusaha membuang jauh rasa
Nampak beberapa awak media ikut menerobos masuk ke dalam ruangan Hilda. Beberapa petugas keamanan yang ada dikantor Hilda tak cukup kuat untuk menahan mereka semua untuk tidak masuk ke dalam.“Apa benar Pak Alex ada hubungan terlarang dengan Bu Hilda?” tanya seorang wartawan lelaki. Sekilas Alex membaca name tag yang dikalungkan dileher pria tersebut.Alex terlihat tenang menghadapi situasi saat ini. Alex tahu, pasti ada seseorang yang menyebar isu kepada orang-orang. Lain halnya Hilda yang terihat pucat dan gugup.“Pak Alex, bisa tolong dijelaskan sejauh apa hubungan anda berdua selama ini?” Wartawan lain pun ikut berseru.“Saya akan menjawab pertanyaan rekan-rekan yang ada disini setelah kalian mendapat bukti nyata jika memang saya dan Bu Hilda ada hubungan terlarang. Namun jika tidak ada bukti … “ Alex berhenti sejenak sambil menatap semua orang yang ada diruangan.“Saya tak segan-segan untuk membuat kalian dipecat dari tempat kerja bahkan akan saya masukkan ke daftar blacklist ke
Dengan sedikit berlari, Firman berusaha mengejar Alex yang hendak masuk ke dalam mobil. Setelah kejadian dipemakaman Alifa, Firman tak bisa menghubungi Hilda, ingin menghubungi mertuanya dia tak punya keberanian.“Pak! Pak Alex!” seru Firman ketika hampir sampai dihadapan Alex.Seketika Alex mengurungkan dirinya untuk masuk ke dalam mobil. Pandangannya kini menuju kepada Firman yang nampak terengah-engah.“Anda memanggil saya?” tanya Alex dengan wajah penuh heran.“Iya Pak. Maaf sebelumnya, bagaimana kabar Hilda sekarang Pak? Dia dan janinnya baik-baik saja kan?” cecar Firman yang dengan tanpa malu bertanya pada Alex.Alex mengernyitkan keningnya dengan senyum sinis, “mengapa anda menanyakan kabar istri anda sendiri pada saya? Bukankah anda suaminya?”“Sampai saat ini saya tidak bisa menghubungi dia Pak.”“Lalu apa hubungannya dengan saya?” Alex membalikkan pertanyaan.“Eeemmm, saat kejadian dipemakaman kemarin Pak Alex yang menolong dia. Pak Alex pasti tahu kabar istri saya. Bapak ng
Suasana haru menyelimuti proses pemakaman Alifa. Gadis kecil itu menghembuskan nafas terakhirnya saat dalam perjalanan menuju rumah sakit.Elisa berkali-kali jatuh pingsan saat tubuh mungil yang terbungkus dengan kain kafan itu hendak dimasukkan ke dalam liang lahat, sedangkan Firman nampak terpekur menatap jenazaha Alifa.Hilda diam mematung, dia tak menyangka jika gadis yang ditemuinya beberapa waktu lalu meninggalkan dunia ini dengan begitu cepat. Karena buku raport miliknya lah Hilda dapat menguak keluarga kecil suaminya sebelum Hilda dipersunting oleh Firman.“Ayo kita pulang,” Alex mengajak Hilda untuk meninggalkan pemakaman yang mulai sepi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih ada dipemakaman.Hilda pun mengangguk pasrah, dia pun melangkahkan kaki meninggalkan pemakaman.“Tunggu!” tiba-tiba saja Elisa berteriak lalu berlari ke arah Hilda yang sedang berjalan menuju ke area parkir kendaraan.“Dasar wanita tak tahu diri! Kamu sudah menjadi pelakor dan kini kamu juga membu
PoV HildaSudah satu minggu sejak kedatangan Elisa ke kantorku, Riana masih belum ditemukan. Aku pun juga tak tahu bagaimana kabar dari Mas Firman. Tak sekalipun dia menanyakan kabar kepadaku.Aku juga lebih memilih untuk tinggal dirumah orang tuaku, aku takut jika sewaktu-waktu Elisa datang ke rumah orang tuaku lalu melakukan hal-hal buruk pada mereka. Aku tak ingin hal itu terjadi.[Sudah kau siapkan uangnya?] sebuah pesan dari aplikasi hijau masuk ke ponselku.Tak ada nama yang tertera dipesan tersebut, apa mungkin ini Elisa? Pikirku mencoba menerka-nerka.[Uang apa? Kamu Elisa?] tanyaku membalas pesan tersebut.Belum saja aku menerima balasan, terdengar suara ketukan dari luar ruang kerjaku.“Permisi Bu,” rupanya sekertarisku, aku hanya menganggukkan kepala melihat dia masuk.“Maaf Bu, diluar ada…”“Hilda! Aku mau bicara sama kamu! Kenapa kamu blokir nomor ponselku?” belum saja sekertarisku selesai bicara, rupanya sudah ada perusuh yang masuk ke dalam ruanganku tanpa seizinku.“Ka