Sudah 3hari Hilda merasa kondisi tubuhnya makin kurang sehat, tak ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, dia hanya bisa makan buah itu pun jenis tertentu.Dia juga sudah memeriksakan keadaanya, dokter mengatakan jika Hilda positif hamil dan usia kandungannya memasuki 5bulan.Hal ini sebenarnya yang ditakutkan oleh Hilda, disaat dia mencium kebusukan sang suami, namun Tuhan memberikan hadiah yang seharusnya menjadi hadiah terindah bagi dia dan Firman.Tok Tok Tok“Hil, kamu masih nggak enak badan? Kamu masih cuti hari ini? Mau aku antar ke rumah sakit?” tanya Firman diluar kamar sambil mengetuk pintu kamar Hilda.Tak ada jawaban apapun dari Hilda, Firman sebenarnya khawatir kondisi Hilda, namun sejak pertengkaran terakhir, Hilda benar-benar menghindar dari Firman, bahkan Firman tak pernah bertemu dengan Hilda meskipun sebenarnya Hilda berada dirumah.Hilda sengaja tak ingin bertemu dengan Firman, dia tak ingin suaminya
Brak!!!Hilda menutup pintu mobil bagian penumpang depan dengan begitu kencang, emosinya kali ini sudah benar-benar diubun-ubun kepala.Firman yang duduk dikursi pengemudi sambil terlonjak mendengar kencangnya suara pintu mobil ditutup, kali ini mau tak mau Hilda harus satu mobil dengan Firman, karena Firman yang bersikukuh ingin mengantar Hilda ke rumah sakit guna memeriksakan Hilda.Tak mungkin Hilda menolak, karena Firman juga sudah berpamitan dengan Alex bahkan dihadapan Hilda sendiri, dengan menjaga nama baik hubungan Hilda dan Firman, akhirnya Hilda menyetujui.“Jangan marah-marah tak jelas Hil, kamu jangan mudah percaya ucapan dari temanku, mereka hanya bergurau,” Firman berusaha meredakan emosi Hilda.“Baiklah, kalau begitu besok aku akan menemui teman kamu Mas untuk menanyakan langsung benar atau tidak ucapannya.” Jawab Hilda datar sambil memandang keluar jendela.“Tak baik jika kamu berburuk sangka terus dengan aku, biar bagaimanapun aku ini masih suami kamu Hilda, kamu waji
“Hai Hil, kenapa kamu bisa tiba-tiba datang kemari? Bukankah kamu tadi ke rumah sakit diantar oleh Firman?” tanya Alex setelah Hilda masuk ke dalam ruangannya.“Ada yang perlu aku tanyakan dengan kamu Alex, soal Firman. Benarkah dia sering kau tugaskan keluar kota untuk tugas kantor, meeting dengan para klien?” tanya Hilda.“Tidak, aku tak pernah menyuruhnya untuk pergi keluar kota.” Jawab Alex.Hilda seketika diam membisu, kini semakin banyak kebohongan Firman terungkap olehnya.“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian?” selidik Alex.Sebenarnya Alex dan Hilda sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka pun sudah saling kenal, sebelum Firman mempersunting Hilda, awalnya mereka akan dijodohkan, namun Hilda menolak secara halus.Hilda kini bingung, hendak menceritakan soal rumah tangganya kepada Alex atau tidak, karena sejujurnya dia tak ingin membuka aib keluarga dia sendiri kepada orang lain, apalagi Hilda juga belum memiliki bukti yang jelas jika Firman mend
Malam ini Hilda terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit oleh Firman, karena tubuhnya terkulai lemas, bahkan suhu badannya pun cukup tinggi. Sampai dirumah sakit Hilda langsung ditangani oleh seorang dokter, dan karena Hilda benar-benar drop, dokter menyarankan agar Hilda dirawat inap. Setelah mengurus administrasi dan mendapatkan kamar inap, akhirnya Hilda pun dipindahkan ke ruangan. “Apakah selama ini Ibu Hilda tidak pernah meminum vitamin dan obat anti mualnya Pak?” tanya dokter yang menangani. “Maaf Dok, saya juga kurang tahu.” Jawab Firman. “Pak Firman, saya harap Bapak bisa lebih perhatian terhadap Ibu Hilda, apalagi usia kandungannya yang masih dalam trimester pertama terlalu rentan dengan keguguran, apalagi sepertinya Ibu Hilda benar-benar tidak dapat menerima makanan. Ini sebenarnya biasa terjadi pada usia kandungan yang masih muda, oleh sebab itu peran seorang suami sangatlah penting disaat seperti ini.” Terang sang dokter terhadap Firman sambil tersenyum “Kandungan Dok?
Alifa kini sedang ditangani oleh dokter dan perawat di UGD, Elisa menanti didepan pintu ruang UGD dengan perasaan yang cemas. Tadi sebelum tiba dirumah sakit, Alifa mengalami mimisan dan juga mengigau memanggil nama ayahnya. Elisa mencoba menghubungi Firman, untungnya kali ini Firman menerima panggilan darinya. “Ya, halo,” jawab Firman diseberang sana. “Kamu dimana Mas?! Kenapa kamu tak menjawab panggilanku?! Alifa kini masuk rumah sakit!” ujar Elisa dengan nada sedikit tinggi. “Apa??!!!” Firman yang mendengar kabar jika Alifa juga masuk rumah sakit pun tampak shock. “Cepat datang kesini Mas!” pinta Elisa kini sambil menangis. “Halo? Maaf ini siapa ya?” terdengar suara seorang wanita dari seberang sana. Sadar jika yang baru saja bicara adalah Hilda, Elisa pun memutuskan panggilannya. Kini Elisa menangis sendiri, saat ini dia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Alifa, menunggu kabar dari dokter yang masih ada didalam. “Keluarga atas nama Ananda Alifa?” terdengar suara seorang p
Suasana haru masih terasa diruang rawat Hilda, Bu Nirmala juga masih terbaring lemas diranjang sebelah Hilda terbaring.Setelah Elisa menguak segala kebohongan dihadapan mereka, Firman mengajak Elisa untuk keluar dari ruangan Hilda.Riana masih berada didalam ruangan, sambil menanti Pak Baskoro, ayah Hilda yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.“Kamu yang ngasih tahu ke wanita itu Ri?” tanya Hilda datar kepada Riana.“Ma-maksud kamu Hil?”Hilda menatap lekat ke arah Riana yang kini tampak kikuk, “kamu bukan yang memberitahu dia jika aku sedang dirumah sakit ini, dan Mas Firman juga disini?”Riana membungkam, dia tak tahu harus berkata apa, ada rasa bersalah didalam hatinya, namun Riana pikir itu bukanlah salahnya.Hening, Hilda memandang ke arah luar jendela, nampak pepohonan yang daunnya kini berguguran tertiup angin yang begitu kencang, dia merasa itulah yang dirasakan dirinya kini.Hilda hanya nampak tegar diluar saja, namun hatinya sungguhlah teramat sangat rapuh, sak
Hari ini Hilda sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawat dia selama dirumah sakit. Dengan dibantu Bu Nirmala, dia membereskan pakaian serta barang bawaannya.Pak Baskoro juga sudah tiba dirumah sakit untuk mengantar Hilda pulang ke rumah. Sejak kejadian yang membuat Bu Nirmala shock, Firman belum menampakkan dirinya kembali dihadapan Hilda dan orang tuanya.“Sudah siap Nak? Sini biar Papa saja yang bawa tas kamu ya,” ucap Pak Baskoro dengan sedikit bergetar sambil meminta tas yang dibawa oleh Hilda.“Maafkan Hilda Pa, Ma,” ucap Hilda sedikit terisak.“Sudahlah Nak, tak ada yang salah, ini sudah takdir, ini ujian sayang. Kita sebagai manusia harus ikhlas menerimanya, harus ikhlas menjalaninya.” Pak Baskoro membelai lembut kedua pipi Hilda, diusapnya air mata Hilda yang mengalir dipipi Hilda.“Hilda sudah mengecewakan Papa dan Mama. Hilda malu Pa,” tangis Hilda pun pecah, kini dia membenamkan wajahnya ke dada sang ayah.Bu Nirmala pun ikut meneteskan air mata, hatinya juga pil
Hilda yang sedang berada diteras balkon atas merasa heran melihat banyak orang berkerumun didepan gerbang rumah, dia juga melihat mobil Pak Baskoro terparkir disana.Gegas dia melangkahkan kaki untuk melihat apa yang sedang terjadi diluar sana. Terdengar juga suara riuh beberapa orang yang ada disana.“Mas Firman?” mata Hilda terbelalak melihat Pak Baskoro dan Firman sedang bersitegang dan dilihat banyak orang yang sedang lewat didepan rumahnya.“Hilda, kenapa kamu ada disini? Ini rumah siapa? Kenapa kamu ga kasih kabar ke aku kalau sudah keluar dari rumah sakit?” cecar Mas Firman kepada Hilda.“Papa tidak mengizinkan dia masuk Nak! Usir dia dari sini!” suara tegas Pak Baskoro melarang Hilda untuk mengajak Firman masuk ke dalam.Hilda menghampiri Pak Baskoro seraya berbisik didaun telinganya, “Pa, izinkan Hilda untuk menyelesaikan masalah ini ya? Lagian malu Pa, disini banyak orang, biarkan Mas Firman masuk ya?”Pak Baskoro menghela nafas dalam, tampak sebenarnya berat untuk mengizink
“Aku hanya bercanda Nyonya Firman kedua, jangan dimasukkan ke dalam hati ya,” ujar Albert seraya terkekeh. Hilda memilih diam, hatinya tentu saja tak rela dia disebut pelakor lagi oleh orang yang tak tahu awal ceritanya. Sampai akhirnya taksi yang ditunggu oleh Hilda pun tiba dihadapannya. Bergegas dia langsung masuk ke dalam mobil. Ponsel Hilda tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk dari sang papa. “Halo Pa,” Hilda menjawab panggilan tersebut. “Halo Nak, kamu dimana? Papa … Papa Hi … “, terdengar suara Bu Nirmala terbata-bata lalu terisak menangis. “Tenang Ma, jelaskan secara perlahan. Ada apa dengan Papa? Mama ini lagi dikantor dengan Papa?” tanya Hilda sedikit gusar. “Papa ada dirumah sakit Nak,” jawab Bu Nirmala dengan suara lirih masih dengan isak tangisnya. Hilda pun meminta sopir taksi online untuk memutar arah setelah Bu Nirmala mendapat informasi rumah sakit Pak Baskara berada. Dengan kecepatan yang agak tinggi, Hilda menuju ke Rumah Sakit Medical Center. === “Waw,
Suasana mendadak berubah menjadi hening. Semua yang ada diruangan menanti apa yang akan diucapkan olehnya.“Kembalikan rumahku Mas! kembalikan rumah yang kau jual tanpa sepengetahuanku!” pekik Hilda.Wajah Firman nampak pias. Dia tak menyangka jika Hilda akan mengetahui lebih cepat. Firman beranggapan Hilda tak akan kembali ke rumahnya itu.“Hahaha. Kau sudah tahu rupanya? Baguslah, jadi aku tak perlu repot-repot menjelaskan kepadamu,” tukas Firman menutupi kegusaran hatinya. Dia berusaha mengintimidasi Hilda.“Mana uang hasil penjualan rumahku Mas?! Kau tak ada hak menjual rumah itu!” geram Hilda.Albert nampak bingung dengan kejadian ini, dia memang tak cukup paham hubungan rumah tangga Hilda dengan suaminya. Sedangkan nampak terlihat merah padam, kedua tangannya mengepal keras. Dia tak rela jika Hilda disakiti oleh Firman.“Ck, uang penjualan rumah sudah habis Hilda. Uang itu sudah ku pakai untuk biaya pengobatan Alifa, karena kau tak mau membantuku! Anggaplah itu uang sedekahmu un
Hampir pukul sepuluh malam, Hilda sampai dikediaman orang tuanya. Terlihat raut cemas diwajah Pak Baskoro.“Nak Albert? Mengapa Hilda bisa bersama denganmu?” sorak Pak Baskoro begitu melihat Albert turun dari kendaraan.“Pak Baskoro. Ternyata memang benar ya, dunia itu tak seluas daun kelor,” seloroh Albert. Mereka tertawa bersama.“Papa mengenal Albert?” tanya Hilda keheranan.Pak Baskoro dan Albert saling memandang dan tersenyum.“Iya Nak, dia merupakan salah satu kolega Papa. Pemilik Rumah Sakit Bakti Sehat. Muda, tampan, mapan,” terang Pak Baskoro terkekeh sambil menepuk-nepuk bahu Albert.Hilda menatap sekilas ke arah Albert, dia terlihat sedikit salah tingkah.“Berarti rumah sakit tadi itu … “ gumam Hilda.“Kau dari rumah sakit? Siapa yang sakit?” selidik Pak Baskoro mendengar ucapan Hilda.“Te—man Pa. Tadi teman Hilda mengalami kecelakaan, jadi aku membawanya ke rumah sakit. Dan kebetulan sekali tadi aku disana bertemu dengan dia,” jelas Hilda sambil menunjuk ke arah Albert.“A
PoV HildaPerlahan aku meninggalkan rumah sakit dimana tadi aku diselamatkan oleh Albert. Sebenarnya aku masih ingin menunggu hasil dari dokter yang menangani Elisa. Aku yakin dia pasti hanya berpura-pura.Kali ini aku memilih untuk pulang ke rumahku sendiri. Lama aku tak menyambangi, pasti beberapa tanaman sudah terlihat rimbun.Namun betapa terkejutnya aku, setelah sampai dirumah, justru aku melihat seorang wanita asing yang sedang menyirami taman depan.Mungkinkah Mama menyewa seseorang untuk bersih-bersih disini? Aku menerka-nerka.“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu Bu?” sapa wanita tersebut dengan seulas senyum ramah.“Maaf, Ibu siapa ya?” tanyaku.“Oh, saya baru saja menempati rumah ini Bu. Dua minggu lalu saya membeli rumah ini dengan harga yang cukup murah menurut saya,” paparnya lagi.Aku tertegun mendengar penjelasannya. Tubuhku menegang, jantungku seolah berhenti berdetak.“Apa ada yang bisa saya bantu Ibu?” tegur wanita itu lagi membuatku tersadar dari lamunanku.“Ma
Tok! Tok! Tok!Hilda mengetuk pelan pintu ruang rawat tersebut, perlahan dia membuka daun pintu.Seorang wanita yang terbaring didalam sana menoleh ke arah Hilda.“Elisa!” pekik Hilda sambil menutup mulutnya. Dirinya tak menyangka, hari ini dia mendapat kejadian bertubi-tubi.Jadi wanita yang menjadi korban kecelakaan tadi adalah Elisa. Sungguh tak disangka sama sekali.“Siapa kamu?” lirih Elisa lemah.“Siapa Elisa? Siapa aku? Tolong aku … “ rintih Elisa sambil menangis. Salah satu tangannya memegang pelipis kepala.Hilda kembali terkejut, mengapa Elisa tak mengenali dirinya sendiri. Apakah Elisa mengalami cedera serius hingga gegar otak? Tapi bukankah pria tadi bilang jika Elisa baik-baik saja? Hilda bergumam dalam hati.“Elisa!” tiba-tiba Firman masuk ke dalam kamar.“Hilda? Kenapa kamu ada disini? Apa kamu tahu siapa yang membuat Elisa menjadi seperti ini?” cecar Firman.Hilda bergeming. Dia melihat Firman membelai lembut pucuk kepala Elisa. Hilda sudah berusaha membuang jauh rasa
Nampak beberapa awak media ikut menerobos masuk ke dalam ruangan Hilda. Beberapa petugas keamanan yang ada dikantor Hilda tak cukup kuat untuk menahan mereka semua untuk tidak masuk ke dalam.“Apa benar Pak Alex ada hubungan terlarang dengan Bu Hilda?” tanya seorang wartawan lelaki. Sekilas Alex membaca name tag yang dikalungkan dileher pria tersebut.Alex terlihat tenang menghadapi situasi saat ini. Alex tahu, pasti ada seseorang yang menyebar isu kepada orang-orang. Lain halnya Hilda yang terihat pucat dan gugup.“Pak Alex, bisa tolong dijelaskan sejauh apa hubungan anda berdua selama ini?” Wartawan lain pun ikut berseru.“Saya akan menjawab pertanyaan rekan-rekan yang ada disini setelah kalian mendapat bukti nyata jika memang saya dan Bu Hilda ada hubungan terlarang. Namun jika tidak ada bukti … “ Alex berhenti sejenak sambil menatap semua orang yang ada diruangan.“Saya tak segan-segan untuk membuat kalian dipecat dari tempat kerja bahkan akan saya masukkan ke daftar blacklist ke
Dengan sedikit berlari, Firman berusaha mengejar Alex yang hendak masuk ke dalam mobil. Setelah kejadian dipemakaman Alifa, Firman tak bisa menghubungi Hilda, ingin menghubungi mertuanya dia tak punya keberanian.“Pak! Pak Alex!” seru Firman ketika hampir sampai dihadapan Alex.Seketika Alex mengurungkan dirinya untuk masuk ke dalam mobil. Pandangannya kini menuju kepada Firman yang nampak terengah-engah.“Anda memanggil saya?” tanya Alex dengan wajah penuh heran.“Iya Pak. Maaf sebelumnya, bagaimana kabar Hilda sekarang Pak? Dia dan janinnya baik-baik saja kan?” cecar Firman yang dengan tanpa malu bertanya pada Alex.Alex mengernyitkan keningnya dengan senyum sinis, “mengapa anda menanyakan kabar istri anda sendiri pada saya? Bukankah anda suaminya?”“Sampai saat ini saya tidak bisa menghubungi dia Pak.”“Lalu apa hubungannya dengan saya?” Alex membalikkan pertanyaan.“Eeemmm, saat kejadian dipemakaman kemarin Pak Alex yang menolong dia. Pak Alex pasti tahu kabar istri saya. Bapak ng
Suasana haru menyelimuti proses pemakaman Alifa. Gadis kecil itu menghembuskan nafas terakhirnya saat dalam perjalanan menuju rumah sakit.Elisa berkali-kali jatuh pingsan saat tubuh mungil yang terbungkus dengan kain kafan itu hendak dimasukkan ke dalam liang lahat, sedangkan Firman nampak terpekur menatap jenazaha Alifa.Hilda diam mematung, dia tak menyangka jika gadis yang ditemuinya beberapa waktu lalu meninggalkan dunia ini dengan begitu cepat. Karena buku raport miliknya lah Hilda dapat menguak keluarga kecil suaminya sebelum Hilda dipersunting oleh Firman.“Ayo kita pulang,” Alex mengajak Hilda untuk meninggalkan pemakaman yang mulai sepi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih ada dipemakaman.Hilda pun mengangguk pasrah, dia pun melangkahkan kaki meninggalkan pemakaman.“Tunggu!” tiba-tiba saja Elisa berteriak lalu berlari ke arah Hilda yang sedang berjalan menuju ke area parkir kendaraan.“Dasar wanita tak tahu diri! Kamu sudah menjadi pelakor dan kini kamu juga membu
PoV HildaSudah satu minggu sejak kedatangan Elisa ke kantorku, Riana masih belum ditemukan. Aku pun juga tak tahu bagaimana kabar dari Mas Firman. Tak sekalipun dia menanyakan kabar kepadaku.Aku juga lebih memilih untuk tinggal dirumah orang tuaku, aku takut jika sewaktu-waktu Elisa datang ke rumah orang tuaku lalu melakukan hal-hal buruk pada mereka. Aku tak ingin hal itu terjadi.[Sudah kau siapkan uangnya?] sebuah pesan dari aplikasi hijau masuk ke ponselku.Tak ada nama yang tertera dipesan tersebut, apa mungkin ini Elisa? Pikirku mencoba menerka-nerka.[Uang apa? Kamu Elisa?] tanyaku membalas pesan tersebut.Belum saja aku menerima balasan, terdengar suara ketukan dari luar ruang kerjaku.“Permisi Bu,” rupanya sekertarisku, aku hanya menganggukkan kepala melihat dia masuk.“Maaf Bu, diluar ada…”“Hilda! Aku mau bicara sama kamu! Kenapa kamu blokir nomor ponselku?” belum saja sekertarisku selesai bicara, rupanya sudah ada perusuh yang masuk ke dalam ruanganku tanpa seizinku.“Ka