Share

Habis Sudah

Penulis: Iyustine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Loh, kok Pak Sulis bisa bicara begitu?” Baskoro bertanya sengit.

“Sekarang gini aja, Pak Baskoro, jabarkan semua, sebenarnya untuk apa saja uang yang Bapak minta?” sahut Sulis tak kalah sengit.

“Ya, sudah jelas untuk operasional—“

“Operasional apa? Kami sudah bayar Bapak mahal, lunas di muka, masa masih minta uang operasional juga? Seminggu bisa dua sampai tiga kali. Maksudnya uang operasional itu apa? Beli bensin? Beli kuota? Atau beli bolpoin? Atau apa?” teriak Sulis. Dia benar-benar kesal. Ubun-ubunnya terasa terbakar.

“Damar yang pengacara ibu kota aja enggak segitu rakusnya minta duit!”

“Eh, jangan pernah samakan saya dengan anak ingusan kemarin sore, Pak Sulis. Level saya jelas beda. Saya sudah menjadi pengacara saat si damar-damar itu masih belajar menghafal pancasila.”

Sulis mencebik. Kalau bukan sedang berada di halaman kantor polisi, mungkin tinjunya sudah melayang kepada mulut manis yang berbisa itu.

“Kalau memang Pak Sulis tidak mau dengan cara saya, ya sudah ….”

“Sudah a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kelakuan Papa Mertua   Hari Sial

    “Saya dengar perkebunan salak milik Anda, yang masih masuk wilayah kerja saya itu, akan dijual, Pak.” Mahardika langsung melancarkan pernyataan tanpa basa basi. Kata-kata ‘wilayah kerja saya’ benar-benar ditekankan dengan nada yang arogan.“I-iya, betul. Bapak tau dari mana ya?” Sulis menyahut keheranan.“Kok nanya? Jangan pura-pura tidak tahu kalau saya ada kekuasaan di wilayah situ.”Sulis menelan ludahnya hingga beberapa kali. Instingnya menangkap sesuatu yang kurang baik.“Saya bayar empat ratus, langsung cash. Besok menantu saya ke rumah Anda. Siapkan sertifikatnya, urusan balik nama dan administrasi lain itu urusan saya.”“Eh, ya … jangan begitu, Pak. Itu harga sangat rendah, mana boleh … bahkan itu tidak ada setengah harga yang saya tawarkan,” protes Sulis.Mahardika tertawa beberapa detik. “Saya sudah berbaik hati, tidak minta gratis. Di dalam perkebunan itu ada hak Anin juga kan? Anin itu cucu Anda juga loh. Lagi pula kalau perkebunan salak itu tidak boleh saya beli, saya pas

  • Kelakuan Papa Mertua   Masih Hari Sial

    “Ngapain Anda ke sini? Tolong jangan ganggu istri saya, dia butuh ketenangan,” hardik Sulis galak.“Eh, santai Pak Sulis,” sahut Baskoro. Dia mengangkat kedua tangannya, senyum dia lempar selebar mungkin. Ciri khasnya jika sedang ada maunya kepada klien yang sedang dia tangani.“Kita bicara di luar saja, ayo silakan.” Sulis gegas mendekati sosok Baskoro yang belum sepenuhnya masuk ke dalam ruangan. Lelaki tambun itu masih berada di ambang pintu.“Enggak apa-apa, Pa. Mama juga pengen denger kok,” cegah Widya. “Biarkan Pak Baskoro bicara di sini saja.”“Ah, Bu Widya, semoga segera pulih ya, Bu. Untuk merayakan kemenangan bersama Mas Tyo dan kita—““Pak Baskoro mau minta uang berapa lagi?” tukas Widya.Dalam sekejap mata, hilanlah senyum Baskoro, berganti dengan wajah terkejut lengkap dengan alis yang terjungkit ke atas.Akan tetapi Baskoro bukanlah pengacara kemarin sore. Dalam sekejap dia sudah bisa kembali mencipta senyum, yang sama manisnya dengan yang tadi.“Astaga, tidak baik berbu

  • Kelakuan Papa Mertua   Naren

    “Saya Sulis, ayahnya Jagat eh—“Entah mengapa, Sulis menjadi terceplos menyebut nama anaknya yang nomor dua, bukan memperkenalkan diri sebagai ayah Tyo.Perempuan di hadapan Sulis itu seketika tersenyum, lalu membuka pintu rumahnya menjadi lebih lebar.“Oh, ayahnya Pak Jagat, saya pikir dari tim-nya Pak Baskoro. Mari silakan duduk, Pak. Suami saya sedang menjemput ibu saya di stasiun, mungkin sebentar lagi sampai.”Mendengar hal tersebut Sulis menjadi bengong.“Silakan masuk, Pak.”Sulis mengangguk ragu, namun kakinya tetap terayun ke dalam, lalu duduk di hadapan sang empunya rumah.“Bapak tenang saja, suami saya sudah membatalkan diri untuk menjadi saksi melawan Pak Jagat. Saya tahu persis Pak Jagat itu orang yang sangat baik. Suami saya banyak sekali mendapat pertolongan dari Pak Jagat. Pertikaian yang pernah terjadi antara suami saya dan Pak Jagat pasti hanya sebuah kesalahpahaman saja.”Kepala Sulis mengangguk. Antara sadar dan tidak.“Pak Baskoro itu memang sedikit … apa ya, yah

  • Kelakuan Papa Mertua   Permintaan Vivi

    “Hah, serius, Mas?”Riana membulat tidak percaya.“Iya, Dek. Bu Reni baru saja mengabari aku,” jawab Jagat.“Syukurlah, aku lega, Mas.”“Ya, sama Dek. Aku kayaknya yang lebih lega.” Jagat tertawa beberapa detik. “Menurut kamu, kalau aku ke rumah Naren untuk minta maaf, gimana?”“Aku pikir, kejadian itu memang seratus persen kesalahan aku, Dek. Kalau aku di posisi Naren, mungkin reaksiku akan sama,” tambah Jagat, terdengar sangat antusias. Bahkan Riana belum sempat untuk menjawab pertanyaan yang dia ajukan terlebih dahulu.“Boleh, Mas. Mungkin kita undang Mbak Wulan sekalian untuk makan malam,” usul Riana seraya menyebut nama istri Naren.“Sip, nanti kita bicarkan lagi ya. Aku sebentar lagi berangkat ke rumah sakit.”“Oke, hati-hati ya, Mas. Salam untuk Bu Mentari.”Telepon ditutup.Riana kembali ke laptopnya. Dia melirik ke arah Maya, dan tertawa kecil ketika mengetahui bahwa sahabatnya itu memang sedang memperhatikan dirinya.“Nguping nih yee,” ledek Riana. Dia sempatkan untuk menole

  • Kelakuan Papa Mertua   Pertemuan Sedikit Berkesan

    “Miss, you are so beautiful.”Bibir mungil dari pria kecil itu merekahkan senyuman. Sejurus kemudian dia menunjukkan ibu jari dan telunjuk yang dia satukan kepada Vivi. Gerakan tangan yang dipopulerkan oleh orang Korea sebagai lambang cinta.Terang saja Vivi membolakan mata, melirik kepada Reinald, yang berdiri tegak di belakang si pria mungil nan tampan itu.“Miss ini benar-benar cantik. Iya kan, Dad?” si mungil yang tampan itu mendongak, mengajak Reinald berkubu.Vivi merekahkan senyum, sedikit terpaksa. Kalau saja bukan anak kecil ….“Oh, thank you. Siapa namamu?”“Aku Lio, Miss. Lionel.” Lelaki kecil itu memperkenalkan diri tanpa diminta. Lagi-lagi melempar senyum dari bibir mungilnya. Manis sekali.Mata Vivi melirik lagi kepada Reinald.Reinald tergelak lepas.“Like father, like son,” desis lelaki yang berprofesi sebagai dokter itu sembari mengedikkan bahu.Vivi baru akan membuka mulut ketika ada seruan dari arah pintu masuk.“Lionel! Kamu tadi harusnya tunggu aku!”Bocah serupa

  • Kelakuan Papa Mertua   Gimana Perasaanmu?

    Pukul empat persis, mobil Jagat sudah sampai di kantor Riana.Jagat mengajak Vivi untuk turun dan menunggu di lobby kantor, tetapi Vivi tegas menolak. Terpaksalah Jagat menemaninya saja di mobil. Tidak enak juga meninggalkan Vivi di mobil sendirian, meskipun sang mantan ipar itu duduk di belakang. Membuat Jagat kelihatan seperti supir bagi seorang nyonya. Apalagi Vivi benar-benar berdandan sangat cantik hari ini.Lima menit berlalu. Dan Vivi sudah mulai gelisah. Berkali-kali menengok jam tangan lalu melemparkan pandangannya ke pintu gerbang kantor Riana.“Apa perlu Riana kita telpon, Gat, supaya tahu kita udah di sini dari tadi?” tanya Vivi.“Sabar, Kak. Mungkin dia masih beberes.”“Tapi udah jam empat lebih.”“Emang pegawai di kantor Kak Vivi jam empat udah keluar?”Vivi melengos.Jagat tertawa kecil. Dia tahu jika perempuan yang duduk di belakangnya itu pantang sekali jika ucapannya dibantah. Namun Jagat harus bisa belajar bersikap seperti Riana sekarang ini. Jangan selalu mengiyaka

  • Kelakuan Papa Mertua   Pemberontakan Sinta

    “Ya Tuhan, Anin … kamu udah semontok ini sekarang? Mama kangen.” Riana menciumi pipi bocah gembul itu bertubi-tubi.“Anin kangen enggak sama Mama? Anin enggak lupa sama Mama kan?”Riana terus saja mengajak si bayi cantik itu berbicara.Anin membalasnya dengan tertawa-tawa. Rupanya dia belum terlalu lupa dengan Riana. Terbukti wajah Anin terlihat suka cita, tawa dan celotehnya pun menimpali tiap Riana mengeluarkan ucapan. Bocah itu seperti larut dalam obrolan bersama Riana. Sesekali tangan mungil Anin menyentuh pipi Riana.Sus Dian, yang berdiri di samping Riana dan Jagat tampak tersenyum-senyum. Dia agak merasa lucu, sebab Riana masih menyebutkan dirinya sendiri sebagai Mama kepada Anin. Ternyata setelah kasus kebohongan majikannya terbongkar, Riana tetap sayang kepada bayi Karisma dan Tyo itu.Anin tetap mencengkeram leher Riana saat Jagat hendak mengambil alih tubuhnya yang montok itu. Anin tidak ingin lepas dari pelukan Riana. Bocah itu bahkan mengoceh dengan lengkingan tinggi, sea

  • Kelakuan Papa Mertua   Viona Si Wanita Berkuasa

    Mata Vivi berkilat melihat Karisma dalam bentuk yang tidak berdaya. Dengan tangan bersidekap, dia terus menancapkan pandangan.Sedang Karisma, hanya bisa menggerak-gerakkan bola matanya dengan gelisah. Sekuat tenaga dia sudah menjerit namun benar-benar hanya suara seperti bunyi burung gagak. Namun nadanya lemah, tidak senyaring buruk gagak aslinya.“Ak – ak – ak.”Bersamaan dengan bunyi itu air liur Karisma berlomba-lomba keluar. Dudung mengelap mulut Karisma menggunakan handuk kecil yang memang selalu dia bawa. Dengan gerakan kasar, Dudung meraup mulut Karisma.“Dia ngomong apa, Dung?” tanya Vivi kepada Dudung yang berada di belakang kursi roda Karisma.“Enggak tau, Nyonya. Dia memang hanya bisa berbunyi begitu.”Vivi tertawa. Perempuan cantik itu setengah berjongkok, mensejajarkan matanya dengan mata Karisma.“Makanya kamu jadi perempuan itu ya yang bener, udah bener-bener diciptakan jadi perempuan cantik, malah cosplay jadi binatang, jadi dibikin binatang beneran kan sama Tuhan. It

Bab terbaru

  • Kelakuan Papa Mertua   Tawa Bahagia

    “Ya Tuhan, kamu serius ini, Ri?”Mata Maya berkaca-kaca. Gegas dia memeluk Riana.“Makasih, Mas Jagat,” ucap Maya disela isakan harunya.“Itu uang Riana, May. Bukan uangku,” ucap Jagat sembari meringis.“Makasih ya, Ri.” Maya mengurai pelukan, dan mengelap air matanya sendiri.“Tapi aku enggak bisa mengabulkan seperti doamu, yang lima puluh juta itu,” seloroh Riana.Maya tertawa sumbang. “Apaan sih.”“Jangan dipandang apa-apa ya, May. Pokoknya karena aku lagi punya dan ingin kasih. Anggap saja buat Tian,” kata Riana.Maya mengangguk. “Kuharap bukan yang terakhir.”Riana reflek menoyor kepala Maya.Kedua perempuan itu memang sudah sama-sama mengajukan pengunduran diri, hanya saja berbeda tanggal pelaksanaannya. Maya akan meninggalkan kantor itu dua bulan ke depan, sedang Riana masih bekerja sampai enam bulan lagi.

  • Kelakuan Papa Mertua   Masa Depan

    “Ini snack-nya yang memang bener-bener enak atau ada faktor lain ya?”Reinald melempar pandang pada Vivi yang asyik memandangi si kembar bermain di kolam bola-bola plastik. Sesekali perempuan cantik itu ikut menjerit kala salah satu dari si kembar terjungkal atau sengaja melompat tinggi di area bermain.“Hmm dicuekin,” desis Reinald dengan volume suara yang dia naikkan.Vivi menoleh. “Apa? Ngambekan banget.”Reinald tertawa. “Yah, niatan mau mengeluarkan gombalan, belum apa-apa dijutekin, layu sebelum berbunga dong.”Vivi tertawa. “Ulangin kalau gitu, nanti aku jawabnya apa?”Lelaki tampan itu mencebik jelek sebagai tanda dia tidak ingin melakukan permintaan Vivi. Namun sedetik kemudian dia meringis lucu.“Gimana kemarin di kampungnya Riana? Udah dapat gambaran untuk bisnis pertanian yang kemarin kamu bicarakan?” tanya Reinald setelah mereka reda dari tawa yang be

  • Kelakuan Papa Mertua   Kita Adalah Keluarga

    “Gimana tidurnya semalam, Kak?” tanya Riana ketika melihat Vivi mendekatinya di dapur.Mata Riana menatap takjub. Entah kenapa, mantan istri Tyo ini baru bangun tidur tetapi muka polosnya terlihat lebih cantik. Setelah mengenal Vivi hampir sekitar tiga tahunan, baru sekali ini Riana melihat wajah Vivi yang tanpa riasan. Jadi terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya.“Aku minta air putih hangat, Ri,” ujar Vivi. Lalu duduk di salah satu kursi terdekat.Riana mengambil gelas dan melakukan perintah perempuan itu.“Kudengar Kakak telponan lama sekali sama ayang dokter ya?” ledek Riana sembari mengulur gelas.“Heh, kamu nguping?”Riana tergelak. “Enggak kedenger jelas kok. Tapi yang perlu Kakak ingat, rumahku ini dibangun dengan uang subsidi pemerintah. Temboknya setipis imanku.”Baru saja Riana selesai bicara, terdengar kentut Jagat dari kamar tidurnya.“Nah itu

  • Kelakuan Papa Mertua   Jadi Diri Sendiri

    “Mungkin kalau aku enggak ikut, kalian akan menginap di rumah Ibu ya?” Vivi buka suara.Mobil Jagat baru saja melewati perbatasan desa Riana dengan desa sebelah.“Jangan dipikirin, Kak. Kampung ibuku hanya satu setengah jam dari rumah, bisa kapan pun kami menginap di sana, tapi kesempatan melihat Kak Vivi dan si kembar mengunjungi rumah ibuku entah kapan lagi,” jawab Riana, sambil menoleh ke belakang, seketika senyumnya melebar.“Aduh, aku suka sekali pemandangan ini, kayaknya perlu diabadikan,” Riana berkata lagi.Perempuan itu gegas mengambil telepon genggamnya, lalu memotret Vivi dan si kembar tanpa permisi. Vivi diam saja, tidak protes. Dia hanya memalingkan wajah sembari tersipu saat Riana membidikkan kamera telepon genggam ke arah dirinya.“Cantik sekali, Kak. Aku kirim ke Kakak ya!” jerit Riana riang.Vivi hanya tersenyum senang sebagai ganti jawaban dari mulutnya.“Bagus ka

  • Kelakuan Papa Mertua   Otak Bisnis

    “Semoga anak-anak saya tidak merepotkan Anda ya, Pak Jagat,” ucap Reinald. Dia datang ke rumah Jagat untuk mengantarkan Vivi dan si kembar. Jam baru menunjuk setengah enam pagi.“Panggil nama saja, Dokter. Kita kan akan menjadi kakak adik,” jawab Jagat sambil melirik Vivi.Perempuan yang dilirik Jagat pun memalingkan wajah dan berpura-pura tidak mendengar. Lucu sekali wajah Vivi. Biasanya tegang dan judes, kini menjadi sering tersipu-sipu.Reinald tertawa. Sedang kedua anaknya senyum kebingungan. Menoleh pada papanya, Jagat dan Vivi.“Siap. Kalau gitu, jangan pula panggil aku dengan embel-embel dokter dong,” sahut Reinald cepat.“Rein, kenalkan ini Bapak dan Ibunya Riana,” tutur Vivi. “Lio dan Elle, salim juga sama ….”Vivi mengernyit. Bingung bagaimana harus menyebutkan orang tua Riana kepada anak-anak Reinald.“Opa? Oma?” celetuk Reinald.Arman dan

  • Kelakuan Papa Mertua   Ada Yang Ketahuan

    Tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, Riana segera mendapat panggilan dari Vivi.“Kamu dapat gambar itu dari mana, Ri?”“Cie Kak Vivi ….”“Apaan sih, Ri. Enggak jelas banget kamu. Cepat jawab pertanyaanku!”Riana dapat menangkap warna suara Vivi yang sedikit malu. Meskipun nadanya tinggi, Riana tahu, Vivi hanya pura-pura jutek. Aslinya perempuan cantik itu sedang tersanjung.“Tapi fotonya jelas kan, Kak?”Vivi terdiam.“Selamat ya, Kak. Semoga kalian berjodoh, udah serasi banget. Enggak nyangka, dapat jodohnya masih dari kota yang sama dengan mantan suami,” celetuk Riana nakal.“Ri, jawab ya, kamu dapat dari mana itu gambarnya?” Kini suara Vivi sudah melengking. Kembali kepada Vivi yang jutek.Riana tertawa. “Mau tau aja atau mau tau banget nih, Kak?”“Riana! Jangan bikin aku habis kesabaran ya!”Peremp

  • Kelakuan Papa Mertua   Lebih Baik Tidak Berharap

    “Jagat.”Tyo tercekat ketika tahu siapa orang yang menjenguknya.“Mas.”Jagat tergesa mendekati Tyo, lalu mereka berpelukan. Sama-sama menggerungkan tangis tertahan, sama-sama saling menepuk punggung dengan kasih sayang yang tertahan.“Maafkan aku, Gat. Maafkan selama ini aku dengan sengaja dan tanpa sengaja telah melukai perasaan kamu.”Pelukan Jagat bertambah kencang. Sampai akhirnya Tyo melepaskan diri dan menuntun Jagat untuk duduk di sebuah bangku yang sudah disediakan. Kakak beradik itu pun duduk berjejeran.“Kamu sendirian, Gat?” tanya Tyo. Leher lelaki itu sedikit menjulur, melihat jauh ke bangku yang disediakan untuk tamu, sekitar tiga meter di belakang mereka.“Ada Bapak sama Ibu di luar, Mas. Kalau Riana enggak bisa ikut, dia sudah banyak membolos kerja, jadi jatah cutinya habis,” jawab Jagat. Dia gosok matanya yang masih berair dengan punggung telapak tangannya. &

  • Kelakuan Papa Mertua   Gantinya Dinner

    “Astaga, kau serius, Ri?” Vivi terpekik. “Aku sudah dandan cantik begini, mubazir dong.”Riana terkikik lirih. Antara rasa geli dan juga merasa bersalah.“Dasar Jagat. Bilang sama dia ya, Ri, dia hutang traktir sama aku! Dan aku pasti menagihnya suatu hari.”Riana berderai-derai. “Maafin ya, Kak.”Vivi menutup telepon dengan bersungut-sungut. Ah, dia tadi bersungguh-sungguh sudah dandan secantik mungkin untuk malam ini. Sengaja dia memakai dress biru yang dipilihkan oleh Reinald ….“Astaga!” Vivi terpekik lagi. Dia ingat sudah mengundang Reinald dan lelaki itu pun sudah menyanggupinya. Mata indah Vivi memandang jam tangannya.Kurang dari tiga puluh menit dari waktu yang sudah ditetapkan. Rasanya sungguh tidak sopan membatalkan undangan di menit-menit terakhir begini. Bagaimana kalau Rienald sudah berdandan seperti dia? Bagaimana kalau Reinald sudah membatalkan suatu acara ata

  • Kelakuan Papa Mertua   Rasa Yang Semu

    “Nak Jagat, Ibu sudah masak ayam bakar kesukaan Nak Jagat loh, apa enggak mau makan dulu?” Neni memberanikan diri mengetuk pintu kamar.Sejak pulang dari mengurus peralihan kepemilikan kebun salak, Jagat langsung mengurung diri di kamar. Kebetulan Riana juga sudah berangkat ke kantornya terlebih dahulu.Jagat membuka pintu. Wajahnya sedikit kusut.“Apa Nak Jagat sakit?” Neni bertanya lagi dengan sedikit nada was was. “Atau mau Ibu bikinin kopi aja ya? Biar sedikit seger di badan.”Lelaki itu tersenyum. “Kopi boleh, Bu. Tadi aku udah makan bareng Bu Reni.”Neni pun tersenyum. Kelegaan menguar di wajahnya.“Tuh kebetulan Bapak juga lagi ngopi, Ibu bikin getuk loh, singkongnya dari kebun kita sendiri. Bentar ya, Ibu bikinin kopi.”Jagat mengangguk. Lalu dia berjalan ke ruang tamu, menjejeri bapak mertuanya yang tengah santai sambil merokok. Di meja sudah terhidang segelas kopi dan getuk singkong yang Neni sebutkan tadi.“Nak Jagat, enggak pa-pa ya Bapak ngerokok di dalam rumah?” seloroh

DMCA.com Protection Status