Share

Bukan Badai Biasa

Penulis: Iyustine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kampret! Pantesan enggak selesai-selesai!” teriak Sulis marah.

Dia menemukan para tukang bangunan yang sedang membangun rumahnya berlarian ke sana kemari, ketika mobil Sulis masuk pekarangan kebunnya. Meskipun lima laki-laki dewasa itu sekarang terlihat sedang mengerjakan sesuatu, tetapi mata Sulis sudah memergoki polah mereka semua.

Beberapa detik tadi. Dari mobil mereka, Sulis dan Widya melihat satu orang yang sedang asyik main telepon genggam, dua orang berjoget dengan diiringi satu orang lainnya yang memukul-mukul ember. Mandornya terlihat merebahkan badan …. Sudah barang tentu Sulis tersulut murka.

Sambil menahan sakit bekas ditinju pengembala kambing, Sulis tergopoh-gopoh turun dari mobil. Kali ini Widya sependapat dengan sang suami, maka dari itu dia tidak mencegah Sulis. Perempuan itu malah ikut melotot kepada para tukangnya.

“Dasar kalian orang-orang kampung! Enggak amanah sama sekali! Detik ini juga keluar, keluar dari sini. Saya tidak butuh orang ngawur seperti kalian semu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kelakuan Papa Mertua   Janji Temu

    “Apa sih it—“BRUUUG. BLAM!Belum usai ucapan Sulis, bunyi keras lainnya menyusul. Rumah ambruk sebagian. Kamar tempat mereka berada pun terbelah.“Ma, ayo cepat kita keluar, takut rumah ini nanti runtuh!” Sulis menarik tangan Widya yang seperti masih terbengong kaget dengan kejadian ini.Widya tersadar dan cepat mengikuti langkah Sulis. Namun malang, sesuatu yang meluncur dari atas mereka lebih dulu menghentikan langkah keduanya.“Mama!” Sulis memekik ketika istrinya terkapar dengan bongkahan tembok menindih kedua kaki Widya.Ibu kandung Tyo dan Jagat itu merasakan sakit yang teramat sangat, dan berangsur-angsur memudar … Widya pingsan.Keesokan harinya, Sulis tergopoh-gopoh ke kantor polisi. Dia berniat melaporkan para tukang bangunan yang telah menyebabkan kecelakaan kemarin siang. Namun sebelumnya dia ingin menemui anaknya terlebih dulu.“Ya, Tuhan!” Tyo menjerit kaget. Mengundang perhatian orang-orang yang ada di situ sekejap. Sulis sampai berdiri, untuk sekedar membungkukkan bad

  • Kelakuan Papa Mertua   Jagat Vs Reinald

    (Bisa, Na. Jam setengah lima, oke?)(Oke, Rein).(Kamu langsung ke rumah sakit aja ya, Na)(Terima kasih, Rein).(No prob, Na).Jagat melotot membaca pesan-pesan Riana di kontak dengan nama ‘Reinald’. Jadi selama ini istrinya ada sesuatu dengan dokter itu? Sampai mereka memanggil dengan nama masing-masing tanpa embel-embel penghormatan seperti ‘Ibu’ atau ‘Mbak’?“Apa itu ‘Na’, semacam panggilan sayang?” jerit hati Jagat. Dia sampai bersusah payah untuk menelan ludahnya sendiri.Jari jemari Jagat menelusur lagi. Tetapi tidak ada percakapan selain itu, apakah ini berarti riwayat percakapan mereka telah sengaja dihapus oleh Riana? Disengaja untuk menghilangkan jejak? Hati Jagat begitu membara.Dia masih belum menyerah, kali ini riwayat panggilan telepon yang menjadi tujuannya. Dan, benar! Ada beberapa kali panggilan, bahkan tertera hari ini mereka saling bertelepon lebih dari sekali. Dengan kepala yang seakan menyala bara api, Jagat langsung membuat panggilan kepada dokter itu.Dering pe

  • Kelakuan Papa Mertua   Sang Nyonya

    “Ri, Ibu dengar Mama mertuamu masuk rumah sakit. Benar begitu?”“I-iya, Bu.”“Gimana keadaannya?”Riana diam. Tidak tahu harus menjawab apa, sementara wajah Jagat di depannya mulai mengeras. Sedikit demi sedikit otot-otot rahangnya kencang.“Kamu belum menengoknya ya? Atau memang sengaja enggak mau?” tukas Ibu. Ketika Riana tetap diam, akhirnya Ibu bicara lagi, “Kalau Jagat mau nengok mamanya, jangan dihalangi, Ri. Malah seharusnya kamu ikut mendampingi. Gimana pun juga dia ibu kandungnya Jagat. Jangan jadi orang jahat.”“Iya, Bu.”Telepon ditutup. Riana kembali menatap wajah sang suami.“Ada kabar apa di kampung?” selidik Jagat. Yang sebenarnya dia sudah dapat meraba apa isi percakapan antara istri dan ibu mertuanya barusan.Riana menggeleng. “Ibu sudah dengar kabar tentang Mama.”Lelaki di hadapan Riana itu menghembuskan napas kasar.“Ibu tanya, apa Mas mau menjenguk Mama?”Spontan Jagat memalingkan wajah. Seratus persen hatinya ingin, tetapi dia takut akan penolakan yang akan dia t

  • Kelakuan Papa Mertua   Setelah Makan Malam

    “Loh, kok kita belok kiri?”Riana akhirnya bicara. Sedari saat makan hingga berada di dalam mobil Jagat menjadi pendiam. Riana paham pasti gara-gara dokter Reinald, dan sebenarnya dia sudah minta maaf pada sang suami beberapa kali. Akan tetapi Jagat memilih berpura-pura tidak mendengar dan mengabaikannya.“Mas, kok—““Aku pengen bezuk Mama, kalau kamu keberatan nanti kita muter di depan,” sahut Jagat, kelihatan nadanya masih ditekan agar terdengar biasa.“Oh, enggak gitu juga, Mas … aku kan cuma tanya, takut salah arah aja.” Riana melirik suaminya. “Apa masih marah soal dokter Rei—““Udahlah, Dek, jangan lagi dibahas soal itu.”Bertepatan dengan ucapan Jagat, ada sebuah motor yang menyelonong, memotong jalan sembarangan. Jagat pun menginjak pedal rem dalam-dalam, dan membuat mobil berguncang. Otomatis badan keduanya pun ikut berguncang. Riana yang tidak melihat kejadian di depan mobil, sebab matanya masih lekat kepada sang suami, terhempas keras. Hampir saja kepalanya terantuk dashbo

  • Kelakuan Papa Mertua   Pengacara Baru Bernama Baskoro

    “Ada apa, Pa?” Widya menegakkan kepala sekuat yang dia mampu. Tubuhnya sudah lebih segar meskipun selera makannya belum baik. “Mama denger Papa teriak-teriak, dan apa itu suara Riana?”“Mama denger?” Sulis membeliak tidak percaya.Saat kejadian tadi, kamar perawatan ini dalam keadaan tertutup. Jika sampai suara pertengkaran tersebut sampai didengar Widya, berarti memang suara mereka sama-sama sangat kencang.“Apa Riana mau nengok Mama? Sama Jagat juga?” Widya bertanya lagi. Ada sedikit kehangatan dalam harapannya. Jika anak bungsunya itu sudah mendekat ke arahnya, dia akan menggunakan keadaan dirinya ini untuk membujuk Jagat melepaskan tuntutan kepada Tyo.“Sekarang mereka di mana, Pa?” Widya menatap pintu, yang sudah ditutup rapat oleh Sulis. Mata Widya mengikuti pergerakan suaminya. Lelaki itu meletakkan barang belanjaan di meja, tepat di bawah TV layar datar yang menggantung di dinding.Sulis membalik badan, menghadap kepada istrinya. “Mereka ke sini bukan untuk menengok Mama.”“Te

  • Kelakuan Papa Mertua   Fakta

    “Jadi kamu benar dari menengok Mama … eh maksudnya Bu Widya?” Vivi berseru kalap. “Astaga, Riana … apa yang ada dalam pikiran kalian sih? Pasti Jagat kan yang ngotot pengen ketemu ibunya?”Riana menghembus napas. Di sebelahnya Jagat tertunduk, menekuri telepon genggamnya sendiri. Lelaki itu masih berbalas pesan dengan Bu Reni. Sebelum Riana mendapat telepon berisi omelan Vivi sekarang, Jagat sudah terlebih dulu mendapat teguran dari pengacara itu.“Ri, Riana!” Suara Vivi terdengar lebih keras. Mungkin karena Riana belum merespon ucapan terakhirnya.“Iya, Kak.”“Kamu tuh aduh … berarti bener kali ya yang dulu dikatakan dia, dia pernah cerita kalau Jagat itu beneran emang suka enggak pakai otak kalau mau ngapa-ngapain.”“Dia siapa, Kak?” tanya Riana polos.Vivi berdecih. “Ck, ya dia … dia kakaknya Jagat.”Entah mengapa Riana tertawa. Menurut Riana lucu saja cara Vivi menyebut mantannya. Dulu saat mereka masih terikat dalam pernikahan, Vivi memanggil Tyo dengan embel-embel ‘Mas’ di depan

  • Kelakuan Papa Mertua   Kecurigaan

    “Ri, kamu tau—““Sst … bentar, May. Ini hape-ku bunyi terus dari tadi, aku telpon balik dia dulu ya.” Riana berkata sembari mengangkat tangan, meminta Maya untuk menahan ucapannya sebentar.Dilihatnya panggilan telepon telah berderet, sebab sebenarnya telepon Riana memang sudah berdering sejak dia masih ada di rumah. Riana tahu pasti bahwa itu dari Reinald, maka itu dia sengaja tidak angkat di depan Jagat. Bukan menyembunyikan sesuatu, dia hanya tidak ingin suaminya berpikiran aneh-aneh lagi terhadap Reinald.“Halo, Rein ….” Riana melirik kepada Maya. Sahabatnya itu masih menatapnya tidak berkedip, jiwa keingintahuan Maya memang susah untuk dikendalikan. Entah mengapa, kali ini Riana menjadi tidak nyaman, istri Jagat itu pun meninggalkan Maya, untuk mencari ruang lain yang sekiranya terbebas dari jangkauan kuping sahabatnya itu.“Na, maaf ya, aku terpaksa telpon pagi-pagi begini, takut nanti aku tidak sempat lagi,” ucap Reinald.“Iya, enggak apa-apa, Rein, aku udah di kantor kok. Kamu

  • Kelakuan Papa Mertua   Pertemuan Terlarang

    “Jadi benar Riana menerima telpon dari dokter Rienald di kantor?” tanya Jagat. Entah mengapa nadanya naik, nyaris seperti orang berteriak. Napasnya pun terdengar menderu setelah mengucapkan kalimat itu.“Iya, Mas. Aku memang tidak bisa mendengar semua pembicaraan mereka, tapi aku mendengar Riana menyebut nama dokter itu.”“Dan mereka tertawa-tawa?” tukas Jagat. Mulutnya membentuk seringai hambar.Untuk satu pertanyaan ini, Maya perlu menghela napas sebelum akhirnya mengiyakan.“May, aku mau tanya ke kamu, tolong jawab yang jujur ya!”Maya mengangguk patah-patah. Dalam benaknya muncul tanda tanya besar, apa yang harus dia jawab? Kalau soal Reinald, dia pernah memergoki Riana bertelepon dengan dokter itu dua kali. Dan memang percakapan mereka terdengar menyenangkan sebab banyak dijejali tawa di sana sini.“Kamu tau enggak kalau Riana punya uang banyak?” Jagat melempar tanya lagi. Setengah ragu, tetapi dia harus tahu kebenarannya. Apakah Riana merahasiakan ini semua dari orang lain, atau

Bab terbaru

  • Kelakuan Papa Mertua   Tawa Bahagia

    “Ya Tuhan, kamu serius ini, Ri?”Mata Maya berkaca-kaca. Gegas dia memeluk Riana.“Makasih, Mas Jagat,” ucap Maya disela isakan harunya.“Itu uang Riana, May. Bukan uangku,” ucap Jagat sembari meringis.“Makasih ya, Ri.” Maya mengurai pelukan, dan mengelap air matanya sendiri.“Tapi aku enggak bisa mengabulkan seperti doamu, yang lima puluh juta itu,” seloroh Riana.Maya tertawa sumbang. “Apaan sih.”“Jangan dipandang apa-apa ya, May. Pokoknya karena aku lagi punya dan ingin kasih. Anggap saja buat Tian,” kata Riana.Maya mengangguk. “Kuharap bukan yang terakhir.”Riana reflek menoyor kepala Maya.Kedua perempuan itu memang sudah sama-sama mengajukan pengunduran diri, hanya saja berbeda tanggal pelaksanaannya. Maya akan meninggalkan kantor itu dua bulan ke depan, sedang Riana masih bekerja sampai enam bulan lagi.

  • Kelakuan Papa Mertua   Masa Depan

    “Ini snack-nya yang memang bener-bener enak atau ada faktor lain ya?”Reinald melempar pandang pada Vivi yang asyik memandangi si kembar bermain di kolam bola-bola plastik. Sesekali perempuan cantik itu ikut menjerit kala salah satu dari si kembar terjungkal atau sengaja melompat tinggi di area bermain.“Hmm dicuekin,” desis Reinald dengan volume suara yang dia naikkan.Vivi menoleh. “Apa? Ngambekan banget.”Reinald tertawa. “Yah, niatan mau mengeluarkan gombalan, belum apa-apa dijutekin, layu sebelum berbunga dong.”Vivi tertawa. “Ulangin kalau gitu, nanti aku jawabnya apa?”Lelaki tampan itu mencebik jelek sebagai tanda dia tidak ingin melakukan permintaan Vivi. Namun sedetik kemudian dia meringis lucu.“Gimana kemarin di kampungnya Riana? Udah dapat gambaran untuk bisnis pertanian yang kemarin kamu bicarakan?” tanya Reinald setelah mereka reda dari tawa yang be

  • Kelakuan Papa Mertua   Kita Adalah Keluarga

    “Gimana tidurnya semalam, Kak?” tanya Riana ketika melihat Vivi mendekatinya di dapur.Mata Riana menatap takjub. Entah kenapa, mantan istri Tyo ini baru bangun tidur tetapi muka polosnya terlihat lebih cantik. Setelah mengenal Vivi hampir sekitar tiga tahunan, baru sekali ini Riana melihat wajah Vivi yang tanpa riasan. Jadi terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya.“Aku minta air putih hangat, Ri,” ujar Vivi. Lalu duduk di salah satu kursi terdekat.Riana mengambil gelas dan melakukan perintah perempuan itu.“Kudengar Kakak telponan lama sekali sama ayang dokter ya?” ledek Riana sembari mengulur gelas.“Heh, kamu nguping?”Riana tergelak. “Enggak kedenger jelas kok. Tapi yang perlu Kakak ingat, rumahku ini dibangun dengan uang subsidi pemerintah. Temboknya setipis imanku.”Baru saja Riana selesai bicara, terdengar kentut Jagat dari kamar tidurnya.“Nah itu

  • Kelakuan Papa Mertua   Jadi Diri Sendiri

    “Mungkin kalau aku enggak ikut, kalian akan menginap di rumah Ibu ya?” Vivi buka suara.Mobil Jagat baru saja melewati perbatasan desa Riana dengan desa sebelah.“Jangan dipikirin, Kak. Kampung ibuku hanya satu setengah jam dari rumah, bisa kapan pun kami menginap di sana, tapi kesempatan melihat Kak Vivi dan si kembar mengunjungi rumah ibuku entah kapan lagi,” jawab Riana, sambil menoleh ke belakang, seketika senyumnya melebar.“Aduh, aku suka sekali pemandangan ini, kayaknya perlu diabadikan,” Riana berkata lagi.Perempuan itu gegas mengambil telepon genggamnya, lalu memotret Vivi dan si kembar tanpa permisi. Vivi diam saja, tidak protes. Dia hanya memalingkan wajah sembari tersipu saat Riana membidikkan kamera telepon genggam ke arah dirinya.“Cantik sekali, Kak. Aku kirim ke Kakak ya!” jerit Riana riang.Vivi hanya tersenyum senang sebagai ganti jawaban dari mulutnya.“Bagus ka

  • Kelakuan Papa Mertua   Otak Bisnis

    “Semoga anak-anak saya tidak merepotkan Anda ya, Pak Jagat,” ucap Reinald. Dia datang ke rumah Jagat untuk mengantarkan Vivi dan si kembar. Jam baru menunjuk setengah enam pagi.“Panggil nama saja, Dokter. Kita kan akan menjadi kakak adik,” jawab Jagat sambil melirik Vivi.Perempuan yang dilirik Jagat pun memalingkan wajah dan berpura-pura tidak mendengar. Lucu sekali wajah Vivi. Biasanya tegang dan judes, kini menjadi sering tersipu-sipu.Reinald tertawa. Sedang kedua anaknya senyum kebingungan. Menoleh pada papanya, Jagat dan Vivi.“Siap. Kalau gitu, jangan pula panggil aku dengan embel-embel dokter dong,” sahut Reinald cepat.“Rein, kenalkan ini Bapak dan Ibunya Riana,” tutur Vivi. “Lio dan Elle, salim juga sama ….”Vivi mengernyit. Bingung bagaimana harus menyebutkan orang tua Riana kepada anak-anak Reinald.“Opa? Oma?” celetuk Reinald.Arman dan

  • Kelakuan Papa Mertua   Ada Yang Ketahuan

    Tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, Riana segera mendapat panggilan dari Vivi.“Kamu dapat gambar itu dari mana, Ri?”“Cie Kak Vivi ….”“Apaan sih, Ri. Enggak jelas banget kamu. Cepat jawab pertanyaanku!”Riana dapat menangkap warna suara Vivi yang sedikit malu. Meskipun nadanya tinggi, Riana tahu, Vivi hanya pura-pura jutek. Aslinya perempuan cantik itu sedang tersanjung.“Tapi fotonya jelas kan, Kak?”Vivi terdiam.“Selamat ya, Kak. Semoga kalian berjodoh, udah serasi banget. Enggak nyangka, dapat jodohnya masih dari kota yang sama dengan mantan suami,” celetuk Riana nakal.“Ri, jawab ya, kamu dapat dari mana itu gambarnya?” Kini suara Vivi sudah melengking. Kembali kepada Vivi yang jutek.Riana tertawa. “Mau tau aja atau mau tau banget nih, Kak?”“Riana! Jangan bikin aku habis kesabaran ya!”Peremp

  • Kelakuan Papa Mertua   Lebih Baik Tidak Berharap

    “Jagat.”Tyo tercekat ketika tahu siapa orang yang menjenguknya.“Mas.”Jagat tergesa mendekati Tyo, lalu mereka berpelukan. Sama-sama menggerungkan tangis tertahan, sama-sama saling menepuk punggung dengan kasih sayang yang tertahan.“Maafkan aku, Gat. Maafkan selama ini aku dengan sengaja dan tanpa sengaja telah melukai perasaan kamu.”Pelukan Jagat bertambah kencang. Sampai akhirnya Tyo melepaskan diri dan menuntun Jagat untuk duduk di sebuah bangku yang sudah disediakan. Kakak beradik itu pun duduk berjejeran.“Kamu sendirian, Gat?” tanya Tyo. Leher lelaki itu sedikit menjulur, melihat jauh ke bangku yang disediakan untuk tamu, sekitar tiga meter di belakang mereka.“Ada Bapak sama Ibu di luar, Mas. Kalau Riana enggak bisa ikut, dia sudah banyak membolos kerja, jadi jatah cutinya habis,” jawab Jagat. Dia gosok matanya yang masih berair dengan punggung telapak tangannya. &

  • Kelakuan Papa Mertua   Gantinya Dinner

    “Astaga, kau serius, Ri?” Vivi terpekik. “Aku sudah dandan cantik begini, mubazir dong.”Riana terkikik lirih. Antara rasa geli dan juga merasa bersalah.“Dasar Jagat. Bilang sama dia ya, Ri, dia hutang traktir sama aku! Dan aku pasti menagihnya suatu hari.”Riana berderai-derai. “Maafin ya, Kak.”Vivi menutup telepon dengan bersungut-sungut. Ah, dia tadi bersungguh-sungguh sudah dandan secantik mungkin untuk malam ini. Sengaja dia memakai dress biru yang dipilihkan oleh Reinald ….“Astaga!” Vivi terpekik lagi. Dia ingat sudah mengundang Reinald dan lelaki itu pun sudah menyanggupinya. Mata indah Vivi memandang jam tangannya.Kurang dari tiga puluh menit dari waktu yang sudah ditetapkan. Rasanya sungguh tidak sopan membatalkan undangan di menit-menit terakhir begini. Bagaimana kalau Rienald sudah berdandan seperti dia? Bagaimana kalau Reinald sudah membatalkan suatu acara ata

  • Kelakuan Papa Mertua   Rasa Yang Semu

    “Nak Jagat, Ibu sudah masak ayam bakar kesukaan Nak Jagat loh, apa enggak mau makan dulu?” Neni memberanikan diri mengetuk pintu kamar.Sejak pulang dari mengurus peralihan kepemilikan kebun salak, Jagat langsung mengurung diri di kamar. Kebetulan Riana juga sudah berangkat ke kantornya terlebih dahulu.Jagat membuka pintu. Wajahnya sedikit kusut.“Apa Nak Jagat sakit?” Neni bertanya lagi dengan sedikit nada was was. “Atau mau Ibu bikinin kopi aja ya? Biar sedikit seger di badan.”Lelaki itu tersenyum. “Kopi boleh, Bu. Tadi aku udah makan bareng Bu Reni.”Neni pun tersenyum. Kelegaan menguar di wajahnya.“Tuh kebetulan Bapak juga lagi ngopi, Ibu bikin getuk loh, singkongnya dari kebun kita sendiri. Bentar ya, Ibu bikinin kopi.”Jagat mengangguk. Lalu dia berjalan ke ruang tamu, menjejeri bapak mertuanya yang tengah santai sambil merokok. Di meja sudah terhidang segelas kopi dan getuk singkong yang Neni sebutkan tadi.“Nak Jagat, enggak pa-pa ya Bapak ngerokok di dalam rumah?” seloroh

DMCA.com Protection Status