Sudah dua jam Reynal berbicara dengan Prasti. Kali ini Reynal berbicara dengan hati agar Prasti mengerti. Reynal dengan nada dan ekspresi serius menjelaskan bahwa dia tidak pernah berniat membunuh Prasti. Malah Reynal berkata bahwa dia justru mempertaruhkan nyawanya untuk Prasti tetap hidup."Kalau saya ingin membu-nuhmu, tentu sudah dari dulu Pras. Karena saya berteman dengan Brully itu sudah lamaJustru saya berusaha menyelamatkanmu karena saya tahu niat jahat BrullyUntuk kamu ketahui, Brully ingin membu-nuh anak yang ada dalam perutmu, bila yang lahir laki-laki. Tapi walaupun yang lahir perempuan tetap dia habisi juga”.“Kok Abang tau?”“ Dia kan teman saya”“Memangnya Om Brull ngomong gitu sama Abang?”“Ngga”‘Gimana Abang bisa tahu??”“Suatu hari kamu akan tahu bagaimana saya mendapatkannya”“Memangnya pekerjaan abang apa sih?. Bukan pegawai asuransi?“Nanti kamu akan tahu, Pras”“Oke, trus” desak Prasti“Saya tak mungkin membiarkan dia membunuh manusia tak bersalah. Maka saya
Prasti mengambil pinggang Brully untuk sedikit menjauh dari anggotanya. Setengah berbisik Prasti berkata manja.“Makanya Om itu jangan suka lupa sama aku. Namaku sekarang Fatimah. Aku sengaja memindahkan namaku pada seseorang agar orang tak tahu kalau aku yang lahirin anak Om. Ini untuk melindungi Om. Paham Om???”Brully angguk-angguk mendengar penjelasan PrastiReynal dengan alat canggih yang dia punya mendengar pembicaraan ini. Tiga anggota lainnya juga fokus pada pergerakkan berikut.“Bagus” bisik ReynalPrasti mulai bisa bermain. Bahkan melebihi harapan Reynal. Tapi Reynal tetap ragu dan cemas. Prasti sulit dipercaya. Bicaranya sering kelepasan. Sembarang bunyi saja.Prasti kembali bermanja-manja di depan Brully dengan mengatakan anak yang dia lahirkan beberapa bulan silam itu mesti diambil. Brully terkesiap mendengarnya, karena memang itu yang diinginkannya. Brully mendesak Prasti memberitahu keberadaan anak itu. Prasti beralasan tidak bisa menjemput anak karena tak punya uang t
Tak bisa diprediksi apa yang dipikirkan Reynal tentang Prasti. Sekali lagi adakah urat hati yang kini berdenyut?Prasti di awang-awang masih belum iklas untu berpisah dengan Reynal. Walau dia tahu, bahwa Reynal pasti akan menyusul ke Padang, seperti janji yang dia ucapkan.Prasti kemudian teringat kata “iya sayang” dari keluar dari mulut Reynal. Prasti mulai tersenyum. Setiap mengingat kata itu, Prasti mengelus pipinya sendiri. Inilah awal dia punya perasaan tulus pada seorang lelaki.Prasti memang sudah dua kali dibobol lelaki, tapi hatinya tidak. Semua itu hanya sebatas uang. Pertama dengan lelaki penikmat selangkangan yang ditemui di duni modeling. Prasti bergelimang uang, walau hanya berlaga satu ronde.Kedua dengan Brully, di sebuah pulau kecil di ujung pulau Sulawesi. Tempat bersejarah yang menyebabkan Prasti mengalami perut buncit beberapa bulan kemudian.Sungguh tak terbilang uang yang diterima Prasti dari Brully. Tapi itulah yang dinamakan uang yang dapat disemak hilang di ri
Reynal berkalung risau. Malam telah larut, namun matanya tak kunjung terpicingkan. Betapa tidak, Prasti ada di pelupuk matanya. Reynal kemudian bangkit dari tempat tidur dan kembali duduk di ruangan khususnya.Ruang khusus ini tempat Naldi Jamain alias Reynal banyak menghabiskan waktu ketika malam telah tiba. Sebuah ruangan yang sangat mewah, bersih dan dilengkapai banyak buku. Mulai dari buku agama, manajemen informatika, ekonomi, sain, kesehatan dan buku motivasi.Ruangan juga memiliki banyak alat komunikasi canggih dalam berbagai merek. Umumnya produk luar negeriReynal kemudian termenung di kursi ruangan itu. Kedua sikunya menumpu ke meja untuk menopang dagunya. Di depannya, ada meja dan di atas meja tampak sehelai kertas putih. Di kertas itu ada tulisan yang dibuat Reynal beberapa jam yang lalu.Tulisan itu berisi pengaduan Reynal pada Tuhan, tentang kenyataan dirinya.“Tuhan, aku hambamu, tetap menunggu mutiara hikmah dari takdir yang Engkau tetapkan untuk diriku. Engkaulah zat
Satu jam setelah berbicara lewat sambungan telpon dengan Prasti, Reynal kian disiksa lamunan sore ini. Di pelupuk matanya matanya wajah Prasti tak kunjung hilang. Senyuman Prasti melumat sendi-sendi perasaannya.Begitu indah dan memesona.Tapi, takdir tak kan pernah mengizinkan dia dan Prasti bisa bersatu. Karena Reynal makin yakin Prasti bukan wanita yang bisa menerima kenyatan pahit yang dia alami.Tapi, bisa jadi perkiraan Reynal salah. Belum tentu Prasti akan menolak. Sebab hatinya telah nyaman bersama Reynal. Biasanya, ketika seseorang telah terpikat hatinya, maka matanya buta. Dia tidak melihat hal lain selain terpukau pada kenyamanan yang menyelimuti segala persendian perasaan itu.Sore ini, takdir yang sudah dia iklaskan Reynal mentah lagi. Alat peraga kejantanannya tak kunjung bangun dari tidur panjangnya, hadir di pikiran. Bagi Reynal, alat peraga itu, fungsi cuma satu, hanya untuk saluran air pipis. Bila saja, ada saluran air seni lain, mungkin Reynal membuang saja alat per
Reynal menyandar di dinding ruangan gawat darurat. Ibu pengasuh Sakti, belum kunjung melepas dekapannya di bahu Reynal.Tangisannya makin pilu. Baginya, Sakti adalah buah hati satu-satunya. Ibu itu tidak punya anak semenjak menikah dan Sakti merupakan pengobat segala kegersangan hatinya.Ibu pengasuh itu bernama Rahmi Jamain, kakak kandung Naldi Jamain, berusia 37 tahun. Tak kunjung punya keturunan setelah 16 tahun berumah tangga.Pikiran Reynal sempat melayang ke kaki Gunung Bromo. Apakah Sakti terkena serangan jarak jauh Brully yang sedang bertapa. Reynal tahu bahwa Brully sedang melakukan ritual di kaki gunung saat ini.Tapi Reynal cepat meghalau pikiran itu. Sebab selama ini, sejak kecil dulu, Reynal adalah orang yang tak pernah percaya dengan hak-hal mistisDalam lamunan Reynal dan tangis pilu kakak Rahmi, telepon datang dari Payakumbuh Sumatera Barat, Prasti menghubunginya tengah malam ini“Assalamualaikum Fatimah sayang”“Walaikum sayang abang sayang”“Knapa belum tidur??”“Mak
Tingkah Prasti lucu menunggu Reynal sampai di pintu keluar bandara. Ia seperti anak burung yang tahu induknya datang. Mulutnya sibuk menciap-ciap memanggil Reynal yang beberapa langkah lagi sampai pintu. Reynal sudah tersenyum dari tadi, walau senyum itu terlihat dipaksakan.Prasti langsung merangkul Reynal, tapi Reynal perlahan melepaskan rangkulan itu. Prasti berontak.“apa apain sih, kok tak boleh dirangkul!”“Jangan jangan. Tak baik dilihat orang”“Emangnya ngga boleh”“Iya, ngga boleh. Kita kan belum muhrim”“Ah, gitu amat”Prasti melepasakan rangkulan.Reynal kemudian bersalaman dengan Viona Vioni dan langsung berangkulan.“Tuh kan, ngga adil. Sama Viona Vioni berangkulan”“Pras, Fatimah..ini ponakan abang”“Lalu aku ini siapa??”“Adik”“Kenapa dengan ponakan boleh, adek ngga boleh”“Pras, dengan Viona dan Vioni abang berhubungan darah”“Oh, gitu. Jadi aku orang lain, gitu”Prasti cemberut, tapi tetap memandang Reynal.Ranggi kemudian bersalaman dengan Reynal, juga merangkulnya.
Gulungan ombak datang silih berganti menyapu pantai Tiram Pariaman. Prasti masih terngaga mendengar pengakuan Reynal. Pengakuan pilu dari lelaki yang kini tak ada saingan di hatinya. Reynal telah mengaku bahwa dia adalah seorang lelaki impoten.Prasti tak langsung menanggapi pengakuan Reynal. Dia memandang wajah Reynal dalam-dalam untuk menyakinkan bahwa Reynal tidak sedang bercanda. Kemudian Prasti tersenyum.“Abang lagi becanda kan. Ayo ngaku!!” Prasti kembali menggengam pasir untuk menghujani kepala Reynal“Serius Fatimah. Abang tidak bercanda”“Ngga mungkin”“Abang serius Fatimah, bukan bercanda”Prasti terdiam sebentar. Dalam diam hatinya berbisik“Bang Reynal sedang mengujiku. Aku tak bakal percaya kalau dia seorang lelaki impoten. Tak gampang bagi seorang lelaki untuk mengakui kekurangan itu. Mengapa mulutnya begitu ringan untuk mengatakannya. Jelas, ini adalah bohong”Kemudian Prasti berkata:“Oke-oke. Bang. Aku.. aku..ngga terlalu paham soal itu. Apakah maksudnya Abang ngga b