***"Hotel banyak, Ma, aku bisa pulang ke hotel atau kalau mau, aku bisa juga pulang ke rumah Oma. Entah Oma Rara atau Oma Dara, aku bisa pilih salah satu," kata Aneska. "Lagipula aku bukan anak kecil. Aku udah dewasa.""Nes.""Kenapa, Ma?" tanya Aneska."Kamu masih marah sama Mama?" tanya Elara. "Kalau iya, Mama minta maaf. Mama enggak bermaksud pilih kasih karena baik itu kamu mau pun Alnaira, Mama sayang sama kalian berdua. Kalian anak-anak mama. Jadi sebagai Ibu, Mama pengen yang terbaik dan-""Mama sayang Alnaira aja, enggak sayang aku," potong Aneska tanpa permisi. "Kalau Mama sayang aku, Mama enggak akan biarin Alnaira sama Gema karena kalau memang Mama pengen adil, Mama enggak akan biarin Gema sama siapa pun entah itu aku atau Nana.""Nana sama Gema saling mencintai, Nes," kata Elara. "Enggak cuman Nana, Gema pun mencintai Nana bahkan rasa cinta Gema ke Nana tuh gede banget.""Dan cinta aku ke Gema juga gede, Ma," kata Aneska. "Aku cinta sama Gema jauh sebelum Nana bahkan keti
***"Mama kenapa? Kok kaya habis nangis?"Elara yang sejak beberapa waktu lalu sibuk menyeka air mata, seketika menoleh setelah pertanyaan tersebut didengarnya dari ambang pintu.Bukan berasal dari Regan mau pun Alnaira, pertanyaan tersebut Elara dapatkan dari Gibran karena memang selain ART, yang menemaninya di rumah hanyalah Gibran.Regan? Pria itu masih di perjalanan pulang karena memang tak tepat waktu, sore ini pria itu pulang terlambat setelah tiba-tiba mendapat pasien beberapa menit sebelum jam pulang tiba."Eh, kamu," panggil Elara. "Enggak kok mama enggak nangis, kelilipan aja barusan."Tak langsung menimpali, Gibran memilih untuk melangkah dulu mendekati sang mama. Mengambil posisi di samping Elara, setelahnya dia berucap,"Jangan bohong, Ma, aku yakin Mama habis nangis karena kalau kelilipan, usap air matanya enggak akan sering."Tak menjawab, Elara diam hingga selang beberapa detik setelahnya helaan napas kasar terdengar. Menoleh pada sang putra, dia berkata, "Mama lagi se
***"Kamu tenangin dulu pikiran kamu karena solusi enggak akan kita dapatin di kondisi yang kalut," kata Regan tanpa menghentikan usapannya dari punggung Elara. "Anes enggak akan kenapa-kenapa, dia udah dewasa dan aku yakin dia bisa jaga diri. Lagipula Anes enggak akan ke mana-mana, dia masih di Jakarta dan dia enggak akan jauh dari kita."Tak menjawab, Elara hanya terus terisak sebagai pelampiasan sedih yang dia rasakan. Tak ads obrolan, selanjutnya suasana diantara dia dan Regan hening hingga tak berselang lama—secara perlahan, dia melepaskan diri dari dekapan sang suami."Maaf ya aku nyambut kepulangan kamu dengan tangisan," kata Elara. "Kamu padahal capek banget pasti setelah kerja.""Enggak usah minta maaf. Toh, ini masalah kita berdua, bukan masalah kamu aja."Tak menjawab, Elara hanya bisa menghela napas sebagai respon hingga tak berselang lama Regan bicara."Anes malam ini pasti enggak akan pulang, tapi kamu enggak usah khawatir karena aku enggak akan biarin dia pergi gitu aja
***"Jadi gitu ya ceritanya?"Setelah menyelesaikan cerita, pertanyaan tersebut didapatkan Aneska dari pria bermata sipit yang sekarang duduk di sebelah kanannya.Menunda untuk mencari baju, saat ini Aneska dan pria tersebut duduk di sofa yang tersedia di lobi, karena memang setelah tak sengaja bertemu beberapa waktu lalu, Aneska dan pria yang menyapanya itu memutuskan untuk mengobrol dulu.Siapa dia? Jawabannya adalah Kaivan.Bukan orang asing, Kaivan adalah sepupu Aneska alias putra dari adik angkat sang mama, Elara. Berusia tiga tahun lebih muda darinya, hubungan Aneska dan Kaivan selama ini tak terlalu dekat karena selain punya kesibukan masing-masing, jarak rumah mereka cukup jauh sehingga selain acara keluarga, keduanya jarang berjumpa apalagi mengobrol.Namun, meskipun begitu sejauh ini hubungan Aneska dan Kaivan dekat sehingga meskipun jarang bertemu, Aneska tak ragu bercerita perihal masalah yang membuatnya menyendiri di sebuah hotel."Iya gitu," kata Aneska. "Tanpa perlu din
***Tak banyak menunda, setelah itu keduanya bergegas. Keluar dari area hotel, Aneska dan Kaivan menyusuri trotoar hingga setelah puluhan meter berjalan dari hotel, keduanya menemukan sebuah butik sehingga dengan segera Aneska pun membawa sang sepupu masuk.Seperti pasangan kekasih yang sedang berbelanja bersama, Kaivan dengan setia menemani Aneska memilah baju. Tak sebentar, Aneska yang cukup pemilih, menghabiskan waktu setengah jam lebih sebelum pergi ke kasir untuk membayar tiga pasang pakaian beserta underware yang kebetulan tersedia di sana."Perlu aku bayarin enggak sih, Kak?" tanya Kaivan. "Selama jadi sepupu, kayanya enggak pernah aku traktir Kak Anes.""Enggak usah," kata Aneska. "Lagian kan niat kamu ke sini tuh buat anter, masa bayar juga? Terus kita juga bukan pasangan, jadi enggak perlu dibayarin.""Emang yang dibayarin cuman yang pacaran doang? Enggak kali," kata Kaivan. "Aku aja sering tuh bayarin adik aku belanja atau makan.""Ya kan itu adik kamu," kata Aneska. "Aku
***"Mau langsung pulang apa gimana? Masih jam delapan kayanya enak kalau jalan-jalan dulu."Baru selesai memakai seatbelt, pertanyaan tersebut Gema lontarkan pada Alnaira. Tak lagi di gedung universitas, saat ini dia dan sang kekasih sudah kembali ke mobil karena memang setelah melewati proses belajar selama dua jam lebih, keduanya bisa bisa pulang."Pulang aja kayanya, aku capek.""Padahal, tadinya aku mau ngajak makan di luar," kata Gema—membuat Alnaira menoleh lalu memandangnya."Pengen banget?"Dengan raut wajah merajuk, Gema mengangguk. "Banget," jawabnya. "Udah lama juga kita enggak habisin waktu berdua di luar. Jadi aku kangen.""Ya udah boleh kalau gitu," kata Alnaira, yang pada akhirnya mengesampingkan rasa lelah.Tak bohong, ucapannya tentang lelah memang benar adanya. Namun, jika boleh jujur selain itu ada faktor lain yang membuat Alnaira ingin segera pulang yaitu; Aneska.Tak mau bersitegang terlalu lama, Alnaira ingin mengobrol dari hati ke hati bersama sang saudara kemb
***Gema kehilangan kendali, pria yang menghardik Alnaira tersebut dipukul hingga jatuh tersungkur. Tak cukup sampai di situ, setelahnya perkelahian terjadi—membuat Alnaira jelas dilanda panik.Namun, beruntungnya perkalahian tersebut tak berlangsung lama karena pihak keamanan restoran dengan segera melerai—membuat pria tak dikenal yang beberapa waktu lalu menghampiri Alnaira dan Gema, pergi membawa rasa sakit.Gema? Pria itu kembali duduk dengan sedikit luka di sudut bibir dan hal tersebut jelas membuat Alnaira sedikit marah."Gem, kamu apa sih pake berantem segala? Luka, kan, sudut bibir kamu?""Aku enggak terima kamu dikata-katain, Na," desis Gema tak suka. "Dia enggak tahu apa-apa, tapi mulutnya jahat. Kamu pikir aku bisa diam aja? Enggak! Siapa pun yang berani ngatain kamu, dia berhadapan sama aku.""Iya, tapi enggak dengan berantam juga," kata Alnaira. "Sudut bibir kamu luka tahu enggak? Mana aku enggak bawa alkohol.""Enggak banyak," kata Gema yang tanpa permisi mengusap sudut
***"Aku masuk dulu ya, meskipun cuman puluhan meter dari sini, kamu hati-hati dan jangan lupa kabarin kalau udah sampe."Turun dari mobil bahkan diantar sampai ke dekat teras, ucapan tersebut Alnaira lontarkan pada Gema. Selesai menghabiskan waktu dengan makan bersama di luar, dia juga Gema memutuskan untuk pulang dan setelah menempuh perjalanan yang cukup lancar, Alnaira tiba pukul sembilan lebih dua puluh menit.Tak sesedih tadi, perasaan Alnaira sendiri kini membaik. Namun, meskipun begitu kata-kata murahan yang sempat dia dengar, masih saja bersemayam di pikiran sehingga ketika teringat kembali, tak munafik, Alnaira sakit hati."Kamu istirahat dan jangan banyak pikiran," kata Gema. "Kejadian tadi enggak usah diingat lagi, anggap aja angin. Aku enggak mau kamu sedih.""Iya," kata Alnaira. "Gih pulang, udah malam.""Sip-sip," kata Gema.Tak terus diam di dekat Alnaira, selanjutnya Gema kembali ke mobil untuk kemudian pulang ke rumah. Hanya berbeda blok, dia tiba dalam beberapa meni
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,