***"Nasinya di makan, Na, bukan diaduk doang. Tuh nasi sama lauk enggak akan habis cuman dengan diaduk doang soalnya."Refleks mengangkat pandangan, itulah yang Alnaira lakukan setelah perintah tersebut dilontarkan seorang pria yang duduk tak jauh dari kursinya.Bukan Gema, pria tersebut adalah Rakhsan dan bukan di kantin, saat ini Alnaira dan Rakhsan tengah berada di ruangan tempat mereka beristirahat untuk menikmati makan siang.Tak seperti sekarang, rencana awal Alnaira ketika waktu istirahat tiba sebenarnya adalah; menemui Gretha di tempat yang sudah dijanjikan. Namun, niat tersebut batal setelah Gema memergokinya ketika dia hendak meninggalkan rumah sakit.Tak langsung jujur, Alnaira sempat berbohong ketika kekasihnya itu bertanya. Namun, kebohongan yang dia lontarkan terbongkar sehingga alih-alih dirinya, yang menemui Gretha sekarang justru Gema.Khawatir pria itu bertengkar dengan Gretha, Alnaira sempa melontarkan larangan. Namun, Gema tak mengindahkan larangannya sehingga sel
***Tak menjawab, Gretha memilih diam dengan raut wajah yang terlihat tak bersahabat. Kesal dan marah, dua perasaan tersebut menguasai hatinya sementara Gema sendiri nampak santai sebelum kemudian buka suara."Gini ya, Ma, mau sekeras apa pun keinginan Mama buat nyatuin aku sama Anes, semua enggak akan terjadi karena di hati aku sedikit pun enggak ada perasaan cinta buat dia," kata Gema blak-blakan. "Kalau ditanya sayang, jawabannya adalah aku sayang sama dia, tapi sebagai sahabat dan sodara. Enggak lebih. Jadi daripada buang-buang waktu dan tenaga, Mama mendingan restuin aku sama Alnaira karena kalau Mama pengen tahu, sifat dan sikap Nana jauh lebih baik dibanding Anes.""Itu menurut kamu, menurut Mama beda."Gema tersenyum tipis. "Iyalah beda orang di depan Mama, Anes enggak pernah nunjukin sikap jeleknya, kan?" tanyanya. "Dia selalu nunjukin sikap baik biar Mama kagum. Padahal, aslinya dia tuh egois.""Gema!""Apa, Ma?" tanya Gema. "Ucapan aku fakta kok, dan Mama bisa tanyain sama
***"Masuk."Barusaja membuka pintu kemudian menyembulkan kepala, perintah tersebut didapatkan Gema dari Devon yang nampak duduk di kursi kerjanya.Mendapat telepon dari sang papa seusainya makan siang, Devon diminta menghadap sehingga tanpa banyak menunda, dia bergegas menuju ruangan sang papa setibanya di rumah sakit.Tak ada Regan, di sana hanya ada Devon sehingga rasa tegang sedikit muncul. Namun, karena tak merasa salah, selanjutnya dia memberanikan diri masuk sebelum kemudian menutup pintu."Kunci pintunya, enggak enak kalau Om Regan tiba-tiba datang pas kita lagi ngobrol."Setelah masuk, perintah lain kembali didapatkan Gema. Tak langsung manut, untuk perintah tersebut dia bertanya lebih dulu. "Kalau nanti ada Om Regan ke sini gimana? Kasihan kalau nunggu di depan.""Om Regan lagi ada penanganan, jadi harusnya lama," kata Devon. "Papa nyuruh kunci pintu buat jaga-jaga. Lagian enggak akan lama juga Papa bicara sama kamu.""Oh, ya udah," kata Gema yang akhirnya mengunci pintu seb
***"Iya, Om, lagi disidang sama Papa," kata Gema sengaja, karena dia pikir dengan melibatkan Regan, dia bisa membuat sang papa semakin kuat ada di pihaknya."Disidang kenapa?""Mama," kata Gema. "Beliau ngadu sama Papa kalau aku bikin beliau nangis. Jadi ya gitu deh.""Kok bisa?" tanya Regan dengan kening mengernyit. "Mama kamu diapain emangnya sama kamu sampai nangis?""Dicubit ginjalnya," celetuk Gema yang beberapa detik setelahnya mengkoreksi apa yang dia katakan. "Enggak diapa-apain deh, Om, aku cuman ngomong sesuatu cuman mungkin Mamanya agak sensi. Jadi nangis. Padahal, aku ngomongnya baik-baik.""Udah minta maaf?" tanya Regan. "Minta maaf sana. Mama kamu sampe nangis.""Iya nanti minta maaf, Om, tapi ini lagi meeting dulu sama Papa soalnya beliau enggak suka aku sama Nana katanya," celetuk Gema sambil menoleh ke arah Devon, dan apa yang dia katakan membuat sang papa dengan segera melakukan protes."Ngomong apa kamu? Papa enggak bilang enggak suka ya, enggak usah fitnah.""Ya e
***"Anes."Sedang di situasi yang tak sibuk, gumaman tersebut Alnaira lontarkan setelah nama Aneska terpampang di layar ponsel. Barusaja menyelesaikan visit bersama dokter lain, itulah kegiatan Alnaira beberapa waktu lalu hingga persis setelah satu ruangan selesai diperiksa, ponsel di saku jas putihnya bergetar.Meminta izin untuk menjawab panggilan, selanjutnya itulah yang dia lakukan dan karena tak sendiri, senior dokter yang sejak tadi bersamanya mengizinkan Alnaira beristirahat dulu sementara visit tetap dilanjutkan tanpa dirinya."Halo."Mencari tempat sepi, sapaan tersebut Alnaira lontarkan setelah panggilannya dengan Aneska terhubung. Tegang, itulah yang dia rasakan sekarang karena setelah semua konflik, Alnaira khawatir saudara kembarnya itu menelepon untuk marah-marah."Kamu lagi sibuk enggak? Ada yang mau aku bicarain.""Enggak," kata Alnaira—perlahan duduk di beton pembatas yang ada di sana. "Aku barusan lagi visit, cuman karena ada senior, visitnya dilanjutin sama beliau.
***"Kalau itu bisa bikin suasana damai, aku pikir iya," kata Aneska. "Kebersamaan kamu sama Gema tuh menyakiti banyak pihak. Jadi jangan maju terus kalau emang peduli sama orang-orang di sekitar kamu.""Termasuk kamu?""Kalau hubungan kamu sama Gema berakhir, aku enggak akan maju," kata Aneska. "Meskipun Tante Gretha maksa aku buat sama Gema, aku enggak akan mau biar semuanya adil. Kamu enggak sama Gema, aku pun sebaliknya. Impas, kan? Aku yakin semuanya bakalan baik-baik aja kalau diantara kita enggak ada yang sama Gema. Biar dia sama perempuan lain aja di luaran sana."Tak menjawab, Alnaira sibuk menimbang. Mencerna ucapan demi ucapan Aneska yang ada benarnya juga, itulah dirinya sekarang hingga tak berselang lama suara Aneska terdengar kembali."Kamu masih di sana, Na?""Masih," kata Alnaira. "Cuman aku enggak bisa iyain dulu permintaan kamu karena aku butuh waktu berpikir. Enggak apa-apa, kan?""Ya enggak apa-apa, lagian aku enggak menuntut jawaban kamu sekarang kok," kata Aneska
***"Kamu banyak diem daritadi, kenapa? Apa ada sesuatu yang lagi kamu pikirin?"Tanpa mengalihkan fokus dari jalanan, pertanyaan tersebut Gema lontarkan pada Alnaira di samping kirinya.Tak lagi di rumah sakit, saat ini dia dan sang kekasih sedang dalam perjalanan menuju kampus karena memang setelah beberapa hari tak ada kegiatan, jadwal kelas untuk pendidikan yang keduanya tempuh kembali hadir.Tak berangkat masing-masing, Alnaira mau tak mau pergi bersama Gema atas saran Regan karena memang setelah mengobrol dengan sang papa, niatnya untuk mengkhiri hubungan dengan Gema tak mendapat izin.Pada Alnaira, Regan berkata jika seberat dan sesulit apa pun halangan untuk hubungan mereka, Alnaira harus bertahan dan berjuang karena selain Aneska dan Gretha, semua orang ingin keduanya bersama.Perihal Aneska dan Gretha, dua perempuan tersebut akan menjadi urusan Regan juga Devon sehingga yang perlu Alnaira lakukan hanyalah fokus dengan pendidikan juga hubungannya dengan Gema."Banyak sih kala
***"Hotel banyak, Ma, aku bisa pulang ke hotel atau kalau mau, aku bisa juga pulang ke rumah Oma. Entah Oma Rara atau Oma Dara, aku bisa pilih salah satu," kata Aneska. "Lagipula aku bukan anak kecil. Aku udah dewasa.""Nes.""Kenapa, Ma?" tanya Aneska."Kamu masih marah sama Mama?" tanya Elara. "Kalau iya, Mama minta maaf. Mama enggak bermaksud pilih kasih karena baik itu kamu mau pun Alnaira, Mama sayang sama kalian berdua. Kalian anak-anak mama. Jadi sebagai Ibu, Mama pengen yang terbaik dan-""Mama sayang Alnaira aja, enggak sayang aku," potong Aneska tanpa permisi. "Kalau Mama sayang aku, Mama enggak akan biarin Alnaira sama Gema karena kalau memang Mama pengen adil, Mama enggak akan biarin Gema sama siapa pun entah itu aku atau Nana.""Nana sama Gema saling mencintai, Nes," kata Elara. "Enggak cuman Nana, Gema pun mencintai Nana bahkan rasa cinta Gema ke Nana tuh gede banget.""Dan cinta aku ke Gema juga gede, Ma," kata Aneska. "Aku cinta sama Gema jauh sebelum Nana bahkan keti
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,