***Tak memperpanjang obrolan, setelahnya pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam mobil. Sudah berpamitan pada Aneska, Regan lekas melajukan kendaraannya itu sehingga di rumah pun hanya tinggal Aneska dan para pekerja.Masih berada di dapur, perempuan itu kini tengah mengemas bubur ke dalam kotak makan. Tak polos, Aneska menghadirkan pula suwiran ayam dan semacamnya di bubur yang dia buat."Semoga Gema suka."Selesai dengan bubur, Aneska pergi ke kamar untuk bersiap-siap hingga pukul delapan, dirinya pergi. Tak menggunakan mobil, Aneska memilih untuk berjalan kaki dan tak memerlukan waktu lama, dirinya tiba dalam sepuluh menit di rumah sang calon suami."Eh, Anes."Disambut sang calon mertua, Aneska tersenyum sebelum kemudian menyapa."Selamat pagi, Tante.""Pagi, Cantik," sapa Gretha. "Mau jenguk Gema, kan?""Iya, sekalian bawain bubur ayam juga," kata Aneska. "Enggak beli, ini aku bikin sendiri biar lebih aman.""Ya ampun anak cantik ini rajin banget," puji Gretha. "Ayo masuk,
***"Ya udah kalau gitu cepat sembuh ya, Gem. Jangan lama-lama sakitnya karena muka kaya lo enggak pantes sakit.""Sialan lo kalau ngomong."Mendapat sahutan tersebut untuk ucapan yang dia lontarkan, Rakhsan tersenyum. Tak banyak berbicara lagi, selanjutnya dia meminta izin untuk memutuskan sambungan telepon dan karena Gema mengizinkan, menekan gambar gagang telepon berwarna merah pun dia lakukan.Panggilan terputus, Rakhsan menoleh ke arah gadis di sampingnya dan tak diam, dia berkata,"Udah enggak khawatir lagi sekarang? Gema katanya cuman meriang sama sakit kepala. Besok atau lusa dia pasti sembuh. Jadi lo enggak usah takut dia mati karena kayanya masih jauh.""Iya, makasih ya, Rak. Berkat kamu, aku jadi tahu kondisi Gema."Bukan orang asing, gadis di samping Rakhsan adalah Alnaira yang pagi ini memintanya untuk bertemu di salah satu koridor rumah sakit.Takut terjadi sesuatu pada sang sahabat, Rakhsan yang beberapa waktu lalu baru tiba di rumah sakit, dengan segera menemui gadis i
***Jika ketika Rakhsan berhenti, di depan ruangan tak ada siapa-siapa, maka berbeda dengan Dhana karena ketika dirinya kembali, seorang pria nampak berdiri tak jauh dari pintu ruangan.Tak asing dengan pria tersebut, Dhana mengenal siapa dia. Namun, meskipun begitu, hubungannya dengan pria berkaos hitam tersebut tak akrab."Hai," sapa pria tersebut yang tak lain adalah Sky. "Ketemu Nana enggak pas mau ke sini? Dia gue telepon enggak aktif soalnya.""Enggak," jawab Dhana sedikit ketus. "Lagian lo mau ngapain ketemu Nana?""Ya emang kenapa kalau gue mau ketemu Nana?" tanya Sky. "Dia calon tunangan gue dan-""Lo cuman pelampiasan," potong Dhana tanpa permisi. "Meskipun sebentar lagi lo sama dia tunangan, perasaan cinta Nana enggak pernah ke lo karena dia tunangan sama lo atas permintaan Gema.""So?" tanya Sky dengan senyuman miring. "Urusannya sama lo apa? Mau gue cuman pelampiasan, pelarian atau apa pun itu, gue enggak pernah ngerugiin lo, kan? Jadi kenapa lo yang sewot?"Tak menjawab,
***PRANG!"Ish!"Spontan mendesis, itulah yang Gema lakukan setelah gelas dari atas meja jatuh terburai di atas lantai. Tak disengaja, gelas tersebut tersenggol lengannya ketika hendak mengambil ponsel dan tak langsung turun untuk memungut pecahan, yang dia lakukan sekarang justru diam."Perasaan gue kenapa mendadak enggak enak gini ya?" tanya Gema pada dirinya sendiri.Menyentuh dada yang tiba-tiba nyeri, selanjutnya itulah yang dia lakukan hingga suara pintu dibuka membuat atensinya beralih."Gem, ada apa? Mama barusan dengar kaya ada yang pec ... eh, aduh, itu gelas ya yang pecah?" tanya Gretha dengan raut wajah kaget. "Kenapa, Gem? Kok bisa pecah?""Enggak sengaja kesenggol, Ma," kata Gema. "Tadi aku mau ambil hp terus tangannya kena gelas. Jadi jatuh.""Duh, tunggu dulu kalau gitu ya, jangan kamu yang mungut biar Mama panggil Bibi," kata Gretha. "Awas jangan turun.""Iya, Ma."Patuh terhadap ucapan Gretha, pada akhirnya Gema diam sambil menunggu sang bibi datang, dan di tengah d
***"Masih kayanya," kata Rakhsan. "Kejadiannya juga, kan, belum lama. Sekitar dua puluh menit lalu.""Gue perlu ke sana enggak sih? Enggak enak banget hati gue, Rak, seriusan," kata Gema. "Gue harus pastiin kondisi Nana dan-""Ada Sky, Gem," potong Rakhsan yang membuat Gema seketika diam. "Dia jagain Nana sejak tadi di IGD karena Dokter Regan masih operasi. Jadi kayanya lo enggak perlu ke sini. Lagian lo juga lagi sakit, kan? Udah aja istirahat di rumah dan jangan banyak tingkah. Nanti soal kondisi Nana, gue kabarin lo lagi."Gema diam.Setelah tadi nyeri usai mendengar apa yang terjadi pada Alnaira, sekarang hatinya kembali sakit karena di saat sang pujaan hati terluka, bukan dirinyalah yang ada di dekat perempuan itu.Gema mengkhawatirkan Alnaira dan dia ingin ada di dekat gadis itu ketika sedang terluka. Namun, sialnya ucapan Rakhsan membuat dia tak bisa melakukan apa pun karena bukan lagi dirinya, Alnaira kini memiliki Sky."Gem.""Gue kangen Nana, Rak," ucap Gema. "Gue pengen ad
***"Dokter Regan!"Berseru di sebuah koridor, itulah yang Dhana lakukan setelah orang yang sangat ingin dia temui, terlihat berjalan tak jauh darinya.Tak banyak basa-basi, selanjutnya yang dia lakukan adalah menghampiri Regan karena setelah dirinya panggil, pria yang tak lain adalah seniornya tersebut berhenti melangkah.Tak sendiri, Regan awalnya ditemani seorang perawat. Namun, setelah Dhana memanggil, pria itu meminta sang perawat pergi sehingga kini Regan hanya berdua saja di sebuah koridor yang cukup sepi di rumah sakit."Ada apa?" tanya Regan. "Mau minta maaf untuk apa yang terjadi sama anak saya?"Belum sempat meminta maaf, sejak kejadian Alnaira tadi Dhana memang sedikit menjauh dari Regan bahkan Alnaira sendiri. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dia lakukan karena rasa takut melanda sampai akhirnya kabar mengagetkan dari seorang dokter membuat dia mau tak mau mencari sang senior.Alnaira akan dipindah dinaskan.Itulah yang Dhana dengar dari salah satu rekan kerjanya. Memberi
***Tak selesai Dhana bicara, panggilan lebih dulu terdengar—membuat Regan mau pun Dhana menoleh pada seorang perempuan berjas putih. Bukan orang asing, dia adalah salah satu dokter senior di rumah sakit yang kedudukannya setara dengan Regan."Dokter Mayang.""Saya cari-cari ternyata di sini.""Ada apa?""Dokter dipanggil ke ruangan Direktur," kata Dokter Mayang. "Katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.""Oh baik, saya ke sana sekarang.""Iya."Tak banyak menunda, selanjutnya Regan berpamitan pada Dhana. Tak menunggu persetujuan, pria itu pergi meninggalkan Dhana dengan perasaannya yang dilema hingga setelah Regan menjauh, Dhana buka suara."Ini gimana perasaan Gema ya kalau dengar ini semua?" tanya Dhana. "Bego banget emang gue. Gara-gara emosi, gue bikin Nana sama Gema makin jauh. Padahal, gue mau mereka balikan.""Ah!"Frustasi sendiri, itulah yang terjadi pada Dhana sekarang dan hal tersebut berbanding terbalik dengan Alnaira yang kini berada di kamarnya.Pulang beberapa waktu
***"Kamu mau pindah dinas dari rumah sakit yang sekarang, kan?"Refleks menegang, itulah yang terjadi pada tubuh Alnaira setelah pertanyaan tersebut tanpa basa-basi dilontarkan Gema. Tak tahu harus menjawab apa karena rasa bingung yang kini datang, Alnaira diam dan yang dia lakukan berhasil membuat Gema kembali buka suara."Kenapa diem, Na?" tanya pria jangkung itu dari telepon. "Aku nanya, harusnya kamu jawab.""Iya, Gem, aku mau pindah dinas," kata Alnaira yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk jujur."Kenapa?" tanya Gema yang membuat Alnaira menggigit bibir bagian bawah karena tegang. "Apa masih belum cukup kamu lukain hati aku?""Kepindahanku justru bagus buat kamu, Gem," ucap Alnaira, berusaha bicara selembut mungkin. "Enggak ketemu setiap hari sama aku bikin kamu gamppang lupain aku. Jadi harusnya kamu senang.""Senang dari Hongkong?" tanya Gema. "Aku pasti bakalan lupain kamu, Na, tapi setelah nikah. Jadi sebelum aku sama Anes resmi jadi pasangan suami istri, kamu harus
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,