***"Sekarang mainnya gini ya ternyata? Gue dijauhin dan kalian sibuk berdua. Udah dianggap mati kayanya gue."Datang tanpa permisi, ucapan tersebut Dhana lontarkan pada kedua sahabatnya yang kini tengah berada di kantin. Gema dan Rakhsan, tentu saja merekalah sahabat yang Dhana hampiri.Tengah makan siang berdua, sepertinya itulah yang kedua orang tersebut lakukan dan jika boleh jujur Dhana cemburu, karena semenjak kejadian kemarin, dirinya seolah dijauhi oleh Gema bahkan Rakhsan.Entah karena marah atau kecewa untuk apa yang dia lakukan pada Gema kemarin, Dhana tak tahu. Namun, yang jelas siang ini dia harus berkumpul dengan kedua sahabatnya karena bukan tanpa tujuan, Dhana memiliki alasan mengapa dirinya mencari Gema."Enggak usah ngaco," kata Rakhsan sambil menyuap nasi di piring yang tengah dia santap. "Lo bukan anak kecil yang harus disamper setiap mau main.""Ya setidaknya ngabarin kali kalau mau makan," kata Dhana sambil menarik kursi diantara Rakhsan juga Gema. Beralih pada s
***"Oh, jadi lo enggak nyaman gue ngomongin Nana?" tanya Dhana yang justru sengaja memancing. "Oke, gue enggak akan ngomongin lagi dia dan-""Informasinya apa?" tanya Rakhsan—memotong ucapan Gema tanpa permisi. "Daripada berbelit-belit terus mancing emosi orang, lo mendingan kasih tahu informasi yang lo bawa. Gue tonjok lama-lama kalau lo gini terus.""Aw, Rakhsan galak," kata Dhana dengan raut wajah ketakutan yang sengaja dibuat-buat. "Jadi takut.""Dhan, stop drama bisa enggak?" tanya Gema. "Gue pengen tahu informasi yang lo bawa.""Oke, gue udahin," kata Dhana. "Dan kalau lo mau tahu informasi yang gue maksud, informasinya adalah; Nana mau cuti dulu dari pendidikan spesialis yang lagi dia jalanin.""Serius?" tanya Rakhsan."Ya serius," kata Dhana. "Dia kan enggak bisa jalan sekarang. Jadi alih-alih kerja atau sekolah, dia mau fokus dulu sama pengobatannya. Terapi dan semacamnya, semua mau Nana lakuin dulu. Nanti setelah sembuh, baru sekolahnya dilanjut.""Bagusnya emang gitu," kat
***"Kamu hari ini mau nginap lagi apa pulang?"Setelah sebelumnya sibuk menonton film, pertanyaan tersebut Alnaira lontarkan pada Sky. Tak jauh dari bed yang dia duduki, Sky duduk persis di sampingnya karena memang sejak Elara pulang hampir satu jam lalu, Sky yang sudah datang sejak jam makan siang memutuskan untuk berpindah tempat."Tergantung," kata Sky tanpa mengalihkan atensi dari layar lebar televisi. "Kalau lo nyaman dijagain sama gue, berarti malam ini gue nginep, tapi kalau lo justru enggak nyaman pas gue ada di sini, gue pulang.""Kalau aku enggak nyaman sama kamu, udah dari siang aku usir kamu dari sini," kata Alnaira—membuat Sky menoleh sambil tersenyum."Iya juga sih," kata Sky. "Jadi gimana dong? Menurut lo gue pulang apa nginep? Pulang pun gue enggak ada kegiatan sih orang sebulan ini gue free alias nganggur.""Ya kalau kamu enggak keberatan, di sini aja," kata Alnaira. "Seru juga ada teman ngobrol.""Jaga malam itu tugasnya Om Regan ya?""Iya, tapi sore ini Mama bilang
*** Mendapati nama Aneska terpampang, Gema kembali merutuk. Namun, meskipun begitu dia tetap menjawab panggilan bahkan setelah panggilan terhubung, dia menyapa. "Halo." "Hari ini ada jadwal ke kampus enggak?" tanya Aneska. "Aku mau ngajak kamu ngomongin konsep gaun, undangan, sama semacamnya." "Aku di rumah sakit bagian jaga." "Oh jadi semalaman di rumah sakit?" "Ya iya, namanya juga dokter jaga," kata Gema. "Lagian kenapa enggak pilih sendiri aja sih yang kaya gitu? Gaun kan kamu juga yang pake. Undangan juga bebas kalau aku. Gimana kamu aja." "Ya enggak bisalah," kata Aneska. "Yang nikah kan aku sama kamu, bukan aku doang." "Yang nikah emang kita, tapi yang ngebet kamu doang. Aku enggak," kata Gema. "Kalau bukan karena Nana butuh banget darah kamu, enggak bakalan aku mau nikah sama gadis jahat kaya kamu." "Ya udah sih, enggak perlu diungkit," kata Aneska. "Lagian dengan kamu kaya gini, aku juga enggak akan mundur kali. Aku bakalan tetap maju karena aku juga udah berkorban bu
***"Udah, berarti ini aja ya catatannya?"Selesai mencatat model dan apa saja yang harus ada di kue pesanan sang klien, pertanyaan tersebut Aneska lontarkan pada pria muda yang saat ini duduk di depannya.Memergoki Aneska yang tengah menangis, pria itu memang datang untuk memesan kue pesanan sang mama dan bukan orang lain, pria bermata sipit tersebut adalah; Kaivan—sepupu angkat Aneska yang beberapa hari ke belakang sempat dia temui.Tak langsung memesan kue, Kaivan sempat bertanya dulu alasan Aneska menangis sendirian. Namun, karena Aneska sedang enggan bercerita pada siapa pun, dia memutuskan untuk tak mencurahkan apa yang dia rasa dan Kaivan menerima keputusannya itu.Tak ada obrolan panjang tentang penyebab Aneska menangis, selanjutnya Kaivan mengutarkan alasannya datang. Bukan memesan kue biasa, yang ingin dia beli dari toko kue sang sepupu adalah kue spesial untuk ulang tahun sang mama, sehingga konsep kue dan printilan lainnya pun dibicarakan."Iya itu aja, Kak," kata Kaivan.
***"Enggak sih manggil doang," kata Kaivan. "Habisnya bingung mau bicarain apa.""Kamu tuh," kata Aneska dengan senyuman tipisnya. "Bicarain apa aja kali. Kerjaan, pacar atau apa gitu. Aku siap dengerin kok.""Kerjaan enggak ada yang menarik, Kak, gitu-gitu aja," kata Kaiban. "Pacar? Aku enggak punya pacar karena enggak tahu kenapa aku tuh susah banget buat tertarik sama perempuan.""Menyimpang kamu?""Ya enggak menyimpang juga," kata Kaivan. "Aku normal kok, cuman ya buat tertarik sama cewek tuh susah karena udah lama aku suka sama seseorang dan sampai sekarang aku masih penasaran sama dia.""Penasaran pengen dapatin?" tanya Aneska."Iya," kata Kaivan dengan senyuman tipisnya. "Meskipun kayanya susah, enggak munafik di hati aku ada keinginan buat dapatin dia cuman enggak tahu deh.""Kenapa enggak tahu?" tanya Aneska. "Jadi cowok tuh harus gentle, Kai. Kalau kamu suka sama cewek, nyatain cinta kamu bukan malah perasaannya dipendam. Diambil orang tahu rasa lho.""Udah diambil orang, K
***"Udah lama sebenarnya aku simpen perasaan spesial ke Kak Anes, cuman aku enggak berani ungkapin karena aku sadar diri. Aku enggak pantas kalau harus bersanding sama perempuan sespesial Kakak. Jadi aku lebih milih buat simpan perasaanku daripada terus terang. Tolong jangan terbebani sama ungkapan aku ya, Kak. Selain pengen coba terus terang, aku enggak ada niatan apa-apa soalnya, apalagi sampai berharap Kak Anes balas perasaan aku. Lancar terus persiapannya sama Kak Gema, aku doin yang terbaik."Kembali teringat ucapan Kaivan beberapa waktu lalu, itulah yang terjadi pada Aneska di tengah kegiatannya mengemudi. Sudah tak di toko, saat ini dia sedang di perjalanan menuju rumah sakit karena tak ada perubahan apa pun, Aneska tetap pada niatnya menemui Gema untuk membicarakan konsep dan semacamnya.Perihal ungkapan Kaivan tentang rasa cinta pria itu padanya, dengan baik-baik Aneska sudah menolak karena tak lebih dari saudara, itulah Kaivan di mata Aneska selama ini sehingga untuk meneri
***"Kamu emang udah?" tanya Aneska. "Lagian ini udah malam. Nana pasti udah istirahat di kamar rawatnya. Jadi percuma juga aku jenguk. Selain itu ada Papa sama Sky di sana yang jagain dan aku rasa cukup. Enggak perlu ada aku yang jagain Nana karena Nana pun bukan anak kecil."Tersenyum miring dengan perasaan miris, Gema berkata, "Dulu—jauh sebelum semua ini terjadi, aku sempat berpikir kamu sama Nana sama-sama beruntung karena ditakdirin jadi saudara kembar, tapi ternyata salah karena yang beruntung kamu doang. Kamu sangat beruntung punya saudara kembar kaya Nana yang sering banget mikirin perasaan saudaranya, sementara Nana? Dia apes banget punya saudara kembar seegois kamu. Aku yakin dia sekarang nyesal karena terlahir sebagai adik kamu dan aku yakin dia pasti pengen putar waktu biar enggak terlahir dari rahim yang sama dengan kamu. Cewek egois.""Udah puas ngatainnya?" tanya Aneska dengan raut wajah datar, seolah ucapan panjang lebar Gema tak berarti apa pun untuknya. "Kalau udah,
***"Tapi Gema enggak cinta sama Anes, Na, dia cintanya sama lo dan gue rasa percuma juga kalau pernikahan mereka dilanjutin," kata Sky. "Jujur deh coba ke Om Regan sama Tante El. Siapa tahu mereka bisa cari jalan keluar terbaik atau barangkali kalau tahu semuanya, pernikahan Anes sama Gema bakalan langsung dibatalin.""Apa aku bisa sejahat itu?" tanya Alnaira. "Menikah sama Gema pasti impian Anes banget. Apa aku tega hancurin mimpi dia setelah sebelumnya aku pernah lakuin hal sama? Kamu ingat? Anes pengen jadi dokter lho, Sky, tapi semuanya enggak bisa diwujudin setelah dia punya phobia sama darah dan kamu enggak lupa, kan, siapa yang bikin Anes punya phobia?""Ya tapi kan, Anes juga udah jahat sama lo, Na," kata Sky. "Peduli amat lo sama perasaan dia. Anes aja enggak peduli."Tak menjawab, Alnaira hanya bisa menghela napas kasar sebagai respon. Memandang Sky dengan raut wajah bingung, itulah dia sekarang sehingga untuk beberapa saat suasana diantara dirinya dan Sky hening."Na.""En
***"Makanannya enggak enak ya, Na?"Setelah sebelumnya memperhatikan, pertanyaan tersebut Sky lontarkan dengan rasa penasaran yang kini melanda. Tengah makan malam bersama, itulah dia dan Alnaira sekarang karena memang usai banyak drama menghampiri putri tengah Regan tersebut, Sky akhirnya datang juga.Belum tahu apa pun termasuk undangan pernikahan Aneska dan Gema, Sky sendiri datang sekitar dua puluh menit lalu, sehingga belum bercerita apa-apa, Alnaira masih menyimpan semuanya sendirian."Eh, enak kok. Kata siapa enggak enak?" tanya Alnaira yang memang sejak beberapa saat lalu menyantap makanan pemberian Sky.Bukan masakan sang mama, makanan tersebut Sky beli dari restoran favoritnya seperti biasa, dan tak aneh, makanan yang dia bawa adalah; nasi dengan olahan daging sapi dan sayuran."Kirain enggak enak," kata Sky. "Gue perhatiin lo makannya enggak semangat kaya biasa. Jadi gue pikir makanannya enggak enak.""Enak kok, cuman emang pikiran aku lagi agak ke mana-mana. Jadi gitu deh
*** "Aku cinta sama kamu dan sampai kapan pun perasaanku enggak akan berubah," kata Gema—membuat Alnaira memasang raut wajah kaget. Namun, tentunya tetap bersikap tenang sehingga setelahnya dia pun melanjutkan ucapan. "Kalau kamu pikir keputusan aku buat nikahin Anes dilandasi rasa capek karena hubungan kita yang enggak bisa mulus, kamu salah karena kalau bisa milih, aku lebih baik hadapin jalan terjal asalkan sama kamu dibanding lewatin jalanan mulus tapi sama orang lain." "Jadi intinya apa?" tanya Alnaira. "Coba to the point karena aku bingung sama ucapan kamu." Gema menghela napas pelan. "Intinya aku nikahin Anes demi keselamatan hidup kamu," ucapnya kemudian. Tak mau terus memendam rahasia besar tersebut sendirian, pada akhirnya Gema memutuskan untuk jujur. Meskipun semua tak akan berubah karena Alnaira yang akan tetap memintanya bersama Aneska, setidaknya dia ingin sang pujaan hati tahu jika sampai detik ini, tak ada sedikit pun perubahan di dalam rasa cintanya untuk perempua
***"Nah, itu pasti Sky."Dengan senyuman merekah, tebakan tersebut keluar dari mulut Alnaira setelah bunyi bel dari pintu apartemen kembali terdengar. Tak banyak menunda, dengan segera dia bergegas menuju pintu.Sudah menunggu Sky cukup lama, Alnaira antusias menunggu kedatangan sahabatnya itu sehingga ketika pintu terbuka, tanpa ba bi bu sapaan pun dilontarkan."Sky, akhirnya kamu datang jug ... Gema?"Senyuman seketika luntur, itulah yang terjadi pada Alnaira setelah di depannya kini yang dia dapati bukan Sky, melainkan Gema. Sebulan tak bertemu, jujur saja Alnaira kaget ketika calon suami dari kakaknya itu datang tanpa permisi sehingga setelaahnya yang dia lakukan adalah; diam—memandang sang calon kakak ipar lekat.Beberapa detik berlalu, suasana masih saja hening hingga akhirnya Gema buka suara lebih dulu."Hai, Na. Apa kabar?""Gem," panggil Alnaira. "Kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?"Canggung.Demi apa pun itulah yang Alnaira rasakan karena cukup lama tak bertemu, bahkan be
***Meskipun kesal, dongkol, bahkan benci pada calon istrinya itu, Gema tetap mengejar Aneska menuju lift. Berbeda dengan dia dan sang calon istri yang masih terus berdebat, Alnaira sendiri sudah kembali tenang.Tak lagi memegang undangan, dia kini tengah menikmati angin di balkon hingga di tengah kegiatannya itu, sebuah panggilan masuk.Mengambil ponselnya itu, senyuman terukir di bibir Alnaira setelah nama Regan terpampang, sehingga dengan segera dia pun menjawab panggilan."Halo, Pa.""Halo, cantiknya Papa. Apa kabar kamu hari ini, Nak? Baik?""Alhamdulillah baik, Pa," ucap Alnaira. "Papa sama Mama gimana? Baik?""Baik, Cantik. Alhamdulillah," kata Regan. "Oh ya, Anes sama Gema udah ke sana? Mereka katanya mau anterin undangan ke kamu sama yang lainnya di Bandung.""Udah, Pa," kata Alnaira. "Anes aja sih, Gema enggak ada. Dia mungkin nunggu di mobil atau anterin undangan ke tempat lain, aku sendiri enggak tahu.""Oh gitu," kata Regan. "Lama enggak Anesnya di sana? Sebulan enggak ke
***"Bukan siapa-siapa. Orang iseng kayanya, udah pergi juga tuh barusan yang pencet bel."Memberikan jawaban bohong, itulah Aneska setelah pertanyaan tentang siapa yang datang ke apartemen Alnaira, dilontarkan sang pemilik.Bukan tanpa alasan, jawaban bohong tersebut sengaja dia katakan karena bukan orang asing, faktanya yang sejak tadi menekan bel adalah Gema dan sebagai calon istri yang akan segera dinikahi oleh pria itu, Aneska tak mau Gema bertemu dengan Alnaira."Oh, kirain Sky," kata Alnaira. "Dia janji buat ke sini soalnya.""Bukan," kata Aneska sambil tersenyum. Mendekat pada Alnaira, dia kemudian berkata, "Oh ya, Na, karena aku masih ada urusan di Bandung, aku pamit dulu ya. Kamu nanti jangan lupa pulang karena aku sama Gema nunggu kehadiran kamu.""Buru-buru banget.""Iya, karena masih ada undangan yang harus aku bagiin," kata Aneska. "Teman aku kan ada juga yang di Bandung.""Oh gitu ya," kata Alnaira. "Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya. Habis dari Bandung, kalau bi
***"Iyalah, apa coba yang enggak gue tahu tentang lo?" tanya Sky. "Semua rasa sakit lo aja gue tahu. Iya enggak?""Mulai deh," kata Alnaira sambil tersenyum."Kenapa?" tanya Sky."Enggak sih," kata Alnaira. "Bingung juga harus ngomong apa.""Yeee, enggak jelas," kata Sky yang direspon senyuman oleh Alnaira, sehingga tak ada lagi obrolan, setelahnya suasana hening.Berlangsung selama beberapa detik, Sky kembali memulai percakapan dan kalimat yang dia lontarkan adalah; sebuah harapan."Semoga enggak cuman kaki, hati lo bisa sembuh juga di sini ya, Na," kata Sky. "Enggak ada lagi kesedihan dan air mata, gue harap ke depannya cuman senyuman yang lo tampilin dan kalau boleh, gue berharap lo bisa nemuin pengganti Gema di sini yang jauh lebih baik daripada dia. Lo gadis yang baik dan lo sangat pantas buat dapatin laki-laki baik."Tersenyum sambil memandang Sky yang kini berdiri sambil bersandar pada pagar, kedua mata Alnaira berkaca-kaca. Bukan karena sedih, semua terjadi karena dirinya bah
***"Udah, kan? Kita udah tahu di mana apartemen Nana selama tinggal di Bandung. Jadi daripada diem terus di sini mendingan kita pergi, karena selama di Bandung aku pengen mampir dulu ke suatu tempat."Memandangi Alnaira dan yang lainnya di lobi gedung apartemen, ucapan tersebut Aneska lontarkan pada Gema. Berada di parkiran depan apartemen, sejak beberapa waktu lalu dia dan sang calon suami mengawasi Alnaira beserta keluarganya karena kata Gema, pria itu tak mau pergi sebelum Alnaira memasuki apartemen.Beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandung. Tak ketahuan, keberadaan Aneska dan Gema sampai saat ini aman karena meskipun selalu berada di dekat mobil yang dikendarai Sky, tak ada satu pun yang curiga perihal Aneska dan Gema yang ikut pergi ke Bandung.Tak sia-sia meminjam mobil sang sahabat, Gema lega karena meskipun tak bisa bertemu langsung, setidaknya dia bisa mengawal Alnaira dengan selamat sampai tempat tujuan, dan karena cintanya pada perempuan itu masih sangat
***"Selama gue belum punya istri, lo boleh bergantung sama gue kapan pun lo mau, Na," ucap Sky. "Gue bakalan selalu ada buat lo, karena gue cinta sama lo, cuman tolong jangan terbebani sama perasaan gue karena meskipun cinta, gue enggak berambisi buat dapatin lo. Ambisi gue tuh bahagiain lo dan kalau nanti lo bahagia sama cowok lain, gue tentunya ikhlas. Lega malah karena lo bahagia, gue bahagia.""Kamu baik banget Sky," ucap Alnaira. "Aku sampe bingung mau bilang apa saking baiknya kamu.""Bilang gue ganteng aja udah cukup kok," kata Sky sambil tersenyum. "Udah ah, jangan sedih-sedih. Daripada mikirin Anes, mendingan lo nikmatin perjalanan sambil senderan di bahu gue. Setelahnya mau tidur? Silakan, gue enggak akan keberatan.""Pegal nanti.""Enggak akan," ucap Sky. "Ayo buruan senderan.""Enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Nana. Ayo buruan mumpung gue lagi baik."Tak banyak bicara, selanjutnya Alnaira memilih untuk melakukan apa yang Sky anjurkan. Bersandar di bahu kiri sang sahabat,