MARSELINA MEMINTA MAAF KEPADA SHAINA
“Shaina ini semua adalah salah paham! Sungguh, itu semua adalah kesalahpahaman.”. Ucap Marselina cemas, melihat perubahan wajah dari Shaina. “Kesalahpahaman katamu! Cukup sudah.”. Jawab Shaina kesal, setelah mengetahui bahwa Marselina yang memberikan informasi mengenai permasalahan hutangnya.
“Shaina dengarkan aku dulu. Aku tahu aku salah. Tapi, kamu harus tahu kenapa aku melakukan itu. Baru setelah itu kamu berhak untuk tidak memercayaiku lagi.”. Lanjut Marselina dengan hati-hati. Jika Marselina tidak mau mengikuti apa yang di tugaskan oleh Pak Alif, sudah pasti dia akan diberi hukuman. Yang lebih parah mungkin akan dipecat dari restoran. Mungkin kira-kira seperti itu yang ada di pikiran Marselina. Karena keadaan saat itu tidak semudah yang di pikirkan oleh orang-orang. Terlebih Shaina. Sebab orang yang menyuruh marselina tidak lain adalah mr. Xiao. “baik. Aku mengerti. Lalu apa selanjutnya? setelah kamu menjelaskan semuaBALAS DENDAM“Dengan berapa seriusnya kejadian pertengkaran itu, aku tahu bahwa harus waspada.” Pikir Shaina dalam hati. terlihat dari raut wajahnya yang terlihat cemas. Apa pun masalahnya, Shaina harus lebih berhati-hati menghadapi Mr. Xiao. Terlebih istrinya. Mau tidak mau Shaina teringat akan kejadian yang sempat menimpa Shinta. Sejak hubungan di antara Shinta dan Mr. Xiao terendus oleh istri dari Mr. Xiao. Ketika itu Shinta kemudian di culik selama kurang lebih satu minggu. Di sana Shinta mendapat perlakuan yang sangat keji, di lecehkan, di perkosa, dan di siksa. Bahkan penyakit HIV Aids yang di derita Shinta hingga saat ini, di dapat karena saat penculikan seseorang bos di sana telah memerintah bawahannya untuk mengambil secara acak orang di jalan agar ikut memperkosa Shinta.Karena itu, Shaina jadi tahu. Bahwa sekecil apapun kesalahpahaman yang di lakukan baik Shinta, Shaina atau siapapun orangnya kepada mr. Xiao dan keluarganya. Dapat di pa
KABAR BURUKAku berada di daerah yang biasa Shinta singgahi. Hampir sekitar tiga puluh menit aku bulak-balik bertanya kepada setiap orang yang tinggal di sana. Namun tak satupun yang mengetahui keberadaan Shinta. Aku semakin khawatir akan keadaan Shinta. Ada sesuatu yang aneh menurutku. Karena tak kunjung ketemu. Aku memutuskan untuk pindah lokasi. Namun, setelah beberapa Langkah, aku merasa ada yang menguntit. Aku merasakan hawa dingin mengalir di punggung. Dengan hati0hati aku mengamati sekeliling. Karena aku tidak ingin para penguntit itu mengikutiku sepanjang jalan. Begitu tiba-tiba ada kesempatan, aku khawatir tidak akan selamat. Namun tidak peduli seberapa keras aku memindai daerah ini, sepertinya aku tidak menemukan keberadaan mereka. Mengambil napas dalam-dalam, kemudian aku bergegas pergi dari tempat itu. lalu, tiba-tiba aku merasakan pandanganku gelap seketika.***“Bos, Perempuan itu baru saja siuman, setelah tiga hari pingsan.” Ucap salah seorang pria bera
KEMATIAN YANG TRAGIS “Tidak. Mungkin. Shintaaaa. Shintaa. Keji, benar-benar keji!” Perempuan muda itu menangis histeris melihat penyiksaan yang di hadapi oleh Shinta. Perempuan muda itu tidak lain adalah Shaina. Shaina meraung sejadi-jadinya menyaksikan penyiksaan keji itu.Shaina tidak menyangka orang-orang keji ini menculik Shinta. Shaina merasa ia tidak punya cara untuk melakukan serangan balik sama sekali. Ia merasa tak berdaya. Setelah menangkap Shinta, dan menyiksanya dengan alat kejut listrik. Seolah belum cukup. Mereka juga memasukkan racun kuat ke dalam tubuh Shinta. Itu adalah penyiksaan yang terburuk. Setelah itu mereka membawa Shinta ke hutan yang lebat. Kemudian yang membuatku menangis cukup parah adalah kenyataan bahwa Shinta telah mati. Aku masih tidak percaya. Apa yang mereka harapkan dari kematian Shinta. Kenapa mereka membunuhnya. Saking histerisnya, Shaina tidak sadarkan diri.Para penculik itu tersenyum dalam hati. ini semua seperti yan
MBAH KHAWATIR Di rumah. Suasana rumah sangat sepi. Perempuan adalah makhluk sensitif, termasuk Mbah. mereka mampu mendeteksi perubahan sekecil apapun. Tak terkecuali kepada Shaina. Beberapa hari belakangan ini, perilaku Shaina menjadi sangat mencurigakan. Dan di rumah, karena Mbah hanya tinggal berdua dengan Shaina merasa bingung dengan situasi ini. Sebelum Shaina tidak pulang ke rumah kurang lebih semenjak tiga hari yang lalu. Mereka masih sempat mengobrol.***“Siapa yang mengirim gerobak ini kemari nak?” tanya Mbah kepada Shaina dengan nada bingung. Melihat sebuah gerobak yang sudah reot dengan atap di tutupi Jerami yang di pilin-pilin menyerupai genting, dan di sisi samping gerobak terdapat tulisan rumah. “Shaina juga tidak tahu Mbah.” Jawab Shaina.“Teman perempuan yang sering kamu temui waktu siapa namanya?” Tanya Mbah lagi. “Shinta, Mbah.” Ujar Shaina.“Mungkin dia ingin menitipkan gerobak ini kepadamu sebentar.” Pungkas Mbah lagi berbaik sangka. Nam
SEMUA ORANG PANIK“Oh, iya betul. Saya Anya teman kuliahnya Shaina.” Kemudian seorang pria tua yang ada di balik sambungan telepon dengan Anya mengatakan kalau ia mencari keberadaan Shaina. Lalu bertanya apakah Anya saat ini sedang Bersama Shaina. Sebab sudah lebih dari tiga hari Shaina tidak pulang, juga tidak memberi kabar. Namun, Anya juga mengatakan kalau semenjak Shaina pindah, Anya sudah jarang berhubungan. Mendengar itu pria tua yang tak lain adalah orang tua Shaina menjadi sedih. Menurut Anya, satu-satunya orang yang dipedulikan Shaina saat ini adalah Yudhis.Hari itu juga Anya segera menghubungi teman-teman yang lain. Termasuk Yudhis dan Ghaisan. Anya memberi tahu mereka kalau Shaina menghilang lebih dari tiga hari. Juga barusan orang tua Shaina mengubunginya, menanyakan kabar Shaina. Yudhis yang mengetahui kabar ini merasa seolah-olah ia hidup di dunia yang sama sekali berbeda dengan Shaina. Karena beberapa waktu ini hubungan keduanya juga mulai ren
YUDHIS HILANG KENDALI“Apa yang kamu katakan. Jangan pernah membohongi kami. Ujar Yudhis dengan nada marah. “Aku tidak berbohong. Kita sudah cukup lama berteman. Mengapa kamu tidak percaya dengan saya.” Jawab Iwona meyakinkan mereka. Anya hanya bisa mengangguk kecil. Iwona berusaha jujur, karena semua orang mengarahkan pandangan mereka kepada dirinya. Dan saat ini Iwona juga benar-benar bingung. Walaupun Iwona mengakui bahwa ia yang sengaja menjodohkan Shaina dengan Reynard. Di sisi lain, Yudhis menatap Iwona dengan jengkel. Yudhis merasa bahwa Iwona perempuanyang jahat. Dan merasa bahwa Iwona menyembunyikan sesuatu. Tidak peduli bagaimana, Yudhis merasa harus menyelesaikan masalah ini. Dan Yudhis benar-benar tidak ingin melihat wajah Iwona lagi. Jika saja laki-laki Yudhis pasti sudah menghajar Iwona habis-habisan. Tujuannya jelas. Untuk membuat Iwona mengaku. “Kalau begitu, cepat bawa kami menemui Reynard. Temanmu itu.” Ujar Ghai.&ld
KHAWATIR, LALU SALAH LANGKAHDi rumah orang tua Shaina. Sudah berkumpul banyak orang di sana. Beberapa teman Shaina berusaha menenangkan keadaan orang tua Shaina. Karena orang tua Shaina masih dalam kondisi yang kurang baik. Bahkan ibunya Shaina belum mau makan sampai saat ini. Saat semua orang sedang berkumpul di ruang tamu. Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk dari luar. Kemudian beberapa petugas kepolisian masuk. Rupa-rupanya setelah menghubungi Anya dan meminta semua teman-teman Shaina untuk datang, Ibunya Shaina juga menghubungi pihak kepolisian.Setelah menjelaskan seluruh ceritanya kepada pihak kepolisian. Dan meminta keterangan tambahan dari teman-teman Shaina. Situasinya menjadi cukup jelas. Namun menurut keterangan dari pihak kepolisian, yang dapat menangani kasus dari permasalahan hilangnya Shaina adalah daerah tempat Shaina tinggal saat ini. Maka dari itu, berkas laporan hilangnya Shaina akan dilimpahkan kepada pihak kepolisian yang berada di kota tersebut. “Ba
DI JUAL, CEPAT “Ini pasti sebuah kesalahan.” Mata lelaki tua itu melebar seolah tak percaya yang tak lain adalah Ayahnya Shaina. Setelah teman-teman anaknya pulang. Kedua orangtua itu mengobrol dengan serius. Saat Ibunya Shaina mengatakan akan menjual rumah warisan dari orangtuanya. Ada kecanggungan disana. Namun, saat itu ibu Shaina berusaha meyakinkan Ayah Shaina. Sambil mengutarakan niatnya itu. Ibu Shaina memeluk lengan suaminya dengan lembut.“Mereka akan datang. Aku baru saja menutup telepon dari orang yang ingin melihat-lihat rumah kita. Mereka juga bertanya, apakah kita ada di rumah hari ini. Bu. Ayah tanya sekali lagi. Apa Ibu yakin?” Ucap Ayah Shaina kepada istrinya. Nada bicara ayah agak sedikit pasrah saat ia mengajukan pertanyaan ini. Mengingat itu adalah warisan dari orang tua. Dan harta benda satu-satunya yang dimiliki Ibu.Namun dari sudut matanya. Tak terlihat keraguan sedikitpun dari Ibu. Meskipun rumah ini adalah satu-satunya harta yang paling