"Hemm, Youmna kangen banget!" Youmna memeluk Bagas dan Yanti secara bersamaan.
"Anak gadis ayah ini dari mana aja sih?" Bagas mengelus ubun-ubun Youmna dengan kasih sayang.
"Dari menyelesaikan misi masa depan!" Tawa Youmna.
"Hemm." Yanti mencium pipi Youmna dan dibalas oleh Youmna tiga kali lipat ciuman Yanti kepadanya.
"Maksud ayah, kamu ke mana tadi kok dicariin di kamar nggak ada, Sayang?"
Bagas melirik Yardan yang mencoba menjelaskan melalui isyarat gerak tubuh bahwa Youmna dari luar menemui Kasiyem. Kini semuanya sedang berkumpul di ruang keluarga dengan posisi Bagas dan Yanti duduk di sofa, Yardan duduk di samping Yanti namun di penahan sofa, sedangkan Youmna duduk di karpet bulu di hadapan Bagas dan Yanti.
"Ceritain dong Dek gimana di Jerman?"
"Abang ini kaya nggak pernah ke sana aja!" Tawa Youmna.
Memiliki Kakek dan nenek di Jerman membuat mereka sekeluarga sering berkunjung ke sana. Itu adalah keluarga dari Bagas, ibunya yang dahulu ditinggal meninggal oleh alm. ayah kandung Bagas, dan Ia pergi untuk menghidupkan Bagas yang diasuh oleh bibinya dan ibunya menjadi seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jerman dan di sana menikah dengan penduduk asli Jerman dan langgeng sampai sekarang, dari sana juga kehidupan Bagas tercukupi.
"Maksudnya kehidupan percintaan kamu?" Goda Yardan yang membuat kedua orang tua mereka melongo.
"Adek punya pacar?" tanya Yanti memanggil Youmna dengan sebutan 'adek' sebagai tanda panggilan kesayangan.
"Nggak, Bu ... Yah! Abang suka ngeprank!" Youmna mencubit paha bawah Yardan yang terdekat untuk ia raih yang sukses membuat Yardan menjerit kesakitan.
"Masih aja suka nyubit. Bu, paketin lagi ajalah Adek ini."
"Ngambek!" goda Youmna dengan wajah manjanya.
"Makanya jangan kaya tadi, deket sama cowok aja takut apalagi mau pacaran, Bang!" gerutu Youmna.
"Uhh! iya sih yang punya pengalaman sepahit mengkudu," canda Yardan yang membuat Bagas dan Yanti cekikikan mendengar kata mengkudu.
"Basing L-A-U bang!"
Drett ... Drett ....
Bunyi ponsel Yanti berdering pertanda ada panggilan masuk. Yanti pun mengangkatnya lalu langsung mengalihkan panggilan W******p itu dengan Video Call.
"Assalamualaikum, Jeng!"
Youmna yang mendengar Yanti memanggil temannya dengan sebutan 'jeng' pun hampir tersedak dengan minumannya. Membayangkan tujuh tahun jauh dari Yanti, ternyata Yanti semakin gaul seperti ibu-ibu sosialita. Hal yang tak pernah Ia bayangkan dan ia kehendaki ini terjadi.
"Waalaikumsalam, Jeng!" jawab ibu yang seumuran dengan Yanti ini dengan suara yang heboh. Youmna menepuk dahinya.
"Sama-sama gaul. Guys!" cengir Youmna kepada Bagas dan Yardan. Bagas yang melihat tingkah anak gadisnya itu hanya bisa tertawa dalam hati (tahan tawa).
"Lihat! ini loh gadisku yang baru pulang dari Jerman." Yanti mengarahkan kameranya ke wajah Youmna.
"Ih ... cantiknya!" jawab wanita di seberang telepon.
"Terima kasih, Tante." Senyum Youmna ke arah kamera yang menyorotnya.
Youmna tidak mengenal dan tidak pernah juga melihat wanita yang sangat akrab dengan Yanti ini, ia hanya mendegar suara dari video call ini. Yang bisa Ia ambil kesimpulan bahwa wanita ini sebaya dengan Yanti dan pasti mereka telah berteman begitu lama hingga menjadi dekat. Ia tahu Yanti bahwa ibunya itu tidak akan bisa akrab dengan seseorang kecuali seseorang itu benar-benar baik atau bisa memberi kebaikan dalam hidupnya; suatu prinsip yang juga Yanti tanamkan dalam hidup kedua anaknya.
"Itu tadi temen ibu. Suaminya rekan bisnis ayah, dan anaknya itu loh ...." jelas Yanti kepada Youmna dan terpotong.
"Itu loh apa, Bu?"
"Hem ... anaknya temen abang!" pangkas Yardan
"Bu? Apa harus sekarang tah? Youmna baru pulang!" tanya Bagas.
"Yah ... kenal dulu kok." Mendegar percakapan yang aneh dan menggantung membuat kepala Youmna diisi oleh tanda tanya yang besar.
"Ada apa sih, Bu?" tanya Yardan yang lebih dulu memecahkan apa yang seharusnya Youmna tanyakan.
"Nanti malam kita kedatangan tamu," jelas Yanti.
"Bisnis lagi? Apa cuma makan malam?" tanya Yardan malas.
"Kamu kok malah gitu, Kak. Didatangin temen sendiri kok. Keluarga ATAYA!" Kali ini Bagas yang memperjelas.
"Oh, kirain!" Kali ini Youmna yang berseru sebab Ia tahu di balik pertanyaan malas Yardan adalah Ia malas bila Yanti dan Bagas akan menjodohkan Ia kembali dengan sahabat-sahabat bisnis kedua orang tuanya, sebab Ia yang memang kurang menyukai wanita yang selalu ditawarkan itu. Ia lebih suka mencari sendiri wanita yang Ia cintai.
"Eh ... tunggu! Kalo bukan cewek berarti cowok? Dan kalo bukan abang berarti aku dong!" Youmna menunjuk dirinya sendiri yang membuat heran tiga orang yang bersamanya saat ini dan Yardan menatap Youmna dengan gelak tawa.
"Iyalah. Kamu disuruh nikah haha," tawa licik Yardan.
"Abang kok seneng sih aku tinggal nikah?"
"Iyalah. Jadi lu nggak nyusahin gue!" ledek Yardan.
"Ihss, Ya Allah! Yah ... buang aja sih si Yardan itu ke laut!" ambek Youmna kepada Bagas sambil memeluk Yanti.
"Yah ... Bu, apa bener ya aku mau dinikahin?"
Yanti tersenyum mendegar pertanyaan anak gadisnya itu sedangkan Bagas yang mendegar perkataan anak gadis satu-satunya itu sedikit tergores hatinya menyadari kenyataan bahwa kini dirinya mulai menua dan anaknya semakin dewasa yang pasti akan membina rumah tangganya sendirinya.
"Sini. Ayah bicara sebagai ayah kamu!" Bagas mengelus ubun-ubun Youmna dengan kasih sayang.
"Yah, memang selama ini ayah berbicara bukan sebagai ayah Youmna?"
"Terkadang ayah berbicara sebagai kapala keluarga."
"Youmna sudah besar. Kalo ada seseorang yang ayah kenal baik, dan keluarganya meminta mu untuk hidup bersamanya. Haruskah ayah tolak dia, Nak?"
"Tapi, Yah ...."
"Iya ayah paham. Pertemuan dulu ya? Ayah nggak akan maksa kamu."
"Tapi ayah minta satu hal ke kamu ya, Nak," lanjut Bagas.
"Ayah jangan ngomong kaya gitu. Apapun itu dan seberapa banyak hal itu akan Youmna lakuin buat ayah."
"Ayah tau, ayah punya anak gadis yang baik dan cantik dan anak ayah ini belum pernah ngecewain keluarga. Ayah pengen nanti malam kalo pun kamu nggak suka jangan perlihatkan keburukan ya Nak, tetap jaga kesopanan."
"Baik, Ayah!"
Terlepas dari percakapan singkat sore tadi Youmna masih memikirkan bahasan yang menurutnya masih terlalu dini untuk Ia jadikan acuan, di usia dia yang kini masih menginjak dua puluh empat tahun memang sudah seharusnya menikah namun, Youmna tipe wanita yang tidak terlalu memikirkan percintaan atau cinta terhadap pasangan bukanlah prioritasnya.
Sendiri atau jomlo adalah status andalannya dari masa-masa sekolah sampai sekarang, bukan tidak ada yang Ia sukai atau memiliki kelainan tapi ini memang jalan Ia untuk lebih tenang dan fokus menata masa depan. Tapi kalo dipikir-pikir 'baru pulang udah disuruh nikah itu nggak enak loh' sumpah!
Bayangkan! lama-lama di negeri orang tapi pas pulang mau dinikahin, waktu sama kedua orang tua yang membesarkan tidak lama, manjanya, moment-moment kasih sayang yang jarang didapatkan, semua waktu itu tidak bisa ditarik apalagi diulur. Aduh, entah deh! Nggak sayang kayanya.
"Ma ... ini mah rumahnya si Yardan," gerutu Kai saat mobil yang ia dan keluarganya memasuki halaman rumah Yardan. "Udah sih, berisik kamu itu!" Kai mengetuk-ngetuk kaca jendela dangan sendi jari-jarinya sedangakan Brian yang mengemudi sedang mencari posisi parkir dan Sofia terus menatap Kai yang seperti orang ogah-ogahan itu dari kaca depan mobil."Senyum dong ganteng!" seru Sofia sambil menatap kaca dan fokus melihat objek didalamnya. Kai sebagai objek yang dituju itu hanya menatap malas Sofia dan senyum yang dipaksakan. Kini kaki ketiganya telah sampai di depan pintu dan sudah disambut oleh Yanti dan Bagas yang telah menunggu di depan pintu sejak mobil mereka memasuki halaman rumah. Mereka pun saling menyambut dengan salam dan tak lupa berpelukan untuk Yanti dan Sofia, salaman anak gaul untuk Brian dan Bagas sedangakn yang dilakukan Kai salaman horman kepada yang lebih tua. "Mana Ya
Kai masih menimbang-nimbang apa keputusan yang harus ia buat, mengigat keduanya sangat penting untuk masa depannya; perjodohan dan bisnis baru. Yang mana keduanya masih satu lingkup keluarga yang sama, ia tidak ingin mengambil keputusan yang salah dan tidak ingin juga kedua belah pihak, keluarganya dan keluarga calon merasa kecewa di akhir. "Gimana?" tanya Sofia. Kai mengangkat kepalanya, tahu apa yang saat ini Sofia jadikan bahasan untuk sarapan pagi kali ini. "Not bad!" Kai melanjutkan kembali kunyahan tanpa mempedulikan ekspresi Sofia ketika mendengar jawabannya. Sofia dengan wajah sumringahnya. "Pa nanti kita lamar Youmna, segera!" ucap Sofia kepada Brian dengan nada bahagia yang tak terkontrol. "Ma, tunggu! Jangan terburu-buru," ucap Kai dengan santainya. "Nah, kan kamu udah setuju!" "Pa, kapan aku bilang setuju? Ma, tadi aku b
"Sampai kapanpun lu nggak akan pernah bisa berubah!" "Youm! lu bukanTuhan, lu nggak bisa nentuin masa depan seseorang!" Mereka masih memperdebatkan segala yang menjadi bahasan di restoran tadi, meski dalam keadaaan mobil yang berjalan keduanya tidak henti mengungkapkan semua argumen yang ada di kepala masing-masing dan ego masing-masing. "Tapi orang tipe kaya lu nggak akan bisa berubah!" "Selalu ngerendahin orang lain! lu pikir. Lu sempurna!" lanjut Youmna dengan amarahnya. "Youm!" panggil Kai seakan ingin membela dirinya. "Orang lain bisa aja stres gara-gara omongan lu!" lagi Youmna melontarkan umpatan untuk Kai. "Tolong jangan ungkit masa lalu. Gua udah berubah, Youm!" "Bicara tanpa tindakan itu namanya penipuan!" tegas Youmna. "Gua nggak nipu lu! basing lu lah!" Kai menyerah dengan usahanya membe
Masa yang tidak akan pernah terulang dan jika ada mesin untuk mengulang waktu, Youmna akan menghindari masa-masa itu dan bahkan Ia tidak pernah ingin mengenal Kai kembali meski dalam raga yang berbeda. Perasaan benci yang tidak pernah bisa terobati ini apakah akan selamanya seperti ini? "Youm, sebelum ambil keputusan coba pikirin matang-matang." ucap Kai dengan tenang. "Apa yang harus gua pikirin berulang-ulang. Lu itu...." kalimat Youmna terhenti Ia tidak tega mengucapkan perkataan yang bisa lebih-lebih menyakiti Kai. "Kenapa? Playboy. Tukang bully. Sok ganteng. Sok kaya! apa lagi kejelekan yang ada di dunia ini semua ada di seorang Kai!" Kai mencaci dirinya sendiri. Youmna menatap Kai yang sedang menyetir itu dengan tatapan nanar, Ia sebenarnya tidak ingin mengatakan kejelekan diri Kai di masa lalu yang telah menyakiti hatinya, namun pria itu malah menggalinya sendiri.
Youmna terduduk dari berdirinya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menatap tubuh Yardan yang terbaring di kasur. "Selama ini kan ayah udah banyak bantu Abang dan kamu juga. Abang pengen mandiri, pengen ngerasain susah biar sewaktu-waktu Abang nggak di tampar oleh keadaan yang buat Abang nggak bisa ngelakuin apa-apa." "Waktu kita nggak selamanya. Kamu sadar kan dek?" lanjut Yardan dengan tanya. Youmna hanya mengangguk meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Yardan. "Hidup juga berputar dek, Abang nggak mau disaat roda Abang dibawah malah buat Abang sombong." "Bang, kita buat kedai pinggir jalan aja yuk dengan modal seadanya. Youmna bantu ya?" "Kayanya dari pada cari investor, lebih baik dirintis dari awal banget bang. Kerja kerasnya lebih kerasa." Youmna berusaha menyakinkan Yardan dengan usulnya. Youmna mengerti impian Yardan
"Dia baik dek, kamu nggak akan nyesel. Ayah yakin sama dia begitu juga Abang," jelas Yardan dengan senyuman. "Tapi..." "Tapi kok dia batalkan investasi dan hancurkan impian Abang?" lanjut Youmna. "Mau ya dek, nikah sama Kai. please!" Yardan memohon. "Youngie nggak mau nikah sama orang yang udah hancurkan impian Abang!" Mendengar perkataan tersebut terucap dari lidah Youmna, Yardan tertawa terbahak-bahak membuat Youmna tak mengerti akan tingkah Yardan saat ini. "Kok malah ketawa?" tanya Youmna datar. "Kenapa? ada apa sama Kai, Abang yakin alasan kamu bukan itu!" kini Yardan berbicara lebih serius. Youmna terdiam karena Ia tahu menjawab hal yang sebenarnya hanya akan mengingat kan kejadian dimasa lalu dan menjawab dengan dusta pasti akan tercium oleh Yardan. "Hemm, yaudahlah Abang juga bukan dukun. Ta
"Assalamualaikum." ucap Kai ketika memasuki ruangan yang terdapat Bagas dan Yardan. "Waalaikumsalam bro, pagi ya sesuai janji!" seru Yardan dengan ekspresi bahagia mengetahui Kai sudah datang. Kai pun bersalaman dengan Yardan salam sahabat sedangkan dengan Bagas, Kai mencium tangannya tanda menghormatinya. Kai duduk setelah dipersilakan duduk oleh Bagas, "Adekmu udah bangun belum, Dan?" tanya Bagas kepada Yardan. "Udah yah, lagi mandi kayanya." "Kalo udah selesai suruh turun ya," Bagas berbicara pada Yardan sambil tersenyum melihat Kai yang secara spontan dibalas cengiran oleh Kai. Bagas kembali dengan aktifitasnya membaca koran, sedangkan Yardan dengan aktifitasnya membenarkan radio milik Youmna. Beberapa hari lalu Youmna pernah meminta Yardan untuk membenarkan radionya yang rusak tujuh tahun lalu, Ia sebenarnya meminta Yardan untuk membenarkan ini di tempa
Masih kesal dengan tindakan Yardan yang mampu mengerjainya dan omelan-omelan yang menyuruhnya untuk tidak 'galak' kepada Kai, hingga timbul rasa malu Youmna untuk Kai 'wanita kok kaya singa, galak banget'. Untuk menebus rasa bersalahnya Youmna menemani Yardan dan Kai di dapur untuk membuat resep olahan ubi yang akan di buka. "Nanti owner-nya kita berdua?" ucap Yardan. "Lu aja lah, lu kan yang nanam lebih banyak!" Youmna hanya diam dan mendengarkan percakapan keduanya dengan seksama. "Kai. Lu punya uang, gua punya resep. seharusnya kalo lu pinter ya, lu bisa aja beli resep gua," saran Yardan. "Dan kalo gua mau sukses sendirian bisa aja. Tapi, kalo bisa sukses barengan kenapa milih sendirian?" "Alah, fake lu!" selentingan Youmna yang menjurus ke sarkasme untuk Kai. Kai dan Yardan yang sedang asik berbincang mendeng
Dengan rambut yang masih acak-acakan Youmna terbangun dari tidurnya dan langsung menuju keluar kamarnya untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah di mushola yang ada di dalam rumahnya. Dengan biasa Youmna akan memakai kamar mandi yang ada dibawah agar lebih mudah dan lebih simpel untuknya seperti hari-hari biasa yang rutin dia lakukan. Selesai memakai kamar mandi dan wudhu Youmna memakai mukena untuk menunggu Yardan dan Bagas, sementara Yanti telah bersama Youmna untuk menunggu mereka juga. Yanti menunggu sambil memegangi tasbih berdzikir sedangkan Youmna memilih untuk membaca Mushaf, dan tak selang beberapa lama yang di tunggu akhirnya datang; Yardan. "Kamu disini Kai?" Ucapan Yanti yang memecah fokus Youmna yang sedang membaca Mushaf dan melirik ke arah Yardan yang berdiri bersama dengan Kai. "Iya Tan," senyum Kai. Youmna menyudah
"Dari mana lu bro?" tanya Yardan pada Kai, yang kini memasuki kamarnya. "Habis reunian," jawab Kai, tanpa meminta izin Kai langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur milik Yardan. Ia memijat kening dengan perlahan untuk menghilangkan pusing yang sedari tadi dia alami. "Berarti tadi ketemu Youmna?" "Iya," jawab Kai dengan singkat dan nada berat, Yardan menutup pintunya dan mendekati Kai, memposisikan tubuhnya sama dengan tubuh Kai saat ini; berbaring. Malam ini Kai berniat untuk menginap dirumah Yardan, sekarang mereka berada diranjang yang sama keduanya tidur terlentang menatap atap langit seraya menghayal. "Kai, kenapa sih Youmna sama lu. Pusing gua?" tanya Yardan blak-blakan. "Ada hal yang nggak dia suka dari gua, dimasa lalu," Yardan melirik Yardan sebentar dan menatap atap langit lagi. "Apa itu?" "Dan apa lu bena
Kai sengaja mengantar Gisela tepat di depan Youmna, bukan untuk membuat dia sakit hati namun, agar dia tahu. Dibalik pengetahuan Youmna Kai memiliki suatu rencana yang tidak dia tahu. Kai sadar betapa sakit hati Youmna dihina dihadapan banyak orang namun, dia memiliki sebuah rencana balas dendam yang elegan. "Gimana kerjaan lu?" tanya Kai memulai pembicaraan. "Baik." "Gua denger bos gua temen akrab lu ya?" lanjut Gisela dengan tanya. "Iya, akrab banget malah," ucap Kai dengan santai, Gisela menatap Kai dengan kagum dalam batinnya saat masih menyetir pun Kai masih terlihat tampan. Kai tahu tatapan Gisela, bertahun-tahun mengenal Gisela Ia tahu apa arti tatapan itu. Terlebih sudah beberapa kali Gisela mengungkapkan perasaan pada Kai namun, Kai tidak pernah menggubrisnya. D
"Sel. Pulang bareng yuk!" Kai menawarkan diri untuk mengantar Gisela pulang karena wanita itu tidak ada yang menjemput dan mengharuskannya memakai jasa antar jemput online. "Ayuk, dari pada lu naik jasa online. Mending sama gua udah kenal!" Kai berbicara tepat disaat Yunsri dan Youmna ingin menaiki kendaraan mereka, Youmna mendengar dengan jelas. Kan, dasar cowok nggak tau malu! bisa-bisanya dia jalan sama cewek yang udah hina gua! sebenarnya mau lu itu apa sih Kai? Youmna berkali-kali membatin, Ia tidak tahan akan setiap tingkah diam Kai yang menyebalkan, tingkah yang seolah membela penghujat, sadar Youm. Mereka itu satu Genk jadi kemungkinan kecil akan dibela! tidak mungkin kan Ia menghianati kawan satu Genk-nya dahulu. "Sabar Youngieku." Yunsri berucap dan memberikan kecupan dari jauh untuk Youmna. "Apaan sih!" &n
"Sel. Pulang bareng yuk!" Kai menawarkan diri untuk mengantar Gisela pulang karena wanita itu tidak ada yang menjemput dan mengharuskannya memakai jasa antar jemput online. "Ayuk, dari pada lu naik jasa online. Mending sama gua udah kenal!" Kai berbicara tepat disaat Yunsri dan Youmna ingin menaiki kendaraan mereka, Youmna mendengar dengan jelas. Kan, dasar cowok nggak tau malu! bisa-bisanya dia jalan sama cewek yang udah hina gua! sebenarnya mau lu itu apa sih Kai? Youmna berkali-kali membatin, Ia tidak tahan akan setiap tingkah diam Kai yang menyebalkan, tingkah yang seolah membela penghujat, sadar Youm. Mereka itu satu Genk jadi kemungkinan kecil akan dibela! tidak mungkin kan Ia menghianati kawan satu Genk-nya dahulu. "Sabar Youngieku." Yunsri berucap dan memberikan kecupan dari jauh untuk Youmna. "Apaan sih!" "Lag
"Woy, siapa nih yang datang?" celetuk Ella, wanita yang dahulu adalah siswi paling cantik dan populer di SMP termasuk satu Genk Kai dahulu. "Yunsri, sama siapa lu?" tanya Devanya wanita populer karena sempat menjadi pacar Kai sewaktu SMP, Ia juga satu Genk dan sahabat baik Ella. "Coba tebak?" ucap Yunsri dengan nyaring dan mengambil tempat duduk bersama dengan Youmna disampingnya. Youmna hanya tertunduk, karena senyumnya di awal kedatangan tadi tak dihiraukan oleh wanita-wanita populer di masanya itu. Kenapa Yunsri bisa seakrab ini? pikir Youmna yang Ia urungkan tanyanya untuk nanti. "Ini Youmna," ucap Yunsri dengan senyumannya. "Wihh, cowok terhits datang guys!" sorak beberapa pria dan wanita yang ada disini ketika tiga pria masuk ke dalam ruangan. Youmna tidak peduli siapa yang datang, sebab Ia tahu yang mereka sebut terhits, terg
Youmna masih menatap papan yang terpajang di Caffe ini, sebuah papan besar yang bertuliskan menu-menu. Setiap menu yang tersedia di Caffe ini sebagian besar adalah makanan dan minuman kesukaannya. Enaknya lagi makanan disini disediakan untuk semua karyawan secara gratis, wah Youmna pun ingin merasakan jadi karyawan di Kyo Coffe. Dengan tema Caffe yang klasik dan alami juga konsep yang diusung sesuai yaitu coffe, serta wangi coffe untuk parfum ruangan ini membuat Youmna betah rasanya bila berlama-lama, mungkin juga bukan hanya Ia tapi orang lain. Ruangan ini berlantai tiga, jadi cukup menampung lebih dari lima ratus karyawan bila di bagi tiga shift; shift pagi, siang dan malam. Karyawan yang cukup banyak untuk perusahaan rintisan. Yunsri kembali, berjalan perlahan sambil mendekati seorang pria berpakaian rapi memakai jas, celana dasar dan sepatu hitam pantopel yang sedang duduk tenang dengan laptop berwarna putih dihadapa
"Ini kan area pekerja. Kalo didepan, khususnya di masjid terbuka untuk umum. Kenapa, soalnya bosku itu mikir disini di pinggir jalan otomatis pasti kalo udah waktunya sholat banyak para pengendara yang mau sholat sedangkan disini nggak ada masjid palingan ada di dalam sini dan nggak ada pengendara yang tau. Jadi masjid di depan itu dibukanya buat umum, bahkan warga juga pakai itu," jelas Yunsri dengan rinci. "Bosmu bagus ya," ucap Youmna sedikit menghela nafasnya, yang ada dipikiran masih ada juga orang kaya yang baik hatinya dan sahabatnya ini beruntung sekali mendapatkan bos seperti itu. "Nanti aku kenalin bos aku ya," Youmna melemparkan senyuman dan berkata, "Bos mu pasti udah banyak pengalaman ya, pasti usianya udah kepala empat kalo nggak lima?" tebak Youmna menyuarakan kepada Yunsri. "Dia seumuran kita." Yunsri tersenyum melihat ekspresi wajah Youmna saat ini, rasa ingin tertawa melihat aksi tidak percaya Youmna
Kyo Coffe, 12.30 Youmna telah berada disini sekitar tiga puluh menit yang lalu, selesai sholat dzuhur di masjid terdekat (Masjid milik perusahaan Kyo Coffe). Ia sedang menunggu sahabatnya itu di halaman depan masjid, duduk sendiri. Mereka saling rindu karena telah lama tidak pernah bertemu, mereka juga telah menentukan jadwal hari ini untuk bertemu tapi telah lewat jam yang dijanjikan sahabatnya ini tidak juga muncul. "Mbak nunggu siapa?" tanya satpam yang sejak tadi memperhatikan Youmna dari kejauhan. "Nunggu teman saya pak," jelas Youmna. "Oh, temannya kerja disini?" "Iya pak. Hemm, ngomong-ngomong ini masjid untuk umum kan pak bukan hanya untuk karyawan?" "Iya mbak, ini masjid untuk karyawan dan siapa saja masyarakat yang mau sholat disini dipersilakan," jelas satpam ini yang membuat Youmna puas dengan jawabannya.&n